• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kewenangan Pihak Kepolisian Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kewenangan Pihak Kepolisian Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan

membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.1

Terorisme, bukan saja mengancam negara-negara maju seperti Amerika

Serikat, Inggris dan Australia bahkan juga terjadi di negera-negara yang sedang

berkembang misalnya di Indonesia. Hal tersebut sama dengan yang disebutkan

oleh Nasir Abas dalam bukunya berjudul “Memberantas Terorisme, Memburu

Noordin M. Top”, yaitu “terorisme ternyata belum mati di Indonesia”.

Mencermati

penanganan kasus tindak pidana terorisme yang terjadi dewasa ini, dikaitkan

menurut UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme, maka peran pihak

kepolisian untuk mencegah dan memberantas sindikat terorisme yang sudah

menyebar keseluruh penjuru dunia harus ditangani secara waspada dan serius.

2

Terorisme tradisional secara umum ditandai dengan adanya kelompok

dengan personel dan komando yang jelas, organisasi sistem piramid-hirarkial,

aktor terlibat secara penuh mulai perencanaan sampai ploting target, pemilihan

target sangat selektif, operasi serangan dengan cara konservatif dan organisasi

yang melaksanakan mengklaim atau mengakui perbuatannya.3

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme.

Terorisme model

ini terjadi pada masa sebelum gencar-gencarnya operasi terorisme pasca 9/11,

2

Nasir Abas., Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M. Top, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2009), hal.13.

3

(2)

dimana kita mengenal nama AL-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI). Ketika masa

jayanya Osama Bin Laden, banyak organisasi teroris termasuk JI berupaya

merangsek ke Afganistan untuk mendapat restu, berafiliasi atau mendapatkan

dukungan dengan Al-Qaeda. Pada model ini, keuntungan yang didapat adalah

kemudahan dalam menggalang dana dan kemudahan mengorganisir serangan

berskala besar.4 Sebagaimana peristiwa, Bom Bali I dan II, serta Bom J.W. Marriot I dan II, adalah produksi dari pola terorisme tradisional. Karena serangan

direncanakan dengan pengorganisasian, pendanaan dan perencanaan yang baik

maka hasil serangan pun sangat dahsyat. Namun demikian kekurangannya adalah

ketika satu per satu sel-sel terorisme tertangkap atau terbongkar maka seluruh

organisasi akan kolaps dan semua aktor lapangan hingga pimpinan global akan

terendus.5

Kelemahan pola modern sampai sejauh ini adalah organisasi teroris lebih

sulit untuk melancarkan serangan-serangan dalam skala besar karena setiap

kelompok memiliki anggota, jaringan dan dana yang minim. Sehingga secara

umum terorisme modern menghasilkan kuantitatif serangan yang lebih intens,

sporadik karena setiap kelompok bergerak terpisah dan target terpisah, namun

daya rusak menjadi menurun.

Dan betul adanya, jaringan Al Qaeda dan JI memang menderita karena

tekanan aparat pasca 9/11.

6

Dalam pola modern, hubungan antar organisasi bisa terjadi bila memang

situasinya memungkinkan, namun secara umum organisasi teroris telah berubah

menjadi grup-grup kecil yang beroperasi secara parsial. Ketika pada masa jaya

4Ibid. 5Ibid. 6

(3)

Qaeda, Osama Bin Laden menjadi centre of gravity tempat mohon restu dan

dukungan dana, maka pada pola modern ia hanyalah simbol perjuangan dan

ideologi.

Hal ini bertambah nyata ketika Osama juga mulai menghilang di

perbatasan Pakistan-Afganistan dan kehilangan kontak global. Para teroris senior

di masing-masing wilayah termasuk Indonesia, yang dulunya betul-betul

memegang kendali organisasi, berikutnya hanya menjadi motivator atau simbol

perjuangan sebagaimana Osama Bin Laden.

Pola terorisme modern memunculkan fenomena baru bernama phantom

cell network (jaringan sel hantu), leaderless resistance (tanpa pemimpin) dan lone

wolver (serigala tunggal).7

Sedangkan “serigala tunggal” adalah aktor-aktor yang telah termotivasi

dan sanggup merencanakan dan mengeksekusi aksi terorisme secara mandiri.

Dalam hal ini, status si aktor atau organisasi tidak terlalu penting, yang terpenting Konsepsi jaringan sel hantu terorisme adalah hubungan

antar grup dilaksanakan dengan jalan sangat rahasia, tidak ada ikatan kelompok,

struktur yang tidak jelas, namun tujuan ideologinya sama. Konsepsi terorisme

“tanpa pemimpin” bisa dikatakan sebagai teori motivasi, dimana sang pemimpin

spiritual hanya memotivasi sosok-sosok yang dinilai sudah ikhlas untuk menjadi

martir untuk menentukan dan menyerang targetnya sendiri. Sosok-sosok tersebut

akan digarap dalam pola hubungan yang dikesankan begitu religius, lalu

diperlancar untuk mendapatkan dukungan logistik untuk menjalankan

aksi-aksinya.

7

(4)

adalah terorisme terus berjalan, semakin banyak mendapatkan banyak kader dan

serangan tetap berlangsung walaupun dalam skala kecil.8

Setelah pola terorisme baru, berikutnya dikenal pola terorism hybrid.

Sebagian ahli menjadikan pola terorisme hybrid sebagai bagian pola baru dan

sebagian lain menempatkannya dalam trend yang terpisah. Dalam kamus

Merriam-Wesbter, hybrid berarti “keturunan, varietas, spesies atau gere dari dua

ragam budaya, asal atau komposit yang heterogen”. Terminologi terorism hybrid

yang paling banyak disepakati adalah versi Boaz Ganor yaitu “organisasi teroris

yang menjalankan aksinya melalui kontes politik dan kekerasan”.

Tidak mengherankan

bila menanggapi aksi-aksi para “serigala tunggal” belakangan ini, akan begitu

mudah bagi sang aktor layar belakang untuk mengatakan tidak terlibat.

9

Pada konteks ini teroris akan menggunakan konsep operasional dalam

multi-kharakter berupa instrumen organisasi politik yang sah, namun bisa

memotivasi kekerasan lewat “phantom cell network”, berpura-pura membangun

media pendidikan dan kesejahteraan, membeli simpati dan merekrut dengan

paham appocalypstic (cepat atau lambat kiamat pasti datang) dan menyalurkan

aspirasi perlawanan politik dan indoktrinasi lewat media. Model operasinya pun

dinamakan dengan operasi hybrid, yang saya istilahkan sebagai pernikahan silang

dari pola lama dan baru, untuk menghasilkan hasil yang paling optimal untuk

mencapai tujuan.10

Serangkaian tragedi bom yang terjadi pada masa lalu serta faktor yang

mempengaruhi adanya sindikat teroris tersebut perlu diwaspadai dan dicari

8Ibid. 9Ibid. 10

(5)

solusinya oleh Pemerintah dunia khususnya di Indonesia. Buktinya sindikat teroris

tersebut mampu menggoncangkan Negara adidaya Amerika Serikat hingga

menerobos gedung World Trade Center di Amerika Serikat yang dikenal dengan

Tragedi World Trade Center 2001. Akibat tragedi tersebut telah mengguncangkan

dunia yang luar biasa. Ribuan orang meninggal dunia, trauma, luka dan cacat

seumur hidup dalam waktu seketika.

Di Indonesia masuknya teroris mulai merujuk pada ancaman di tempat

umum seperti hotel, mall-mall dan tempat keramaian maupun ancaman melewati

media telekomunikasi yang membuat warga panik sehingga banyak masyarakat

yang bertanya-tanya, apakah negara Indonesia mampu mengatasinya dan masih

aman?

Fakta membuktikan bahwa terorisme “belum mati” di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah terjadi beberapa peristiwa teror bom

seperti: di Mesjid Istiqlal pada tanggal 19 April 1999, Bom Malam Natal pada

tanggal 24 Desember 2000, Bom di Bursa Efek Jakarta bulan September 2000,

penyanderaan dan pendudukan Perusahaan Mobil Oil oleh Gerakan Aceh

Merdeka pada tahun 2000, peristiwa Bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002 di

Sari Club dan Peddy’s Club, Kuta Bali, peledakan bom di JW. Marriot pada tahun

2003, bom di depan Kantor Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, bom Bali

II pada tahun 2005, dan sekelompok pelatihan teroris di Nangro Aceh

(6)

menembak mati Noordin M. Top di Temanggung tanggal 8 Agusutus 2009.11 Yang berlanjut pada peristiwa perampokan terhadap Bank CIMB Niaga di Medan

Sumatera Utara pada tanggal 18 Agustus 2010, dimana pelaku perampokan bank

tersebut terkait dengan jaringan organisasi terorisme dalam hal pendanaan

operasional terorisme.12

Berdasarkan rangkaian peristiwa pemboman dan aksi-aksi teroris yang

terjadi di wilayah NKRI telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang

korban dari suku, agama, ras kewarganegaraan. Semuanya itu menjadi sasaran,

sebab pada umumnya teroris meledakkan bom tersebut tanpa memandang siapa

yang menjadi korbannya di tempat-tempat keramaian bahkan bom juga

diledakkan didalam Mesjid atau gereja ketika melaksanakan ibadah atau sholat

seperti yang pernah terjadi pada jum’at di lingkungan Markas Kepolisian Resor

Kota Cirebon, Jawa Barat tanggal 15 April 2011.13

Terorisme telah memiliki dimensi dan jaringan yang luas yang berkaitan

dengan berbagai aspek kehidupan yang melampaui batas-batas negara dan sudah

dapat dikatakan sebagai kejahatan yang melibatkan dunia internasional. Saat ini

terorisme tidak hanya menjadikan kehidupan politik untuk sasarannya

sebagaimana awal kemunculanya, tetapi telah menambah dan menghancurkan

berbagai aspek kehidupan manusia, seperti menurunnya kegiatan ekonomi dan

11

Noordin M. Top dikenal sebagai tokoh utama dalam terorisme berhasil ditembak mati pada tanggal 8 Agustus 2009 oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri.

12

Nasir Abas., Loc. cit. http://www.antaranews.com/berita/1284997005/kapolri-perampokan-bank-cimb-niaga-terkait-terorisme, diakses tanggal 23 Januari 2013. Lihat juga,

Antara News., Tanggal 20 September 2010, hal. 1.

13

(7)

terganggunya kehidupan dan budaya masyarakat yang beradab sehingga

digolongkan sebagai salah satu dari delapan trans national crime.14

Terorisme adalah kejahatan terhadap umat manusia yang menjadi ancaman

bagi seluruh bangsa dan serta musuh dari semua pemeluk agama dari dunia ini.

Dewasa ini terorisme dalam perkembangannya telah membangun suatu organisasi

dan memiliki jaringan global dimana kelompok-kelompok terorisme yang

berperan dan menyebar di berbagai negara telah dikuasai oleh suatu jaringan

terorisme internasional serta telah mempunyai cara dan sistem kerja hubungan

mekanisme antara satu dengan yang lainnya baik dalam segi operasional

infrastruktur maupun dalam infrastruktur pendukung.15

Dalam pandangan hukum Indonesia, terorisme merupakan salah satu

permasalahan dan ancaman yang utama dan nyata baik terhadap pelaksanaan

amanat Konstitusi maupun terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia, antara

lain melindungi segenap tanah air Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.

Oleh karena itu sudah selayaknya tindakan terorisme dianggap sebagai ancaman

bagi kehidupan dan kesejahteraan nasional yang akan berpengaruh terhadap

keamanan dan stabilitas nasional.

Terwujudnya stabilitas nasional adalah salah satu kunci terciptanya

pemulihan ekonomi guna meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berkualitas

bagi Bangsa Indonesia dan salah satu pendekatannya melalui hukum, khususnya

melalui Kepolisian Republik Indonesia yang mempunyai peran sangat mencolok

14

Moch Faisal Salam (2005), Motivasi tindakan terorisme jakarta: Mandar Maju hal 1

(8)

(spektakuler) dalam mengungkap, memberantas dan menangani tindak pidana

terorisme.

Beberapa negara tertentu seperti Amerika Serikat, Australia misalnya telah

melakukan suatu perubahan kebijakan nasional.16 Melalui strategi tersebut mereka membentuk sistem hukum yang baru yang dapat melindungi masyarakat dari jerat

maupun ancaman terorisme.17

Juga negara yang mencoba bangkit untuk membangun demokrasi dengan

cepat melakukan langkah-langkah yang cenderung mengembalikan suatu represi

lama, misalnya, dengan cepat menggunakan dan mempertahankan Internal

security Act (ISA)

Negara-negara tersebut menghidupkan organisasi

maupun melakukan pengawasan politik terhadap mereka yang dianggap memiliki

relasi dengan pelaku terorisme.

18

atas nama terorisme. Ketentuan hukum yang bersifat

draconia,19

Ketentuan yang sama juga lahir di berbagai negara dari Afrika sampai

benua Amerika. Suasana baru politik global seolah-olah memberikan ijin pada

rezim-rezim otoritarian guna mempertahankan kekuasaan dengan menawarkan

kemampuan memerangi dengan apa yang biasa di sebut kelompok “teroris”. yang bertahun-tahun digunakan untuk mendominasi kekuatan oposisi,

dengan sangat kuat dipertahankan sebagai bagian dari upaya untuk

menanggulangi terorisme.

16

http://www.academia.edu/735650/Pengaruh_AIPAC_Terhadap_Kebijakan_Amerika_Se rikat, diakses pada tanggal 23 Maret 2013.

17 Ibid.

18

Munir, Menanti Kebijakan Anti Terorisme, Koalisi Untuk Keselamatan Sipil, Penerbit Iparsial Koalisi Untuk Keselamatan Sipil, Jakarta, 2003, hal. 3

19

(9)

Akibat seringnya terjadi teror bom yang dilakukan oleh sindikat Terorisme

di Indonesia seperti disebutkan diatas, telah mendorong pemerintah atas desakan

berbagai pihak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

(Perppu) Nomor 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme. Bahkan pemerintah memberikan kewenangan yang sangat luas

kepada Badan Intelijen Nasional (BIN) dan Data Semen Khusus 88 (Densus 88)

Anti Teror yang bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk

melakukan berbagai langkah mendukung operasi menyikat habis kelompok yang

diidentifikasi sebagai pelaku tindak pidana terorisme.

Karena dampak terorisme mencakup berbagai aspek kehidupan, maka

pemberantasan terorisme telah menjadi prioritas utama pemerintah dalam

kebijakan politik dan keamanan secara global. Itu sebabnya kejahatan terorisme

digolongkan kepada kejahatan luar buasa (extra ordinary crime) dan

penangangannya pun harus dilakukan secara luar biasa pula. Oleh sebab,

Pemerintah Indonesia bertekad melakukan perang melawan terorisme dan

mengambil langkah-langkah kebijakan dalam pemberantasan yang serius dengan

dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2002, Perpu Nomor 2 Tahun 2002 dan

Inpres Nomor 4 Tahun 2002.

Landasan hukum tersebut di atas diikuti dengan penetapan Skep Menteri

Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Nomor

Kep-26/Menko/Polkam/11/2002 tentang Pembentukan Koordinasi Pemberantasan

Terorisme. Hampir semua negara telah menaruh perhatian dan telah memberikan

(10)

mengungkap jaringannya sampai keakar-akarnya hingga mengajukan para pelaku

teror bom ke sidang pengadilan untuk dimintai pertanggungjawabannya secara

hukum.

Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Nomor 1 Tahun 2002 menjadi undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, diperlukan karena

tindak pidana terorisme merupakan suatu tindak pidana yang luar biasa (extra

ordinary crime) dan dibutuhkan pula penanganan yang luar biasa (extra ordinary

measures).20

Kepolisian Republik Indonesia merupakan ujung tombak dalam

memberantas pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia, menangkap pelaku,

mencegah, melakukan penyelidikan dan penyidikan, bahkan menembak mati para

pelaku teror, membentuk Tim Khusus yaitu Densus 88 Antiteror yang berada pada

garis terdepan memberantas terorisme tersebut.

Dari fungsi dan wewenang Kepolisian tersebut dapat dipastikan, bahwa

peranan Kepolisian untuk pemberantasan tindak pidana terorisme tersebut tidak

terlepas dari tiga fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat

dimana Kepolisian harus melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan yang

mengancam jiwa warga negara Indonesia. Disini Kepolisian melalui Densus 88

Antiteror harus berpedoman kepada undang-undang yang mendasari yaitu

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonsia (selanjutnya disebut UU Kepolisian).

20

(11)

Oleh sebab itu peran kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana

terorisme harus ditingkatkan dan berjiwa profesional, untuk memberantas tuntas

teroris yang ada di Indonesia dengan menggenapi dan melaksanakan seluruh

peraturan yang ada, mulai dari UU Kepolisian yang berkaitan dengan teroris dan

UU terorisme yang berlaku di tanah air, sehingga peran kepolisian dapat

dioptimalkan untuk memberantas teroris dan mewujudkan keamanan bagi Bangsa

Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, sebagai objek pembahasan dalam

penulisan skripsi ini penulis memberikan rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana terorisme menurut UU Nomor. 15

Tahun 2003 tentang terorisme?

2. Bagaimanakah kewenangan kepolisian dalam memberantas tindak pidana

terorisme?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan antara lain:

1. Untuk mengetahui pengaturan, dan sanksi hukum terhadap UU Nomor 15

Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme.

2. Untuk mengetahui dan mendalami kewenangan tugas pokok dan fungsi Polri

dalam memberantas habis tindak pidana terorisme.

(12)

a. Secara teoritis, penulisan ini dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir

dalam memahami dan mendalami permasalahan hukum khususnya

pemahaman tentang sejauh mana peranan kepolisian dalam penanggulangan

dan pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia. Selain itu, penulisan

ini dapat menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti

selanjutannya serta dapat memperkaya ilmu pengetahuan. Penulisan ini juga

sebagai kontribusi bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai tindak

pidana terorisme di Indonesia.

b. Secara praktis penulisan ini bermanfaat bagi kalangan aparat penegak hukum

khususnya aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri), agar dapat lebih

mengetahui dan memahami tentang kewenangan lembaga Kepolisian sebagai

institusi yang diharapkan berada pada garda terdepan dalam penanggulangan

dan pemberantasan tindak pidana terorisme. Peranan kepolisian tersebut

meliputi pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya dalam praktik di

lapangan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha

penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya

tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu.

Untuk itu penulis menyatakan bahwa penulisan Skripsi ini dapat

(13)

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kewenangan

Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)

adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung

jawab kepada orang lain.21

Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk

melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu

lain dalam suatu kelompok tertentu. Sementara berbicara tentang sumber-sumber

kewenangan,maka terdapat 3 ( tiga ) sumber kewenangan yaitu :

Berbicara kewenangan memang menarik, karena

secara alamia manusia sebagai mahluk sosial memiliki keinginan untuk diakui

ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya,dan salah satu factor yang

mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan.

22

1. Sumber Atribusi yaitu pemberian kewenangan pada badan atau lembaga /

pejabat Negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-Undang Dasar

maupun pembentuk Undang-Undang.Sebagai contoh : Atribusi kekuasaan

presiden dan DPR untuk membentuk Undang-Undang.

2. Sumber Delegasi Yaitu penyerahan atau pelimpahan kewenanangan dari

badan / lembaga pejabat tata usaha Negara lain dengan konsekuensi

tanggung jawab beralaih pada penerima delegasi.Sebagai contoh :

Pelaksanaan persetujuan DPRD tentang persetujuan calon wakil kepala

daerah.

21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pengertian Kewenangan”, Balai Pustaka, Jakarta Cetakan ke 3, Hal 439.

22

(14)

3. Sumber Mandat yaitu pelempahan kewenangan dan tanggung jawab masih

dipegang oleh sipemberi mandat. Sebagai contoh : Tanggung jawab

memberi keputusan-keputusan oleh menteri dimandatkan kepada

bawahannya.

Dari ketiga sumber tersebut maka merupakan sumber kewenangan yang

bersifat formal,sementara dalam aplikasi dalam kehidupan social terdapat juga

kewenanagan informal yang dimiliki oleh seseorang karena berbagai sebab seperti

: Kharisma, kekayaan, kepintaran, ataupun kelicikan.

Tapi pada kesempatan ini,akan lebih banyak berbicara tentang

kewenangan yang bersifat formal dan berkaitan erat dengan konsep hubungan

pemerintah pusat dan daerah.Pasal 10 ayat 3 Undang-undang No32 tahun 2004

tentang pemerintah daerah menyatakan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi

urusan pemerintah (pusat) meliputi :

a. Politik luar negeri b. Pertahanan c. Keamanan d. Yustisi

e. Moneter dan fiscal nasional f. Agama23

2. Pengertian Tindak Pidana Terorisme

Pada saat ini tidak ada definisi hukum secara universal mengenai istilah

terorisme. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan mengenai pelaksanaan suatu

aturan kepada suatu hal yang belum jelas definisi hukum nya. Pembuktian akan

(15)

suatu hal menjadi sulit ketika hal tersebut belum mempunyai definisi secara

hukum.

Kata Terorisme berasal dari kata “terrere” yang kurang lebih memiliki arti

membuat orang pada dasarnya gemetar atau menggetarkan. Pada dasarnya ialah

“terorisme” merupakan sebuah kata atau suatu pemikiran yang memiliki konotasi

yang sangat sensitif, karena terorisme mengakibatkan pembunuhan maupun

penderitaan terhadap kaum manusia. Tidak ada negara yang ingin dituduh sebagai

negara yang mendukung gerakan terorisme atau menjadi tempat persembunyian

teroris.24

Mengenai pengertian yang baku dan definitive dari apa yang disebut

dengan Tindak Pidana Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman. Hal

ini dapatdibuktikan menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli hukum pidana

internasional, mengatakan tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang

identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan

pengawasan atas makna terorisme tersebut.

25

Sedangkan menurut pendapat para ahli hukum yang lain terkait dengan

pengertian Terorisme itu adalah sebagai berikut:

Brian Jenkins

Terorisme merupakan pandangan yang subjektif. Tidak mudah merumuskan

definisi terorisme, tampak dari usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan

10 Maret 2013.

25

(16)

membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 yang bersidang selama

tujuh tahun tanpa enghasilkan rumusan definisi.

Black’s Law Dictionary

Terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang

menimbulkanefek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum

pidana, dengan maksud dan tujuan:

A. Mengintimidasi penduduk sipil

B. Mempengaruhi kebijakan pemerintah

C. Mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau

pembunuhan26

Webster’s New World College Dictionary 1996

Definisi terorisme adalah “the use of force or threats to demoralize, intimidate,

and subjugate”, doktrin membedakan terorisme kedalam dua macam definisi,

yaitu definisi tindakan teroris (terrorism act) dan pelaku terorisme (terrorism

actor).

Central Intelligence of Agency(CIA)

Terorisme internasional adalah terorisme yang dilakukan dengan dukungan

pemerintahan atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan negara,

lembaga atau pemerintahan asing.

(17)

Federal Bureau of Investigation (FBI)

Terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang

atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan

elemen-elemenya untuk mencapai tujuan-tujua social atau politik.27

Departments of State and Defense

Terorisme adalah kekerasan yang bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara

atau kelompok subnasional terhadap sasaran kelompok non kombatan.

Prof. Muladi memberi catatan atas definisi teroris, bahwa hakekat

perbuatan terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman yang

berkarakter politik. Bentuk perbuatan bias merupakan perampokan, pembajakan

maupun penyanderaan. Pelaku dapat merupakan individu, kelompok atau negara.

Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan,

perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia, dan kebebasan dasar

untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain.28 Sedangkan tujuan-tujuan dari terorisme adalah :

1. Mempublikasi suatu alasan lewat aksi kekejaman, karena hanya lewat aksi

semacam itu publikasi yang cepat dan massif dimungkinkan;

2. Aksi balas dendam terhadap rekan atau anggota kelompok;

3. Katalisator bagi militerisasi atau mob ilisasi massa;

4. Menebar kebencian dan konflik interkomunal;

5. Mengumumkan musuh atau kambing hitam;

27 Ibid.

(18)

6. Menciptakan iklim panik massa, menghancurkan kepercayaan public terhadap

pemerintah dan polisi. 29

2.1. Pengaruh dan Dampak Terorisme

Aksi terorisme selain berpengaruh luar biasa pada ketakutan publik

dalam sistem kenegaraan, aksi terorisme juga berdampak jauh pada hampir semua

bidang kehidupan seperti ideologi, ekonomi, politik pertahanan keamanan bahkan

agama.

a. Ideologi

Persepsi yang berhasil dibangun di tengah-tengah masyarakat internasional,

Osama bin Laden merupakan musuh nomor satu Amerika. Osama bin Laden

beserta organisasi Al Qaeda dianggap sebagai kelompok anti kapitalisme.

Sementara bagi kalangan tertentu, Osama dan organisasinya merupakan pahlawan

yang melawan arogansi AS dan sekutunya sebagai simbol kapitalisme. Perang

yang sedang berlangsung saat ini adalah antara fanatis dan radikalisme agama

Islam versus neokolonialisme dan kapitalisme.

b. Ekonomi

Dampak tragedi pengeboman WTC membuat "trauma berpergian" masyarakat

dunia dengan pesawat terbang. Dampaknya dirasakan berbagai perusahaan

penerbangan diberbagai negara menyebabkan maskapai penerbangan mengalami

kerugian.

29

(19)

c. Politik

Pasca pemboman WTC di New York, 11 September 2001 peta politik dunia

berubah drastis. AS mengakomodir kebijakan luar negeri "pre-emptif' dan

menggalang kerjasama berbagai negara untuk memberantas terorisme. Jaringan

Osama bin Laden bersama organisasi Al Qaeda-nya dijadikan musuh oleh AS dan

sekutunya.

d. Pertahanan dan Keamanan

Perang terhadap terorisme yang diprakarsai Amerika melampaui batas wilayah

domestik negara. Kedepan, terorisme tidak mengenal batas wilayah, baik aksi

maupun dampak yang ditimbulkannya. Contohnya penyerangan Amerika Serikat

ke Afganistan dan Irak.30

e. Agama

Tujuan semua agarna pada dasarnya menjadi rahmnat, membawa pesan

perdamaian umat manusia di dunia. Yang jadi masalah adalah kalau agama

diidiologikan dan ideologi diagamakan sekelompok orang. Bila agama dijadikan

kendaraan politik untuk merebut kekuasaan sesaat, sangat rentan menyerat umat

ke area konflik berkepanjangan.31

3. Pengertian Polisi

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, memberi arti kata dan makna Polisi

adalah:

30 Ibid.

(20)

1. Badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum

(menangkap orang yang melanggar hukum)

2. Anggota badan Pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga

keamanan).32

Arti kata polisi jika dicerna lebih jauh pemahamannya dapat memberikan

berbagai pengertian, yakni kesimpulan bahwa dalam kata polisi itu terdapat

tiga pengertian yang di dalam penggunaanya sehari-hari sering melahirkan

beberapa konotasi, kata tersebut adalah:

a. Polisi sebagai fungsi

b. Polisi sebagai organ kenegaraan

c. Polisi sebagai pejabat atau petugas.

Polisi dalam pengertiannya sehari-hari sering juga disebut dalam arti

petugas atau pejabat, karena merekalah yang setiap hari bertugas dan berhadapan

langsung dengan masyarakat. Pada awalnya, pengertian polisi itu adalah orang

yang dapat menjaga keselamatan dan ketentraman kelompoknya, namun dalam

bentuk negara kota, polisi sudah semestinya dibedakan dengan masyarakat biasa,

agar rakyat jelas bahwa pada merekalah rakyat dapat meminta perlindungan dan

pengamanan yang benar-benar terjamin. Tersirat juga maksud bahwa dengan

adanya atribut-atribut khusus dapat segera terlihat bahwa polisi mempunyai

kewenangan untuk menegakan aturan dan melindungi masyarakat.33

Namun demikian apapun yang menjadi atribut yang digunakan oleh polisi,

penegakan hukum adalah wajib tugas pokok polisi sebagai profesi yang mulia

32Kamus Besar Bahasa Indonesia

, Balai Pustaka, Jakarta Cetakan ke 3, Hal 693

33

(21)

sehingga taraf aplikasinya harus berkiblat pada asas Legalitas, atau dengan kata

lain polisi adalah suatu organ negara yang diberikan kewenangan tersendiri

dimana kewenangan itu merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab yang

harus dijalankan dengan sangat professional.34

Tugas dan wewenang Kepolisian sebagaimana ketentuan Pasal 13 UU

Kepolisian, ditentukan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia

adalah :

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

2. Menegakkan hukum; dan

3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Tindak pidana terorisme mengancam stabilitas keamanan masyarakat dan

bahkan menjadi tolok ukur bagi negara-negara di dunia untuk menjalin hubungan

internasional dengan negara Indonesia apabila tindakan-tindakan teroris tersebut

tidak segera dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Hal tersebut sangat erat

kaitannya jika dikaitkan dengan fungsi Kepolisian Negara Indonesia dalam Pasal

2 UU Kepolisian disebutkan bahwa “fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat”. Berdasarkan Pasal 2 UU Kepolisian tersebut, jelas bahwa tindakan

terorisme mengancam NKRI dan Kepolisian memiliki tugas dan fungsi serta

wewenang memberantas dan menanggulangi terorisme berada pada garda

terdepan.

34

(22)

F. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek

yang menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk

mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau

beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. Dengan demikian

metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu

masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif, yaitu Penelitian Hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana penerapannya

dalam praktik di Indonesia.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau

doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari penelitian terdahulu yang

berhubungan dengan objek yang ditelaah dalam penelitian ini yang dapat berupa

(23)

Data pokok dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme (UUPTPT) dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah hasil-hasil seminar atau

hasil pertemuan ilmiah lainnya, majalah dan jurnal ilmiah, artikel, artikel

bebas dari internet, surat kabar, majalah mingguan, dan dokumen pribadi

atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek

telaahan dalam penelitian ini;35

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus umum (ensiklopedia) dan kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang

relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data atau

kasus-kasus yang ada. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal dalam

UUPTPT yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan

dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga

35

(24)

menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian

ini.36

4. Analisa Data

Analisis data di dalam penelitian ini, dilakukan secara kualitatif yakni

pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam

undang-undang terpenting yang relevan dengan permasalahan. Kemudian

membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan

klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Data yang

dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara

sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data,

selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deduktif,

untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah

dalam penelitian ini akan dapat dijawab.

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis merumuskan menjadi 4

(empat) bab yaitu :

1. BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I ini berisi tentang Pendahuluan yang terperinci dalam latar

belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II PEMBAHASAN

36

(25)

Membahas tentang Pengaturan tindak pidana terorisme menurut UU Nomor.

15 Tahun 2003 tentang terorisme.

3. BAB III PEMBAHASAN

Membahas tentang Kewenangan kepolisian dalam memberantas tindak pidana

terorisme.

4. BAB VI PENUTUP

Penutup ini, dibagi menjadi 2 sub bab yaitu sub bab A kesimpulan yang berisi

tentang kesimpulan dalam penulisan skripsi ini dan sub bab B saran yang

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan tidak adanya peserta yang lulus evaluasi teknis pada pelaksanaan pengadaan pekerjaan Pembangunan Pembangkit Listrik Surya (PLTS) Terpusat di Provinsi Aceh

Selain dipasarkan di dalam negeri, EDC juga akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan EDC dunia yang juga terus meningkat. Target pemasaran adalah negara-negara pengimpor

Secara umum treasury adalah divisi dalam perbankan yang bertugas mengelola pemanfaatan dana (fungsi transaksi maupun keuangan) dalam rupiah maupun valas yang dimiliki oleh

SOFI HANS HAMDAN : Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan, yang

[r]

Goleman, Daniel, (2004) Emotional Intelligence kecerdasan Emosional mengapa.. EQ Lebih penting dari

Pendamping Desa di Desa Pugung Raharjo sudah terselenggara dengan baik, berbagai program kerja seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan

Hasil Presentase Capaian Rata-rata Indikator Pada Angket Motivasi Belajar Biologi Siswa Setiap Siklus Berdasarkan pada gambar 1 tersebut tampak bahwa nilai motivasi