• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT DAUN PILADANG (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT DAUN PILADANG (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT

DAUN PILADANG (

Solenostemon scutellarioides

(L.) Codd)

TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN

Mimi Aria, Afdhil Arel, Nella Widya

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang

Email : mimiaria1782@gmail.com

ABSTRAK

Telah diteliti efek toksisitas akut fraksi etil asetat Solenostemon scutellarioides L. Codd pada tikus putih jantan. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok: kelompok I (kontrol) hanya diberi Na CMC 0,5% dan 5 kelompok lainnya perlakuan yang diberikan fraksi etil asetat

Solenostemon scutellarioides (L). Codd yaitu kelompok II (dosis 1 mg / Kg), kelompok III ( 10 mg / kg), kelompok IV (dosis 100 mg / kg), kelompok V (dosis 1000 mg / kg), kelompok VI (dosis 10.000 mg/kgBB). Jumlah hewan yang mati dalam 24 jam dan nilai LD50 ditentukan. Pengamatan dilanjutkan selama 14 hari pada hewan yang masih hidup dengan parameter berat badan, konsumsi makanan, berat feses, konsumsi minuman, volume urine dan berat hati dan ginjal dan pengamatan mikroskopis pada hati dan ginjal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi asetat daun etil S. scutellarioides tidak menyebabkan kematian hingga dosis yang diberikan (10.000 mg/kg) sehingga nilai LD50 tidak dapat ditentukan. Berdasarkan analisis ANOVA ada perbedaan yang signifikan (P <0,05) pada data konsumsi pangan, berat feses, minum konsumsi, volume urine, dan berat hati tapi berat badan dan ginjal tidak perbedaan yang signifikan (P 0,05). Pengamatan warna hati dan ginjal tidak memperlihatkan perbedaan yang jelas.

Kata kunci : Piladang, Solenostemon scutellarioides, toksisitas akut

ABSTRACT

The acute toxicity test of ethyl acetate fraction Solenostemon scutellarioides (L.) Codd in male white mice has been studied. The animals were divided into six groups : Group I (control) only given Na CMC 0,5% and 5 other groups treatment given ethyl acetate fraction

Solenostemon scutellarioides L. Codd: group II (dose of 1 mg/Kg), group III (10 mg/Kg), group IV (dose of 100 mg/kg), group V (dose of 1000 mg/kg), group VI (dose of 10.000mg/kgBB). Number of death animals was observed and recorded in 24 hours and LD50 value was

determined. Observation was done for surviving animals in 14 days to determine body weight, food consumption, stool weight, drink consumption, urine volume and weight of liver and kidney and microscopic observation of the liver and kidney. The result showed that S. scutellarioides leaf ethyl acetate fraction didnot cause death until given dose (10.000 mg/kg) so that LD50 value couldn’t be determined. Based on ANOVA analysis there were significant

difference (P<0,05) on data of food consumption, stool weight, drink consumption, urine volume, and weight of liver but body weight and edge of kidneys not significant difference (P 0,05). Color observations liver and kidney not clearly visible difference.

Keywords : Piladang, Solenostemon scutellarioides, the acute toxicity.

PENDAHULUAN

Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di

(2)

telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Hasil penelitian tersebut tentunya lebih memantapkan para pengguna tumbuhan obat akan khasiat maupun kegunaannya (Dalimartha, 2003).

Salah satu tumbuhan obat yang masih dalam pengembangan adalah

Solenostemon scutellarioides (L.) Codd yang di Indonesia dikenal dengan nama iler atau miana. Tumbuhan ini berupa semak semusim yang banyak tersebar di Indonesia antara lain di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Depkes RI, 1989).

Secara tradisional tumbuhan ini digunakan dalam bentuk bahan tunggal maupun ramuan untuk penggunaan obat luar dan obat dalam. Bagian-bagian yang dapat digunakan adalah daun dan akar (Kumala, 2009).

Daun piladang mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polifenol (Kumala, 2009). Flavonoid pada tanaman ini berkhasiat sebagai antiinflamasi (Benjamin, 1987).

Keefektifan fraksi dalam menurunkan volume eksudat dapat dilihat dari pengaruh kandungan senyawa kimia yang terdapat pada masing-masing fraksi. Berdasarkan hasil uji statistiknya bahwa tidak ada perbedaan nyata volume eksudat antara fraksi etil asetat dengan fraksi butanol. Ini menyatakan bahwa fraksi etil asetat memiliki efektivitas yang sama dengan fraksi butanol. Selain itu, juga dilihat dari hasil ekstrak yang di fraksinasi dengan etil asetat juga lebih banyak didapatkan dibanding fraksi lainnya. Oleh karena itu, dilanjutkan penelitian dengan pemilihan fraksi etil asetat daun piladang terhadap uji toksisitas akut (Aria dkk, 2015).

METODE PENELITIAN

Alat

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat destilasi vakum, rotary evaporator, corong pisah, gelas ukur, sudip, spatel, pipet tetes, botol semprot, erlemeyer, kaca arloji, vial, aluminium foil, lumpang dan alu, timbangan analitik, krus porselen,

oven, desikator, furnace, tabung reaksi, plat tetes, cawan penguap, timbangan hewan, kandang hewan dan perlengkapannya, alat suntik, corong, spidol, jam, peralatan bedah, kapas dan tisu.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak kental daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd), n-heksan, etil asetat, aquadest, Na CMC, kloroform, serbuk Mg, HCl pekat, FeCl3, norit, asam

asetat anhidrat, H2SO4 pekat, H2SO4 2N,

pereaksi mayer, CHCl3 amoniak 0,05N dan

makanan mencit.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan berat antara 20-35 g dan berumur 2-3 bulan.

Ekstraksi Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)

Daun piladang yang telah diambil dibersihkan dari pengotor dan ditimbang sebanyak 2 kg, lalu keringkan diudara terbuka yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Setelah kering daun dirajang dan dijadikan serbuk dan ditimbang. Kemudian sampel yang telah dtimbang sebanyak 280 gram dimasukkan dalam botol maserasi dan tambahkan etanol 70% sampai terendam. Biarkan di tempat gelap selama 5 hari sambil sesekali diaduk. Pisahkan hasil maserasi dengan penyaringan menggunakan kapas. Ulangi maserasi sebanyak 5 kali sampai diperoleh maserat yang jernih dengan cara yang sama dan seluruh filtrat digabungkan menjadi satu dan diaduk hingga rata, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental.

Fraksinasi Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)

(3)

sampai lapisan n-heksan terlihat jernih sehingga diperoleh fraksi n-heksan. Lapisan air kemudian difraksinasi dengan etil asetat dilakukan beberapa kali pengulangan seperti perlakuan diatas sehingga diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. selanjutnya fraksi etil asetat diuapkan dengan rotary evaporator.

Persiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina sebanyak ± 30 ekor yang dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum diperlakukan mencit diaklimatisasi selama 1 minggu dan diberi makan dan minum yang cukup.

Dosis

Dosis fraksi etil asetat daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) yang digunakan terdiri dari 5 variasi dosis : Kelompok 6 = 10.000 mg/kgBB

Pemberian Sediaan Uji

Dosis yang digunakan adalah 1 mg/kg BB, 10 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 1.000 mg/kg BB, 10.000 mg/kg BB. Sebelum diberikan sediaan uji, hewan percobaan dipuasakan selama 18 jam, setelah itu dilakukan pemberian sediaan uji hanya satu kali pemberian secara peroral. Lalu dilakukan pengamatan selama 24 jam, jika ada yang mati, dicatat.

Uji Toksisitas Akut

Pengamatan jumlah hewan yang mati dalam jangka selang waktu 24 jam dicatat. Pengamatan dilanjutkan selama 14 hari untuk melihat efek toksik tertunda.

Pengamatan Efek Toksik Tertunda

Pada mencit yang masih hidup setelah 24 jam sampai 14 hari setelah

pemberian sediaan uji, kemudiaan dilakukan pengamatan terhadap :

a. Penimbangan berat badan

Berat badan masing masing mencit ditimbang dengan timbangan hewan setiap hari.

b. Pengukuran konsumsi makanan Pengukuran konsumsi makan dilakukan dengan cara memberikan sejumlah tertentu makanan, lalu setelah 24 jam sisa makanan yang tinggal ditimbang. Selisih antara berat awal makanan yang diberikan dengan berat makanan yang tinggal dinyatakan sebagai konsumsi makanan sehari.

c. Pengukuran feses

Pengukuran feses dilakukan dengan cara mengandangkan mencit dalam kandang metabolisme, lalu feses yang diekresikan selama 24 jam ditampung dan ditimbang beratnya. d. Pengukuran konsumsi air minum

Pengukuran konsumsi air minum dilakukan dengan cara pemberian sejumlah tertentu volume air. Setelah 24 jam diukur volume air yang diberikan dengan volume air yang tinggal dinyatakan sebagai volume air minum sehari.

e. Pengukuran volume urin

Pengukuran volume urin dilakukan dengan cara mengandangkan mencit dalam kandang metabolisme lalu urin yang diekresikan selama yang masih hidup dikorbankan dengan cara dislokasi leher. Organ organ seperti hati dan ginjal diambil lalu dibersihkan dan ditimbang selanjutnya ditentukan berat organ relatif terhadap berat badan masing masing hewan percobaan.

100 %

(4)

BOR = (Berat relatif organ hati) BO = (Berat organ)

BR = (Berat Badan Hewan Saat dikorbankan)

g. Pengamatan Makroskopik Organ Hati dan Ginjal

Organ Hati dan Ginjal di amati secara visual.

Analisa Data

Data persentase hewan percobaan yang mati digunakan untuk perhitungan LD50 dengan menggunakan metode grafik

atau metode Farmakope Indonesia, sedangkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan efek toksik tertunda diolah menggunakan metode statistik ANOVA 2 arah kecuali untuk berat organ relatif hati dan ginjal diolah menggunakan metode statistik ANOVA 1 arah, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan software statistic SPSS17.0 for Windows Evaluation.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 280 gram daun piladang kering yang telah dirajang dan diserbukkan didapatkan ekstrak kental 104,09 gram dan rendemennnya 37,14% terhadap sampel kering dan 5, 20% terhadap sampel segar. Ekstrak kental etanol difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair untuk mendapatkan fraksi semi polar (etil asetat). Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan senyawa yang ada pada daun piladang berdasarkan tingkat kepolarannya. Dari 75 gram ekstrak etanol difraksinasi diperoleh berat fraksi etil asetat 15,18 g. Setelah dilakukan pemeriksaan organoleptis diperoleh data bahwa fraksi etil asetat berupa cairan kental, berwarna coklat-kehitaman, berbau khas, dan rasa pahit. Rendemen yang diperoleh dari fraksi etil asetat adalah 20,24%.

Berat susut pengeringan fraksi kental etil asetat daun piladang yang diperoleh yaitu 8,46%. Tujuan dilakukan pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui persentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan, tidak hanya air tapi juga senyawa menguap lainnya (Depkes RI, 2008).

Kadar abu dari fraksi kental etil asetat daun piladang yaitu 12,10%. Tujuan dilakukan penetapan kadar abu adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran kandungan mineral yang berasal dari awal sampai akhir terbentuknya ekstrak, dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral dan senyawa anorganik saja (Depkes RI, 2008). Pada pemeriksaan metabolit sekunder (skrinning fitokimia) fraksi etil asetat daun piladang mengandung flavonoid, fenolik, alkaloid, dan steroid. Pada uji toksisitas akut dilakukan terhadap mencit putih jantan yang terdiri dari 6 kelompok yang tiap tiap kelompoknya terdiri dari 5 ekor. Pengamatan jumlah hewan yang mati dalam jangka selang waktu 24 jam yaitu tidak ditemukan adanya kematian hewan percobaan sehingga tidak diperoleh nilai LD50. Pengamatan

dilanjutkan selama 14 hari untuk melihat efek toksik tertunda. Parameter yanng diamati yaitu berat badan, konsumsi makanan, berat feses, konsumsi minum, volume urin, pemeriksaan makroskopik organ hati dan ginjal serta penetuan berat relatif organ hati dan ginjal.

(5)

Gambar 1. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Berat Badan

Berdasarkan uji statistik analisis varian didapatkan hasil bahwa konsumsi makanan berbeda secara nyata (P 0,05) baik antar hari perlakuan maupun antar kelompok perlakuan. konsumsi makanan

paling banyak ditunjukkan oleh kelompok kontrol dan konsumsi makanan yang paling sedikit ditunjukkan oleh kelompok dosis 100 mg/kgBB.

Gambar 2. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Konsumsi Makanan

Uji statistik analisis variasi ( two way ANOVA) didapatkan hasil bahwa berat feses berbeda secara nyata (P 0,05). kelompok dosis 1 mg/kgBB merupakan kelompok dosis dengan berat feses terbanyak dan tidak berbeda nyata dengan

kelompok dosis 10.000 mg/kgBB, dosis 1.000 mg/kgBB serta kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan meningkatnya kontraksi usus sehingga feses lebih banyak di keluarkan.

0 10 20 30 40

2 4 6 8 10 12 14

Hari Ke

-kont rol

1 mg/ kgBB

10 m g/ kgBB

100 m g/ kgBB

1000m g/ kgBB

10000m g/ kgBB

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2 4 6 8 10 12 14

Hari ke

kont rol

1 m g/ kgBB

10 m g/ kgBB

100 mg/ kgBB

1000 mg/ kgBB

(6)

Gambar 3. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Berat Feses

Uji statistik analisis (two way ANOVA) volume konsumsi air minum berbeda secara nyata (P 0,05) antar kelompok perlakuan maupun antar hari perlakuan. Konsumsi minum paling banyak ditunjukkan oleh kelompok kontrol dan kelompok dosis 1.000 mg/kgBB, sedangkan konsumsi minum paling sedikit ditunjukkan oleh kelompok dosis 100 mg/kgBB. Hewan akan banyak minum jika terjadi perangsangan sensasi haus akibat meningkatnya osmolaritas cairan ekstraseluler dan begitu juga sebaliknya (Guyton et al, 1997).

Gambar 4. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Volume Minum

Uji statistik analisis varian (two way ANOVA) menunjukkan bahwa volume urin antar kelompok perlakuan dan antar hari perlakuan berbeda secara nyata (P 0,05). Volume urin paling banyak

ditunjukkan oleh kelompok kontrol dan kelompok dosis 1.000 mg/kg BB, sedangkan yang paling sedikit ditunjukkan oleh kelompok 100 mg/kgBB.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

2 4 6 8 10 12 14

Hari Ke

kont rol

1 m g/ kgBB

10 m g/ kgBB

100 mg/ kgBB

1000 mg/ kgBB

10000 m g/ kgBB

0 2 4 6 8 10 12 14

2 4 6 8 10 12 14

Hari Ke

kont rol

1 m g/ kgBB

10 m g/ kgBB

100 mg/ kgBB

1000 mg/ kgBB

(7)

Gambar 5. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Voluime urin

Data berat organ relatif dianalisis dengan ANOVA satu arah dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan uji statistik analisis varian (one way ANOVA) didapatkan hasil bahwa berat relatif organ hati berbeda nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Berdasarkan uji Duncan terlihat bahwa berat relatif organ hati kelompok 2 (10 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 4 (1.000 mg/kgBB), kelompok 1 (1 mg/kgBB) dan kelompok 3 (100 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok 4 (1.000 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB), kelompok 1 (1 mg/kgBB) dan kelompok 3 (100 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok 1 (1 mg/kgBB) tidak berbeda

nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB), kelompok 4 (1.000 mg/kgBB) dan kelompok 3 (100 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok 3 (100 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB), kelompok 4 (1.000 mg/kgBB) dan kelompok 1 (1 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok kontrol tidak berbeda nyata dengan kelompok 4 (1.000 mg/kgBB), kelompok 1 (1 mg/kgBB), kelompok 3 (100 mg/kgBB) dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB). Kelompok 5 (10.000 mg/kgBB).

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

2 4 6 8 10 12 14

Hari Ke

kont rol

1 mg/ kgBB

10 mg/ kgBB

100 m g/ kgBB

1000 m g/ kgBB

10000 mg/ kgBB

4 4,2 4,4 4,6 4,85 5,2 5,4 5,6

Berat relatif organ hati

(8)

Gambar 6. Berat Relatif Organ Hati Pada Hari ke 14

Perbedaan berat relatif organ ginjal berdasarkan uji satistik anova dan uji lanjutan Duncan didapatkan hasil bahwa tidak adanya perbedaan antara semua

kelompok (p 0,05) artinya fraksi etil asetat daun piladang tidak mempengaruhi organ ginjal.

Gambar 7. Berat Relatif Organ Ginjal Pada Hari Ke 14

Berdasarkan pengamatan makroskopik pada organ hati dan ginjal tidak terlihat adanya perbedaan warna secara jelas. Hal ini sesuai dengan hasil statistik yang menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun piladang tidak mempengaruhi organ secara nyata.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi etil asetat daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) hingga dosis 10.000 mg/kgBB tidak menyebabkan kematian sehingga tidak diperoleh nilai LD50 artinya fraksi etil asetat

daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) tidak memberikan efek toksik pada uji toksisitas akut. Pada pengamatan efek toksik tertunda selama 14 hari pemberian ekstrak daun piladang mempengaruhi berat feses, konsumsi makanan, volume minum, volume urin dan berat organ hati tetapi tidak mempengaruhi berat badan, berat organ ginjal dan pengamatan warna secara visual.

DAFTAR PUSTAKA

Aria, M., Verawati, Afdhil, A., Monika, 2015, Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Daun Piladang (Solenostemon scutelarioides (L.) (Codd) Terhadap Mencit Putih Betina, STIFI, Padang, Jurnal Scientia,

Vol. 5 No. 2, Hal. 81-94.

Benjamin, V. T., A. Sofowora, B. O. Oguntimein and S. I. Inya-agha, 1987.Phytochemical and Antibacterial Studies on The Essential Oil of Eepatorium Odoratum.

(http://www.Pharmaceutical

Biology.htm/, diakses 5 desember 2014)

Dalimartha, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat, Jilid 3, Puspa Swara, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008.

Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta

1,1 1,15 1,2 1,25 1,3 1,35 1,4 1,45

Berat relatif organ ginjal

(9)

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Alih Bahasa Irawati. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gambar

Gambar 5. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Voluime urin

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk menilai efek antidiare jamu ekstrak daun jambu biji terhadap pola defekasi dengan indikator pengurangan berat feses dan penurunan frekuensi

Penelitian toksisitas sebelumnya pada dosis tunggal ekstrak etanol kembang bulan dengan rentang waktu 30 menit - 24 jam menunjukkan adanya efek toksik yang reversibel pada hati

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk member-ikan gambaran data sebagai dasar dalam menentukan dosis yang aman untuk men-ghindari terjadinya efek

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa L.) dosis 2000 dan 5000 mg/kg bb tidak menimbulkan gejala toksik pada mencit.. Pada dosis

Berdasarkan hasil uji pendahuluan di atas, baik dari hasil pengamatan gejala toksik, berat badan dan juga kematian, menunjukkan bahwa hingga pada dosis tertinggi

Ekstrak etil asetat daun kelapa sawit mempunyai efek yang sama dengan. metformin untuk menurunkan kadar glukosa darah mencit

Sedangkan pada jam ke-5 terdapat hubungan linear antara peningkatan dosis fraksi etil asetat ekstrak etanol daun daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan peningkatan efek

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) dapat mempengaruhi kadar