• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI TENTANG RIBA dalam tafsir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI TENTANG RIBA dalam tafsir "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

TEORI TENTANG RIBA

OLEH : ENI HARYANI BAHRI

A. Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak

dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah merasa

puas, sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan karena disebabkan

keuntungannya yang sangat minim, maka harampun jadi (riba). Ironis memang, justru yang

banyak melakukan transaksi yang berbau riba adalah dikalangan umat Muslim yang notabene

mengetahui aturan-aturan (the rules of syariah) syari'at Islam. Sarjana barat pernah

berkomentar "I found muslim in Indonesian, but I didn't find Islam in Indonesian, I didn't find

muslim in West Country, but I found Islam in Westcountry". Maksudnya adalah bahwa ia

menemukan orang Islam di Indonesia, tetapi perbuatan orang Islam tidak Islami, sebaliknya

ia tidak menemukan orang Islam di negara barat tetapi perbuatan atau pekerjaannya

mencerminkan kebudayaan Muslim. Kalau demikian kondisi umat Islam, maka celakalah

"mereka". Karena seorang muslim sejati hanya akan "melongok" dunia perekonomian

melalui kaca mata Islam yang selalu mengumandangkan "ini halal dan ini haram, ini yang

diridhoi Allah dan yang ini dimurkai oleh-Nya"

Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering

dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal

kepada debitor. tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba,

seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau

dalam takaran.

Dalam makalah ini penulis akan memaparkan topik-topik yang berhubungan dengan

riba yakni : konsep riba dan macam-macam riba, landasan hukum pelarangan riba, hikmah

pelarangan riba, riba dan bunga bank dalam hukum islam, perbedaan sistem bunga bank

(2)

2 B. Konsep Riba dan Macam-macam Riba

1. Pengertian Riba

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan

(azziyadah)1, berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw)2 dan meningkat (al-irtifa').

Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno

menyatakan sebagai berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan

riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat unsur tambahan atau disebut liyarbu

ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsara minhu (mengambil dari sesuatu yang kamu

berikan dengan cara berlebih dari apa yang diberikan).3

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki

salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Riba sering juga

diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai "Usury" dengan arti tambahan uang atas

modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah

tambahan yang sedikit atau pun dengan jumlah tambahan banyak.

Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di

tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu disebabkan rente

dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama

bunga, maka hukumnya sama yaitu haram.

Dalam prakteknya, rente merupakan keuntungan yang diperoleh pihak bank atas

jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur dengan dalih untuk usaha

produktif, sehingga dengan uang pinjaman tersebut usahanya menjadi maju dan lancar,

dan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua belah pihak baik

kreditor (bank) maupun debitor (nasabah) sama-sama sepakat atas keuntungan yang akan

diperoleh pihak bank.

Di manakah letak perbedaan antara riba dengan bunga? Untuk menjawab

pertanyaan ini, diperlukan definisi dari bunga. Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan

1

Abu Sura'i Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa M. Thalib, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), hal. 125. menurutnya riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi.

2

Menurut Syaikh Abul A'la al-Maududi An-Numuw adalah pertumbuhan dan Al-'Uluw adalah tinggi, lihat, Bicara Tentang Bunga Bank dan Riba, hal. 110

3

(3)

3

dari kata interest yang berarti tanggungan pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan

dengan persentase dari uang yang dipinjamkan.4 Jadi uraian di atas, dapat disimpulkan

bahwa riba "usury" dan bunga "interest" pada hakekatnya sama, keduanya sama-sama

memiliki arti tambahan uang. Menurut Tim Pengembangan Syari'ah Institut Bankir

Indonesia, bahwa pengertian dari interest atau bunga adalah uang yang dikenakan atar

dibayar atas penggunaan uang, sedangkan konsep usury adalah pekerjaan meminjamkan

uang dengan mengenakan bunga yang tinggi.5

Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa tambahan atas

sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu 'iwadh

(imbalan) adalaha riba.6 Yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan kuantitas

dalam penjualan asset yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul),

yaitu penjualan barang-barang riba fadhal: emas, perak, gandum, serta segala macam

komoditi yang disetarakan dengan komoditi tersebut. Riba (usury) erat kaitannya dengan

dunia perbankan konvensional, di mana dalam perbankan konvensional banyak ditemui

transaksi-transaksi yang memakai konsep bunga, berbeda dengan perbankan yang

berbasis syari'ah yang memakai prinsip bagi hasil.

2. Macam-Macam Riba

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang

yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang juga

telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.

a. Riba akibat hutang-piutang (Riba Ad-duyun)

Riba Qard ( رر بر ض قر ق ), yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang

disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba Jahiliyah ( ر بر ر قرهي ل ),

yaitu hutang yangdibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar

hutangnya pada waktu yang ditetapkan.7

Muhammad, Manajemen Bank Syari'ah, edisi revisi, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Peretakan (UPP) AMP YKPN, 2002), hal. 35.4

5

Tim Pengembangan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Konsep Produk dan Implementasi Operasional bank Syari'ah, hal. 36

6

Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-arba'ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), juz. II, hal. 245.

7

(4)

4

Contohnya :8

Fulan meminjam uang dengan Fulana sebesar Rp 500.000 dengan tempo dua

bulan. Saat waktunya tiba Fulana meminta uang yang dipinjam, akan tetapi Fulan berkata

bahwa ia belum dapat membayar uang yang dipinjam dan meminta waktu tambahan satu

bulan. Fulana menyetujui dengan memberikan syarat bahwa uang yang harus dibayar

menjadi Rp 560.000. Penambahan jumlah tersebut termasuk kategori Riba Jahiliyah.

Fulan ingin meminjam uang kepada Fulana sebesar Rp 500.000. Fulana

menyetujui namun dengan syarat ketika Fulan hendak mengembalikan uang, maka uang

yang harus dikembalikan Fulan adalah sebesar Rp 550.000. Kelebihan Rp 50.000 tersebut

termasuk kedalam Riba Qardh.

b. Riba akibat jual-beli (Riba Al-Buyu’)

Riba Fadl ( قرض لر ر بر), yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau

takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang

ribawi, dalam hadits Ubadah bin Shamit dijelaskan bahwa seseorang menukar barang

berupa emas harus dengan emas pula yang sepadan dan beratnya juga harus sama,

perak dengan perak dan harus diserahterimakan secara langsung.Dan Riba Nasi'ah (

ر بر ر س ر ق ), yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan

terjadi karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan

saat ini dan yang diserahkan kemudian.9

Contohnya :

Fulana membeli dan mengambil emas seberat 3 gram pada bulan ini, akan tetapi

uangnya diserahkan pada bulan depan. Hal ini termasuk kedalam riba Nasi’ah, hal ini

dikarenakan harga emas pada bulan ini belum tentu dan pada umumnya akan berubah di

bulan depan.

Seseorang menukarkan 10 gram emas (jenis 916) dengan 12 gram emas (jenis 750).

Pertukaran seperti ini tidak diperbolehkan, walaupun jenis 750 lebih berat dibandingkan

jenis 916. Hal ini dikarenakan sebaiknya dalam pertukaran keduanya memiliki berat

timbangan dan jenis yang sama. Hal ini termasuk dalam riba Fadl.

8Fosei, Islamwiki.blogspot.com

http://www.syariahbank.com/pengertian-riba-dalam-islam-dan-macam-macam-riba/ di akses 14 Okt 2016

9

(5)

5 C. Landasan Hukum Pelarangan Riba

1. Sejarah Pelarangan Riba Sebelum Islam

Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain (non-Islam)

riba telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil riba, bahkan pelarangan

riba telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama.

Beberapa hal berikut sangat mungkin menjadi faktor pendukung arus

perekembangan riba (bunga uang) :10

a. Jiwa materialisme pada awal tumbuhnya revolusi industri di Eropa.

b. Pandangan sebagian kalangan ekonom bahwa bunga yang sedikit itu adalah biaya

administrasi

c. Pandangan para ekonom bahwa sedikit bunga tidak bertentangan dengan moral dan

bukan merupakan eksploitasi atas sesama manusia

d. Pengaruh Yahudi yang menguasai lembaga keuangan saat itu.

Riba tidak hanya dihadapi oleh kaum muslim. Agama samawi yang datang

sebelum Islam (Yahudi dan Nasrani) pun telah melarangnya. Para filosuf Yunani juga

menyatakan penolakan terhadap praktek yang merusak ini. Mereka bahkan menganggap

bunga sebagai suatu yang hina dan keji.11

1.1Masa Yunani Kuno

Bangsa Yunani kuno mempunyai peradaban tinggi, peminjaman uang dengan

memungut bunga dilarang keras. Ini tergambar pada beberapa pernyataan Aristoteles

yang sangat membenci pembungaan uang:12

Bunga uang tidaklah adil

Uang seperti ayam betina yang tidak bertelur

Meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya

10

Lalu Fahmi Zainul Arifin, Konseptualisasi Pelarangan Riba Sebagai Transaksi Terlarang, ( STAI Darul Ulum Banyuwangi : Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3 no. 1, 2013) hal. 40

11Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek

, cet. 6, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), 47-48

12

(6)

6

1.2Masa Romawi

Kerajaan romawi melarang setiap jenis pemungutan bunga atas uang dengan

mengadakan peraturan-peraturan keras guna membatasi besarnya suku bunga

melalui undang-undang. Kerajaan Romawi adalah kerajaan pertama yang

menerapkan peraturan guna melindungi para peminjam.13

1.3Menurut Agama Yahudi

Yahudi juga mengharamkan seperti termaktub dalam kitab sucinya, menurut

kitab suci agama Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama kitab keluaran

ayat 25 pasal 22: "Bila kamu menghutangi seseorang diantara warga bangsamu

uang, maka janganlah kamu berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu

meminta keuntungan padanya untuk pemilik uang".14 Dan pada pasal 36 disebutkan:

" Supaya ia dapat hidup di antaramu janganlah engkau mengambil bunga uang atau

riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu

dapat hidup diantaramu". Namun orang Yahudi berpendapat bahwa riba itu

hanyalah terlarang kalau dilakukan dikalangan sesama Yahudi, dan tidak dilarang

dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka mengharamkan riba sesama

mereka tetapi menghalalkannya kalu pada pihak yang lain. Dan inilah yang

menyebabkan bangsa Yahudi terkenal memakan riba dari pihak selain kaumnya.

Berkaitan dengan kedhaliman kaum Yahudi inilah, Allah dalam al-Qur'an surat

an-Nisa' ayat 160-161 tegas-tegas mengatakan bahwa perbuatan kaum Yahudi ini

adalah riba yaitu memakan harta orang lain dengan jalan Bathil, dan Allah akan

menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.

1.4Menurut Agama Nasrani

Berbeda dengan orang Yahudi, umat Nasrani memandang riba haram

dilakukan bagi semua orang tidak terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama

apapun, baik dari kalangan Nasrani sendiri ataupun non-Nasrani. Menurut mereka

(tokoh-tokoh Nasrani) dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23 pasal 19

disebutkan: "Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang

13

Ibid., hal. 12

14

Karnaen Purwaatmaja, "Apakah Bunga sama dengan Riba"?, kertas kerja Seminar Ekonomi Islam,

(7)

7

maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan".15 Kemudian dalam

perjanjian baru di dalam Injil Lukas ayat 34 disebutkan: "Jika kamu menghutangi

kepada orang yang engkau harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya

kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan

tidak mengharapkan kembalinya, karena pahala kamu sangat banyak".16

Pengambilan bunga uang dilarang gereja sampai pada abad ke-13 M. pada

akhir abad ke-13 timbul beberapa faktor yang menghancurkan pengaruh gereja yang

dianggap masih sangat konservatif dan bertambah meluasnya pengaruh mazhab

baru, maka piminjaman dengan dipungut bunga mulai diterima msyarakat. Para

pedagang berusaha menghilangkan pengaruh gereja untuk menjastifikasi beberapa

keuntungan yang dilarang oleh gereja. Ada beberapa tokoh gereja yang beranggapan

bahwa keuntungan yang diberikan sebagai imbalan administrasi dan kelangsungan

organisasi dibenarkan karena bukan keuntungan dari hutang. Tetapi sikap

pengharaman riba secara mutlak dalam agama Nasrani dengan gigih ditegaskan oleh

Martin Luther, tokoh gerakan Protestan. Ia mengatakan keuntungan semacam itu

baik sedikit atau banyak, jika harganya lebih mahal dari harga tunai tetap riba.17

2. Tahapan Larangan Riba Dalam Al-quran

Prinsip dasar yang dianggap baik tentang mu’a>malah di dalam Islam adalah memperbolehkan untuk melakukan segala sesuatu selama tidak ada dalil yang

melarangnya. Oleh karena itu, segala bentuk transaksi terlarang di dalam hukum Islam

senantiasa dijustifikasi oleh dalil-dalil yang syariah, terlepas apakah setelah itu terjadi

proses ijtihad atau tidak.

Riba adalah kegiatan yang jelas-jelas terlarang berdasarkan dalil-dalil yang jelas

pula. Sebagaimana larangan terhadap minuman keras (khamr) bersifat bertahap (tadri’j),

Al-quran juga melarang riba secara bertahap pula.18 Metode ini ditempuh agar tidak

mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan riba dengan maksud

membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk mengalihkan kebiasaan

mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam kehidupan

15

Buku Pintar BMT Unit Simpan Pinjam dan Grosir, Pinbuk Jawa Timur, (Surabaya, Jl. Dukuh Kupang 122-124), hal, 11

16

Karnaen Purwaatmaja, "Apakah Bunga sama dengan Riba"?, kertas kerja Seminar Ekonomi Islam,

(Jakarta: LPPBS, 1997) hal.39 17

Muhammad, Manajemen Bank Syari'ah, edisi revisi, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Peretakan (UPP) AMP YKPN, 2002), hal. 39

18

(8)

8

perekonomian jahiliyah. Ayat yang diturunkan pertama dilakukan secara temporer yang

pada akhirnya ditetapkan secara permanen dan tuntas melalui empat tahapan.

2.1Tahap Pertama

Surat Ar Rum ayat : 39

 



Dalam surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasehat bahwa Allah tidak

menyenangi orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah Allah ialah

dengan menjauhkan riba. Di sini Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang

mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada

Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan memberikan

barakah-Nya dan melipat gandakan pahala-Nya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan

larangan dan belum mengharamkannya.

2.2Tahap Kedua

Surat Annisa ayat : 160-161

  



Pada tahap kedua, Allah menurunkan surat An-Nisa' ayat 160-161. riba digambarkan

sebagai sesuatu pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini Allah menceritakan

balasan siksa bagi kaum Yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga menggambarkan

Allah lebih tegas lagi tentang riba melalui riwayat orang Yahudi walaupun tidak terus

terang menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah membangkitkan

perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba. Ayat ini menegaskan bahwa

(9)

9

bahwa akan turun ayat berikutnya yang akan menyatakan pengharaman riba bagi kaum

Muslim.

2.3Tahap Ketiga

Surah Ali Imran ayat : 130



Dalam surat Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan riba secara tuntas, tetapi

melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan Allah yang

melarang sesuatu yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak zaman

jahiliyah dahulu, sedikit demi sedikit, sehingga perasaan mereka yang telah biasa

melakukan riba siap menerimanya.

2.4Tahap Keempat

Surah Albaqarah ayat : 275-279

  



 



  

 

Turun surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba secara

tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan

(10)

10

kriminalisasi. Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan

diperangi oleh Allah SWT dan Rasuln-Nya.

3. Fatwa Majelis Ulama Tentang Riba

Fatwa Keputusan Fatwa Majlis Ulama Indonedia (MUI) nomor 1 tahun 2004

tanggal 24 Januari 2004 tentang bunga (interest / fa’idah) menetapkan bahwa :19

a. Pengertian bunga (interest / fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi

pinjaman uang (al qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa

mempertimbangkan pemanfaatan / hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu,

diperhitungkan secara pasti dimuka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.

b. Pengertian riba adalah tambahan (ziayadah) tanpa imbalan yang terjadi karena

penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumbnya, dan inilah yang disebut riba nasi’ah.

c. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada

zaman Rasulullah SAW. Ya ini riba nasiah. Dengan demikian praktek pembungaan

uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba hukumnya haram.

d. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh bank,

asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainnya, maupun

dilakukan oleh individu.

e. Bermu’amalah dengan lembaga keuangan konvensional, untuk wilayah yang sudah

ada kantor/jaringan lembaga keuangan syariah dan mudah dijangkau, tidak

dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga. Untuk

wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syariah, diperbolehkan

melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip

darurat/hajat.

4. Fatwa-fatwa Lain Mengenai Riba

Hampir semua ormas Islam di Indonesia telah membahas riba, utamnya Nahdhatul

Ulama dan Muhammadiyah. 42 Majelis Tarjih Muhammadiyah telah memutuskan

beberapa hal mengenai ekonomi/keuangan di luar zakat, yang meliputi masalah perbankan

(1968 dan 1972), masalah keuangan secara umum (1976) dan koperasi simpan pinjam

(1989). Majelis Tarjih Sidoardo (1968) memutuskan sebagai berikut :

a. Riba hukumnya haram berdasarkan nass yang sarih dari al-Qur’an dan as-Sunnah

19

(11)

11

b. Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal

c. Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya termasuk

musytabihat.

d. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya sistem

perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam. Lajnah Bahsul Masa’il NU membahas persoalan riba dalam beberapa kali sidang. Kesimpulannya adalah terdapat tiga pendapat ulama mengenai riba :

a. Haram, sebab termasuk hutang yang dipungut rente.

b. Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat yang berlaku tidak

dapat begitu saja dijadikan syarat.

c. Shubhat, karena adanya perselisihan ahli hukum tentang riba.

Meskipun demikian, Lajnah Bahsul Masa’il tetap mengharamkan bunga bank dengan alasan kehati-hatian. Selanjutnya Lajnah memandang perlu untuk mencari jalan

keluar, yaitu suatu sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam, yaitu bank tanpa

bunga dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Perlunya memperbaiki sistem perbankan yang telah ada.

b. Munas mengamanatkan kepada PB NU untuk membentuk suatu tim pengawas dalam

bidang syari’ah sehingga dapat menjamin bahwa operasional keseluruhan bank NU

tersebut sesuai dengan kaidah mu’amalah Islam.

c. Para mutasyawiri>n setuju dan mendukung berdirinya bank Islam NU dengan sistem

tanpa bunga.

Sedangkan Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidang yang kedua di

Karachi Pakistan menyepakati dua hal utama yaitu : pertama, praktik bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syari’ah Islam. Kedua, perlu segera didirikan bank-bank

alternatif yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syari’ah.

D. Hikmah Pelarangan Riba

Sebab dilarangnya riba ialah dikarenakan riba menimbulkan kemudaratan yang

besar bagi umat manusia.kemudaratan tersebut antara lain:20

20

(12)

12

1. Riba menyebabkan permusuhan antara individu yang satu dengan yang lain, dan

menghilangkan jiwa tolong menolong diantara mereka.

2. Riba mendorong terbentuknya kelas elite, yang tanpa kerja keras mereka mendapat

harta, seperti benalu yang setiap saat mengisap orang lain.

3. Riba merupakan wasilah atau perantara terjadinya penjajah di bidang ekonomi,

dimana orang-orang kaya mengisap dan menindas orang-orang miskin.

4. Islam mendorong umatnya agar mau memberikan pinjaman kepada orang lain yang

membutuhkan dengan modal “qardhul hasan”atau pinjaman tanpa bunga

Adapun hikmah lain yang bisa dirincikan adalah :

1. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia,

tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik

individu maupun masyarakat.

2. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh

si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya.

Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya

lebih lemah dari padanya.

3. Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau

barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois.

4. Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain

yang lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.

5. Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta

benda dan akhirnya menjadi fakir miskin

E. Riba dan Bunga Bank Dalam Hukum Islam

Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba telah dikenal pada saat turunnya

ayat-ayat yang menyatakan larangan terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan

masa dan periode turunnya ayat tersebut sampai ada ayat yang melarang dengan tegas

tentang riba. Bahkan istilah dan persepsi tentang riba begitu mengental dan melekat di

dunia Islam. Oleh karena itu, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas agama Islam.

Akan tetapi menurut seorang Muslim Amerika, Cyril Glasse, dalam buku

(13)

13

kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di agama Kristen pun, selama satu melenium,

riba adalah barang terlarang dalam pandangan theolog, cendikiawan maupun menurut

undang-undang yang ada.

Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan transaksi yang

secara tegas diharamkan bahkan pengharamannya telah menjadi aksiomadalam ajaran

Islam. Riba merupakan transaksi yang mengandung unsur eksploitasi terhadap para

peminjam (debitor) bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini

tidak hanya berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi juga

melarangnya bahkan mengutuk pelaku riba. Plato (427-347 SM) misalnya termasuk

orang yang mengutuk para pelaku pelipat gandaan uang.21

Sedikit atau banyaknya riba, memang masih menjadi perdebatan, hal ini

dikerenakan bahwa riba Jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah yang

berlipat ganda (ad'afan mudha'afah).

Sedangkan bunga, dalam Time Value of Money dan Cost of Capital, Konsep

diskonto sangat penting dalam analisis teori modal dan investasi. Secara praktis

digunakan dalam evaluasi proyek ataupun keputusan investasi. Misalnya saja model Net

Present Value (NPV), cost benefit analysis, internal required rate of return (IRR),

Deviden Model dalam asset evaluation dan seterusnya. Diskonto inilah yang disebut

dengan time value of money.

Konsep time value of money atau yang disebut oleh ilmu Ekonomi sebagai

positive time preference menjelaskan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih tinggi

dibanding nilainya di masa depan. Konsep yang dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk

dalam capital and interest dan positive theory of capital memang menyebutkan bahwa

positive time preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional.

Diskonto dalam positive time preference ini biasanya didasarkan pada_atau

setidaknya_berhubungan intim dengan tingkat bunga (interest rate).22Namun sejak

terjadinya konvergensi pendapat dalam fikih bahwa bunga diharamkan di dalam Islam

karena dianggap salah satu bentuk riba, maka muncullah berbagai pertanyaan tentang

penggunaan diskonto dalam evaluasi investasi ataupun sebagai cost of capital.

Ada penyikapan yang relatif sama terhadap positive time preference, yaitu bahwa

teori tersebut tidak bisa diasumsi begitu saja diterima secara menyeluruh di kalangan

21

Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi al-Qur'an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hal. 152

22

(14)

14

ekonomi. Jika disebutkan oleh Von Bhom-Bawerk bahwa positive time preference

merupakan pola yang wajar dan normal berdasarkan background historis, maka

pertimbangan rasional justru justru membuka peluang kemungkinan terjadinya negative

time preference atau zero time preference (break event point) karena lekatnya unsur

ketiakpastian (uncertainty) di masa depan.

Dalam hal pengharaman bunga bank, dapat dicermati pada Muktamar II Lembaga

Riset Islam Al-Azhar yang diselenggarakan di Kairo pada bulan Mei tahun 1965 yang

dihadiri utusan dari 35 negara Islam telah menyepakati beberapa hal, diantaranya adalah: ‚Bunga (interest) bank dari semua jenis pinjaman, hukumnya riba dan

diharamkan.23Bebeberapa fatwa yang mendukung haramnya bunga bank antara lain:

a. Rabithah Al-Alam Al-Islami: Bunga bank yang berlaku dalam perbankan

konvensional adalah riba yang diharamkan (Keputusan No. 6 Sidang ke-9, Makkah

12-19 Rajab 1406 H).

b. Majma’ Fiqh Islami, OKI (organisasi konfrensi Islam) menetapkan: Bahwa setiap

tambahan (interest) atas hutang yang telah jatuh tempo dan orang yang berhutang

tidak mampu membayarnya, dan sebagai imbalan atas penundaannya itu, demikian

pula tambahan (interest) atas pinjaman yang ditetapkan diawal perjanjian, maka

kedua bentuk ini adalah riba yang diharamkan dalam syariah (Keputusan No. 10 Majlis Majma’ Fiqh Islami, Konfrensi OKI II, 22-28 Desember 1985).

F. Perbedaan Sistem Bunga Bank Konvensional dan Sistem Bagi Hasil Bank Syariah

Sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan konvensional karena

sistem keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan subsistem dari suatu sistem

ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas. Oleh karena itu, perbankan syariah tidak

hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut untuk secara

sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.

Di dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh

syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan

produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan seperti minuman keras

(haram), kegiatan yang sangat dekat dengan gambling (maisir) untuk transaksi-transaksi

23

(15)

15

tertentu dalam foreign exchange dealing, serta highly and intended speculative

transaction (gharar) dalam investment banking.

Tujuan dari pendirian bank-bank Islam ini umumnya adalah untuk

mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah, dan

tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait agar

umat terhindar dari hal-hal tersebut, meskipun sesungguhnya Islam bukanlah

satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga.

Prinsip utama bank syariah adalah :

a. larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi;

b. menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh

keuntungan yang sah menurut syariah; dan

c. menumbuhkembangkan zakat.

Sepanjang praktek perbankan konvensional tidak bertentangan dengan

prinsip-prinsip Islam, maka bank-bank syariah telah mengadopsi sistem dan prosedur perbankan

yang ada. Namun, bila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka

bank-bank syariah merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan

aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Untuk itu maka Dewan

Syariah berfungsi memberikan masukan kepada perbankan syariah guna memastikan

bahwa bank syariah tidak terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.

Berdasarkan prinsip utama itu, maka secara operasional, terdapat

perbedaan-perbedaan yang substantif antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional.

Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung

unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki

risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan

(16)

16 untung.

b. Besarnya bunga adalah

suatu persen-tase tertentu

terhadap besarnya uang

yang dipinjamkan.

c. Besarnya bunga tetap

seperti yang dijanjikan

tanpa mempertimbang-kan

apakah proyek/usaha yang

dijalankan oleh nasabah /

mudharib untung atau rugi.

d. Eksistensi bunga

diragukan (kalau tidak

dikecam) oleh semua

agama termasuk Islam.

rugi.

b. Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan

nisbah terhadap besar-nya keuntungan

yang diperoleh.

c. Besarnya bagi hasil tergantung pada

keuntungan proyek/usaha yang

dijalankan. Bila usaha merugi maka

kerugian akan ditanggung oleh pemilik

dana, kecuali kerugian karena kelalaian,

salah urus, atau pelanggaran oleh

mudharib.

d. Tidak ada yang meragukan keabsah-an

bagi-hasil.

Sumber : Muhammad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek

(17)

17 G. Kesimpulan

Dari uarain makalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa riba merupakan kegiatan

eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau moralitas. Allah mengharamkan transaksi

yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan mendholimi orang lain dan adanya unsur

ketidakadilan (unjustice). Para ulama sepakat dan menyatakan dengan tegas tentang

pelarangan riba, dalam hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul.

Sejak pra-Islam riba telah dikenal bahkan sering dilakukan dalam kegiatan

perekonomian sehari-hari. Pada masa Nabi Muhammad saw riba mulai dilarang dengan

turunnya ayat-ayat al-Qur'an yang menyatakan larangan akan riba, ayat tersebut turun sesuai

dengan masa dan periode turunnya sayat sampai ada ayat yang melarangnya secara tegas.

Tetapi tidak hanya Islam saja yang melarang pengambilan riba, tetapi aga,a-agama samawi

juga melarang dan mengutuk pra pelaku riba

Secara garis besar riba riba ada dua yaitu: riba akibat hutang piutang dan riba akibat

jual beli.

Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-Qur'an surat

al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, juga

mengandung unsur eksploitasi. Dalam surat al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya

dan tidak (pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipat gandakan (ad'afan

mudhaafan) uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya cenderung

merugikan orang lain. Pengharaman riba juga berdasarkan pada Fatwa MUI No. 1 Tahun

2004 tentang Bunga. Secara prinsip dasar berbeda sistem bunga bank dan sistem bagi hasil.

Perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah selain itu juga harus mengacu kepada

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Abu Sura'i Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa M. Thalib, Surabaya:

al-Ikhlas, 1993

Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-arba'ah, Beirut: Dar

al-Fikr, 1972

Fosei, Islamwiki.blogspot.com

http://www.syariahbank.com/pengertian-riba-dalam-islam-dan-macam-macam-riba/ di akses 14 Okt 2016

Karnaen Purwaatmaja, "Apakah Bunga sama dengan Riba"?, kertas kerja Seminar

Ekonomi Islam, Jakarta: LPPBS. 1997

Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad

Abduh, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan ACAdeMIA. 1996

Lalu Fahmi Zainul Arifin, Konseptualisasi Pelarangan Riba Sebagai Transaksi

Terlarang, ( STAI Darul Ulum Banyuwangi : Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3 No.

1, 2013)

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, cet. 6, Jakarta : Gema Insani Press. 2003

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, cet. I,

Jakarta: Tazkia Institute, 1999

Muhammad, Manajemen Bank Syari'ah, edisi revisi, Yogyakarta: Unit Penerbit dan

Peretakan (UPP) AMP YKPN. 2002

Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi al-Qur'an tentang Etika dan Bisnis, Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002

Mohamad Hidayat, MBA, An Introduction to Shariah Economic; Pengantar Ekonomi

Shariah, Jakarta Timur : Zikrul Hakim Anggota IKAPI, 2010

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah. Jakarta, Zikrul Hakim, 2003

Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar baru Algesindo 2007

Tim Pengembangan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Konsep Produk dan

Implementasi Operasional bank Syari'ah, 2013

Buku Pintar BMT Unit Simpan Pinjam dan Grosir, Pinbuk Jawa Timur, Surabaya, Jl.

Dukuh Kupang 122-124)

Referensi

Dokumen terkait

Kebiasaan-kebiasaan pulang bersama itu pada akhirnya mengubah aku, kami, mereka, yang awalnya tak begitu akrab menjadi teman satu geng.. Di awal pulang bersama, aku

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis survival dengan model regresi cox diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi laju Indeks Kinerja Dosen (IKD) pada

Perlakuan kombinasi antara variasi media dan jenis bakteri dengan nilai absorbansi tertinggi pada hari ketiga adalah kombinasi antara Bacillus subtilis dengan

Menurut Prayitno layanan penempatan adalah suatu kegiatan bimbingan yang dilakukan untuk membantu individu atau kelompok yang mengalami mismatch (ketidaksesuaian antara

Analisis kebijakan merupakan salah satu metode dalam penelitian yang ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap isu sosial teknis dan diarahkan

• Petunjuk yang diperlukan untuk dapat menggunakan alat dengan cara yang aman.yang terdapat pada alat atau kemasan.. √ √ √

Hasil pengujian sistem menunjukkan alarm aktif jika tegangan keluaran sensor ≥ 1 volt dan sensor masih cukup peka dalam mendeteksi getaran sampai jarak 200 cm untuk

Pada pengobatan asma, penggunaan terapi inhalasi telah banyak digunakan, kendala yang sering dihadapi pada terapi inhalasi berupa teknik dan cara pemberian yang kurang tepat