Tugas Mata Kuliah IPBA
KAJIAN PROSES TERJADI HUJAN DALAM
PERSPEKTIF FISIKA
Disusun oleh: Muhammad Alie Muzakki
NIM 0402513034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
Tugas Mata Kuliah IPBA
KAJIAN PROSES TERJADI HUJAN DALAM
PERSPEKTIF FISIKA
Disusun oleh: Muhammad Alie Muzakki
NIM 0402513034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
Tugas Mata Kuliah IPBA
KAJIAN PROSES TERJADI HUJAN DALAM
PERSPEKTIF FISIKA
Disusun oleh: Muhammad Alie Muzakki
NIM 0402513034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan tinggi antara 2000 – 3000 mm/tahun (BMKG, 2014). Dengan beriklim tropis dan jumlah curah hujan tinggi mengakibatkan setiap tahun pasti di Indonesia tidak terkecuali di jawa tengah mengalami musim hujan.
Hujan sebagai rangkaian dalam daur hidrologi tersebut pastilah memiliki proses fisis dalam setiap tahapan agar terjadi hujan. Dalam beberapa artikel dikaji hanya pada daur hidrologi. Belum ada kajian secara khusus mengenai pengaruh variable-variabel fisis dalam proses terjadinya hujan.
Melalui makalah ini akan dikaji secara khusus mengenai proses terjadinya hujan dalam perspektif (cara pandang) fisika.
b. Masalah
Bagaimana proses terjadi hujan dalam perspektif fisika?
c. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN a. Konsep Dasar Terjadinya Hujan
Terjadinya hujan dipengaruhi oleh konveksi di atmosfer bumi dan lautan. Konveksiadalah proses pemindahan panas oleh gerak massa suatu fluida dari suatu daerah ke daerah lainnya. Air-air yang terdiri dari air laut, air sungai, air limbah, dan sebagainya tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat adanya bantuan dari panas sinar matahari. Air tersebut kemudian menjadi uap melayang ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit bersama uap-uap air yang lain.
Sesampai di atas, uap-uap mengalami proses pemadatan atau biasa disebut jugakondensasi sehingga terbentuklah awan. Akibat terbawa angin yang bergerak, awan-awan tersebut saling bertemu dan membesar dan kemudian menuju ke atmosfir bumi yang suhunya lebih rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena terlalu berat dan tidak mampu lagi ditopang angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi, proses ini disebut juga proses presipitasi. Karena semakin rendah, mengakibatkan suhu semakin naik maka es/salju akan mencair, namun jika suhunya sangat rendah, maka akan turun tetap menjadi salju. Berikut merupakan 3 hal dasar yang menjadi latar belakang terjadinya hujan: 1. Udara hangat naik (seperti: keluar udara panas dari teko air panas menuju
wajah), udara dingin turun (seperti:udara dari lemari es terasa dingin di kaki) 2. Udara naik meluas dan mendingin (mendingin secara adiabatis),udara menetes
secara termampatkan dan memanas (memanas secara adiabatis).
3. Udara panas memiliki kapasitas untuk menahan air, udara dingin memiliki sedikit kapasitas untuk menahan air.
b. Kajian Fisika Pada Proses terjadinya Hujan
1. Perpindahan kalor pada proses terjadinya hujan a. Secara konveksi
Convectionis heat transfer by the mass movement of a fluid in the vertical (up/down) direction (Andrea Lang,2014) Konveksi merupakan transfer kalor disertai merambatnya massa secara vertical (atas/bawah).
Gambar 2. Perpindahan kalor secara konveksi
Rambatan kalor konveksi terjadi pada fluida atau zat alir, seperti
pada zat cair, gas, atau udara.
Gambar 3. Terbentuknya awan hasil dari konveksi
permukaan molekul udara tidak secara cepat mentransfer panas secara konduksi. Sejumlah massa udara hangat ini disebut bouyantdan bergerak ke atas karena memiliki massa jenis lebih kecil. Sehingga udara dingin mengambil alih tempat udara hangat.
Gambar 4. Rambatan kalor secara konduksi
Ketika udara panas bergerak ke atas, semakin rendah tekanan udara yang diperoleh, sehingga menakibatkan udara diatas atmosfer lebih dingin. Hal ini sesuai dengan persamaan matematis hubungan tekanan udara dan ketinggian
ℎ = − 100ℎ Dimana,
Ph : tekanan udara setempat (cmHg) Pu : tekanan udara 76 cmHg
h : tinggi tempat yang sudah diketahui (m) serta persamaan gas ideal
P V = n R T
Dimana ditunjukkan bahwa tekanan (P) dan volume (V) sebanding dengan perubahan suhu(T).
b. Secara Adveksi
Gambar 5.Perpindahan kalor secara adveksi
permukaan molekul udara tidak secara cepat mentransfer panas secara konduksi. Sejumlah massa udara hangat ini disebutbouyantdan bergerak ke atas karena memiliki massa jenis lebih kecil. Sehingga udara dingin mengambil alih tempat udara hangat.
Gambar 4. Rambatan kalor secara konduksi
Ketika udara panas bergerak ke atas, semakin rendah tekanan udara yang diperoleh, sehingga menakibatkan udara diatas atmosfer lebih dingin. Hal ini sesuai dengan persamaan matematis hubungan tekanan udara dan ketinggian
ℎ = − 100ℎ Dimana,
Ph : tekanan udara setempat (cmHg) Pu : tekanan udara 76 cmHg
h : tinggi tempat yang sudah diketahui (m) serta persamaan gas ideal
P V = n R T
Dimana ditunjukkan bahwa tekanan (P) dan volume (V) sebanding dengan perubahan suhu(T).
b. Secara Adveksi
Gambar 5.Perpindahan kalor secara adveksi
permukaan molekul udara tidak secara cepat mentransfer panas secara konduksi. Sejumlah massa udara hangat ini disebut bouyantdan bergerak ke atas karena memiliki massa jenis lebih kecil. Sehingga udara dingin mengambil alih tempat udara hangat.
Gambar 4. Rambatan kalor secara konduksi
Ketika udara panas bergerak ke atas, semakin rendah tekanan udara yang diperoleh, sehingga menakibatkan udara diatas atmosfer lebih dingin. Hal ini sesuai dengan persamaan matematis hubungan tekanan udara dan ketinggian
ℎ = − 100ℎ Dimana,
Ph : tekanan udara setempat (cmHg) Pu : tekanan udara 76 cmHg
h : tinggi tempat yang sudah diketahui (m) serta persamaan gas ideal
P V = n R T
Dimana ditunjukkan bahwa tekanan (P) dan volume (V) sebanding dengan perubahan suhu(T).
b. Secara Adveksi
Adveksi adalah transfer kalor kearah horizontal (utara/timur/ barat/selatan). Dalam meteorology, angin bergerak secara adveksi. Ini terjadi sepanjang waktu di bumi.
2. Perubahan wujud Zat pada proses terjadinya hujan
Pada siklus hidrologi, terjadi proses perubahan wujud zat mulai dari zat cair, gas maupun padat. Pada proses evaporasi terjadi perubahan dari zat cair menjadi zat gas. Dari gas akan terjadi proses kondensasi sehingga akan timbul tetes air di awan. Dan akhirnya jika humiditas telah mencapai 100%, maka uap air tersebut akan menjadi tetesan air hujan. Dan jika udara diatas awan, terlampau dingin maka akan turun dalam bentuk salju.
Gambar 6. Siklus Hidrologi
Gambar 6. Diagram Fase Air P-T
berbeda. Karakteristik temperature dan tekanan menyebabkan air berbentuk cair. Seperti pada gambar 6 ditunjukkan bahwa untuk menjadi es, air harus berada dibawah 00C dan pada tekanan 1 atm utuk dapat menjadi es, sedangkan ketika pada tekanan sama dan temperature mencapai 1000C air berbentuk gas atau uap. Titik merah pada gambar 6 menunjukkan letak posisi uap air hujan yang berada dibawah triple point. Dimana pada posisi tersebut uap air dapat berubah menjadi air dan es (salju).
3. Kalkulasi besar energi kinetik hujan
Energi kinetis pada hujan berpengaruh terhadap besarnya kekuatan disperse hujan terhadap tanah. Kemampuan hujan dalam menghancurkan ditentukan energy kinetiknya. Besarnya energy kinetic hujan ditentukan oleh persamaan berikut:
=
1
2
Dimana:
Ek : energy kinetic hujan m : massa butiran hujan
v : kecepatam jatuh butiran hujan
Selanjutnya besarnya energy kinetic secara kuantitatif dihitung berdasarkan persamaan berikut:
= 210 + log Dimana :
E : Energi kinetic hujan dalam ton/ha/cm I : Intensitas hujan (cm / jam)
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan kajian fisika mengenai proses terjadinya hujan dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Proses terjadinya hujandipengaruhi oleh konveksi di atmosfer bumi dan lautan. Kemudian mengalami proses evaporasi akibat adanya bantuan dari panas sinar matahari. Air tersebut kemudian menjadi uap melayang ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit bersama uap-uap air yang lain. uap-uap mengalami proses pemadatan atau biasa disebut juga kondensasi sehingga terbentuklah awan. Akibat terbawa angin yang bergerak, awan-awan tersebut saling bertemu dan membesar dan kemudian menuju ke atmosfir bumi yang suhunya lebih rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena terlalu berat dan tidak mampu lagi ditopang angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi, proses ini disebut juga proses presipitasi. Karena semakin rendah, mengakibatkan suhu semakin naik maka es/salju akan mencair, namun jika suhunya sangat rendah, maka akan turun tetap menjadi salju. 2. Perubahan suhu dari permukaan bumi hingga atmosfer (perpindahan
kalor secara konveksi) yang mengakibatkan uap air terkondensasi di atmosfer sesuai dengan persamaan matematis berikut:
ℎ = − dan P V = n R T
3. Terdapat perubahan wujud zat dalam proses terjadinya hujan mulai dari zat cair (air) menjadi zat gas (gas) dan akhirnya dapat berubah menjadi wujud zat padat (es) atau kembali ke wujud zat cair (air hujan).
4. Besar energy kinetic hujan dapat dikalkulasi sesuai persamaan berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Andrea Lang, 2014.Atmospheric and Oceanic Sciences. Tersedia[online] http:// www.aos.wisc.edu/~aalopez/aos101/wk10.html #vertical [26 juni 2014] Marthin Chaplin, 2014. Water phase diagram, including the crystal, density,
triple points and structural properties of the solid high density phases
of ice. Tersedia [online] http://
cft.fis.uc.pt/eef/FisicaI01/fluids/thermo20.htm [26juni 2014]
BMKG, 2014. Prakiraan Hujan Bulanan. Tersedia [online] http://
www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/.../Prakiraan_Hujan_Bulanan.bmkg [26