BAB II
DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH
A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara
Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.18Camat sebagai salah satu
organ pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pada zaman penjajahan
hingga pasca kemerdekaan menempati posisi strategis. Camat mengurus hampir
semua urusan pemerintahan yang di wilayah administratifnya. Perubahan politik
desentralisasi di Indonesia merubah posisi Camat dan kecamatan sebagai wilayah
administratif.
Dalam Sejarahnya pada masa Pemerintah Belanda tahun 1870, Kantor
Kecamatan dikenal dengan nama Onderan pada masa itu “Camat” disebut “Asistene
Wedana”. Sejak tanggal 7 Maret 1942 Onderan beralih di bawah pemerintahan
Jepang sampai pada Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dan kembali di
bawah Pemerintahan Indonesia sejak tahun 1946. Kemudian pada tahun 1974 di
keluarkan suatu peraturan daerah dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, dimana “Setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala
Wilayah 1”, untuk wilayah Kecamatan Camat. Kepala wilayah sebagai wakil
pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya
dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina
kehidupan masyarakat di segala bidang.
Demikian mantan Camat Marbau Kabupaten Labuhan Batu (tahun
1972-1975) Lahmuddin Harahap mengatakan bahwa :
”Camat sebelum kemerdekaan Indonesia bernama onder distrik hof(kepala onder distrik). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sampai dengan tahun 1974 nama Camat sebagai onder distrik hof digantikan dengan nama Asisten Wedana. Pada tahun 1974 lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah”.
Selanjutnya pada tahun 1998 dikeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang
pemerintah daerah tersebut dengan PP No. 19 Tahun 1998 Tentang Kecamatan,
bahwa "Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan
pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan".
Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah
kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam rangka menyesuaikan peran kecamatan dan kelurahan sebagai
perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan
masyarakat kemudian pada tahun 1999 diterbitkanlah Undang-undang No. 22 Tahun
1999 Tentang Peraturan Daerah, di mana sebelumnya bernama Kantor Kecamatan
diubah menjadi Kantor Camat, dan Camat tidak lagi menjadi Kepala Wilayah
Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan
pelayanan umum.
Pada masa UU No. Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di
Daerah, Camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif
sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-undang tersebut. Kepada
setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara
otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut. Sedangkan
menurut Pasal 66 ayat (4) UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan Camat bersifat
delegatif, artinya Camat baru memiliki kewenangan apabila ada tindakan aktif dari
Bupati/Walikota melimpahkan sebagian kewenangan pemerintahan kepadanya.
Di dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati atau Walikota. Dalam
melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau
Walikota.
Selain sebagai seorang kepala kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai
PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama dengan
kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat adalah
sebagai PPAT Sementara yang diangkat karena jabatannya sebagai kepala kecamatan
untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatannya pada Kabupaten/Kotamadya yang
tersebut PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT
Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala kecamatan dari kecamatan itu.
Adapun kaitan Camat berwenang membuat akta peralihan hak atas tanah di
dasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPA No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : “Untuk menjamin kepastian
hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Namun
sebelum diterbitkannya peraturan yang dimaksud tersebut melalui Pasal 1 ayat (1)
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Hak Atas Tanah, Kepala Kecamatan (Camat) dalam kedudukannya dan
fungsinya sebagai wakil pemerintah diberi kewenangan untuk memberi atau
pembukaan hak atas tanah.
Demikian setelah diterbitkannya peraturan yang dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) UUPA dengan PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, Camat
(pegawai pamongpraja) juga diberi kewenangan membuat akta peralihan hak atas
tanah dengan sebutan sebagai penjabat sebagaimana diuraikan dalam Pasal 19 PP No.
10 Tahun 1961 yaitu “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas
tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam
uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte
yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria
(selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Dalam Pasal 3 ayat
Dimaksud Dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta
Hak Dan Kewajibannya, Penjabat yang dimaksud adalah :
1. Notaris;
2. Pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan departemen agraria;
3. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat;
4. Orang yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria.
Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas tanah, Camat diberikan kewenangan
khusus di bidang pertanahan untuk membuat keputusan izin membuka tanah, namun
dalam pemberian ijin membuka tanah tersebut para Camat kurang memperhatikan
segi-segi kelestarian lingkungan hidup dan tata guna tanahnya dan tidak jarang
dijumpai ijin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan yang
akhirnya dapat menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kelestarian
tanah dan sumber-sumber air, maka Menteri Dalam Negeri mencabut kembali
kewenangan Camat tersebut dengan suratnya No. 593/5707 tanggal 22 Mei 1984.
Surat Menteri Dalam Negeri tersebut juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan No.593/15634 Tanggal 27 Juni 1984.
Demikian halnya dengan PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah,
setelah berjasa memberikan landasan hukum bagi pendaftaran tanah di Indonesia
dalam kurun waktu 36 tahun, disamping kurang mengadopsi ke akurasian
pelaksanaan (mulai dari proses awal sampai pendokumentasian dan penyimpanan
kepastian hak sesuai tuntutan masyarakat dan dinamika perkembangan zaman,19
sehingga diterbitkannyalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 24 tahun1997 tersebut menyebutkan bahwa : “Untuk
desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.
Sedangkan Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (3)
PP No. 24 Tahun 1997 yaitu PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998
tersebut, Camat mempunyai kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan
Rumah Susun di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara.
Camat sebagai PPAT Sementara, keberadaannya didasarkan pada wilayah
kerja di Kecamatan karena jabatannya dimana yang bersangkutan berkedudukan
sebagai kepala wilayah sebagaimana diuraikan dalam UU No. 5 Tahun 1974 Tentang
Pemerintahan Daerah. Namun dengan berkembangnya keadaan sosial masyarakat
serta peraturan perundang-undangan yang mengaturnya maka dengan
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, pengertian Camat
bukanlah kepala wilayah melainkan sebagai perangkat daerah di wilayah/pemangku
wilayah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.20
19
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, hal. 14.
Demikian Yusuf Syarianto mengatakan bahwa :
“Apabila Camat telah dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut juga dilantik menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Artinya Camat yang juga merangkap sebagai PPAT yang pada saat itu wilayah kerjanya adalah wilayah kecamatannya itu sendiri. Camat selaku PPAT pada saat itu tidak dibenarkan membuat akta diluar wilayah kecamatan yang dipimpinnya. Beda dengan peraturan sekarang pada saat Camat dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut tidak serta merta menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Camat yang telah dilantik sebagai kepala wilayah tersebut untuk dapat diangkat menjadi PPAT maupun PPAT Sementara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi tempat dimana camat tersebut menjadi Kepala Wilayah Kecamatan.Apabila permohonan untuk menjadi PPAT ataupun PPAT Sementara diterima oleh Kantor Badan Wilayah Pertanahan Nasional maka barulah Camat tersebut dapat dilantik menjadi PPAT maupun PPAT Sementara. Jangka waktu pengajuan permohonan Camat selaku PPAT maupun PPAT Sementara dengan proses pelantikannya sebagai PPAT maupun PPAT Sementara minimal 5 bulan setelah permohonan sebagai PPAT maupun PPAT Sementara tersebut disetujui oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi.21
Sehingga dalam melaksanakan pembuatan akta yang menguatkan perbuatan
hukum peralihan atas tanah, maka Camat terlebih dahulu diangkat sebagai
PPAT-Sementara, sedang terhadap tanah yang berstatus tanah negara, tidak ada kewenangan
Camat baik selaku perangkat daerah maupun selaku PPAT untuk membuatkan
aktanya.
Dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat
dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, yang
menyebutkan bahwa :“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat
tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk
pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau
Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat
PPAT sebagai PPAT Sementara”.22
Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan bahwa dalam hal
tertentu Kepala Badan Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa
karena jabatannya sebagai PPAT Sementara.
Jadi PPAT Sementara adalah Camat yang ditunjuk dan diangkat sebagai
pejabat yang berwenang membuat akta otentik di bidang pertanahan oleh Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Penunjukkan Camat selaku
PPAT Sementara adalah untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta di daerah
yang belum cukup terdapat PPAT.23 Yang dimaksud dengan daerah yang belum
cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT belum memenuhi jumlah
formasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998
Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Formasi PPAT ditetapkan
oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan mempertimbangkan
faktor-faktor sebagai berikut :
a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;
22
A.A Mahendra, Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal 7.
b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;
c. Jumlah bidang tanah yang sudah disertipikat di daerah yang bersangkutan;
d. Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prognosa mengenai
pertumbuhannya;
e. Jumlah rata-rata akan PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan.
Formasi PPAT ditetapkan secara pariodik dan dintinjau kembali apabila
terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu tersebut di atas, dan apabila formasi
PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan
wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT.24
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PPAT Sementara adalah pejabat
Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT
dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT
Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya
untuk melaksanakantugas PPAT dengan membuay akta PPAT tertentu khusus dalam
rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.
Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus
disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, asli akta, warkah
pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.25
Menurut Pasal 1 ayat (24) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
yang dimaksud dengan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk
membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang
dimaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak atas tanah
sebagaimana diatur dalam peraturan pendaftaran tanah sebelumnya yaitu Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1961.
Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ditetapkan, bahwa
PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.
Menurut Pasal 6 PP No. 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat
pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai berikut:
1. Kewarganegaraan Indonesia;
2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan 4. Yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat
5. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan 6. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh 7. Kekuatan hukum tetap
8. Sehat jasmani dan rohani
9. Lulus program spesialis notariat atau program khusus PPAT 10. Yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi
11. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional
Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang
dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis
notariat atau program pendidikan tinggi disamping harus pula lulus dari ujian yang
diadakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional. Dengan
demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum
pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan mungkin.
Kalaupun ada PPAT Sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya pemerintah
perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi tersebut.
Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan
bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
dapat menunjuk Camat dan atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT
Sementara. Penujukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan di daerah
kabupaten kota sebagai wilayah kerjanya yang masih tersedia formasi PPAT, dimana
keputusan penunjukkan camat sebagai PPAT Sementara tersebut ditetapkan oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor
Wilayah, dimana keputusan penunjukkannya ditandataangani oleh Kepala Kantor
Wilayah atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.26
Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 tahun 1961,
bahwa apabila untuk sesuatu Kecamatan belum ditunjuk seorang Pejabat secara
khusus, maka Camat karena jabatannya menjadi Pejabat pembuat Akta Tanah.
Artinya tanpa memerlukan surat keputusan dari menteri Pertanian dan Agraria. Maka
dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan PPAT Sementara itu adalah Kepala
Kecamatan, dan pengangkatan seorang Camat sebagai PPAT Sementara ditunjuk
langsung karena jabatannya. Namun dengan berkembangnya hukum di Indonesia
pada saat ini serta guna menjamin kepastian hukum, penunjukkan Camat sebagai
PPAT Sementara memerlukan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional.
Mengenai pengangkatan Pejabat pembuat Akta Tanah Sementara dinyatakan
dalam Pasal 18 peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.
1 Tahun 2006, bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional republik
Indonesia dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).
Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara tersebut tidak serta merta secara
otomatis Camat tersebut diangkat sebagai PPAT Sementara, tetapi yang bersangkutan
harus mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang ditujukan
kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan Pasal
19 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT yang
menyebutkan bahwa untuk keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara
sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) yang bersangkutan wajib mengajukan
permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala BPN dengan
melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui
kepala Kantor Wilayah. Bagi Camat yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara
diselenggarakan oleh BPN RI yang penyelenggaraannya dapat bekerjasama
organisasi profesi PPAT. Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara
diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan teknis
pertanahan, dan untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan
sebagai PPAT Sementara, setelah menerima keputusan penunjukkan sebagai PPAT
Sementara, Camat yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat paling lama 3 (tiga) bulan. Apabila Camat yang telah ditunjuk
sebagai PPAT Sementara tidak melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan
sebagaimana waktu yang telah ditentukan di atas, maka keputusan penunjukan
sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi hukum.27
Sebelum melaksanakan tugasnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah Sementara harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di hadapan Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota didaerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan.
Kewajiban Sumpah ini diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun
1998.
Sumpah Jabatan yang diucapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan, dilakukan di hadapan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Sumpah Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Tanah Sementara dibentuk dalam susunan
kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri.
Camat menjadi PPAT Sementara apabila ditunjuk oleh Menteri, untuk daerah
yang belum cukup terdapat PPAT. Di daerah yang sudah terdapat PPAT dan
merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, Camat baru tidak lagi
ditunjuk sebagai PPAT Sementara. Surat penunjukkan Camat sebagai PPAT
Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri. Ketentuan
mengenai penunjukkan PPAT Sementara dapat dijelaskan sebagai berikut :28
1. Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang
formasi PPATnya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
2. Surat Keputusan Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani
oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
3. Untuk keperluan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat yang
bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai PPAT Sementara kepada
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan
salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan tersebut.
4. Penunjukkan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya
berdasarkan letak desa yang sangat terpencil dan banyaknya bidang tanah yang
sudah terdaftar di wilayah desa tersebut.
Syarat-syarat bagi Camat untuk ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara menurut Pasal 19 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 yaitu :
1. Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan dalam hal di daerah
Kabupaten/Kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Keputusan penunjukkan Camat sebagai pejabat Pembuat
Akta Tanah Sementara ditetapkan oleh Kepala BPN RI yang pelaksanaannya
dapat diselenggarakan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi (Kakanwil BPN Provinsi).
2. Untuk keperluan penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara, yang
bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukkan sebagai Pejabat
Pembuat Akta Tanah Sementara kepada Kepala BPN RI dengan melampirkan
salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui Kakanwil
BPN Provinsi.
3. Apabila keputusan penunjukkan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara diselenggarakan Kakanwil BPN Provinsi, keputusan penunjukkan
ditandatangani oleh Kakanwil BPN Provinsi atas nama Kepala BPN RI.
4. Keputusan penunjukkan tersebut diberikan kepada yang bersangkutan setelah
Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah berhenti dari jabatannya,
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, karena :
1. Meninggal dunia;
2. Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun;
3. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai
Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT;
4. Diberhentikan oleh Menteri.
Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa “Karena
fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang
memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara,
oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut, yang
dimaksud dengan daerah yang cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah
daerah yang jumlah Pejabat Pembuat Akta Tanahnya belum memenuhi formasi yang
ditetapkanMenteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 PP No. 37
Tahun 1998 tersebut. Di daerah yang sudah cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta
Tanah dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah baru, Camat yang baru tidak lagi ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah Sementara. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada
apabila harus pergi ke kantor kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai
tanahnya, menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan Tugas
Pejabat Pembuat Akta Tanah.29
Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun
1998 yaitu :
a. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
b. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya
sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.
Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi 2 (dua) atau
lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah kerja PPAT di daerah yang
terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 PP
No. 37 Tahun 1998 sebagai berikut :
a. Apabila suatu wilayah kabupaten/kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru PPAT yang daerah kerjanya adalah kabupaten/kota semua harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/kota Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah kabupaten/kota letak kantor PPAT yang bersangkutan.
b. Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam ayat (1) memberikan suatu
kemudahan kepada PPAT untuk memilih salah satu wilayah kerjanya, dan disamping
itu PPAT tersebut diberi tenggang waktu satu tahun untuk memilih, dan jika dia tidak
memilih salah satu dari daerah tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor
pertanahan di daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak
lagi berwenang. Sedangkan dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT
yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun yang terletak di wilayah daerah Tingkat II yang baru maupun
yang lama.30
Camat berhenti menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,
dikarenakan :
1. Meninggal dunia.
2. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai
Camat dengan tempat kedudukan di Kecamatan yang lain daripada daerah
kerjanya sebagai PPAT Sementara.
3. Tidak lagi memegang Jabatan sebagai PPAT Sementara.
4. Diberhentikan oleh pejabat dibidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.
Setelah Camat berhenti dan jabatannya sebagai pejabat Pembuat Akta tanah
Sementara, maka Camat tidak lagi berwenang membuat akta PPAT sejak tanggal
terjadinya peristiwa (sejak tanggal berhentinya Camat sebagai PPAT Sementara).
PPAT Sementara wajib menyerahkan protokol PPATnya kepada PPAT, PPAT
Sementara atau kepada Kepala Kantor Pertanahan. Penyerahan protokol PPAT yang
berhenti menjabat bukan karena meninggal dunia dilakukan kepada PPAT lain yang
ditentukan oleh PPAT yang berhenti menjabat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal berhenti PPAT Sementara yang bersangkutan atau, apabila menurut
pemberitahuan dari PPAT yang bersangkutan tidak ada yang ditentukan olehnya,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam waktu 7 (tujuh) kerja sejak
tanggal penunjukkan tersebut.31
Pemberhentian PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, PPAT
Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi
memegang jabatan sebagai Camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat
di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.
Dalam hal PPAT Sementara berhenti karena meninggal dunia, maka ahli
warisnya wajib menyerahkan protokol PPAT Sementara kepada PPAT yang ditunjuk
oleh Kepala Wilayah dalam waktu 1 (satu) bulan setelah penunjukkan tersebut.
Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti menjabat dilakukan kepada
pada PPAT Sementara yang menjabat berikutnya di Kecamatan yang bersangkutan,
atau apabila Camat di kecamatan tersebut tidak ditunjuk lagi sebagai PPAT
Sementara, kepada kepala Kantor Pertanahan untuk selanjutnya diserahkan kepada
PPAT yang berkantor di Kecamatan yang bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pertanahan.
Serah terima protokol PPAT Sementara tersebut dituangkan dalam berita
acara serah terima protokol PPAT Sementara yang diketahui/disaksikan oleh Kepala
Kantor Pertanahan atau dalam hal Kepala Kantor pertanahan berhalangan secara sah,
oleh petugas yang ditunjuknya.
B. Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara
Berkaitan dengan tugas dan wewenang Camat dalam peralihan hak atas tanah,
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 pada hakekatnya merupakan suatu
peraturan pemerintah yang dikehendaki oleh Pasal 7 ayat (3), Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Sebagai pelaksana Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta
Tanah adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 4 Tahun 1999 tanggal 30 Maret 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah jo. Peraturan Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyebutkan
bahwa untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di suatu daerah
kecamatan yang belum cukup terdapat PPAT, maka Camat yang mengepalai daerah
kecamatan ditunjuk dan diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara dalam
wilayah daerah kerjanya. Pasal 1 ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998 menyebutkan bahwa
pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan
membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.32
Sesuai dengan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang perturan jabatan PPAT
maka tugas seorang Camat sebagai PPAT Sementara dalah bertugas pokok
melaksanakan sebagian pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang ketentuan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
PPAT bahwa Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat
akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, mengenai
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dengan daerah kerja di dalam
wilayah kerja jabatannya.
Selain sebagai kepala wilayah Camat juga dapat diangkat oleh BPN sebagai
PPAT Sementara yang tugasnya sama dengan PPAT yaitu untuk menyelenggarakan
suatu daftar dari akta yang dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari
akta-akta yang telah dibuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat akta-aktanya, jual beli,
hibah, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan
luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat)
dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.33
Camat sebagai PPAT Sementara, tugasnya sama dengan yang dilakukan oleh
PPAT antara lain, untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang
dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari akta-akta yang telah dibuat), yang
berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah, tanggal akta dibuatnya
dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan
yang termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain
keterangan.34
Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewajiban untuk mengirimkan
daftar laporan akta-akta PPAT Sementara setiap awal bulan dari bulan yang sudah
berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Provinsi/Daerah, kepala Perpajakan, dan
Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT Sementara juga
mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta, dan menjilid akta
serta warkah pendukung akta. Akta-akta yang dibuat oleh Camat selaku PPAT
Sementara pada hakekatnya adalah juga akta otentik, meskipun dalam
undang-undang tidak ada disebutkan secara khusus tentang status Pejabat Pembuat Akta
Sementara, maupun status aktanya. Camat yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat
Akta Sementara pada hakekatnya merupakan Pejabat Pemerintah yang ditunjuk
33
Eko Imam Suryanto, Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, Tarsito, Bandung, 2008, hal 25.
karena jabatannya (ex office) untuk melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah yakni membuat akta di suatu daerah yang belum cukup terdapat Pejabat
Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut juga merupakan akta otentik yang dijadikan
dasar untuk pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik
atas Satuan Rumah Susun.35
Sedangkan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, sebelum Camat ditunjuk sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan juga wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional
republic Indonesia (BPN RI) dimana penyelenggaraanya dapat bekerja sama dengan
organisasi profesi dengan tujuan untuk menambah kemampuannya dalam
melaksanakan tugas jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara.
Sementara, bagi Camat yang akan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara apabila didaerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum ada Pejabat
Akta Tanah maka tidak wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut.36
Camat merupakan pimpinan kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten
atau kota. Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintah di
wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui
Sekretariat Daerah Kabupaten atau Kota terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
35
Sutarja Sudariyono, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertipikatnya, Media Ilmu, Jakarta, 2007, hal 9.
memenuhi syarat. Tugas Camat adalah melaksanakan kewenangan pemerintahan
yang dilimpahkan oleh Bupati sesuai karakteristik wilayah kebutuhan daerah dan
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Seorang Camat dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan
yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau
Walikota. Selain sebagai seorang Kepala Kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai
PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara sama kedudukannya
dengan PPAT, tetapi seorang PPAT Sementara hanya berwenang membuat akta
mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya.
Dengan dimungkinkannya Camat dapat diangkat untuk menjabat sebagai
PPAT, maka kedudukan Camat, selain sebagai perangkat daerah juga diberikan
kewenangan sebagai PPAT yang sifatnya sementara atau disebut PPAT Sementara.
Disebut sementara karena posisi jabatan tersebut tidak dipangku untuk selamanya
tetapi hanya semasa camat yang bersangkutan memegang jabatan Camat di tempat
tugas kecamatannya, apabila yang bersangkutan pindah tugas baik masih sebagai
camat didaerah lain maupun sebagai pejabat di instansi lain, maka jabatan PPAT-nya
juga lepas dengan sendirinya dengan kata lain putus hubungan hukum dengan
tugas-tugasnya selaku PPAT.37
Dalam melaksanakan kewajiban Camat sebagai PPAT Sementara di wilayah
kecamatan secara normatif didasarkan pada Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998
tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa, untuk melayani
masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT
atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT
tertentu.
Keberadaan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di
wilayah terpencil, masih ada dan masih dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah
tersebut. Peranan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara sangat
besar dikaitkan tingkat pemahaman masyarakat tentang pendaftaran tanah yang relatif
masih minim. Namun demikian kondisi tersebut harus diantisipasi secara positif oleh
camat. Seharusnya kondisi demikian justru menjadi dorongan tersendiri bagi Camat
sebagai PPAT Sementara untuk mawas diri dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat, akan tetapi pada praktiknya ternyata masih ditemukan beberapa
penyimpanan yang dilakukan oleh camat dalam kedudukan dan fungsinya sebagai
PPAT Sementara dalam melaksanakan kewajiban sebagai PPAT Sementara.38
Pasal 33 PP No. 37 Tahun 1998 berbunyi “Menteri melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi PPAT”. Pembinaan dan pengawasan itu
meliputi :
1. Jenis-jenis kegiatan pembinaan dan pengawasan, dan unit kerja yang bertugas
dan berwenang melaksanakannya atas nama Menteri (Pasal 35). Pembinaan
PPAT Sementara terutama dilakukan dengan penetapan peraturan dan pemberian
petunjuk teknis serta penjelasannya. Penjelasan tersebut dapat disampaikan
secara tertulis maupun dalam forum-forum pertemuan yang diselenggarakan oleh
unit kerja yang berangkutan atau organisasi PPAT (IPPAT atau ASPPAT).
2. Pelaksanaan pemeriksaan kewajiban operasional PPAT (Pasal 36). Tugas
pemeriksaan PPAT hanya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan
menugaskan sifatnya yang dibekali dengan surat tugas. Hal-hal yang boleh
diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah kewajiban PPAT dalam membuat buku
daftar akta, menjilid akta, dan mengirimkan akta asli kepada Kantor Pertanahan.
Sehubungan dengan itu, maka PPAT diwajibkan untuk memberi kesempatan
kepada petugas yang bersangkutan untuk melihat dan memeriksa buku daftar
akta, hasil penjilidan akta dan pengiriman akta.
3. Tindakan administratif terhadap PPAT diterapkan secara berjenjang dengan
memungkinkan tindakan tersebut ditetapkan langsung oleh Kepala Kantor
Wilayah maupun Menteri.
Pemberhentian Camat sebagai PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat
(2) Peraturan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006,
PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi
memegang jabatan sebagai camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat
di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.39
Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, yang berhenti
menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, karena
tidak lagi memegang jabatannya dan/atau telah menyelesaikan penugasannya juga
tidak perlu dibuatkan keputusan pemberhentiannya. Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang berhenti ini tidak lagi berwenang membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Di samping itu, mengenai penyerahan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah juga
berlaku bagi PPAT Sementara, dimana yang bersangkutan wajib menyerahkan
protokol PPAT tersebut kepada PPAT Sementara yang mengantikannya atau kepada
Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 26 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006).
PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan
protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantikannya. Protokol PPAT
adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang
terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan
surat-surat lainnya.40
Stempel jabatan PPAT diterakan pada setiap akta, salinan akta, surat dan
dokumen lain yang merupakan produk dari PPAT yang bersangkutan. Dan berikut ini
rincian mengenai bentuk dan ukuran jabatannya untuk PPAT Sementara:
1. Bentuk
Bulat, ditengah-tengah terdapat ruangan untuk nama tulisan “Camat”
2. Ukuran
a. Bulatan luar dengan garis tengah 3½ cm, dibuat dalam garis lingkar rangkap
yang sebelah luar agar menebal sednagkan yang di dalam dengan garis lebih
tipis dan bergaris tengah lebih kecil. Jarak antara kedua bulatan adalah 1 mm.
b. Bulatan dalam dengan garis tengah 2 cm, dibuat dalam garis lingkar tunggal
c. Diantara bulatan luar dan dalam, di bagian tengah bawah terdapat 2 (dua)
lukisan bintang bersudut lima dengan ukuran tengah 3 mm.
d. Dalam ruang bulatan terdapat ruang yang dibatasi oleh 2 (dua) garis lurus
mendatar sejajar dengan jarak satu sama lain 1½ cm yang ditulis dengan
huruf kapital :
1) Nama PPAT atau PPAT Pengganti;
2) Tulisan Camat;
3) Tulisan Kepala Desa.
e. Sebelah atas maupun bawah dari ruang angka 4 di atas terlukis garis-garis
tegak lurus dengan jarak antara garis satu dengan yang lainnya sebesar 1 mm.
Dalam hal PPAT mempunyai daerah kerja yang melebihi wilayah kerja satu
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya ditulis nama kabupaten/Kotamadya
yang bersangkutan atau nama satuannya, misalnya DKI Jakarta.
3. Warna tinta cap merah
Untuk wakil Camat yang membuat akta untuk keperluan pihak-pihak
mempergunakan stempel jabatan yang dipergunakan PPAT Sementara yang