• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara - Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara - Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) da"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH

A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara

Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,

yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.18Camat sebagai salah satu

organ pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pada zaman penjajahan

hingga pasca kemerdekaan menempati posisi strategis. Camat mengurus hampir

semua urusan pemerintahan yang di wilayah administratifnya. Perubahan politik

desentralisasi di Indonesia merubah posisi Camat dan kecamatan sebagai wilayah

administratif.

Dalam Sejarahnya pada masa Pemerintah Belanda tahun 1870, Kantor

Kecamatan dikenal dengan nama Onderan pada masa itu “Camat” disebut “Asistene

Wedana”. Sejak tanggal 7 Maret 1942 Onderan beralih di bawah pemerintahan

Jepang sampai pada Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dan kembali di

bawah Pemerintahan Indonesia sejak tahun 1946. Kemudian pada tahun 1974 di

keluarkan suatu peraturan daerah dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah, dimana “Setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala

Wilayah 1”, untuk wilayah Kecamatan Camat. Kepala wilayah sebagai wakil

pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya

dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina

kehidupan masyarakat di segala bidang.

(2)

Demikian mantan Camat Marbau Kabupaten Labuhan Batu (tahun

1972-1975) Lahmuddin Harahap mengatakan bahwa :

”Camat sebelum kemerdekaan Indonesia bernama onder distrik hof(kepala onder distrik). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sampai dengan tahun 1974 nama Camat sebagai onder distrik hof digantikan dengan nama Asisten Wedana. Pada tahun 1974 lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah”.

Selanjutnya pada tahun 1998 dikeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang

pemerintah daerah tersebut dengan PP No. 19 Tahun 1998 Tentang Kecamatan,

bahwa "Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan

pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya

memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk

menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum

pemerintahan".

Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah

kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis

pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dalam rangka menyesuaikan peran kecamatan dan kelurahan sebagai

perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan

masyarakat kemudian pada tahun 1999 diterbitkanlah Undang-undang No. 22 Tahun

1999 Tentang Peraturan Daerah, di mana sebelumnya bernama Kantor Kecamatan

diubah menjadi Kantor Camat, dan Camat tidak lagi menjadi Kepala Wilayah

(3)

Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan

pelayanan umum.

Pada masa UU No. Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di

Daerah, Camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif

sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-undang tersebut. Kepada

setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara

otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut. Sedangkan

menurut Pasal 66 ayat (4) UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan Camat bersifat

delegatif, artinya Camat baru memiliki kewenangan apabila ada tindakan aktif dari

Bupati/Walikota melimpahkan sebagian kewenangan pemerintahan kepadanya.

Di dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima

pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati atau Walikota. Dalam

melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau

Walikota.

Selain sebagai seorang kepala kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai

PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama dengan

kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat adalah

sebagai PPAT Sementara yang diangkat karena jabatannya sebagai kepala kecamatan

untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatannya pada Kabupaten/Kotamadya yang

(4)

tersebut PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT

Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala kecamatan dari kecamatan itu.

Adapun kaitan Camat berwenang membuat akta peralihan hak atas tanah di

dasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPA No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : “Untuk menjamin kepastian

hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia

menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Namun

sebelum diterbitkannya peraturan yang dimaksud tersebut melalui Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Hak Atas Tanah, Kepala Kecamatan (Camat) dalam kedudukannya dan

fungsinya sebagai wakil pemerintah diberi kewenangan untuk memberi atau

pembukaan hak atas tanah.

Demikian setelah diterbitkannya peraturan yang dimaksud dalam Pasal 19

ayat (1) UUPA dengan PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, Camat

(pegawai pamongpraja) juga diberi kewenangan membuat akta peralihan hak atas

tanah dengan sebutan sebagai penjabat sebagaimana diuraikan dalam Pasal 19 PP No.

10 Tahun 1961 yaitu “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas

tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam

uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte

yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria

(selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Dalam Pasal 3 ayat

(5)

Dimaksud Dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta

Hak Dan Kewajibannya, Penjabat yang dimaksud adalah :

1. Notaris;

2. Pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan departemen agraria;

3. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat;

4. Orang yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria.

Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang

Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas tanah, Camat diberikan kewenangan

khusus di bidang pertanahan untuk membuat keputusan izin membuka tanah, namun

dalam pemberian ijin membuka tanah tersebut para Camat kurang memperhatikan

segi-segi kelestarian lingkungan hidup dan tata guna tanahnya dan tidak jarang

dijumpai ijin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan yang

akhirnya dapat menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kelestarian

tanah dan sumber-sumber air, maka Menteri Dalam Negeri mencabut kembali

kewenangan Camat tersebut dengan suratnya No. 593/5707 tanggal 22 Mei 1984.

Surat Menteri Dalam Negeri tersebut juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Kepala

Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan No.593/15634 Tanggal 27 Juni 1984.

Demikian halnya dengan PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah,

setelah berjasa memberikan landasan hukum bagi pendaftaran tanah di Indonesia

dalam kurun waktu 36 tahun, disamping kurang mengadopsi ke akurasian

pelaksanaan (mulai dari proses awal sampai pendokumentasian dan penyimpanan

(6)

kepastian hak sesuai tuntutan masyarakat dan dinamika perkembangan zaman,19

sehingga diterbitkannyalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 24 tahun1997 tersebut menyebutkan bahwa : “Untuk

desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.

Sedangkan Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (3)

PP No. 24 Tahun 1997 yaitu PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah. Melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998

tersebut, Camat mempunyai kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan

Rumah Susun di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara.

Camat sebagai PPAT Sementara, keberadaannya didasarkan pada wilayah

kerja di Kecamatan karena jabatannya dimana yang bersangkutan berkedudukan

sebagai kepala wilayah sebagaimana diuraikan dalam UU No. 5 Tahun 1974 Tentang

Pemerintahan Daerah. Namun dengan berkembangnya keadaan sosial masyarakat

serta peraturan perundang-undangan yang mengaturnya maka dengan

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, pengertian Camat

bukanlah kepala wilayah melainkan sebagai perangkat daerah di wilayah/pemangku

wilayah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.20

19

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, hal. 14.

(7)

Demikian Yusuf Syarianto mengatakan bahwa :

“Apabila Camat telah dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut juga dilantik menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Artinya Camat yang juga merangkap sebagai PPAT yang pada saat itu wilayah kerjanya adalah wilayah kecamatannya itu sendiri. Camat selaku PPAT pada saat itu tidak dibenarkan membuat akta diluar wilayah kecamatan yang dipimpinnya. Beda dengan peraturan sekarang pada saat Camat dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut tidak serta merta menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Camat yang telah dilantik sebagai kepala wilayah tersebut untuk dapat diangkat menjadi PPAT maupun PPAT Sementara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi tempat dimana camat tersebut menjadi Kepala Wilayah Kecamatan.Apabila permohonan untuk menjadi PPAT ataupun PPAT Sementara diterima oleh Kantor Badan Wilayah Pertanahan Nasional maka barulah Camat tersebut dapat dilantik menjadi PPAT maupun PPAT Sementara. Jangka waktu pengajuan permohonan Camat selaku PPAT maupun PPAT Sementara dengan proses pelantikannya sebagai PPAT maupun PPAT Sementara minimal 5 bulan setelah permohonan sebagai PPAT maupun PPAT Sementara tersebut disetujui oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi.21

Sehingga dalam melaksanakan pembuatan akta yang menguatkan perbuatan

hukum peralihan atas tanah, maka Camat terlebih dahulu diangkat sebagai

PPAT-Sementara, sedang terhadap tanah yang berstatus tanah negara, tidak ada kewenangan

Camat baik selaku perangkat daerah maupun selaku PPAT untuk membuatkan

aktanya.

Dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat

dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, yang

menyebutkan bahwa :“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di

daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat

tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk

(8)

pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau

Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat

PPAT sebagai PPAT Sementara”.22

Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan bahwa dalam hal

tertentu Kepala Badan Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa

karena jabatannya sebagai PPAT Sementara.

Jadi PPAT Sementara adalah Camat yang ditunjuk dan diangkat sebagai

pejabat yang berwenang membuat akta otentik di bidang pertanahan oleh Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Penunjukkan Camat selaku

PPAT Sementara adalah untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta di daerah

yang belum cukup terdapat PPAT.23 Yang dimaksud dengan daerah yang belum

cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT belum memenuhi jumlah

formasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998

Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Formasi PPAT ditetapkan

oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan mempertimbangkan

faktor-faktor sebagai berikut :

a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;

22

A.A Mahendra, Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal 7.

(9)

b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;

c. Jumlah bidang tanah yang sudah disertipikat di daerah yang bersangkutan;

d. Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prognosa mengenai

pertumbuhannya;

e. Jumlah rata-rata akan PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan.

Formasi PPAT ditetapkan secara pariodik dan dintinjau kembali apabila

terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu tersebut di atas, dan apabila formasi

PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan

wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT.24

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PPAT Sementara adalah pejabat

Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT

dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT

Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya

untuk melaksanakantugas PPAT dengan membuay akta PPAT tertentu khusus dalam

rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.

Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah

dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus

(10)

disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, asli akta, warkah

pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.25

Menurut Pasal 1 ayat (24) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

yang dimaksud dengan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk

membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang

dimaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak atas tanah

sebagaimana diatur dalam peraturan pendaftaran tanah sebelumnya yaitu Peraturan

Pemerintah No. 10 tahun 1961.

Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ditetapkan, bahwa

PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.

Menurut Pasal 6 PP No. 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat

pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai berikut:

1. Kewarganegaraan Indonesia;

2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan 4. Yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat

5. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan 6. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh 7. Kekuatan hukum tetap

8. Sehat jasmani dan rohani

9. Lulus program spesialis notariat atau program khusus PPAT 10. Yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi

11. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional

Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang

dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis

(11)

notariat atau program pendidikan tinggi disamping harus pula lulus dari ujian yang

diadakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional. Dengan

demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum

pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan mungkin.

Kalaupun ada PPAT Sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya pemerintah

perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi tersebut.

Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan

bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

dapat menunjuk Camat dan atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT

Sementara. Penujukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan di daerah

kabupaten kota sebagai wilayah kerjanya yang masih tersedia formasi PPAT, dimana

keputusan penunjukkan camat sebagai PPAT Sementara tersebut ditetapkan oleh

Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor

Wilayah, dimana keputusan penunjukkannya ditandataangani oleh Kepala Kantor

Wilayah atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.26

Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 tahun 1961,

bahwa apabila untuk sesuatu Kecamatan belum ditunjuk seorang Pejabat secara

khusus, maka Camat karena jabatannya menjadi Pejabat pembuat Akta Tanah.

Artinya tanpa memerlukan surat keputusan dari menteri Pertanian dan Agraria. Maka

dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan PPAT Sementara itu adalah Kepala

(12)

Kecamatan, dan pengangkatan seorang Camat sebagai PPAT Sementara ditunjuk

langsung karena jabatannya. Namun dengan berkembangnya hukum di Indonesia

pada saat ini serta guna menjamin kepastian hukum, penunjukkan Camat sebagai

PPAT Sementara memerlukan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional.

Mengenai pengangkatan Pejabat pembuat Akta Tanah Sementara dinyatakan

dalam Pasal 18 peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.

1 Tahun 2006, bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional republik

Indonesia dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara tersebut tidak serta merta secara

otomatis Camat tersebut diangkat sebagai PPAT Sementara, tetapi yang bersangkutan

harus mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang ditujukan

kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan Pasal

19 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT yang

menyebutkan bahwa untuk keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara

sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) yang bersangkutan wajib mengajukan

permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala BPN dengan

melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui

kepala Kantor Wilayah. Bagi Camat yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara

(13)

diselenggarakan oleh BPN RI yang penyelenggaraannya dapat bekerjasama

organisasi profesi PPAT. Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara

diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan teknis

pertanahan, dan untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan

sebagai PPAT Sementara, setelah menerima keputusan penunjukkan sebagai PPAT

Sementara, Camat yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor

Pertanahan setempat paling lama 3 (tiga) bulan. Apabila Camat yang telah ditunjuk

sebagai PPAT Sementara tidak melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan

sebagaimana waktu yang telah ditentukan di atas, maka keputusan penunjukan

sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi hukum.27

Sebelum melaksanakan tugasnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat

Pembuat Akta Tanah Sementara harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di hadapan Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota didaerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan.

Kewajiban Sumpah ini diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun

1998.

Sumpah Jabatan yang diucapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan, dilakukan di hadapan

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Sumpah Jabatan Pejabat

(14)

Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Tanah Sementara dibentuk dalam susunan

kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri.

Camat menjadi PPAT Sementara apabila ditunjuk oleh Menteri, untuk daerah

yang belum cukup terdapat PPAT. Di daerah yang sudah terdapat PPAT dan

merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, Camat baru tidak lagi

ditunjuk sebagai PPAT Sementara. Surat penunjukkan Camat sebagai PPAT

Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri. Ketentuan

mengenai penunjukkan PPAT Sementara dapat dijelaskan sebagai berikut :28

1. Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang

formasi PPATnya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.

2. Surat Keputusan Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani

oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama

Kepala Badan Pertanahan Nasional.

3. Untuk keperluan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat yang

bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai PPAT Sementara kepada

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan

salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan tersebut.

4. Penunjukkan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya

(15)

berdasarkan letak desa yang sangat terpencil dan banyaknya bidang tanah yang

sudah terdaftar di wilayah desa tersebut.

Syarat-syarat bagi Camat untuk ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

Sementara menurut Pasal 19 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 yaitu :

1. Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan dalam hal di daerah

Kabupaten/Kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi Pejabat

Pembuat Akta Tanah. Keputusan penunjukkan Camat sebagai pejabat Pembuat

Akta Tanah Sementara ditetapkan oleh Kepala BPN RI yang pelaksanaannya

dapat diselenggarakan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi (Kakanwil BPN Provinsi).

2. Untuk keperluan penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara, yang

bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukkan sebagai Pejabat

Pembuat Akta Tanah Sementara kepada Kepala BPN RI dengan melampirkan

salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui Kakanwil

BPN Provinsi.

3. Apabila keputusan penunjukkan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

Sementara diselenggarakan Kakanwil BPN Provinsi, keputusan penunjukkan

ditandatangani oleh Kakanwil BPN Provinsi atas nama Kepala BPN RI.

4. Keputusan penunjukkan tersebut diberikan kepada yang bersangkutan setelah

(16)

Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah berhenti dari jabatannya,

sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, karena :

1. Meninggal dunia;

2. Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun;

3. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai

Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II

yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT;

4. Diberhentikan oleh Menteri.

Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa “Karena

fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang

memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara,

oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah,

Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut, yang

dimaksud dengan daerah yang cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah

daerah yang jumlah Pejabat Pembuat Akta Tanahnya belum memenuhi formasi yang

ditetapkanMenteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 PP No. 37

Tahun 1998 tersebut. Di daerah yang sudah cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta

Tanah dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah baru, Camat yang baru tidak lagi ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta

Tanah Sementara. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada

(17)

apabila harus pergi ke kantor kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai

tanahnya, menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan Tugas

Pejabat Pembuat Akta Tanah.29

Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun

1998 yaitu :

a. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

b. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya

sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.

Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi 2 (dua) atau

lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah kerja PPAT di daerah yang

terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 PP

No. 37 Tahun 1998 sebagai berikut :

a. Apabila suatu wilayah kabupaten/kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru PPAT yang daerah kerjanya adalah kabupaten/kota semua harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/kota Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah kabupaten/kota letak kantor PPAT yang bersangkutan.

b. Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam ayat (1) memberikan suatu

kemudahan kepada PPAT untuk memilih salah satu wilayah kerjanya, dan disamping

(18)

itu PPAT tersebut diberi tenggang waktu satu tahun untuk memilih, dan jika dia tidak

memilih salah satu dari daerah tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor

pertanahan di daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak

lagi berwenang. Sedangkan dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT

yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik

atas satuan rumah susun yang terletak di wilayah daerah Tingkat II yang baru maupun

yang lama.30

Camat berhenti menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,

dikarenakan :

1. Meninggal dunia.

2. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai

Camat dengan tempat kedudukan di Kecamatan yang lain daripada daerah

kerjanya sebagai PPAT Sementara.

3. Tidak lagi memegang Jabatan sebagai PPAT Sementara.

4. Diberhentikan oleh pejabat dibidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.

Setelah Camat berhenti dan jabatannya sebagai pejabat Pembuat Akta tanah

Sementara, maka Camat tidak lagi berwenang membuat akta PPAT sejak tanggal

terjadinya peristiwa (sejak tanggal berhentinya Camat sebagai PPAT Sementara).

PPAT Sementara wajib menyerahkan protokol PPATnya kepada PPAT, PPAT

Sementara atau kepada Kepala Kantor Pertanahan. Penyerahan protokol PPAT yang

(19)

berhenti menjabat bukan karena meninggal dunia dilakukan kepada PPAT lain yang

ditentukan oleh PPAT yang berhenti menjabat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak

tanggal berhenti PPAT Sementara yang bersangkutan atau, apabila menurut

pemberitahuan dari PPAT yang bersangkutan tidak ada yang ditentukan olehnya,

yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam waktu 7 (tujuh) kerja sejak

tanggal penunjukkan tersebut.31

Pemberhentian PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, PPAT

Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi

memegang jabatan sebagai Camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat

di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.

Dalam hal PPAT Sementara berhenti karena meninggal dunia, maka ahli

warisnya wajib menyerahkan protokol PPAT Sementara kepada PPAT yang ditunjuk

oleh Kepala Wilayah dalam waktu 1 (satu) bulan setelah penunjukkan tersebut.

Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti menjabat dilakukan kepada

pada PPAT Sementara yang menjabat berikutnya di Kecamatan yang bersangkutan,

atau apabila Camat di kecamatan tersebut tidak ditunjuk lagi sebagai PPAT

Sementara, kepada kepala Kantor Pertanahan untuk selanjutnya diserahkan kepada

PPAT yang berkantor di Kecamatan yang bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala

Kantor Pertanahan.

(20)

Serah terima protokol PPAT Sementara tersebut dituangkan dalam berita

acara serah terima protokol PPAT Sementara yang diketahui/disaksikan oleh Kepala

Kantor Pertanahan atau dalam hal Kepala Kantor pertanahan berhalangan secara sah,

oleh petugas yang ditunjuknya.

B. Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara

Berkaitan dengan tugas dan wewenang Camat dalam peralihan hak atas tanah,

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 pada hakekatnya merupakan suatu

peraturan pemerintah yang dikehendaki oleh Pasal 7 ayat (3), Peraturan Pemerintah

No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Sebagai pelaksana Peraturan

Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta

Tanah adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

No. 4 Tahun 1999 tanggal 30 Maret 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah jo. Peraturan Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyebutkan

bahwa untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di suatu daerah

kecamatan yang belum cukup terdapat PPAT, maka Camat yang mengepalai daerah

kecamatan ditunjuk dan diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara dalam

wilayah daerah kerjanya. Pasal 1 ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998 menyebutkan bahwa

(21)

pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan

membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.32

Sesuai dengan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang perturan jabatan PPAT

maka tugas seorang Camat sebagai PPAT Sementara dalah bertugas pokok

melaksanakan sebagian pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah

dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas

satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Pasal 3 ayat (2)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang ketentuan

pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan

PPAT bahwa Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat

akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, mengenai

hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dengan daerah kerja di dalam

wilayah kerja jabatannya.

Selain sebagai kepala wilayah Camat juga dapat diangkat oleh BPN sebagai

PPAT Sementara yang tugasnya sama dengan PPAT yaitu untuk menyelenggarakan

suatu daftar dari akta yang dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari

akta-akta yang telah dibuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat akta-aktanya, jual beli,

hibah, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan

(22)

luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat)

dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.33

Camat sebagai PPAT Sementara, tugasnya sama dengan yang dilakukan oleh

PPAT antara lain, untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang

dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari akta-akta yang telah dibuat), yang

berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah, tanggal akta dibuatnya

dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan

yang termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain

keterangan.34

Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewajiban untuk mengirimkan

daftar laporan akta-akta PPAT Sementara setiap awal bulan dari bulan yang sudah

berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Provinsi/Daerah, kepala Perpajakan, dan

Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT Sementara juga

mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta, dan menjilid akta

serta warkah pendukung akta. Akta-akta yang dibuat oleh Camat selaku PPAT

Sementara pada hakekatnya adalah juga akta otentik, meskipun dalam

undang-undang tidak ada disebutkan secara khusus tentang status Pejabat Pembuat Akta

Sementara, maupun status aktanya. Camat yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat

Akta Sementara pada hakekatnya merupakan Pejabat Pemerintah yang ditunjuk

33

Eko Imam Suryanto, Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, Tarsito, Bandung, 2008, hal 25.

(23)

karena jabatannya (ex office) untuk melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pembuat

Akta Tanah yakni membuat akta di suatu daerah yang belum cukup terdapat Pejabat

Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut juga merupakan akta otentik yang dijadikan

dasar untuk pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik

atas Satuan Rumah Susun.35

Sedangkan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, sebelum Camat ditunjuk sebagai

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan juga wajib mengikuti

pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional

republic Indonesia (BPN RI) dimana penyelenggaraanya dapat bekerja sama dengan

organisasi profesi dengan tujuan untuk menambah kemampuannya dalam

melaksanakan tugas jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara.

Sementara, bagi Camat yang akan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

Sementara apabila didaerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum ada Pejabat

Akta Tanah maka tidak wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut.36

Camat merupakan pimpinan kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten

atau kota. Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintah di

wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui

Sekretariat Daerah Kabupaten atau Kota terhadap Pegawai Negeri Sipil yang

35

Sutarja Sudariyono, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertipikatnya, Media Ilmu, Jakarta, 2007, hal 9.

(24)

memenuhi syarat. Tugas Camat adalah melaksanakan kewenangan pemerintahan

yang dilimpahkan oleh Bupati sesuai karakteristik wilayah kebutuhan daerah dan

menyelenggarakan kegiatan pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Seorang Camat dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999

Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan

yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau

Walikota. Selain sebagai seorang Kepala Kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai

PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara sama kedudukannya

dengan PPAT, tetapi seorang PPAT Sementara hanya berwenang membuat akta

mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya.

Dengan dimungkinkannya Camat dapat diangkat untuk menjabat sebagai

PPAT, maka kedudukan Camat, selain sebagai perangkat daerah juga diberikan

kewenangan sebagai PPAT yang sifatnya sementara atau disebut PPAT Sementara.

Disebut sementara karena posisi jabatan tersebut tidak dipangku untuk selamanya

tetapi hanya semasa camat yang bersangkutan memegang jabatan Camat di tempat

tugas kecamatannya, apabila yang bersangkutan pindah tugas baik masih sebagai

camat didaerah lain maupun sebagai pejabat di instansi lain, maka jabatan PPAT-nya

juga lepas dengan sendirinya dengan kata lain putus hubungan hukum dengan

tugas-tugasnya selaku PPAT.37

(25)

Dalam melaksanakan kewajiban Camat sebagai PPAT Sementara di wilayah

kecamatan secara normatif didasarkan pada Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998

tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa, untuk melayani

masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT

atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT

tertentu.

Keberadaan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di

wilayah terpencil, masih ada dan masih dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah

tersebut. Peranan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara sangat

besar dikaitkan tingkat pemahaman masyarakat tentang pendaftaran tanah yang relatif

masih minim. Namun demikian kondisi tersebut harus diantisipasi secara positif oleh

camat. Seharusnya kondisi demikian justru menjadi dorongan tersendiri bagi Camat

sebagai PPAT Sementara untuk mawas diri dalam pemberian pelayanan kepada

masyarakat, akan tetapi pada praktiknya ternyata masih ditemukan beberapa

penyimpanan yang dilakukan oleh camat dalam kedudukan dan fungsinya sebagai

PPAT Sementara dalam melaksanakan kewajiban sebagai PPAT Sementara.38

Pasal 33 PP No. 37 Tahun 1998 berbunyi “Menteri melaksanakan pembinaan

dan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi PPAT”. Pembinaan dan pengawasan itu

meliputi :

1. Jenis-jenis kegiatan pembinaan dan pengawasan, dan unit kerja yang bertugas

dan berwenang melaksanakannya atas nama Menteri (Pasal 35). Pembinaan

(26)

PPAT Sementara terutama dilakukan dengan penetapan peraturan dan pemberian

petunjuk teknis serta penjelasannya. Penjelasan tersebut dapat disampaikan

secara tertulis maupun dalam forum-forum pertemuan yang diselenggarakan oleh

unit kerja yang berangkutan atau organisasi PPAT (IPPAT atau ASPPAT).

2. Pelaksanaan pemeriksaan kewajiban operasional PPAT (Pasal 36). Tugas

pemeriksaan PPAT hanya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan

menugaskan sifatnya yang dibekali dengan surat tugas. Hal-hal yang boleh

diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah kewajiban PPAT dalam membuat buku

daftar akta, menjilid akta, dan mengirimkan akta asli kepada Kantor Pertanahan.

Sehubungan dengan itu, maka PPAT diwajibkan untuk memberi kesempatan

kepada petugas yang bersangkutan untuk melihat dan memeriksa buku daftar

akta, hasil penjilidan akta dan pengiriman akta.

3. Tindakan administratif terhadap PPAT diterapkan secara berjenjang dengan

memungkinkan tindakan tersebut ditetapkan langsung oleh Kepala Kantor

Wilayah maupun Menteri.

Pemberhentian Camat sebagai PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat

(2) Peraturan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006,

PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi

memegang jabatan sebagai camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat

di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.39

(27)

Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, yang berhenti

menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, karena

tidak lagi memegang jabatannya dan/atau telah menyelesaikan penugasannya juga

tidak perlu dibuatkan keputusan pemberhentiannya. Pejabat Pembuat Akta Tanah

yang berhenti ini tidak lagi berwenang membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Di samping itu, mengenai penyerahan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah juga

berlaku bagi PPAT Sementara, dimana yang bersangkutan wajib menyerahkan

protokol PPAT tersebut kepada PPAT Sementara yang mengantikannya atau kepada

Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 26 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006).

PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan

protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantikannya. Protokol PPAT

adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang

terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan

surat-surat lainnya.40

Stempel jabatan PPAT diterakan pada setiap akta, salinan akta, surat dan

dokumen lain yang merupakan produk dari PPAT yang bersangkutan. Dan berikut ini

rincian mengenai bentuk dan ukuran jabatannya untuk PPAT Sementara:

1. Bentuk

(28)

Bulat, ditengah-tengah terdapat ruangan untuk nama tulisan “Camat”

2. Ukuran

a. Bulatan luar dengan garis tengah 3½ cm, dibuat dalam garis lingkar rangkap

yang sebelah luar agar menebal sednagkan yang di dalam dengan garis lebih

tipis dan bergaris tengah lebih kecil. Jarak antara kedua bulatan adalah 1 mm.

b. Bulatan dalam dengan garis tengah 2 cm, dibuat dalam garis lingkar tunggal

c. Diantara bulatan luar dan dalam, di bagian tengah bawah terdapat 2 (dua)

lukisan bintang bersudut lima dengan ukuran tengah 3 mm.

d. Dalam ruang bulatan terdapat ruang yang dibatasi oleh 2 (dua) garis lurus

mendatar sejajar dengan jarak satu sama lain 1½ cm yang ditulis dengan

huruf kapital :

1) Nama PPAT atau PPAT Pengganti;

2) Tulisan Camat;

3) Tulisan Kepala Desa.

e. Sebelah atas maupun bawah dari ruang angka 4 di atas terlukis garis-garis

tegak lurus dengan jarak antara garis satu dengan yang lainnya sebesar 1 mm.

Dalam hal PPAT mempunyai daerah kerja yang melebihi wilayah kerja satu

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya ditulis nama kabupaten/Kotamadya

yang bersangkutan atau nama satuannya, misalnya DKI Jakarta.

3. Warna tinta cap merah

Untuk wakil Camat yang membuat akta untuk keperluan pihak-pihak

(29)

mempergunakan stempel jabatan yang dipergunakan PPAT Sementara yang

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006. tentang Forum Kewaspadaan

Karena metode ini biasanya pendidik mula-mula mengajarkan kata-kata dan kalimat- kalimat sederhana yang dapat dimengerti dan diketahui oleh peserta didik dalam bahasa

Berdasarkan Gambar 4.28 terlihat, gerbang XNOR akan memiliki keluaran rendah jika level masukannya berbeda dan akan tinggi jika level masukannya berada dalam kondisi

Selama asset tetap dimiliki dan digunakan dalam kegiatan operasi normal perusahaan, agar tidak cepat terjadi kerusakan dari umur yang telah ditetapkan dan untuk

Berdasarkan kepada kombinasi antara wacana-wacana tasawuf yang dekat dengan kelompok Sufi dan pemikiran pembaharuan agama Birgivi, Gottfried Hagen telah merumuskan

10,5 g/ha memiliki daya kendali yang berbeda dengan herbisida paraquat 900 g/ha dan penyiangan mekanis sehingga dapat diketahui bahwa herbisida 1,8-cineole tidak mampu menyamai

dapat terhubung dengan perangkat lain yang ada di dalam jaringan maka setiap.. perangkat harus memiliki sebanyak n-1 Port Input-Output (I/O