Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebijakan dividen sebuah perusahaan memiliki dampak penting bagi
banyak pihak yang terlibat di masyarakat (Suharli 2004). Bagi para pemegang saham atau investor, dividen kas merupakan tingkat pengembalian investasi
mereka berupa kepemilikan saham yang diterbitkan perusahaan lain. Bagi pihak manajemen, dividenmerupakan arus kas keluar yang mengurangi kas perusahaan. Oleh karenanya kesempatan untuk melakukan investasi dengan kas yang
dibagikan sebagai dividen tersebut menjadi berkurang. Bagi kreditor, dividen kas dapat menjadi signal mengenai kecukupan kas perusahaan untuk membayar bunga atau bahkan melunasi pokok pinjaman. Kebijakan dividen yang cenderung
membayar dividen dalam jumlah relatif besar akan mampu memotivasi investor untuk membeli saham perusahaan. Perusahaan yang memiliki kemampuan
membayar dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan.
Kebijakan dividen yang dijalankan perusahaan terbuka (emiten) di
berbagai negara berbeda. Sugiharto (2008) meneliti kebijakan dividen dari emiten di Indonesia tidak menunjukkan adanya kesinambungan. Sementara di AS, emiten
Meskipun dalam membagikan dividen tidak selalu konsisten, tetapi
sebisa mungkin emiten menghindari pembagian dividen yang berfluktuasi dan membuat pembagian dividen yang stabil (smooth) dan tidak turun. Kondisi ini untuk menghindari persepsi negatif dari investor yang akhirnya dapat berdampak
negatif terhadap pergerakan harga saham. Salah satu contoh perusahaan yang tidak konsisten dalam membagi dividen adalah Mustika Ratu Tbk. Perusahaan
industri sub sektor kosmetik ini ternyata hanya sanggup membayar dividen pada tahun 2012 saja, sedangkan tahun 2013 tidak membayar dividen kepada para pemegang saham. Sedangkan contoh dari perusahaan yang membagikan dividen
dengan tidak konsisten dalam jumlah adalah Kalbe Farma Tbk, Holcim Tbk, Tjiwi Kimia Tbk, dll.
Perusahaan-perusahaan yang akan melakukan pembagian deviden seringkali dihadapkan pada berbagai pertimbangan, antaralain: perlunya menahan sebagian laba untuk reinvestasi yang dinilai mungkin akan lebih menguntungkan,
kebutuhan dana perusahaan untuk melakukan operasi perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang saham dan target tertentu yang berhubungan dengan
rasio pembayaran deviden dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan deviden (Husnan, 2002). Berkaitan dengan keputusan deviden, manajemen dihadapkan pada permasalahan apakah laba perusahaan akan ditahan
(tidak dibagi) atau dibagikan pada pemegang saham. Keputusan pembagian deviden lebih erat kaitannya dengan kepentingan pemegang saham. Besarnya
(2008). Namun bila laba ditahan berarti laba tersebut diinvestasikan kembali
untuk digunakan dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu, tingkat pembagian deviden akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Return On Assets (ROA) menunjukkan laba yang dihasilkan oleh
modal setelah diinvestasikan dalam bentuk aset. Semakin tinggi ROA, semakin besar laba yang dihasilkan perusahaan, maka semakin besar kemungkinan
pembagian dividen. Begitu pula sebaliknya, semakin besar kerugian, semakin kecil kemungkinan dividen yang dibayar atau bahkan tidak dibagi sama sekali seperti yang terjadi pada perusahaan pemasok kaleng (tin plate) PT Pelat Timah
Nusantara Tbk (Latinusa) yang mencatat kerugian bersih US$ 7,1 juta atau setara dengan Rp. 92 miliar sepanjang tahun 2014. Penurunan kinerja tersebut sangat
signifikan pasalnya tahun 2013 perseroan masih mampu mencetak laba bersih sebesar US$ 278 ribu. Sebagai konsekuensi, pemegang saham perseroan berkode emiten NIKL ini tidak dapat menerima dividen tahun 2015 (sumber: CNN
Indonesia).
Likuiditas perusahaan menunjukkan seberapa sanggup perusahaan
dalam memenuhi kewajiban finansialnya. Makin besar aset lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan dibanding dengan utang lancar, maka makin besar tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Semakin besar tingkat likuiditasnya, semakin besar
kemungkinan dividen yang akan dibayar kepada pemegang saham. Seperti yang terjadi pada PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) pada tahun
bersih perseroan sebesar Rp. 405,9 miliar dengan total dividen mencapai Rp.
403,8 miliar. Hal ini dikarenakan kas yang dimiliki perusahaan masih mencukupi yaitu masih berada di angka Rp. 1,4 triliun. Pembagian ini tidak menguras kas,
karena tingkat likuiditas perusahaan cukup besar (sumber: Kompas.com).
Leverage menggambarkan perbandingan antara total utang dengan total
ekuitas perusahaan. Perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh lebih besar
umumnya mempunyai tingkat leverage yang lebih rendah dalam kebijakan struktur
modalnya. Rasio leverage mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan
utang. Perusahaan pada umumnya membiayai aktivitas usaha dengan utang.
Peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi peningkatan laba bersih yang
tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban
untuk membayar utang lebih diutamakan daripada pembagian dividen.
Peningkatan pertumbuhan asetyang diikuti dengan peningkatan
hasiloperasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan, maka proporsi laba yang dibagikan lebih sedikit daripada laba yang ditahan (Ang,
1997). Semakin besar asset diharapkan semakin besar hasil operasional yang dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan asetyang diikuti peningkatan aset yang
diikuti peningkataan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Menurut Saxena (1999) dan Chang and Rhee (1990) dalam Nadjibah (2008) growth dalam penelitiannya berpengaruh negatif terhadap
Para pelaku bisnis menerapkan Good Corporate Governance sebagai
kaidah dan pedoman dalam mengelola manajemen perusahaan. Penerapan prinsip ini sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan dan tangguh dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat serta dapat menerapkan etika bisnis
secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
Penerapan GCG di Indonesia bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang
mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) dikenalkan pada seluruh
perusahaan publik di Indonesia.
Corporate governance sebagai bagian darimekanisme untuk
meyakinkan para investor untuk memperoleh return yang sesuai dengan investasi
yang mereka tanamkan. Keterbukaan perusahaan akan mendorong banyak investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan. Semakin banyak modal yang dimiliki perusahaan akan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Bentuk dari
good corporate governance adalah perlindungan terhadap rasio pembayaran dividen kepada investor.
Beberapa perusahaan besar di Indonesia dalam menjalankan operasionalnya ada yang memiliki masalah, bahkan tidak mampu lagi meneruskan
(bad corporate governance). Contohnya adalah: bank-bank pemerintah yang telah
dilikuidasi/ dimerger (Bank Pembangunan Indonesia – Bapindo, Bank Dagang Negara – BDN, Bank Bumi Daya – BBD, Bank Export-Import – Bank Exim); PT Indorayon (sebuah perusahaan pabrik kertas di Sumatera Utara); PT Dirgantara
Indonesia, (sebuah pabrik pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas (sebuah perusahaan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,
Jawa Timur).
PT Indorayon dalam pengelolaan hutan pinus di sekitar danau Toba yang menjadi sumber utama bahan baku kertas perusahaan ini tidak menerapkan
good corporate governance. Akibatnya, menimbulkan kerusakan lingkungan hutan dan mengganggu sistem tata air di sekitar danau Toba. Sejak saat itu PT
Indorayon tidak dapat beroperasi karena hubungan yang tidak baik dengan masyarakat di sekitar lokasi pasokan bahan baku.
PT Lapindo Brantasjuga mengalami kasus yang hampir sama.
Kecerobohan PT Lapindo Brantas dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan saja telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup pada area yang sangat luas, tetapi juga mematikan sumber pencaharian
sebagian besar masyarakat di daerah yang tercemar tersebut. Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan hukum dari masyarakat, yang pada gilirannya
dapat mengancam keberadaan perusahaan.
Komisaris independen yang menjadi proksi dalam GCG di penelitian
independen dapat mengomunikasikan tujuan para pemegang saham kepada para
manajer (Muryati, 2014). Dewan komisaris adalah inti dari CG yang bertugas untuk menjamin strategi perusahaan, melakukan pengawasan terhadap manajer, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas dalam perusahaan (Purwaningtyas,
2011). Carningsih (2010) menyatakan bahwa adanya penambahan anggota dewan komisaris independen dalam perusahaan tidak dapat mempengaruhi nilai
perusahaan karena penambahan anggota dimungkinkan hanya sekedar untuk memenuhi aturan. Dewan komisaris dapat membentuk komite audit yang membantu dewan komisaris dalam melakukan monitoring terhadap proses
pelaporan keuangan. Selain pengawasan terhadap laporan keuangan, komite audit juga berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pengendalian internal
perusahaan. Adanya pengawasan ini akan memastikan pencapaian kinerja perusahaan dan mampu meningkatkan nilai perusahaan (Chan dan Li, 2008). Sementara, Susanto dan Subekti (2013) menemukan bahwa komite audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan karena pada prakteknya komite audit belum dapat menjalankan fungsinya dengan optimal.
Hasil industri manufaktur Indonesia kian merambat ke pasar dunia. World Bank memprediksi industri manufaktur tumbuh 40 persen tahun 2013. Perusahaan-perusahaan software dan teknologi informasi berlomba masuk ke
Indonesia.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh di bawah China dan India. Akan tetapi, dari segi pertumbuhan ekonomi, Indonesia termasuk
Sementara industri manufaktur menjadi komponen penting dalam pertumbuhan
ekonomi nasional.
Menurut data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, pertumbuhan industri manufaktur meningkat sebanyak 6,4 persen dan telah
berkontribusi terhadap produk domestik bruto nasional sebanyak 20,8 persen atau Rp1.714 triliun pada tahun 2013.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan I-2013 tumbuh 8,94 persen dibandingkan periode sama tahun 2012. Sektor-sektor yang tumbuh tinggi di
antaranya industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer naik 27,73 persen, indusrtri bambu, rotan, dan sejenisnya 23,88 persen, industri logam dasar 12,28 persen, industri pakaian jadi 9,93 persen, serta industri makanan tumbuh 0,30
persen (sumber: Koran Tempo).
Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian berbeda dengan peneliti
yang terdahulu yang hanya menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Oleh karena hasil penelitian yang berbeda-beda, peneliti mencoba
mengembangkan model yaitu pengujian terhadap profitabilitas, likuiditas,
leverage dan growth terhadap kebijakan dividen dan menambah variabel moderasi yaitu good corporate governance karena sebagai variabel yang dapat memperkuat
atau memperlemah hubungan langsung antara variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian yang dilakukan oleh Anil dan Kapoor (2008) yang
Liestyorini (2012) menemukan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap
kebijakan dividen. Suherli dan Harahap (2004), Marpaung dan Hadianto (2009), Prihantoro (2003), Raharja (2007) serta Hatta (2002) menemukan bahwa growth tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Indah Sulistyowati dkk (2010)
menemukan bahwa profitabilitas, leverage, dan growth tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen dengan good corporate governance sebagai
intervening. Lina dan Made Gede (2014) menemukan GCG tidak mampu memoderasi hubungan profitabilitas dan leverage terhadap kebijakan dividen.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Apakah Return On Assets (ROA) berpengaruhsignifikan terhadap Divided
Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah Current Ratio (CR) berpengaruh signifikan terhadap Divided Payout
Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap Divided
Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah Growth berpengaruh signifikan terhadap Divided Payout Ratio (DPR)
5. Apakah Return On Assets (ROA), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio
(DER), dan Growth berpengaruh simultan terhadap Divided Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? 6. Apakah Independensi Dewan Komisaris mampu memoderasi pengaruh Return
On Assets (ROA) terhadap Divided Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
7. Apakah Independensi Dewan Komisaris mampu memoderasi pengaruh
Current Ratio (CR) terhadap Divided Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
8. Apakah Independensi Dewan Komisaris mampu memoderasi pengaruh Debt to
Equity Ratio (DER) terhadap Divided Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia?
9. Apakah Independensi Dewan Komisaris mampu memoderasi pengaruh Growth terhadap Divided Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya adalah untuk mengetahui pengaruh return on assets (ROA),
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi:
a. Bagi peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan wawasan peneliti tentang
pengaruh Return On Asset (ROA), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), growth terhadap kebijakan dividen dengan Good Corporate
Governance (GCG) sebagai variabel pemoderasi. b. Bagi perusahaan
Bahan acuan dan pertimbangan perusahaan dalam meningkatkan kinerja
keuangannya sehingga dividen yang diperoleh para pemegang saham maksimal dan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham tersebut.
c. Bagi pemegang saham
Sumber masukan dalam melakukan kegiatan investasi sehingga sebelum memberikan keputusan dipikirkan dengan baik dan melihat beberapa aspek
penting yang dipaparkan dalam penilitian salah satunya adalah kinerja keuangan perusahaan.
d. Bagi peneliti selanjutnya