• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIVAIDS 2.1.1. Definisi - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa dengan Tindakan terhadap HIV/AIDS di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIVAIDS 2.1.1. Definisi - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa dengan Tindakan terhadap HIV/AIDS di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV/AIDS 2.1.1. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), HIV (Human

Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem

kekebalan tubuh yaitu sel CD+4, sel T dan makrofag, menghancurkan atau merusak fungsinya. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah fase terakhir dari infeksi HIV yang dicirikan dengan jumlah CD4 kurang dari 200. AIDS bukan suatu penyakit yang khusus melainkan kumpulan dari sejumlah penyakit yang mempengaruhi tubuh dimana sistem kekebalan yang melemah tidak dapat merespons.

2.1.2. Struktur HIV

HIV adalah nontransforming retrovirus manusia yang tergolong dari famili Lentivirus. Antara virus lain yang termasuk dalam kelompok ini adalah Feline Immunodeficiency Virus, Simian Immunodeficiency Virus, Visna Virus of Sheep,

Bovine Immunodeficiency Virus dan Equine Infectious Anemia Virus. Dua bentuk

genetik berbeda tetapi terkait HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 telah diisolasi dari pasien dengan AIDS. Epidemi HIV secara global terutama disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya, hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang mempunyai hubungan erat dengan Afrika Barat (Robbins and Cotran, 2010).

HIV-1 virion berbentuk sferis dan mengandungi elektron padat, inti

berbentuk kerucut yang dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA genom dan tiga enzim virus yaitu protease,

reverse transcriptase, dan integrase. Protein p24 adalah antigen virus yang cepat

(2)

glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp 41. Genom virus yang berisi gen gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein matur. Genom virus HIV-1 RNA berisi

gen gag, pol, dan env, yang khas dari retrovirus dan gen tersebut mengkode

protein virus. Selain tiga gen retroviral standard ini, HIV berisi beberapa gen aksesori yang lain yaitu gen tat, rev, vif, nef, vpr, dan vpu yang mengatur sintesis dan perakitan partikel virus menular dan patogenisitas virus.

Gambar 2.1. Struktur HIV-1 Virion (Robbins dan Cotran, 2010)

2.1.3. Cara penularan

Virus ini hanya dapat ditularkan kepada seseorang melalui cairan darah, semen, cairan vagina, cairan rektal dan ASI dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak. Cairan ini harus datang dalam kontak dengan membran mukosa atau jaringan yang rusak atau langsung disuntikan ke dalam aliran darah seperti dari jarum suntik (CDC, 2014).

Penularan HIV yang utama adalah melalui :

(3)

“Multiple partners” atau memiliki infeksi menular seksual lain dapat

meningkatkan resiko infeksi saat hubungan seksual. • Penggunaan jarum suntik secara bergantian.

Penularan HIV yang jarang adalah melalui:

• Penularan melalui ibu yang terinfeksi HIV. HIV dapat ditularkan dari ibu kepada anak saat mengandung, saat melahirkan dan pemberian ASI.

• Menerima transfusi darah atau transplantasi organ yang terkontaminasi dengan

HIV.

• Makan makanan yang telah dikunyah oleh orang yang terinfeksi HIV.

• Digigit oleh orang yang terinfeksi HIV. Penularan melibatkan trauma berat

dengan kerusakan jaringan yang luas dan adanya darah. Tidak ada resiko penularan jika kulit tidak rusak.

“Oral sex” menggunakan mulut dan proses ejakulasi pada mulut dari orang

yang terinfeksi HIV.

• Kontak antara kulit rusak, luka atau selaput lendir dan darah yang terinfeksi HIV atau cairan tubuh darah yang terkontaminasi.

“Open- mouth kissing” jika orang dengan HIV memiliki luka atau gusi

berdarah.

• Tato atau “body piercing” jika jarum tidak diganti.

HIV tidak ditransmisi melalui :

• Kontak kasual seperti berjabat tangan, memeluk, penggunaan kamar mandi yang sama, penggunaan piring dan gelas yang sama dan “social kissing” ( berciuman sambil mulut tertutup).

• Udara

• Air liur dan air mata

(4)

2.1.4. Faktor Resiko

Lima kelompok dewasa telah diidentifikasi mempunyai faktor resiko untuk mengembangkan AIDS (Robbins and Cotran, 2010) :

• Kelompok homoseksual atau biseksual • Kelompok penyalahguna narkoba intravena • Kelompok haemophiliacs

• Kelompok penerima darah dan komponen darah • Kelompok heteroseksual

2.1.5. Patogenesis dan Gejala Klinis

Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, namun ada dua target utama infeksi HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf pusat. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 akan kemudiannya masuk ke sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan virus.

Molekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper, namun sel lain seperti makrofag dan sel dendritik dapat juga terinfeksi HIV dengan kombinasi virus-antibodi. Partikel virus yang terinfeksi akan terbentuk pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel T CD4+ akan mengakibatkan aktivasi provirus. Karena protein virus dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi oleh glikoprotein virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan protein akan membentuk membran dan menggunakan membran plasma sel hospes yang telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung virus dalam proses yang dikenal “budding”.

Menurut CDC ( Centre for Disease Control) fase perjalanan infeksi HIV dapat dibagi kepada tiga tahap yaitu:

1. Tahap infeksi akut HIV

(5)

sementara yang berhubungan dengan replikasi virus pada stadium tinggi dan ekspansi virus pada respon imun spesifik. Proses replikasi tersebut menghasilkan virus-virus baru yang jumlahnya jutaan dan menyebabkan terjadinya viremia yang memicu timbulnya sindroma infeksi akut atau “primary HIV infection”. Gejalanya bisa berupa demam yaitu yang paling umum, pembengkakan kelenjar, sakit tenggorokan, ruam, kelelahan, nyeri otot dan sendi dan sakit kepala. Gejala ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu.Virus ini menggunakan sel CD4 untuk mereplikasi dan menghancurkan sel tersebut dan ini menyebabkan jumlah CD4 menurun dengan cepat. Oleh karena ini, respon kekebalan tubuh akan mulai membawa tingkat virus tubuh kembali ke tingkat yang disebut viral set point yang merupakan tingkat relatif stabil virus dalam tubuh. Pada titik ini, jumlah CD4 mulai meningkat, tetapi kemungkinan tidak kembali ke tingkat pra-infeksi.

2. Tahap Klinikal Latensi

Setelah tahap infeksi akut HIV, penyakit ini kemudian berubah ke fasa yang dikenali sebagai latensi klinikal. Latensi berarti suatu periode di mana virus hidup atau berkembang dalam tubuh manusia tanpa gejala. Selama tahap ini, orang yang terinfeksi HIV tidak memiliki gejala terkait HIV atau hanya yang ringan atau dikenali sebagai tahap asimptomatik atau infeksi kronik HIV. Virus HIV terus memproduksi pada tingkat yang sangat rendah, meskipun virusnya aktif. Dengan pengambilan ART, orang yang terinfeksi HIV dapat hidup dengan klinik latensi selama beberapa dekade karena pengobatan membantu menjaga virus dari memproduksi lagi. Bagi orang yang tidak mengambil ART, tahap klinik latensi berlangsung rata-rata 10 tahun, tetapi beberapa orang mungkin maju tahap ini dengan lebih cepat. Orang dalam tahap bebas gejala ini masih dapat menularkan HIV kepada orang lain bahkan dengan pengambilan ART walaupun ART mengurangi resiko penularan.

(6)

dapat menyebabkan meningkatkan transkripsi virus. Infeksi beberapa virus dapat meningkatkan transkripsi provirus DNA pada HIV sehingga berkembang menjadi AIDS.

3. Tahap AIDS

Ini adalah tahap infeksi HIV yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh rusak dengan parah dan menjadi rentan terhadap infeksi dan kanker yang berhubungan dengan infeksi yang disebut infeksi oportunistik oleh karena peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Ketika jumlah sel CD4 menurun di bawah 200 sel/mm3, maka seseorang telah memasuki tahap AIDS. Pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat, jumlah CD4 adalah antara 500 dan 1,600 sel/mm3. Selama tahap akhir infeksi HIV ini, orang yang terinfeksi HIV mungkin memiliki gejala seperti penurunan berat badan yang cepat, demam berulang atau berkeringat pada malam hari, kelelahan, pembengkakan kelenjar getah bening yang berkepanjangan di leher, diare yang berlangsung lebih dari seminggu, luka pada mulut, anus atau alat kelamin, pneumonia dan kehilangan memori, depresi dan gangguan neurologis lain. Tanpa pengobatan, orang dengan AIDS biasanya dapat bertahan hidup sekitar 3 tahun. Saat menderita infeksi oportunistik yang berbahaya, harapan hidup tanpa pengobatan jatuh sekitar 1 tahun.

2.1.6. Diagnosis

(7)

dengan menggunakan metode ELISA ( enzyme- linked immunoabsorbent assay), maka tes kedua digunakan dengan prosedur Western bolt untuk menentukan ukuran antigen dalam test kit yang mengikat dengan antibodi. Kombinasi dari kedua metode ini adalah sangat akurat (Kishore, 2005).

Hasil tes negatif adalah normal tetapi orang dengan infeksi HIV awal atau infeksi HIV akut sering memiliki hasil tes negatif. Hasil positif pada tes skrining

ELISA tidak berarti bahawa seseorang itu memiliki infeksi HIV. Kondisi tertentu

dapat menyebabkan hasil false positive seperti penyakit Lyme, sifilis dan SLE.Tes

Western Bolt positif yang mengkonfirmasi infeksi HIV. Tes Western Bolt yang

negatif berarti tes ELISA adalah tes false positive. Tes negatif tidak menyingkirkan infeksi HIV karena terdapat periode waktu yang disebut window period di mana terjadinya infeksi HIV dan munculnya antibodi anti- HIV. Selama periode ini, antibodi biasanya tidak dapat diukur (U.S National Library of Medicine, 2013).

2.1.7. Penatalaksanaan

Pada awal 1980-an ketika epidemi HIV/AIDS mulai, pasien AIDS tidak hidup dengan lama. Saat ini, Food and Drug Administration telah mengesahkan 31 obat antiretroviral (ART) untuk mengobati infeksi HIV. Pengobatan ini tidak menyembuhkan pasien HIV atau AIDS, sebaliknya mensupresi virus ke tingkat yang tidak dapat terdeteksi lagi tetapi virusnya tidak dieliminasi sepenuhnya dari tubuh. Dengan mensupresi jumlah virus dalam tubuh, pasien yang terinfeksi dengan HIV dapat hidup dengan lebih lama dan sehat. Namun, mereka masih bisa menularkan virus kepada orang lain ( NIH, 2009)

(8)

Obat antiretroviral menyerang kemampuan HIV untuk menginfeksi sel yang sehat dalam lima cara yang berbeda dan oleh karena itu obatnya dibagi menjadi lima kelas yang berbeda. Antaranya adalah Entry Inhibitors yang menggangu kemampuan virus untuk berikatan dengan reseptor pada permukaan luar sel dimana virus coba untuk masuk. Apabila pengikatan reseptor gagal, HIV tidak dapat menginfeksi sel. Kedua adalah Fusion Inhibitors yang menggangu kemampuan virus berfusi dengan membran sel untuk mencegah HIV masuk ke sel. Ketiga adalah Reverse Transcriptase Inhibitors yang mencegah enzim HIV RT dari mengkonversi single-stranded HIV RNA menjadi DNA HIV, proses yang dikenali reverse transcription. Terdapat dua jenis inhibitor RT yaitu Nucleotide

Reverse Trancriptase Inhibitors yang menggangu kerja protein HIV, dimana virus

membutuhkannya untuk membuat salinan virus baru sepertinya dan

Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors yang menghentikan replikasi HIV

dalam sel dengan menghambat protein reverse trancriptase. Keempat adalah Integrase Inhibitors yang memblokir integrase enzim HIV, dimana virus menggunakannya untuk mengintegrasikan materi genetiknya ke dalam DNA sel yang telah terinfeksi. Terakhir adalah Protease Inhibitors yang menggangu enzim HIV yang disebut protease, yang biasanya memotong rantai panjang protein HIV menjadi protein yang lebih kecil. Apabila protease tidak bekerja, maka partikel virus baru tidak dapat bergabung.

Kombinasi obat pertama yang harus diberikan adalah terapi lini pertama yang terdiri dari dua obat Nucleoside/ Nucleotide Reverse Transcriptase

Inhibitors (NRTIs) dan satu obat dari Non- Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitors (NNRTIs). Beberapa orang menghadapi kegagalan terapi pada lini

pertama karena terjadinnya resistensi obat terhadap HIV, penyerapan obat yang lemah atau kombinasi obat yang lemah.

(9)

adalah etravirine (ETV), darunavir (DRV) dan raltegravir (RAL). Akan tetapi, biayanya lebih tinggi dibandingkan ART lini pertama dan lini kedua yang dapat mengurangi akses di negara miskin.

2.1.8. Pencegahan

Dalam usaha menurunkan resiko terinfeksi HIV, berbagai organisasi kesehatan dunia termasuk Indonesia menganjurkan pencegahan melalui pendekatan ABCD yaitu:

• A (Abstinence) bermaksud tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

• B (Be Faithful) bermaksud sentiasa harus setia pada pasangannya.

• C (Condom) bermaksud menggunakan kondom di setiap hubungan seks

berisiko

• D (Drugs) bermaksud menjauhi narkoba dan tidak menggunakan jarum suntik

secara bergantian.

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS, tujuan upaya penanggulangan HIV dan AIDS bagi Strategi Nasional 2010-2014 adalah untuk mencegah penularan HIV, meningkatkan mutu hidup ODHA dan mengurangi dampak sosial ekonomi epidemi AIDS. Antara upaya pencegahan yang dikemukakan adalah meningkatkan pendidikan agama dan ketahanan keluarga, mencegah dan menghilangkan stigma dan diskriminasi, meningkatkan pendidikan sebaya/pemberdayaan remaja dan generasi muda dengan menerapkan slogan “ Say NO to drugs and free sex”, meningkatkan penjangkauan di tempat kerja dan meningkatkan pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan remaja puteri.

WHO telah menganjurkan beberapa langkah untuk mencegah infeksi

HIV/AIDS. Antaranya adalah pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja,

(10)

jalanan dan mengetasan prostitusi anak dan integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan.

2.2. Pengetahuan 2.2.1. Definisi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi melalui panca indera seseorang terhadap suatu objek tertentu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan diperoleh melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai hasilnya pengetahuan sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku dan tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik), dimana seseorang mulai menaruh perhatian dan

tertarik pada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang), dimana seseorang akan

mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya.

4) Trial, dimana seseorang mulai mencoba perilaku baru.

5) Adoption, seseorang itu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(11)

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), terdapat 6 tingkatan pengetahuan yaitu : a) Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui, meramalkan dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan atau mengaplikasikan materi yang dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenar. Aplikasi disini berarti penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

d) Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain yang dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan membuat bagan.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan formulasi yang baru dari formulasi yang telah ada dengan meringkaskan suatu kata dari hal yang dibaca dan didengarkan.

f) Evaluasi (evaluation)

(12)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden.Tingkat pengetahuan di atas disesuaikan dengan kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur.

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:

a) Usia

Usia adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Nursalam, 2003). Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah ilmu dan pengetahuannya karena pengetahuan yang seseorang itu miliki diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain.

b) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi pengetahuannya semakin luas. Semakin tinggi pendidikan, maka hidup seseorang akan semakin berkualitas karena akan membuahkan pengetahuan yang luas yang menjadikan hidup seseorang lebih berkualitas. Peningkatan pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan tidak formal.

c) Hubungan sosial

Hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan.

d) Pengalaman

(13)

e) Paparan media massa

Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti radio, televisi, majalah, surat khabar dan penyuluhan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan, sugesti dan opini mengenai sesuatu hal yang memberikan landasan kognitif baru terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

2.3. Sikap

2.3.1. Definisi sikap

Menurut Campbell (1950), sikap adalah “A syndrome of response

consistency withregard to social objects”. Artinya sikap adalah sekumpulan

respon yang konsisten terhadap objek sosial. Notoadmodjo (2010), mengemukakan bahawa sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Allport (1935) mendefinisikan sikap sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap objek tertentu yang mengarah pada situasi yang terkait.

Sikap juga dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku (Eagle danChaiken, 1993). Dalam kata singkat dari Daryl Bem (1970), sikap adalah yang suka dan tidak suka. Dari definisi-definisi di atas menunjukan bahawa secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi yang menyebabkan respon-respon yang konsisten.

2.3.2. Komponen Sikap

Terdiri 3 komponen sikap menurut Allport (1954)yaitu :

(14)

b) Komponen afektif yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Komponen ini menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.

c) Komponen konatif merupakan kecenderungan bertingkah laku (tend to

behave). Komponen ini menunjukkan bagaimana perilaku yang ada dalam diri

seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. 2.3.3. Tingkatan sikap

Menurut Notoatmodjo ( 2010), sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu: a) Menerima (receiving)

Menerima berarti seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b) Menanggapi (responding)

Menanggapi berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c) Menghargai (valuing)

Menghargai berarti seseorang mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah dengan memberikan tanggapan yang positif terhadap objek.

d) Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggungjawab berarti seseorang harus menghadapi resiko terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya berdasarkan keyakinannya.

2.4. Tindakan (Praktik)

(15)

a) Praktik terpimpin (guided response)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih menggunakan panduan.

b) Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah merupakan kebiasaan melakukan sesuatu tanpa panduan.

c) Adopsi (adoption)

Gambar

Gambar 2.1. Struktur HIV-1 Virion (Robbins dan Cotran, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan rasio tepung kecipir dan tapioka pada konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar protein, nilai warna b+, serta nilai

Kekerasan verbal yang dialami anak akan berdampak secara holistik yaitu dampak psikis yang dirasakan oleh korban antara lain berkeringat, jantung berdetak

Peningkatan atau kesalahan penggunaan antibiotik dalam bidang klinik, penggunaan antibiotik dalam bidang molekular, dan penambahan antibiotik pada pakan ternak

Karena kecepatan angin yang diperlukan untuk memutar kincir sangat bergantung pada alam maka pada pembangkit listrik tenaga angin ini dilengkapi dengan

The Correlation between Students’ Mastery of Imperative Sentence and Their Ability in Writing Procedure Text (A Study of the Ninth Grade Students of MTs N Salatiga in

Riayatus Sariroh, 1712143078, Penggunaan Produk Waterproof Cosmetics dalam Perspektif Medis dan Fiqh Ibadah (Studi pada Mahasiswi Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN

Disini untuk memudahkan masyarakat yang memerlukan masalah waris dicoba membuat suatu aplikasi mobile dengan tujuan utama untuk mengembangkan dalam hal memudahkan dalam