170
TERTINGGAL PERBATASAN DAN KEPULAUAN INDONESIA
Personal Characteristics and Work Satisfaction with The Commitment of Health
Worker in The Underdevelop, Border, and Islands Area of Indonesia
Dodi Badarianto1, Febrina Dumaria Pardede2
1
Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2
Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan Email: badarianto@gmail.com
Diterima: 21 Agustus 2017; Direvisi: 16 Oktober 2017; Disetujui: 16 Januari 2018
ABSTRACT
This study examined the relationship between personal characteristics and job satisfaction with organizational commitment of team-based health worker in Underdeveloped, Border, and Islands Area (DTPK). This research used quantitative method. Subject of the research was 467 team-based specialist health worker in order to support Nusantara Sehat Program. Measurements of job satisfaction were conducted using Minnesotta Satisfaction Quesionnaire (MSQ), while measurement of organizational commitment using Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) developed by Allen Meyer. This study used Structural Equation Modeling (SEM) based on covariance to answer the research questions. The results showed that there was a positive relationship between personal characteristics consisting of age, length of work, and marital status with organizational commitment while education level showed negative relationship with organizational commitment. In addition, also found that job satisfaction had a positively related to organizational commitment. There is a need for age criteria for team-based health workers at DTPK (25-35 years) and providing family allowance to team-based health workers in married DTPK.
Keywords: Personal characteristics, job satisfaction, organizational commitment
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara karakteristik personal dan kepuasan kerja dengan komitmen keorganisasian pada tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim di DTPK. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Sampel dari penelitian ini adalah 467 orang tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim dalam rangka mendukung Program Nusantara Sehat. Pengukuran terhadap kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan Minnesotta Satisfaction Quesionnaire (MSQ), sedangkan pengukuran terhadap komitmen keorganisasian menggunakan Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) yang dikembangkan oleh Allen Meyer. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) berbasis kovarian untuk menjawab rumusan masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara karakteristik personal yang terdiri dari umur, lama kerja, dan status pernikahan dengan komitmen keorganisasian sedangkan tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang negatif dengan komitmen keorganisasian. Selain itu juga, ditemukan bahwa kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen keorganisasian. Perlu adanya kriteria umur untuk tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK (25-35 tahun) serta memberikan tunjangan keluarga kepada tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK yang sudah menikah.
Kata kunci: Karakteristik personal, kepuasan kerja, komitmen keorganisasian.
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai geografi berupa daratan, lautan, pegunungan serta banyaknya pulau-pulau yang tersebar menyebabkan akses pelayanan kesehatan untuk daerah tertentu sangat sulit dijangkau.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan Pemerintah masih banyak yang belum tersedia tenaga kesehatannya
(Permenkes 2015). Hal tersebut
171
Penyediaan sumber daya di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab Pemerintah, sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Namun, ketersediaan SDM Kesehatan berkualitas dalam jumlah memadai dan merata telah menjadi isu penting khususnya di pedesaan dan daerah tertinggal.
Tenaga Kesehatan Penugasan
Khusus Berbasis Tim (Team Based)
dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan yang bersifat jangka pendek dan merupakan bagian dari kebijakan pemenuhan tenaga kesehatan jangka panjang dalam rangka meningkatkan pemerataan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas (Kemenkes, 2015). Tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim
(team based) terdiri dari 5 jenis tenaga kesehatan yaitu dokter, perawat, bidan, dan 2 tenaga kesehatan lainnya (dokter gigi, tenaga gizi, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan masyarakat). Namun pemenuhan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang sesuai jenis, jumlah dan mutu khususnya di DTPK tidaklah cukup dalam menjamin pelayanan kesehatan yang optimal.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka memelihara dan
mempertahankan tenaga kesehatan
diantaranya pemberian insentif finansial yang termasuk ampuh dalam membuat tenaga kesehatan mau melanjutkan tugasnya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah di DTPK, tetapi insentif finansial saja tidak cukup membuat pegawai pemerintah sektor kesehatan bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga perlu dipikirkan upaya lainnya. Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membangun komitmen yang kuat antara Instansi (Kementerian Kesehatan) dengan Tenaga Kesehatan di DTPK, sebagaimana penelitian yang dilakukan Meyer bahwa peningkatan
komitmen berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan turnover yang semakin rendah (Allen et al., 1993).
Menurut hasil penelitian Herman (2012), tenaga kesehatan penugasan khusus di Provinsi Papua yang berhenti di tengah kontrak kerja atau tidak memperpanjang kontrak kerja terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan selama bekerja di daerah terpencil seperti ketidakpuasan karena minimnya sarana peralatan kesehatan, tidak ada listrik, sumber air yang tidak memenuhi syarat kesehatan, berbagi rumah dinas dengan pegawai daerah atau bahkan tidak mendapatkan rumah dinas, serta minimnya alat transportasi bagi tenaga kesehatan yang bekerja di daerah terpencil.
Tingkat komitmen berhubungan negatif dengan turnover, ketidakhadiran dan perilaku counterproductive, kemudian berhubungan positif dengan kepuasan kerja (Chughtai and Zafar, 2006). Banyak faktor yang berhubungan dengan komitmen keorganisasian. Penelitian yang dilakukan
oleh Carmeli and Freund (2004)
menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh terhadap komitmen organisasi. Kepuasan kerja dan komitmen keorganisasian adalah dua topik yang sering diperdebatkan mengenai apa mempengaruhi
apa atau keduanya memang bisa
mempengaruhi satu sama lain. Penelitian yang dilakukan Johnson et al (dalam Fu, Frank Q et al, 2009) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen keorganisasian. Kurangnya kepuasan kerja akan mengarah kepada menurunnya komitmen seseorang terhadap organisasinya (Moser, 1997).
172
Menjaga komitmen keorganisasian tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim di DTPK merupakan hal yang penting guna tercapai kesuksesan penguatan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya di DTPK. Tanpa tenaga kesehatan yang memiliki komitmen tinggi maka sasaran prioritas nasional program pelayanan kesehatan khususnya di DTPK tidak akan terwujud. Atas dasar hal tersebut maka perlu dilakukan studi terkait komitmen keorganisasian tenaga kesehatan
penugasan khusus di DTPK serta
hubungannya dengan karakteristik personal dan kepuasan kerja.
Meyer dan Allen (1991)
merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu: afektif, kontinyu dan normatif. Ketiga hal ini lebih tepat dinyatakan sebagai komponen atau dimensi dari komitmen berorganisasi, daripada jenis-jenis komitmen berorganisasi. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan komitmen afektif yang lebih rendah. Individu dengan komitmen kontinyu yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa komitmen kontinyu tidak berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya.
Individu dengan komitmen normatif yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi.
Menurut Greenberg dan Baron (1993), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada
akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi. Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Dalam beberapa penelitian dikemukakan bahwa seorang karyawan yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi, ada kecenderungan karyawan tersebut puas terhadap pekerjaan maupun terhadap organisasi tersebut berada.
Kepuasan Kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dilihat dan dialami oleh karyawan terhadap pekerjaannya, sehingga kepuasan ini sangat berkaitan erat dengan sikap dari karyawan atas pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama dengan pimpinan serta rekan kerja (Zanaria, 2007). Salah satu definisi kepuasan kerja dikemukaan oleh Werther and Davis (1996) yang melihat kepuasan kerja sebagai suatu pemikiran dari karyawan mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Herzberg menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
173
Penelitian yang dilakukan Johnson et al (Fu et al., 2009) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen keorganisasian. Kurangnya kepuasan kerja akan mengarah kepada menurunnya komitmen seseorang terhadap organisasinya (Moser, 1997).
Komitmen keorganisasian juga
mempengaruhi kepuasan kerja, hal ini terlihat dari hasil penelitian Vandenburg and Lance (1992) yang membuktikan bahwa komitmen keorganisasian adalah penyebab dari kepuasan kerja.
Steers (1987) mengembangkan sebuah model hubungan sebab akibat terjadinya komitmen terhadap organisasi. Menurut Steers ada tiga penyebab komitmen organisasi, yaitu: karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan, dan lain-lain), karakteristik pekerjaan (umpan balik, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi, dan lain-lain) dan pengalaman kerja. Model yang dikembangkan Steer ini kemudian dimodifikasi oleh Mowday, Porter dan Steers menjadi karakteristik pribadi (usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin), karakteristik yang berkaitan dengan peran, karakteristik struktural dan pengalaman kerja (Sjabadhyni, 2001).
Usia karyawan dalam sebuah organisasi mempengaruhi komitmen seorang karyawan terhadap perusahaannya. Robbins (2003) menyatakan bahwa semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmennya terhadap organisasi. Hal ini disebabkan oleh
kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia.
Dyne dan Graham (2005)
menyatakan bahwa, jenis kelamin pegawai mempengaruhi komitmen organisasi karena pada umumnya wanita menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mencapai karirnya menyebabkan komitmennya lebih tinggi terhadap organisasi.Selain itu status perkawinan juga memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Robbins (2003) menyatakan bahwa pernikahan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting.Hal ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan. Mathieu dan Zajac (1990) mengemukan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi negatif kecil dengan komitmen organisasi.Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula harapannya sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh organisasi, akibatnya semakin rendah komitmen karyawan pada organisasi.
Komitmen organisasi juga
dipengaruhi oleh masa kerja. Robbins (2003) mengemukakan semakin lama karyawan bekerja pada suatu organisasi, semakin memberi dia peluang untuk menerima tugas-tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasan bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih tinggi dan peluang menduduki jabatan atau posisi yang lebih tinggi.
174
Berdasarkan paparan di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1: Karakteristik personal
berhubungan positif dengan komitmen keorganisasian tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK.
H2: Kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen keorganisasian tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini merupakan studi kuantitatif yang bersifat analitis dengan desain studi potong lintang (cross sectional) menggunakan data hasil monitoring dan evaluasi tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim di DTPK tahun 2016 Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Kerangka teori penelitian ini mengacu kepada teori komitmen organisasi Allen dan Meyer (1997) dan teori dua faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory) serta
Theory of Work Adjustment (Dawis et al., 1968). Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan hubungan karakteristik personal dan kepuasan kerja dengan komitmen keorganisasian tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK.
Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim di DTPK batch 1 dan 2, dan sampel yang diambil sebanyak 467 orang responden. Mengenai ukuran sampel minimal dengan analisis Structural Equation Model (SEM), menurut Hair et al. (Kusnendi 2007) menyatakan jika dalam model yang dianalisa ada 5 (lima) konstruk atau kurang dimana masing-masing konstruk diukur minimal oleh 3 (tiga) indikator maka diperlukan ukuran sampel minimal antara 100 – 300 observasi. Variabel yang diteliti meliputi variabel formatif eksogen, variabel konstruk eksogen serta variabel konstruk endogen,. Variabel Karakteristik Personal yang terdiri dari jenis kelamin, umur, masa kerja, pendidikan dan status pernikahan sebagai variabel formatif eksogen; variabel konstruk Kepuasan Kerja (X) yang terdiri dari dimensi Intrinsik (X1) dan Ekstrinsik (X2) sebagai variabel konstruk eksogen; dan variabel konstruk
Komitmen Keorganisasian (Y) yang terdiri dari dimensi Afektif (Y1), Kontinyu (Y2) dan Normatif (Y3) sebagai variabel konstruk endogen. Kuisioner yang dibagikan dalam penelitian ini menggunakan skala likert dari 1 sampai dengan 5, yang mana 1 untuk menyatakan sangat tidak puas/setuju, dan 5 untuk menyatakan sangat puas/setuju.
Indikator yang digunakan pada konstruk Kepuasan Kerja menggunakan
Minnesota SatisfactionQuestionnaire (MSQ) yang dikembangkan oleh Dawis et al., 1967 dan konstruk Komitmen Keorganisasian menggunakan Organizational Commitment Scale (OCS) yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1997).
HASIL
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan menyebar secara total 690 kuesioner, Adapun 223 orang dikeluarkan dari penelitian ini karena 212 orang tidak mengembalikan kuesioner/kuesioner hilang dan 11 orang tidak memiliki data yang lengkap dan kuisioner yang digunakan sejumlah 467 responden. Profil responden dapat dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Responden
Karakteristik Personal n (467) %
Jenis Kelamin
175
adalah perempuan (70,2%) . Menurut umur, diketahui bahwa terdapat (67,7%) responden yang berumur kurang dari 25 tahun, (32,3%) yang berumur lebih dari 25 tahun, termuda 21 tahun dan tertua 33 tahun. Berdasarkan kategori pendidikan terakhir, 67,9% responden yang berpendidikan terakhir Diploma III, 6,6% berpendidikan terakhir Diploma IV, 18% berpendidikan terakhir Strata 1, 3% responden berpendidikan terakhir strata 1 dengan profesi serta 0,2% responden berpendidikan terakhir Strata 2. Dilihat dari status pernikahan, sebagian besar responden belum menikah 95,3%. Dalam penelitian ini responden dengan lama kerja 9 bulan memiliki proporsi sebanyak (84,6%).
Hasil analisis penelitian ditemukan bahwa Kepuasan Kerja adalah tinggi, nilai
mean keseluruhan adalah 3.817 dimana mean
dimensi Intrisik (3.872) lebih besar daripada dimensi ekstrinsik (3.762). Nilai mean secara keseluruhan untuk Komitmen Keorganisasian adalah 3.93, dimana dimensi afektif (4.19) dan normatif (4.08) lebih tinggi daripada dimensi kontinyu (3.52). Hal ini dapat
mencerminkan bahwa Komitmen
Keorganisasian tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK tergolong tinggi.
Tabel 2. Validitas dan Reliabilitas Model
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai SFL padaindikator X1.1 dan Y2.5 lebih kecil dari 0.3 berarti indikator tersebut tidak valid sehingga harus dikeluarkan dari model. Sedangkan indikator yang lain memiliki nilai SFL lebih besar dari 0.5 maka bisa dikatakan bahwa indikator-indikator tersebut adalah valid. Seluruh dimensi pada setiap konstruk memiliki nilai Construct reliability (CR) > 0.70 dan Variance Extracted (VE) > 0.50 sehingga dapat disimpulkan model pengukuran reliabel. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kelayakan model masing-masing konstruk. Berdasarkan output Goodness of Fit Statistics (GOF) tabulasi hasil uji GOF model kepuasan kerja dan komitmen keorganisasian didapat hasil sebagai berikut :
176
Menurut Hair et all (2010) dan Wijayanto (2015) model dinyatakan fit jika memenuhi 4-5 kriteria Goodness of Fit. Berdasarkan tabel 3 model variabel kepuasan kerja dinyatakan fit atau layak sehingga dapat digunakan pada analisis selanjutnya (full model).
Tabel 4. GOF Model Komitmen Keorganisasian Goodness of Fit
Index
Cut-off
Value Hasil
X2-Chi-square ≥ 0.05 0.0000
df ≥ 0 116
GFI ≥ 0.90 0.97
AGFI ≥ 0.90 0.96
CFI ≥ 0.90 0.95
NNFI ≥ 0.90 0.94
NFI ≥ 0.90 0.93
RMSEA ≤ 0.08 0.072
RFI ≥ 0.90 0.91
Dari hasil uji GOF pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa model Komitmen Keorganisasian dinyatakan Fit atau layak
sehingga dapat digunakan pada analisis full model.
Evaluasi Model Struktural (Full Model)
Setelah melakukan analisis faktor konfirmatori/Confirmatory Factor Analysis (CFA), langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi model struktural. Program Lisrel menghasilkan sebuah
diagram jalur yang memuat nilai β, yaitu
nilai setiap parameter yang harus diestimasi. Nilai ini harus unik dan berbeda dari 0. Adapun diagram jalur yang dihasilkan seperti pada Gambar 2 dan 3. Dari Gambar 2 dan 3 dapat dilihat bahwa setiap nilai SFL adalah unik dan berbeda dari 0. Dapat disimpulkan bahwa setiap parameter dapat diestimasi.
Uji Hipotesis
Nilai T yang lebih besar dari 1,96 menyatakan bahwa sebuah konstrak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konstrak yang dituju. Adapun Tabel 5 memuat nilai t
dan β model.
Gambar 2. Model Hubungan Karakteristik Personal Dengan Komitmen Keorganisasian
Tabel 5. Nilai β dan T Model Hubungan Karakteristik Personal Dengan Komitmen Keorganisasian
Hubungan Nilai β Nilai-T
Jenis Kelamin - Komitmen 0.059 0.74
Umur - Komitmen 0.70 3.52
Pendidikan - Komitmen -0.11 -2.92
Status - Komitmen 0.82 3.64
177
1) Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan komitmen keorganisasian (T = 0.74), apapun jenis kelamin responden tidak akan mempengaruhi tingkat komitmen keorganisasian.
2) Ada hubungan positif antara umur dengan komitmen keorganisasian. Umur memiliki hubungan yang positif dengan komitmen keorganisasian ( t = 3.52), semakin tua usia responden maka semakin tinggi komitmennya terhadap organisasi.
3) Ada hubungan negatif antara pendidikan dengan komitmen keorganisasian. Pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan komitmen keorganisasian (t = -2.92), semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin rendah komitmennya pada organisasi.
4) Ada hubungan positif antara status
pernikahan dengan komitmen
keorganisasian. Status pernikahan memiliki hubungan yang positif dengan komitmen keorganisasian. (t=3.64), pada penelitian ini status responden yang belum menikah memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada yang sudah menikah.
5) Ada hubungan positif antara lama kerja dengan komitmen keorganisasian. Lama kerja memiliki hubungan yang positif dengan komitmen keorganisasian (t=2.06), semakin lama masa kerja responden maka semakin tinggi komitmen keorganisasiannya.
Berdasarkan nilai β, status
pernikahan merupakan faktor positif yang paling dominan dari karakteristik personal
yang mempengaruhi komitmen
keorganisasian tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK (0.82). Koefisien determinasi atau
R Square = 0.47, berarti bahwa variabel karakteristik personal dapat menjelaskan variasi pada variabel komitmen organisasi sebanyak 47%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain.
6) Ada hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen keorganisasian. Kepuasan kerja memiliki hubungan positif dengan komitmen keorganisasian
( t = 8.44), semakin tinggi tingkat kepuasan kerja responden maka semakin tinggi komitmennya terhadap organisasi.
Tabel 6. Nilai β dan t Model Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Komitmen Keorganisasian
Hubungan Nilai β Nilai-T Kepuasan Kerja -
Komitmen
0,75 8,44
Koefisien determinasi atau R Square = 0,56, berarti bahwa variabel kepuasan kerja dapat menjelaskan variasi pada variabel komitmen keorganisasian sebanyak 56%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain.
Indikator dengan Standardized Factor Loading (SFL) yang tinggi memiliki konstribusi yang lebih tinggi untuk menjelaskan konstruk latennya. Sebaliknya pada indikator dengan SFL rendah memiliki konstribusi yang lemah untuk menjelaskan konstruk latennya. Pada sebagian besar referensi SFL sebesar 0,50 atau lebih dianggap memiliki validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten (Hair et al, 2010; Ghozali, 2008). Walaupun pada sebagian referensi lainnya (Igbaria et.al., 1997) menjelaskan bahwa SFL paling lemah yang bisa diterima adalah < 0.5 tetapi masih
≥ 0.30.
Tabachnick & Fidell (2007) membagi loading faktor menjadi beberapa kategori, yaitu loading di atas 0,71 sangat-sangat baik, 0,63 sangat-sangat baik, 0,55 baik, 0,45 cukup, dan 0,32 lemah. Tabel 5.17 menunjukkan nilai SFL dari full model
178
Gambar 3. Diagram Jalur Model Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Komitmen Keorganisasian
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, pengaruh karakteristik personal terhadap komitmen keorganisasian yang ditinjau dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan komitmen organisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Saputra (2014) yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi.
Ditinjau dari segi umur hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara umur dengan komitmen organisasi. Usia pegawai dalam sebuah organisasi mempengaruhi komitmen seorang pegawai terhadap organisasinya. Robbins (2003) menyatakan bahwa semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmennya terhadap organisasi. Hal ini disebabkan oleh kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia.
Ditinjau dari segi lama kerja menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara lama kerja dengan komitmen
organisasi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa orang tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK mereka menyatakan bahwa pada saat awal-awal bertugas mereka merasa tidak betah dan ingin pulang, namun seiring berjalannya waktu mereka mulai merasakan nyaman bekerja di
DTPK. Mereka menyatakan lama
penyesuaian rata-rata mereka bisa mulai bekerja dengan nyaman adalah 6 bulan. Robbins (2003) mengemukakan semakin lama karyawan bekerja pada suatu organisasi, semakin memberi dia peluang untuk menerima tugas-tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasan bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih tinggi. Donald Super dalam Brown (2007) rentang umur tersebut merupakan tahap Trial with Commitment artinya Individu sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya sehingga akan terus mempertahankannya, sedangkan umur dibawah 25-20 tahun cenderung masih dalam taraf pencarian jati diri sehingga komitmennya cukup rendah;
179
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen organisasi (Mowday, 1982). Ditinjau dari segi tingkat pendidikan hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan dengan komitmen organisasi tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK. Tenaga kesehatan penugasan khusus pada Program Nusantara Sehat terdiri dari berbagai jenjang pendidikan untuk satu profesi tenaga kesehatan. Misalkan contoh pada tenaga kesehatan Perawat, disana terdapat lulusan D-III perawat, D-IV Keperawatan, S-1 Keperawatan dan S-1 Perawat Profesi (Ners) sementara pekerjaan mereka di lapangan tidak jauh berbeda.
Wexley dan Yukl (1998) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan memiliki harapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan kerjanya yang berpendidikan lebih rendah. Jika melihat hirarki kebutuhan Maslow, maka tingkatnya bukan lagi sekedar rasa aman atau fisiologis, namun kemungkinan sudah mengarah pada kebutuhan yang lebih tinggi ataupun sampai dengan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan yang semakin tinggi ini tentunya tidak setiap perusahaan/organisasi mampu untuk memenuhi pada setiap tingkat jabatan. Jika memang organisasi sulit untuk memenuhi hal tersebut maka akan sulit pula untuk membentuk komitmen karyawannya terhadap organisasinya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Mottaz (1986) yang menyatakan bahwa pendidikan memiliki efek positif tidak langsung terhadap komitmen organisasi dengan meningkatkan penghargaan kerja, namun merupakan efek negatif langsung saat penghargaan kerja tetap konstan.
Ditinjau dari segi status kawin hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara status kawin dengan komitmen organisasi. Pada penelitian ini status responden yang belum menikah memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada yang sudah menikah. Hal tersebut disebabkan selain karena kepastian kerja di Program Nusantara Sehat yang belum jelas (hanya 2 tahun) juga belum adanya tunjangan untuk keluarga (tunjangan istri/suami dan anak) yang menyebabkan beban hidup
menjadi bertambah sehingga terjadi kecenderungan untuk mencari alternatif lain. Memberikan tunjangan keluarga (istri/suami dan anak) kepada tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK yang sudah menikah sehingga diharapkan akan meningkatkan kepuasan ekstrinsik yang akan berimbas pada meningkatnya komitmen organisasi
Pada penelitian ini kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen keorganisasian. Semakin baik tingkat kepuasan kerja yang meliputi dimensi intrinsik dan ekstrinsik akan meningkatkan komitmen tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim di DTPK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vidiasta (2010) yang menyatakan adanya hubungan antara
kepuasan kerja dengan komitmen
organisasional. Di dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Begitu juga Penelitian yang dilakukan Johnson et al (dalam Fu, Frank Q et al, 2009) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Kurangnya kepuasan kerja akan mengarah kepada menurunnya komitmen seseorang terhadap organisasinya (Moser, 1997).
Pada hasil pemodelan
dengan confirmatory factor analysis (CFA) atau model penuh (full model) dengan structural equation modeling (SEM) akan berjumpa dengan interpretasi dari Standardized Factor Loading (SFL). Secara definisi Standardized Factor Loading
(SFL) adalah besar korelasi antara indikator dengan konstruk latennya. Pada hubungan indikator dengan konstruk laten yang bersifat refleksif tinggi rendahnya SFL selain faktor koefisien korelasi adalah variasi data yang ada di dalam indikator. Pada indikator dengan variasi data yang rendah, lebih sulit untuk dijadikan alat ukur suatu konstruk laten. Dengan kata lain, perbedaan skor konstruk laten lebih sulit dijelaskan oleh indikator dengan nilai yang hampir sama (variasi data rendah).
180
memiliki jarak (rentang) yang pendek. Sehingga variasi yang lebih rendah ini memberikan implementasi bahwa kontribusi indikator ini untuk menjelaskan konstruk laten adalah lebih lemah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat 3 indikator yang memiliki nilai SFL rendah/lemah, yaitu indikator kesempatan untuk bisa melakukan pekerjaan saya secara sendiri (X1.2), kepastian kerja di Program Nusantara Sehat (X1.6) dan salah satu konsekuensi negatif keluar dari Program Nusantara Sehat adalah langkanya alternatif (Y2.6).
Tenaga kesehatan penugasan khusus di DTPK dibentuk dengan berbasis tim, sejak mulai pembekalan/pelatihan sampai dengan penempatan di daerah mereka dididik untuk dapat bekerja sama satu dengan lainnya. Namun jika melihat hirarki kebutuhan Maslow bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi-potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain. Dengan memiliki kesempatan untuk melakukan pekerjaan dan menyelesaikannya secara sendiri mereka dapat berkreativitas dan berinovasi dengan maksimal yang berimbas terhadap meningkatnya kepuasan intrinsik.
Masa kontrak yang hanya 2 tahun dan dengan tidak adanya masa perpanjangan serta kejelasan status kepegawaian merupakan penyebab utama kepastian kerja di Program Nusantara Sehat menjadi rendah. Salah satu konsekuensi negatif keluar dari Program Nusantara Sehat adalah langkanya alternatif merupakan salah satu indikator dari dimensi kontinyu komitmen keorganisasian. Komitmen kontinyu merupakan unsur komitmen yang bersifat negatif (Hackett, Bycio, Hausdorf, 1994), karena karyawan yang komitmen kontinyunya tinggi hanya bekerja karena tidak ada pilihan lain sehingga produktivitasnya juga akan rendah. Dengan memperbanyak alternatif pekerjaan diharapkan tenaga kesehatan penugasan khusus berbasis tim di DTPK bekerja bukan karena tidak ada pilihan lain tapi dikarenakan mereka benar-benar memiliki keinginan
untuk mengabdi kepada Program Nusantara Sehat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan komitmen keorganisasian; Tingkat pendidikan berhubungan negatif dengan komitmen keorganisasian. Umur tertentu, status pernikahan, masa kerja, kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen keorganisasian tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK. Hal ini barati bahwa petugas yang lebih tua, status menikah, masa kerja yang lebih lama, dan kepuasan kerja akan meningkatkan komitmen keorganisasian tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK.
Saran
Perlu adanya kriteria umur untuk tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK, yaitu antara 25-35 tahun karena memberikan
reward atau penghargaan atas prestasi yang telah dicapai, sekecil apa pun hal positif atau peningkatan keterampilan yang telah diupayakan oleh tenaga kesehatan di DTPK; memberikan tunjangan keluarga (istri/suami dan anak) kepada tenaga kesehatan berbasis tim di DTPK yang sudah menikah. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih mendalam dengan meneliti tingkat komitmen kerja dan tingkat stres kerja. Sebab tingkat stres yang tinggi menjadi variabel moderator antara komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, N.J., Meyer, J.P., 1997. Commitment in the workplace: Theory, research, and application. Sage Publications, California.
Allen, N.J., Meyer, J.P., Smith, C.A., 1993. Commitment to Organizational and Occupations. J. Appl. Physcology.
Arnold, J., Feldman, C., 1986. Organizational behavior. McGraw Hill, New York.
Benkhoff, B., 1997. Disentangling organizational commitment: The dangers of the OCQ for research and policy.
181
Carmeli, A., Freund, A., 2004. Work Commitment, JobSatisfaction, And Job Performance.
Chughtai, A.A., Zafar, S., 2006. Antecedents and Consequences of Organizational Commitment Among Pakistani University
Teacher’s. Appl. HRM Res.
Coetzee, M., 2005. Employee Commitment. Univ. Pretoria Etd.
Dana, 2007. hubungan antara komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Poltekkes Banjarmasin.
Davis, K., Newstorm, J.W., 1990. Perilaku dalam Organisasi, Terjemahan dari Jumiati. ed.Erlangga, Jakarta. Satisfaction Questionnaire. University of Minnesota, Minneapolis.
Dawis, R.V., Weiss, D.J., Lofquist, L.H., England, G.W., 1966. Instrumentation for the Theory of Work Adjustment. Minnesota Studies in Vocational Rehabilitation.
Dessler, G., 1982. Organization and Management. Reston Pub Co.
Dyne, V.L., Graham, J.W., 2005. Organizational Citizenship Behavior. Academy Management Journal. 37, (4), 765-802.
Fang, Y., 2001. Turnover propensity and its causes among Singapore nurses: an empirical study. Int. J. Hum. Resour. Manag.
Fu, F.Q., Bolander, W., Jones, E., 2009. Managing the Drivers of Organizational Commitment and Salesperson Effort: An Application of Meyer
and Allen’s Three-Component Model. J. Mark. Theory Pract.
Greenberg J., Baron R.A. 1993. Behavior in organizations: understanding and managing the human side of work. International student edition. Edition, 4. Publisher, Allyn and Bacon.
Hackett, G, et al (1994). Toward a unifying social cognitive theory of career and academic interest, choice, and performance. Journal of Vocational Behavior, 45, 79-122.doi10.1006/jvbe.1994.1027.
Herman, I.F., 2012. Pengaruh insentif terhadap retensi tenaga kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) Provinsi Papua Tahun 2011 (Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat). Universitas Indonesia, Depok.
Humphreys, J., Wakerman, J., Kuipers, P., Wells, R., Russell, D., Siegloff, S., Homer, K., 2009. Improving workforce retention: Developing an integrated logic model to maximise sustainability of small rural and remote health care services. Australian Primary Health Care Research Institute, Canberra.
Ivancevich, J.M., Matteson, M.T., 2002. Organizational Behavior and Management. McGraw Hill, New York.
Jahangir, F., Shokrpour, N., 2009. Three Components of Organizational Commitment and Job
Satisfaction of Hospital Nurses in Iran. Health Care Manag. 28.
Kemenkes, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penugasan Khusus. Jakarta.
Kemenkes, 2016. Monev Tim Nusantara Sehat Batch 1 Dan 2.
Kusnendi, 2007. Model-model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Alfabeta, Bandung.
Lum, L. et al, 1998. Explaining Nursing Turnover
Intent : Job Satisfaction, Pay Satisfaction, or
Organizational Commitment. J. Organ. Behav.
Luthans, F., 2008. Organizational Behavior. McGraw-Hill, Boston.
Mardiana, I., Hubeis, A.V.S., Panjaitan, (Nurmala K.), 2014. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Turnover Intentions pada Perawat Rumah Sakit Dhuafa. J. IPB.
Martin, T.., O’Loughlin, M.S., 1984. Predictor Organizational Commitment : The Study of
Part-Time Army Reservists. Jounal Vocat. Behav.
Mathieu, J. E., & Zajac, D. M. (1990). A review and meta-analysis of the antecedents, correlates, and consequences of organizational commitment. Psychological Bulletin, 108(2), 171-194
Moser, K., 1997. Commitment in organizations. Psychologies 41.
Mottaz, C. J. (1986). An analysis of the relationship between education and organizational commitment in a variety of occupational groups. Journal of Vocational Behavior, 28, 214–228.
Mowday, R.M., Porter, L.W., Steers, R., 1982. Employee Organization Linkages: The Psychology of Commitment, Absenteeism and Turnover. Academic Press, New York. Muchinsky, P.M., 1993. Psychology Applied to Work
(4th Edition). Brooks/Cole, New York. Mulyadi, 2008. Hubungan komitmen pada organisasi
dan lingkungan kerja perawat dengan kinerja perawat pelaksana di RS Tugu Ibu Cimanggis Depok. Universitas Indonesia, Jakarta. Porter, L.W., Mowday, R.M., Steers, R., 1979. The
Measurement of Organizational Commitment. J. Vocat. Behav. 1.
Primaroza, M., 2016. Retensi Kerja Pegawai
Pemerintah Sektor Kesehatan : Studi Kasus Tenaga Kesehatan Yang Bertugas Di Daerah Terpencil/Tertinggal. Universitas Indonesia, Jakarta.
Robbins, S.P., 2003. Organizational Behavior, 10th Edition. ed. Prentice Hall, Inc, New Jersey. Saputra, N.A.G., 2014. Pengaruh Karakteristik Individu
Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Aditya Beach Resort Lovina Singaraja Tahun 2014.
Shaw, J.D., Delery, J.E., Abdulla, M.H.A., 2003. Organizational commitment and performance among guest workers and citizens of an Arab country. Journal of Business Research 56 (2003) 1021 – 1030.
182
Sjabadhyni, dkk. 2001. Pengembangan Kualitas \Sumber Daya Manusia dari Perspektif Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : BPIO Fakultas Psikologi UI.
Spector, P.E., 1997. Job Satisfaction : Application,
Assesment, Causes and Consequences Thousand Oaks. Sage Publication, California. Steers, R., 1987. Introduction to Organization Bahavior, 3rd edition. ed. scot and Foresman, Illinois.
Steers, R., 1985. Efektifitas Organisasi. Erlangga, Jakarta.
Steers, R., 1977. Antecedents and Outcomes of Organizational Commitment. Adm. Sci. Q. 22.
Strauss, G., Sayles, L.R., 1980. Behavioral Strategies for Managers. Prentice Hall, New Jersey. Tabachnick, B.G., Fidell, L.S.2007. Using Multivariate
Statistics, 5th Edition. California State University, Northridge.
Tanujaya, M., Noegroho, S., 1995. Perbedaan faktor-faktor keikatan kerja karyawan terhadap organisasi ditinjau dari jenis kelamin. J. Psikol. Indones.
Timpe, A.D., 1999. Seri Manajemen Sumber Daya. Gramedia, Yogyakarta.
UU no.36/2014, n.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Valmband. 2008, Kepuasan Kerja, Dari: http://www.valmband.multiply.com
Vandenburg, R.J., Lance, C.., 1992. Examining the casual order of job satisfaction and organizational commitment. J. Manag. 18.
Vidiasta, S.P., 2010, Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi Karyawan Tetap Non Manajerial PT. Aero System Indonesia, Skripsi.
Werther, W.B.J., Davis, K., 1996. Human Resouces and Personel Management, Fifth Edition. ed. McGraw-Hill.
WexleyN.K., Yukl, G.A., 1977. Organizational Behavior and Personnel Psychology. RD Irwin.
WHO, 2006. The world health report 2006: working together for health.
WHO, W.H.O., 2010. Global Policy Recomendation: Increasing Access to Health Workers in Remote and Rural Areas Through Improved Retention. Geneva.
Wijanto, S.H., 2015. Metode Penelitian menggunakan Structural Equation Modeling dengan Lisrel 9. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
World Bank, 2009. Indonesia’s doctors, midwives and
nurses: current stock, increasing needs, future challenges and options. Jakarta. Yatnikasari, A., 2010. Hubungan Program Retensi
Dengan Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana Di Rsab Harapan Kita. Universitas Indonesia, Jakarta.