• Tidak ada hasil yang ditemukan

Garamata : Sebuah Gerakan Nativistik Di Dataran Tinggi Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Garamata : Sebuah Gerakan Nativistik Di Dataran Tinggi Karo"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada abad ke-19 Belanda sudah menguasai Sumatera Timur dan telah menjadikan wilayah

ini menjadi lahan perkebunan. Daerah Deli dan Langkat telah dijadikan dan dimanfaatkan

menjadi lahan perkebunan. Pada saat Belanda telah menguasai Langkat dan Deli,

bangsal-bangsal perkebunan tembakau milik Belanda banyak yang dibakar oleh orang-orang Karo terkait

dengan Perang Sunggal. Perbuatan ini membuat orang-orang Karo dianggap tidak beradab oleh

Belanda, dan memunculkan niat mereka mengubah sikap tidak beradab ini dengan melaksanakan

misi kristenisasi, sekaligus pasifikasi wilayah kekuasaan Belanda ke Dataran Tinggi Karo

menjelang awal abad ke 2O.

Pasifikasi wilayah Kolonial dan intervensi ini terjadi berketepatan saat terjadinya konflik

bersaudara antara Pa Mbelgah Purba dari desa Rumah Kabanjahe dengan Pa Pelita Purba dari

desa Lau Cih (Katepul) sedang berlangsung. Pada saat konflik terjadi Pa Pelita meminta bantuan

pada Belanda. Dengan dalih ingin membantu mendamaikan, maka Belanda ikut campur dalam

persoalan ini.

Masih terkait dengan konflik antara Pa Mbelgah dengan Pa Pelita, Garamata pun ikut

terseret dalam arus orbit konflik dengan Belanda. Sistem kekerabatan yang telah terjalin sebagai

hubungan anak beru dengan kalimbubu, membuat posisi Garamata sebagai kalimbubu merasa

berkewajiban terlibat dalam masalah yang sedang dialami anak berunya sesuai aturan dalam

(2)

berada di Langkat dan Deli. Di wilayah tersebut, tanah yang selama ini telah dimanfaatkan

sebagai lahan bertani untuk mencari nafkah telah diambil alih dan dijadikan oleh Belanda

menjadi lahan perkebunan, sehingga mereka kehilangan tanah sebagai tempat bertani.

Garamata khawatir hal yang sama dengan di Langkat dan Deli akan terjadi di Dataran

Tinggi Karo. Namun, selain kekhawatiran tersebut Garamata juga khawatir dan mulai terusik

dengan masuknya Kristenisasi melalui kedatangan seorang Pendeta yang bernama Guillaume.

Agama Kristen dianggap oleh beliau akan mampu merusak tatanan sistem kepercayaan

tradisional orang Karo yang telah membudaya,yaitu religi pemena. Demikian pula halnya dengan

pendidikan, pendidikan dengan nilai-nilai Barat yang mulai diperkenalkan ke tengah masyarakat

Karo dianggap dapat merusak nilai-nilai dan sistem pendidikan lama.

Terusik dan khawatir bahwa nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Karo di Dataran

Tinggi akan berubah akibat pengaruh yang dibawa oleh Kolonial Belanda, Garamata kemudian

melakukan gerakan sosial nativistik dengan menantang kedatangan Belanda.

Garamata melihat niat pasifikasi wilayah kolonial serta misi kristenisasi ini tentu akan

mengusik kenyamanan aliran Pemena dan sistem kekerabatan yang sudah berurat dan berakar

sesuai adat istiadat karo. Hal inilah motivasi lain menyebabkan kenapa Garamata melakukan

perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.

Garamata adalah sosok yang kuat, berwibawa dan kharismatik, namun dari sosoknya yang

kuat, berwibawa dan kharismatik tersebut, ada perjuangan penting yang tidak boleh terlupakan,

yakni tentang perjuangannya mempertahankan kepercayaan dan religi pemena, sistem

kekerabatan dan adat istiadat. Perjuangan dalam mempertahankan pemena tersebut merupakan

(3)

terutama religi pemena, untuk mempertahankan tradisi dan kultur masyarakat Karo di Dataran

Tinggi.

Pemena dahulu juga sempat dinamai dengan perbegu, namun setelah Belanda masuk ke

Dataran tinggi Karo dengan misi keagamaan di samping misi pasifikasi wilayah Kolonial, maka

ada stigma negatif yang dilekatkan oleh Belanda pada perbegu. Penganutnya disebut sebagai

orang yang memelihara setan, ”begu ganjang” dan lain-lain yang berkonotasi negatif. Hal ini

dilakukan agar pemeluk pemena mau meninggalkan kepercayaannya dan memeluk agama

kristen. Saat stigma negative terhadap perbegu mulai dilekatkan, terlalu banyak tekanan yang

didapat oleh orang-orang Karo sehingga akhirnya diganti kembali namanya menjadi pemena.

Garamata adalah salah satu penganut pemena dan sangat mempertahankan aliran

kepercayaannya. Saat Belanda masuk ke Dataran Tinggi Karo dengan misi kristenisasi, maka

Garamata merasa kepercayaan dan adat istiadat serta kekerabatan mereka mulai terusik dan

terancam disintegrasi. Perjuangan mempertahankan pemena, merupakan bagian penting dalam

perjuangannya sebagai sebuah gerakan nativistik, yang tidak boleh dilupakan. Bagaimana

Garamata dalam mempertahankan eksistensi kepercayaan dan sistem sosial serta kekerabatannya

akan penulis jadikan sebagai objek dalam penulisan skripsi ini dengan judul GARAMATA :

Sebuah Gerakan Nativistik di Dataran Tinggi Karo.

Atas dasar inilah tentunya akan dikaji lebih mendalam serta lebih terperinci lagi tentang

apa saja bentuk-bentuk nativistik yang dilakukan oleh Garamata terhadap pemerintah kolonial

Belanda, sehingga kita dapat melihat proses perubahan sosial dan budaya yang terjadi di

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Sebelum membuat sebuah tulisan ada baiknya dibuat batasan atau rumusan masalah yang

hendak kita teliti. Hal ini dimaksudkan sebagai landasan utama agar dapat lebih mudah untuk

mencari data-data yang dibutuhkan dalam penyelesaian tulisan ini. Dengan adanya rumusan

masalah yang tersusun baik, maka penulisan sebuah karya tulis akan lebih terarah dan tersusun

secara sistematis. Sebaliknya rumusan tersebut akan mempermudah penelitian dalam upaya

menghasilkan penulisan yang objektif, maka pembahasannya dirumuskan dalam

masalah-masalah sebagai berikut :

1. Apa latar belakang Garamata mempertahankan pemena ?

2. Bagaimana bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Garamata?

3. Bagaimana akhir eksistensi pemena itu sendiri dalam diri Garamata dan

masyarakat Karo?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan

ini, maka selanjutnya kita akan dapat memahami mengenai hal yang menjadi tujuan penelitian

ini, serta manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian ini. Untuk itu adapun tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui latar belakang Garamata mempertahankan religi pemena.

2. Mengetahui bentuk-bentuk perlawanan Garamata.

3. Mengetahui eksistensi pemena dalam diri Garamata sampai akhir hayatnya.

(5)

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi literatur yang bermanfaat bagi dunia

pendidikan terutama dalam bidang ilmu sejarah.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti berikutnya, terutama

bahan untuk mengakumulasi tentang objek tersebut terutama tentang Garamata

3. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami

gerakan Nativistik di dataran Tinggi Karo.

1.4Tinjauan Pustaka

Dalam setiap penulisan karya ilmiah sangat diperlukan keakuratan data, sehingga

menonjolkan sisi objektifitas data. Untuk itu, penting bagi penulis menggunakan beberapa

referensi ataupun literatur yang mendukung keberadaan sebuah fakta yang dapat dijadikan

pedoman penulisan tentunya. Untuk memperoleh hasil yang objektif seperti yang diharapkan,

maka selayaknya pula penulis menggunakan sumber yang berkaitan dengan objek. Dalam hal ini

penulis menggunakan beberapa buku panduan dasar yang menimbulkan gagasan, konsep, teori

dan mengarah pada pembentukan hipotesa serta sumber informasi atau pendukung tulisan yang

akan dibuat.

Brahma Putro, dalam Sejarah Karo dari Zaman ke Zaman (1995) mengatakan bahwa

pemena dahulu sempat disebut perbegu. Dalam buku tersebut juga dituliskan tentang sejarah

penyebutan perbegu dari segi sejarah menurut pandangannya. Dari sisi sejarah yang

diungkapkan oleh beliau adalah logis bila ada kemungkinan pemena punya keterkaitan yang

sangat dekat dengan Hindu. Dalam agama Hindu ada dikenal sebuah sekte yang disebut sekte

(6)

sudah dipengaruhi oleh sekte Ciwa, popularitas Maharesi Brgu menonjol dan diyakini

sepenuhnya di daerah Karo sehingga nama Brgu dikeramatkan menjadi nama

perbegu/sipelebegu.1

Ir. Brontak Bangun dan Ir. Perdana Ginting dalam bukunya yang berjudul Kiras Bangun

(Garamata)Pahlawan Nasional Dari Tanah Karo. Dalam buku tersebut dituliskan bagaimana

tentang kehidupan Garamata, tetapi masa kecilnya tidak banyak dibahas dalam buku ini, selain

itu dari buku ini juga dapat diketahui bagaimana Garamata mendapat pendidikan bahasa Melayu,

namun beliau lebih banyak diajari oleh ayahnya tentang adat istiadat orang-orang Karo.2

Ir. Perdana Ginting dalam bukunya yang berjudul Kiras Bangun (Garamata) Melawan

Penjajahan Belanda di Tanah Karo dan Aceh menuliskan tentang bagaimana proses perjuangan

Garamata dalam melawan penjajahan Belanda dengan melintasi provinsi dan agama sampai ke

Aceh. Buku ini dengan jelas menguraikan perjuangan Garamata dalam menolak kedatangan

Belanda, serta bagaimana Garamata mampu menggalang kekuatan lintas provinsi.3

Ir. Perdana Ginting dalam tulisannya yang berjudul Hasil Seminar Nasional Perjuangan

Kiras Bangun (Garamata) Melawan Penjajah Di Tanah Karo juga menuliskan tentang

bagaimana perjuangan Garamata di Dataran Tinggi Karo, namun berbeda dengan buku yang

ditulis beliau terdahulu, buku ini sebenarnya merupakan kumpulan hasil makalah seminar

tentang Garamata. Pada seminar tersebut diundang pula sejarawan- sejarawan dari berbagai

lembaga dan universitas, seperti Taufik Abdullah, T. Ibrahim Alfian, Payung Bangun, T.

1 Brahma Putro, Sejarah Karo Dari Zaman Ke Zaman Jilid I, Medan : Ulih Saber, 1998, hal. 35. 2

Brontak Bangun dan Perdana Ginting, Kiras Bangung (Garamata) Pahlawan Nasional dari Tanah Karo, Bekasi : Kesaint Blanck, 2008, hal. 16.

3

(7)

Luckman Sinar, Jadiaman Perangin-angin, dan Thalib Akhbar. Dalam seminar ini terungkap pula

bagaimana pandangan tokoh agama tentang sosok Garamata. Buku ini sangat membantu penulis

dalam penyelesaian tulisan ini karena memberi banyak informasi tentang Garamata.

Drs. Tridah Bangun dalam bukunya yang berjudul Adat Istiadat Karo menyebutkan bahwa

orang Karo mempunyai kepercayaan leluhur yang mempunyai fokus kepercayaan terhadap tendi.

Orang Karo disebutkan mengenal tendi sebagai sesuatu yang mampu melindungi manusia yang

masih hidup. Tendi orang yang sudah meninggal disebut begu.4 Persoalan tentang dibata ni idah

adalah persolan yang terkait dengan adat istiadat, yakni tentang sistem kekerabatan rakut si telu.

Dalam sistem kekerabatan ini, posisi kalimbubu merupakan posisi yang paling dihormati sebagai

dibata ni idah.

Michael Adas dalam bukunya yang berjudul Ratu Adil Tokoh dan Gerakan Milenarian

Menentang Kolonialisme Eropa. Buku ini berisi tentang kisah perjuangan melawan

kolonialisme Eropa yang ingin mengubah keadaan yang sudah tertata baik pada suatu Negara

dan memasukkan budaya baru. Buku ini membantu saya dalam memahami apa yang sebenarnya

membuat gerakan nativisme melakukan perlawanan terhadap nilai-nilai baru yang dianggap

dapat merusak nilai-nilai dan tatanan lama yang telah kondusif sebagai sebuah peradaban

(8)

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan sebagai suatu patron

teknis. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah dimana suatu proses berupa

aturan-aturan yang dikonsep untuk membantu secara efektif untuk mendapatkan kebenaran

sejarah.5

5

Louis Gooschalk, Mengerti Sejarah( terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta : UI PRESS, 1986, hal. 143 Penulisan sejarah deskriptif-analitis harus melalui tahapan demi tahapan. Dalam metode

sejarah ada empat tahapan yang harus dilakukan : pertama heuristik (pengumpulan sumber);

kedua verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sejarah); ketiga interpretasi (analisis, sintesis)

keempat adalah historiogafi (penulisan).

Langkah pertama yang dilakukan adalah heuristik, pengumpulan sumber-sumber yang

terkait dengan objek penelitian dari berbagai sumber penelitian kepustakaan (library research)

dan penelitian lapangan (field research). Sumber tersebut merupakan sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer dapat dibagi dua, yang pertama berupa dokumentasi dan arsip-arsip

dan yang kedua adalah sumber lisan berupa wawancara yang langsung terhadap orang yang

paham terhadap objek tulisan.

Langkah kedua yaitu kritik sumber (verifikasi). Setelah semua yang dibutuhkan terkumpul,

dilanjutkan dengan kritik sumber. Artinya keabsahan sumber dipertanyakan melalui pendekatan

intern dan ekstern. Dalam pendekatan intern yang harus dilakukan adalah menelaah dan

memverifikasi kebenaran dari “dalam”, yaitu isi dari sumber atau fakta sumber, baik yang

bersifat tulisan (buku,artikel,laporan dan arsip) maupun sumber lisan (wawancara dan

(9)

Kritik ekstern dilakukan dengan cara memverifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek

“luar” dari sumber sejarah. Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan

yang menjurus ke arah objektif yang berasal dari data-data yang terjaga keaslian dan

keobjektifannya, tanpa ada subjektifitas dalam hasil penulisan.

Langkah ketiga yang dilakukan adalah interpretasi, setelah data dikritik maka penulis

melakukan penafsiran atau penganalisisan terhadap hasil dan kritik sumber. Proses interpretasi

bertujuan untuk menghilangkan kesubjektifitasan sumber, walaupun kita ketahui tidak akan

dapat dihilangkan sepenuhnya, interpretasi ini dapat dikatakan sementara sebelum penulis

membuatkan hasil keseluruhan dalam suatu penulisan.

Tahap yang terakhir adalah historiografi, tahapan ini berisi tentang penulisan, pemaparan

atau pelaporan dari hasil rekonstruksi data-data terhadap penelitian sejarah yang telah dilakukan.

Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskriptif-analitis, yaitu dengan menganalisis

setiap data dan fakta untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah. Historiografi

juga merupakan klimaks dari sebuah metode sejarah.6

Ketika menganalisis berbagai peristiwa dan fenomena masa lalu, sejarawan menggunakan

konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan objek kajian. Hal ini

dikenal dengan pendekatan interdisiplin atau multidimensional yang memberikan karakteristik

ilmiah kepada sejarah. Empat tahapan di atas akan saling berkaitan antara satu dengan yang Layaknya penelitian ilmiah, hasil

penulisan penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses

penelitian, sejak dari awal (heuristik) sampai pada tahapan akhir yaitu penarikan kesimpulan,

(10)

lain.7 Berdasarkan penelitian sejarah itu pula akan dapat dinilai apakah penelitian yang

berlangsung sesuai dengan mekanisme yang dipergunakannya atau tidak, apakah sumber dan

data yang mendukung penarikan kesimpulannya memiliki keabsahan yang memadai atau tidak,

jadi dengan penelitian sejarah itu akan dapat ditentukan mutu penelitian dan penulisan sejarah itu

sendiri.8

7

Kuntowijiyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang Budaya, 1995,hal. 95

Referensi

Dokumen terkait

Sejumlah 37 genotipe jagung yang di- koleksi dari Maros, Bogor, Malang dan Thailand (CIMMYT program Asia) telah diidentifikasi untuk membentuk klaster berdasarkan ke- kerabatan

Auditee Audit Internal Mutu, yaitu Audit sistem dan kepatuhan terkait implementasi capaian visi, misi, tujuan dan sasaran (VMTS) untuk Unit auditee dan sub auditee UPT

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Sistem Informasi Geografis Pemilihan Lahan Tembakau di Kabupaten Jember Berbasis Web Menggunakan Metode

Kepala Bidang Pembudayaan Olahraga, Kasi Pembinaan Sentra, PPLP dan PPLM PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017. DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN

otePad merupakan program aplikasi pelengkap (Accessories) yang terdapat dalam sistem operasi Microsoft Windows XP dan berfungsi sbagai text yang dapat digunanakan

Karena sholat merupakan jalinan hubungan antara manusia dengan ALLAH maka manusia yang bisa berfikir secara logislah yang diwajibkan menjalankan Shalat, orang-orang

harus diberikan mesin untuk dapat melakukan