TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran yang luas. Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang
bersifat masam hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah
batuan sedimen masam. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon
bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran
permukaan dan erosi tanah. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin
bahan organik dan hara (Prasetyo dan Suridikarta, 2006).
Permasalahan utama pada Ultisol disamping kondisi perharaannya yang
tergolong miskin juga sifat fisiknya yang kurang menguntungkan. Salah satu sifat
fisiknya yang menonjol yaitu tekstur tanah yang dicirikan oleh kandungan liat
yang tinggi dan debu rendah. Kondisi tekstur ini mendasari banyaknya masalah
lain pada Ultisol diantaranya masalah retensi dan transmisi air, pemadatan tanah,
dan penetrasi akar. Distribusi pori yang kurang seimbang karena didominasi oleh
pori mikro, menyebabkan aerasi kurang baik, laju infiltrasi rendah, dan peka erosi.
Selanjutnya, kemantapan agregat dan permeabilitas tanah juga rendah karena
kandungan bahan organik yang rendah (Yulnafatmawita, 2009).
Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalah
meningkatkan aktivitas mikroorganisme, sehingga kegiatan mikroorganisme
dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara
yang terdapat di dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Tersedianya bahan
organik dalam tanah mempengaruhi populasi dan jenis mikroflora (bakteri, jamur
Ultisol merupakan jenis tanah mineral yang berada pada daerah temperate
sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan
lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol
mencakup sebagian tanah laterik serta sebagian besar tanah podsolik, terutama
tanah podsolik merah kuning. Ultisol mengalami tingkat pelapukan yang lebih
cepat pada daerah-daerah beriklim humid dengan suhu dan curah hujan tinggi.
Proses pencucian intensif menyebabkan kejenuhan basa rendah. Karena itu Ultisol
miskin secara kimia dan secara fisika dengan adanya horison B argilik membatasi
pertumbuhan dan penetrasi akar tanaman (Munir, 1996).
Untuk uji tanah dengan analisis kimia di laboratorium dilakukan untuk
menduga ketersediaan hara dalam tanah. Sehingga dapat diketahui proses-proses
yang terjadi di dalam tanah guna mengetahui keadaan hara yang dapat diberikan
tanah bagi tanaman. Dalam arti yang luas, uji tanah menyangkut aspek-aspek
interpretasi, evaluasi dan penyusunan rekomendasi pupuk dari hasil uji tanah serta
pengambilan contoh tanah (Melsted and Peck, 1972 dalam Setyorini et al., 2003).
Bahan Mineral 1. Abu Vulkanik
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di Dataran Tinggi
Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Tanah-tanah yang berada di sekitar
kawasan Gunung Sinabung akhir-akhir ini memiliki kesuburan yang lebih tinggi
sehingga tanaman yang tumbuh di atasnya dapat tumbuh subur. Hal ini
disebabkan oleh material-material yang dikeluarkan dari gunung tersebut pada
letusan sebelumnya mengandung hara yang baik bagi tanah setelah melapuk.
sampai berukuran yang lebih halus. Debu dan pasir vulkanik ini merupakan salah
satu batuan induk tanah yang nantinya akan melapuk menjadi bahan induk tanah
dan selanjutnya akan mempengaruhi sifat dan ciri tanah yang terbentuk
(Barasa, 2013).
Daerah di sekitar lereng merapi merupakan daerah pertanian yang subur,
hal tersebut banyak dipengaruhi oleh kandungan unsur bermanfaat yang terdapat
pada material vulkanik yang dikeluarkan merapi ketika erupsi
(Herawati et al., 2011). Kurangnya pengetahuan mengenai kandungan dan kadar
unsur yang terdapat pada material vulkanik menyebabkan masyarakat tidak terlalu
memanfaatkannya secara lebih optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terkait dengan hal tersebut. Salah satunya adalah penentuan
kandungan dan kadar unsur pada abu vulkanik sebagai salah satu material
vulkanik yang dikeluarkan merapi.
Bagi pakar tanah, letusan gunung yang mempunyai arti khusus dan
merupakan kajian yang sangat menarik untuk menambah wawasan ilmu tanah.
Material letusan gunung berapi merupakan bahan yang kaya akan unsur pupuk
(P, K, Ca dan Mg) sehingga akan meningkatkan kesuburan tanah pertanian di
kemudian hari. Disamping itu sumberdaya tanah menjadi terbarui, sehingga
kemampuan tanah dalam menunjang pertumbuhan tanaman menjadi lebih
lama/umur tanah menjadi lebih lama (Munir, 1996).
2. Semen Portland
Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya
digiling bersama-sama bahan utamanya. Bahan utama penyusun semen adalah
kapur (CaO), silica (SiO3), dan alumina (Al2O3)(ASTM C-150). Fungsi utama
semen pada beton adalah mengikat butir-butir agregat sehingga membentuk suatu
massa padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga udara diantara
butir-butir agregat (Setyarini, 2005).
Semen adalah suatu bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang
padat (Yusnita, 2011) sehingga semen dapat mengikat bahan-bahan mineral yang
terdapat di dalam tanah.
Semen dapat membantu meningkatkan kekuatan tanah dengan
bertambahnya waktu pemeraman/inkubasi. Tanah berbutir dan tanah lempung
dengan plastisitas rendah lebih tepat dengan semen. Pengalaman menunjukkan
bahwa kalsium pada tanah lempung lebih mudah distabilisasi dengan semen,
sebaliknya sodiurn dan hidrogen yang terdapat pada ekspansif lebih tepat
distabilisasi dengan kapur (Budiman, 2006).
Semen Portland adalah hasil industri dari perpaduan bahan baku batu
kapur/ gamping sebagai bahan utama lempung / tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk. Batu kapur / gamping
adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calsium Oksida (CaO), sedangkan
lempung/ tanah liat adalah bahan alam yang mengandung : Silika Oksida (SiO2),
Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), dan
Magnesium Oksida (MgO). Pada semen biasanya reaksi yang terjadi berlangsung
Bahan Organik
1. Kompos Sampah Pasar
Kompos alam yang ada di alam adalah humus, humus adalah bahan
organik yang tersimpan bertumpuk-tumpuk di permukaan tanah selama
bertahun-tahun secara liar tanpa ada campur tangan manusia. Humus pada struktur tanah
mempunyai ketebalan antara 20-30 m pada bagian top soil, persentase dari dari
total seluruh tanah sangat sedikit yaitu antara 3-5%. Proses pengomposan yang
terjadi untuk membentuk humus relatif tidak terkendali hal ini yang menyebabkan
jangka waktu pembentukan humus relatif lama. Peran humus penting bagi
pertumbuhan tanaman. Ketersedian humus di alam yang relative sedikit di alam
mendorong manusia untuk perlu mempelajari proses pembentukan humus dan
cara mempercepat proses pembentukannya (Perwitasari, 2006).
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan
organik dapat dikomposkan. Serasah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting,
dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran
manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan
istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi
kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan
ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan.
Bahan yang agak mudah alias agak sulit dikomposkan antara lain: kayu keras,
batang, dan bambu. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain adalah kayu-kayu
yang sangat keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang
Komposisi kompos mengandung mikroorganisme yang menguntungkan
bagi tanaman, jika ditambahkan ke tanah maka kompos menambah
mikroorganisme dalam tanah. Kompos dalam tanah akan menyebabkan suhu
dalam tanah lebih sejuk sehingga mikroorganisme dan makhluk dalam tanah
seperti cacing tanah akan hidup (Perwitasari, 2006).
2. Kompos Tajuk Ubi Jalar
Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran yang sehat, memperbaiki
struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan
meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit (Isroi, 2008).
Potensi produksi daun ubi jalar di Indonesia cukup besar. Produksi daun
ubi jalar pada tahun 2009 cukup tinggi yaitu 348.008 ton bahan kering
(BPS, 2009 dalam Sirait dan Simanihuruk, 2010). Dengan jumlah produksi daun
yang cukup tinggi ini, maka sangat baik jika dapat digunakan untuk keperluan di
bidang pertanian yaitu dengan cara mengomposkan daun ubi jalar agar dapat
menjadi bahan organik yang ditambahkan ke tanah.
Tidak hanya dibidang pertanian, daun ubi jalar juga bermanfaat di dunia
kesehatan. Rachmani et al., (2012) menelititi tentang daun ubi jalar ungu dan
jalar ungu yang muda mengandung kadar fenolik dan aktivitas antioksidan paling
tinggi. Bagian daun ubi jalar secara signifikan mempunyai kadar fenolik dan
aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian akar. Daun ubi jalar
ungu mengandung vitamin A dan vitamin C yang kita ketahui juga memiliki efek
sebagai antioksidan. Daun ubi jalar ungu juga mengandung mikronutrien berupa
beberapa mineral seperti kasium, magnesium, besi, seng, kalium, mangan, fosfor,
tembaga dan natrium.
Daun muda ubi jalar mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik
dibandingkan dengan umbinya. Dalam 100 g daun ubi jalar mengandung β
-karoten, riboflavin, ascorbicacid, Ca, Fe, Cu, dan oxalat masing-masing sebesar
3,0; 1-7; 0,35; 55 (20-136); 183; 3,0; 0,5; dan 0,37 mg. Dengan kelebihan yang
dimiliki oleh daun ubi jalar ini, maka diharaapkan dengan pengomposan daun ubi
jalar dapat memberikan bahan organik yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman
(Zuraida dan Suprapti, 2001).
3. Kompos Kulit Durian
Durian merupakan salah satu buah khas yang berasal dari Sumatera Utara
dan digemari oleh semua kalangan masyarakat. Menurut data Dinas Pertanian
Tanaman Pangan tahun (1998) dalam Lahuddin (1999) produksi buah durian di
daerah Sumatera sebesar 48.892 ton dan cenderung meningkat sepanjang tahun.
Dari buah durian ini diperoleh kulit durian sebesar 62,4% atau sekitar 30.508 ton
dan inilah yang akan menjadi limbah kota apabila tidak dimanfaatkan. Padahal,
kulit durian memiliki kandungan yang baik jika diolah dengan baik.
Pemberian kompos/bahan organik berupa kulit buah-buahan pada tanah
keracunan Al dalam larutan tanah dan juga meningkatkan KTK tanah,
meningkatkan konsentrasi N-total, P-tersedia, Mg dan Ca tertukar dalam tanah
dengan aras peningkatan yang bervariasi tergantung jenis bahan yang digunakan
(Anas, 2000).
Pemberian pupuk organik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kandungan bahan organik tanah. Bahan organik yang berupa pupuk organik dapat
berfungsi sebagai buffer (penyangga) dan penahan lengas tanah. Kualitas pupuk
organik ditentukan oleh komposisi bahan mentahnya dan tingkat dekomposisinya
Penambahan bahan organik ke tanah diharapkan dapat memperbaiki kualitas
fisika tanah, meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah, meningkatkan
kemampuan tanah menahan air tersedia dan mampu memperbaiki pertumbuhan
tanaman (Zulkarnain et al., 2013).
4. Kompos Ampas Tebu
Pemberian bahan organik pada tanah dapat berpengaruh terhadap sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat diperbaiki antara
lain : struktur tanah menjadi lebih baik karena stabilitas agrerat bertambah
mantap, kapasitas memegang air menjadi lebih besar, konsistensi menjadi lebih
gembur, partikel density menjadi lebih baik dan dapat menurunkan tingkat erosi
(Meizal, 2008).
Pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan organik dapat berpotensi untuk
menjadi pupuk kompos yang dapat menggantikan pupuk organik dan bermanfaat
bagi pertumbuhan tanaman. Proses pengomposan bahan organik dalam jumlah
yang banyak harus didekomposisikan sehingga melapuk dengan tingkat C/N yang
Adapun sifat kimia yang mengalami perubahan setelah di rotasi dengan
tanaman tebu yaitu kandungan bahan organik yang semakin menurun, kandungan
N-total yang cenderung konstan, kandungan P tersedia meningkat dan kandungan
Kalium selalu mobil dan sulit untuk mencapai keseimbangan (Erwin, 1997).
Ampas tebu yang dihasilkan pada pabrik gula cukup besar dapat mencapai
30% - 40% dari bobot tebu yang diolah. Ampas tebu tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bahan organik atau pupuk kompos. Dari hasil analisis yang dilakukan
ampas tebu mengandung 22,4% C, ratio C/N 33,6., kadar air 5,3%, kadar N 0,25 –
0,60%, kadar fosfat 0,15 – 0,22%, dan 0,2 – 0,38% K2O (Erwin, 1997).
Sifat Kimia Tanah
Nitrogen adalah salah satu unsur hara makro yang sangat penting dan
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan diserap tanaman dalam
bentuk ion NH4+ (amonium) dan ion NO3- (nitrat). Ditinjau dari berbagai hara
nitrogen merupakan yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini karena
jumlah nitogen yang terdapat didalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut
tanaman dalam bentuk panenan setiap musim cukup banyak. Disamping itu
senyawa anorganik nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase,
tercuci dan menguap ke atmosfir (Damanik et al., 2010).
Pupuk nitrogen termasuk pupuk kima tunggal, urea merupakan pupuk
dasar utama yang diberikan pada pertanaman. Nitrogen yang dikandungnya
dilepas dalam bentuk amonia dan sebagian bereaksi dengan tanah membentuk
nitrat. Keuntungan menggunakan pupuk urea adalah mudah diserap tanaman.
Kandungan N yang tinggi pada urea sangat dibutuhkan pertumbuhan awal
Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang
pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang cabang dan daun. Selain itu,
nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat
berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein,
lemak dan berbagai persenyawaan organik lainnya (Lingga dan Marsono, 1994).
Fosfor merupakan komponen penyusun beberapa enzim, protein, ATP,
RNA, dan DNA. ATP penting untuk proses transfer energi, sedangkan RNA dan
DNA menentukan sifat genetik tanaman. Unsur P juga berperan pada
pertumbuhan benih, akar, batang. bunga, dan buah. Dengan membaiknya struktur
perakaran sehingga daya serap nutrisi pun lebih baik (Marsono dan Sigit, 2000).
Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan
akar, khususnya akar benih dari tanaman muda. Selain itu fosfor juga berfungsi
sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu
asimilasi dan pernapasan serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan
buah. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan
ion ortofosfat sekunder (HPO42-) (Lingga dan Marsono, 1994).
Efektivitas pupuk fosfat yang diberikan ke dalam tanah dipengaruhi oleh
dua faktor yakni ukuran butiran pupuk dan cara pemberian pupuk. Makin halus
ukuran butir efentivitasnya makin tinggi. Artinya pupuk yang di berikan akan
akan cepat larut dan membentuk H2PO4 di dalam larutan tanah sehingga dapat
mempercepat tanaman menyerap unsur tersebut (Foth, 1994).
Sifat kimia pada Ultisol yang berperan dalam menentukan sifat, ciri dan
kesuburan tanah yakni kemasaman kurang dari 5.5, kandungan bahan organik
Kation kurang dari 24 me per 100 gram liat. Tingkat pelapukan dan pembentukan
Ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu
tinggi dan curah hujan tinggi (seperti halnya di Indonesia), ini berarti Ultisol
merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian sangat intensif, hal ini
yang menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa rendah. Selain itu Ultisol
juga memiliki kandungan Al-dd tinggi (Munir, 1996).
Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH
3.10-5), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral
hingga agak masam (pH 6.50−6.80). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol
dari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara
2.90−7.50 cmol/kg, 6.11−13.68 cmol/kg, dan 6,10−6,80 cmol/kg, sedangkan yang
dari bahan volkan andesitik dan batu gamping tergolong tinggi (>17 cmol/kg).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanah Ultisol dari bahan volkan,
tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Beberapa kendala yang umum pada tanah Ultisol adalah kemasaman tanah
tinggi, pH rata-rata < 4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro
terutama P, K, Ca dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Untuk
mengatasi kendala tersebutdapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P
dan K, dan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Tanaman Sawi
Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman sawi (Brassica juncea L.) dalamtaksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Famili
Sawi merupakan tanaman berakar tunggang dengan warna putih kotor.
Memiliki batang yang pendek dan beruas-ruas. Daun sawi berbentuk lonjong,
halus, tidak berbulu, tidak berkrop dan berwarna hijau. Stuktur bunga sawi
tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi)
dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun
kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai
benang sari dan satu buah putik yang berongga dua.
Dalam budidaya tanaman sawi, unsur hara (nutrisi) di dalam tanah dan
kondisi iklim mikro merupakan hal yang sangat mempengaruhi pertumbuhannya.
Unsur hara yang tersedia cukup di tanah akan mudah diserap oleh tanaman untuk
pertumbuhannya, sedangkan iklim berkaitan dengan faktor di luar tanaman dalam
mendukung pertumbuhannya. Untuk sifat tanaman terkait dengan iklim yang
sesuai dengan pertumbuhannya. Tanaman sawi dapat tumbuh di tempat yang
berudara panas maupun berudara dingin sehingga dapat dibudidayakan di daerah
dataran tinggi maupun dataran rendah. Meskipun begitu tanaman sawi akan lebih
baik jika ditanam di dataran tinggi dengan intensitas sinar matahari yang cukup,
karena selama pertumbuhannya tanaman sawi memerlukan suhu yang rendah
hingga hangat (22-33 °C), kelembaban lingkungan ±75 % dan kelengasan tanah
yang tinggi (60-88 %).
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah yang subur, gembur
dan banyak mengandung bahan organik (humus), tidak menggenang (becek), tata
aerasi dalam tanah berjalan dengan baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang
optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7