BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Dalam perkembangannya, konsep CSR tidak memeliki definisi tunggal.Ini terkait pengungkapan dan penjabaran CSR yang dilakukan perusahaan yang juga berbeda-beda. Dalam bahasa Indonesia, Darwin (2004) dalam Rimba (2010:11) mengartikan bahwa:
“Pertanggung jawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum”.
Belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR dibawah ini menunjukan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi, antara lain sebagai berikut: (Edi,2007; Philip Kotler,2008; Sukada dan Jalal, 2008).
1. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
2. International Finance Corporation
CSR adalah komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang lebih baik bagi bisnis maupun pembangunan.
3. CSR Asia
Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.
Sedangkan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal satu butir tiga (2007:2) menyatakan bahwa :“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan gunameningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Menurut ISO 26000 (draft 3, 2007) dalam Rista (2009), CSR adalah:
harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh”.
Pada intinya tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah kewajiban organisasi bisnis untuk mengambil bagian dalam\ kegiatan yang bertujuan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatsecara keseluruhan.
Di dalam ISO 26000, Corporate Social Responsibility mencakup enam isu pokok, yaitu :
1) Pengembangan masyarakat 2) Konsumen
3) Praktek kegiatan institusi yang sehat 4) Lingkungan
5) Ketenagakerjaan 6) Hak Asasi Manusia
Berdasarkan konsep ISO 26000, maka untuk penerapan Corporate Social Responsibility hendaknya terintegrasi dalam seluruh aktivitas perusahaan yang mencakup 6 (enam) isu pokok di atas.
Corporate Social Responsibility sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan Corporate Social Responsibility yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidakhanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etisdan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
2.1.2 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan (terutama lingkungan sekitar) dalam jangka panjang. Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipandang sebagai asset strategis dan kompetitif bagi perusahaan di tengah iklim bisnis yang makin sarat kompetisi. Menurut Adam dan Zutshi (2004) dalam Rahmawati Rahayu (2012:27) CSR dapat memberi banyak manfaat yaitu :
1) Peningkatan profit bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik. 2) Menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar.
disebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitar atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait. CSR juga mampu meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan. Social marketing akan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan brand image suatu perusahaan dalam kaitannya dengan kemampuan perusahaan terhadap komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi.
Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terhadap voume unit produksi yang terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba perusahaan. Kegiatan CSR yang diarahkan memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan alignment antara manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan sosial dalam jangka panjang.
Seperti yang dikemukakan oleh Susanto (2007) dalam Fitriyani (2011:21) bahwa dari sisi perusahaan terdapat 6 (enam) manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, yaitu :
1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan.
2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.
4) CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya. 5) Meningkatkan penjualan.
6) Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.
Maka dari itu untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan program CSR diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap program-program CSR.Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggung jawab bahwa dimasa mendatang tetap ada manusia di muka bumi ini.
2.1.3 Komponen Dasar Corporate Social Responsibility
Tabel 2.1
The Triple Bottom Line of Corporate Social Responsibility
People Profit Planet
Definisi Sebuah bisnis harus bertanggungjawab untuk organisasinya saja tetapi harus dapat member kemajuan
Contoh - Beasiswa Pendidikan - Pelayanan Kesehatan
Sumber: Hasibuan dan Sedyono (2006:73)
Triple bottom line merupakan sinergi dari tiga elemen yang merupakan komponen dasar dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility. Triple bottom line sering dijadikan acuan dalam pembuatan program-program Corporate Social Responsibility.
Jadi berdasarkan pendapat diatas, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financialnya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.
2.1.4 Indikator Corporate Social Responsibility
Untuk mengukur pengungkapan CSR berdasarkan Indikator-indikator menurut Edy Rismanda Sembiring (2005) sebagai berikut :
Tabel 2.2 Indikator CSR
ITEM CSR INDIKATOR CSR
LINGKUNGAN
1. Pengendalian polusi kegiatan operasi, pengeluaran riset dan pengembangan untuk mengurangi polusi.
2. Operasi perusahaan tidak mengakibatkan polusi ataumemenuhi ketentuan hukum dan peraturan polusi.
3. Pernyataan yang menunjukkan bahwa polusi operasi telah atau akan dikurangi.
4. Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan sumber alam, misalnya reklamasi daratan ataureboisasi.
5. Konservasi sumber alam, misalnya mendaur ulang kaca, besi,minyak, air dan kertas.
6. Penggunaan material daur ulang
7. Menerima penghargaan berkaitan dengan program lingkungan yang dibuat perusahaan.
8. Merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan.
9. Kontribusi dalam seni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan. 10. Kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah.
11. Pengelolaan limbah.
12. Riset mengenai pengelolaan limbah.
13. Mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak lingkungan perusahaan.
14. Perlindungan lingkungan hidup.
ENERGI
1. Menggunakan energi secara lebih efisien dalam kegiatan operasi. 2. Memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi. 3. Penghematan energi sebagai hasil produk daur ulang.
4. Membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi. 5. Peningkatan efisiensi energi dan produk.
SUMBER DAYA MANUSIA
1. Mengurangi polusi, iritasi, atau resiko dalam lingkungan kerja. 2. Mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau
mental.
3. Mengungkapkan statistik kecelakaan kerja.
4. Mentaati peraturan standar kesehatan dengan keselamatan kerja. 5. Menerima penghargaan berkaitan dengan keselamatan kerja. 6. Menetapkan suatu komite keselamatan kerja.
7. Melaksanakan riset untuk meningkatkan keselamatan kerja. 8. Mengungkapkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
9. Perekrutan atau memanfaatkan tenaga kerja wanita/orangcacat. 10. Mengungkapkan persentase/jumlah tenaga kerja wanita/orangcacat
dalam tingkat managerial.
11. Mengungkapkan tujuan penggunaan tenaga kerja wanita/orang cacat dalam pekerjaan.
12. Program untuk kemajuan tenaga kerja wanita/orang cacat. 13. Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu ditempat kerja. 14. Memberikan bantuan keuangan pada tenaga kerja dalam bidang
pendidikan.
15. Mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja.
16. Mengungkapkan bantuan atau bimbingan untuk tenaga kerja yang dalam proses mengundurkan diri atau yang telah membuat kesalahan. 17. Mengungkapkan perencanaan kepemilikan rumah karyawan.
18. Mengungkapkan fasilitas untuk aktivitas rekreasi. 19. Pengungkapan persentase gaji untuk pensiun.
20. Mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan. 21. Mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan. 22. Mengungkapkan tingkatan manajerial yang ada.
23. Mengungkapkan disposisi staff dimana staff ditempatkan.
24. Mengungkapkan jumlah staff, masa kerja dan kelompok usia mereka. 25. Mengungkapkan statistik tenaga kerja, misalnya penjualan pertenaga
kerja.
26. Mengungkapkan kualifikasi tenaga kerja yang direkrut. 27. Mengungkapkan rencana kepemilikan saham oleh tenaga kerja. 28. Mengungkapkan rencana pembagian keuntungan lain.
29. Mengungkapkan informasi hubungan manajemen dengan tenaga kerja dalam meningkatkan keputusan dan motivasi kerja.
30. Mengungkapkan informasi stabilitas pekerjaan tenaga kerjadan masa depan perusahaan.
31. Membuat laporan tenaga kerja yang terpisah.
32. Melaporkan hubungan perusahaan dengan serikat buruh. 33. Melaporkan gangguan dan aksitenaga kerja.
34. Mengungkapkan informasi bagaimana aksi tenaga kerja dinegosiasikan. 35. Peningkatan kondisi kerja secara umum.
36. Informasi reorganisasi perusahaan yang mempengaruhi tenaga kerja. 37. Informasi dan statistik perputaran tenaga kerja.
PRODUK
1. Pengungkafan informasi pengembangan produk perusahaan, termasuk pengemasan.
3. Pengungkapan informasi proyek riset perusahaan untukmemperbaiki produk.
4. Pengungkapan bahwa produk memenuhi standar keselamatan. 5. Membuat produk lebih aman untuk konsumen.
6. Melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan. 7. Pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam pengolahan
dan penyiapan produk.
8. Pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan. 9. Pengungkapan informasi mutu produk yang dicerminkan dalam
penerimaan penghargaan
10. Informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat (misalnya, ISO 9000).
MASYARAKAT
1. Sumbangan tunai, produk, pelayanan untuk mendukung aktivitas masyarakat, pendidikan, dan seni.
2. Tenaga kerja paruh waktu (part-time employment) dari mahasiswa/pelajar.
3. Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat. 4. Membantu riset media.
5. Sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar atau pameran seni.
6. Membiayai program beasiswa.
7. Membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat. 8. Mensponsori kampanye nasional.
9. Mendukung pengembangan industri lokal.
UMUM
1. Pengungkapan tujuan. Kebijakan perusahaan secara umum berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat. 2. Informasi hubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan selain
yang disebut di atas. Sumber: Sembiring (2005)
2.1.5 Program Corporate Social Responsibility
Untuk mendukung perencanaan jangka panjang perlu dibuat program-programyang mendukung pencapaian dari tujuan tersebut. Melaksanakan
Corporate Social Responsibility membutuhkan langkah-langkah pembentukan dan persiapan hingga akhirnya dapat dilaksanakan. Langkah-langkah persiapan dan penerapan Corporate Social Responsibility menurut Rahendrawan (2006:63) adalah sebagai berikut :
- Mempersiapkan target dan tujuan dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility untuk perusahaan.
- Mempersiapkan perangkat alat ukur kinerja dan alat ukur status dari
Corporate Social Responsibility.
- Mengidentifikasi inovasi dan/atau intervensi terhadap sistem yangsedang diterapkan.
- Mengidentifikasi masalah Corporate Social Responsibility yang relevan dengan kegiatan operasional perusahaan.
- Mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan Corporate Social Responsibility, baik dengan unit organisiasi, dan/atau darikematangan
Corporate Social Responsibility itu sendiri.
- Menentukan daerah operasi perusahaan yang akan diterapkan Corporate Social Responsibility di dalamnya.
- Mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang relevan dalam merancang Corporate Social Responsibility.
- Mempersiapkan program-program dari Corporate Social Responsibility. 2) Persiapan aktivitas Corporate Social Responsibility
- Proses pengambilan keputusan dan pengesahan program-program
Corporate Social Responsibility.
- Memanage perubahan dan inovasi-inovasi yang dibutuhkan.
- Sumber daya internal perusahaan dari perusahaan (sumber dayamanusia, modal, dll).
3) Pengungkapan Corporate Social Responsibility
- Menghubungkan program-program Corporate Social Responsibility
dengan para stakeholders, yang keterlibatannya akan ditentukan berdasarkan kondisi, prioritas dan anggaran perusahaan.
- Mengungkapkan program.
- Person(s) in charge, orang yang memimpin pelaksanaan programCorporate Social Responsibility.
4) Evaluasi
- Metode pengawasan dan perangkatnya. - Metode evaluasi dan perangkatnya.
- Mekanisme pengembangan terus menerus.
- Person(s) in charge, orang yang ditugaskan untuk memimpin jalannya evaluasi.
- Mengidentifikasi masalah Corporate Social Responsibility yang relevan dengan kegiatan operasional perusahaan.
- Mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan Corporate Social Responsibility, baik dengan unit organisiasi, dan/atau dari kematangan
Corporate Social Responsibility itu sendiri.
- Mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang relevan dalam merancang Corporate Social Responsibility.
- Mempersiapkan program-program dari Corporate Social Responsibility.
5) Pelaporan
- Mekanisme dan sistem pelaporan internal dan eksternal. - Komunikasi internal dan sistem koordinasi.
- Sistem komunikasi eksternal. - Laporan verifikasi.
2.1.6 Tujuan Perusahaan Melaksanakan Corporate Social Responsibility Menururt Chuck Williams (2001:123) menyebutkan bahwa :“Tujuan perusahaan menerapkan CSR agar dapat memberi manfaat yang terbaik bagi
stakeholders dengan cara memenuhi tanggung jawab ekonomi, hukum, etika dan kebijakan,
1. Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah pondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang. 2. Tanggung jawab legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan harus taat
hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah.
perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Kata kuncinya:
be ethical.
4. Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberikan kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkankualitas kehidupan semua. Kata kuncinya: be a good citizen.
Para pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah non-fiduciary responsibility”.
Keempat jenjang tanggung jawab tersebut perlu dipahami sebagai satu kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan interpretasi umumnya kerap terjadi dimana muncul argumen bahwa laba yang harus diutamakan. Tetapi kegiatan mencari keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dengan kegiatan lainnya, seperti mengembangkan masyarakat.Corporate Social Responsibility pada saat ini bukan lagi hanya sekedar kegiatan philanthropy
keunikan yang mereka miliki, namun juga pada interaksi perusahaan dengan tenaga kerja yang dimilikinya, komunitas dan lingkungan secara kumulatif.
2.2 Good Corporate Governance
Menurut Daniri (2004), dengan mengutip riset Berle dan Means pada tahun 1934, isu GCG muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemisahan ini memberikan kewenangan kepada pengelola (manajer/direksi) untuk mengurus jalannya perusahaan, seperti mengelola dana danmengambil keputusan perusahaan atas nama pemilik. Pemisahan ini didasarkan pada principal-agency theory yang dalam hal ini manajemen cenderung akan meningkatkan keuntungan pribadinya daripada tujuan perusahaan. Selain memiliki kinerja keuangan yang baik, perusahaan juga diharapkan memiliki tata kelola yang baik. Definisi dan prinsip CG yang saat ini masih bertahan dan dapat diakomodasiserta diadaptasi oleh berbagai regulasi yang ada khususnya di negara Indonesia (Utama, 2004), yaitu:
1. Cadbury Committee
bahwa GCG terdiri dari 3 prinsip utama yaitu, keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas.
2. OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)
Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (2004), yang dikutip oleh FCGIdalam terbitannya ada 4 unsur penting dalam CG yaitu:
a. Keadilan (Fairness), yaitu kepastian perlindungan atas hak seluruh pemegang dari penipuan (fraud) dan penyimpangan lainnya serta adanya pemahaman yang jelas mengenai hubungan berdasarkan kontrak diantara penyedia sumber daya perusahaandan pelanggan.
b. Transparansi (Transparancy), yaitu keterbukaan mengenai informasi kinerja perusahaan, baik ketepatan waktu maupun akurasinya. Hal ini berkaitan dengan kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan.,
c. Akuntabilitas (Accountability), yaitu penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian wewenang, peranan, hak dan tanggung jawab dari pemegangsaham, manajer, dan auditor.
lebih menguntungkan sehingga mendapat dividen yang lebih tinggi. Kedua, disebabkan oleh karena investor luar dapat menilai earnings atau dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yangmenerapkan CG yang lebih baik. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti bahwa perusahaan dengan CG yang baik lebih menguntungkan atau membayardividen yang lebih tinggi, tetapi ditemukan bukti bahwa investor menilai earnings atau arus dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yang menerapkan CG yang lebih baik.
2.2.1 Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme CG merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan
kepentingan para pemegang saham. Hal ini disebabkan oleh pihak manajemen juga akan memperoleh keuntungan bila perusahaan memperoleh laba.
Kepemilikan managerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh managerial. Kepemilikan managerial merupakan alat monitoring internal yang penting untuk memecahkan konflik agensi antara external stockholders dan manajemen (Chen dan Steiner, 1999). Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman (2009), dalam Wien (2010)). Munculnya kepemilikan saham dalam pihak manajemen akan menjadikan nilai perusahaan dapat meningkat karena pihak manajemen bisa melaksanakan dan selalu mengawasi perkembangan perusahaan sekaligus memperhitungkan kebijakan dividen yang terbaik dari dua sisi yaitu dari sisi pemegang saham dan kemajuan perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham pada pihak manajerial, maka pihak manajerial akan bekerja lebih pro aktif dalam mewujudkan kepentingan pemegang saham dan akhirnya akan meningkatkan kepercayaan, kemudian nilai perusahaan juga akan naik.
2.3 Kinerja Keuangan
2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan
biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya”.
Menurut Indra Bastian (2001:329) menyebutkan bahwa :“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan, skema strategis(strategic planning) suatu organisasi, secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu”.
Menurut Wibowo (2008) menyatakan bahwa definisi kinerja yaitu “Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun pengertian makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan berlangsung.”
Adapun menurut pendapat yang dikemukakan oleh Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2008) adalah: “Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.”
Menurut Syafarudin (2003: 96) menyatakan bahwa: “Kinerja keuangan merupakan adalah mengukur sampai sejauhmana prestasi, peningkatan, posisi, atau performance dari nilai perusahaan yang diukur melalui laporan keuangan baik melalui neraca maupun laba rugi yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan.”
Efektivitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan efesiensi diartikan sebagai rasio perbandingan antara masukan dankeluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal.
2.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Keuangan Perusahaan
Menurut (Munawir, 2007:30) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerjakeuangan :
1. Likuiditas, yang mampu menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi ataukemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih.
2. Solvabilitas, yang mampu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Rentabilitas atau profitabilitas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
4. Stabilitas ekonomi, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga dan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen secara teratur tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.
Analisis terhadap kinerja perusahaan pada umumnya dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan, yang mencakup perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama dan mengevaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu. Teknik analisis yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan adalah melalui
analisis rasio.
Menurut Moeljadi (2004:67) Analisis Rasio tersebut yaitu di antaranya sebagai berikut :
1) Rasio Likuiditas, yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Meliputi
cash ratio, current ratio, acid test ratio atau quick ratio.
2) Rasio Leverage, yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kebutuhan dana perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Meliputi debt tototal assets ratio, debt to equity ratio, dan time interest earned.
3) Rasio Aktivitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Meliputi inventory turnover,
receivable turnover, fixed asset turnover, dan other asset turnover.
4) Rasio Profitabilitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Meliputi profit margin,
5) Rasio Penilaian, yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai kepada para investor atau pemegang saham. Meliputi Price Earning Ratio (PER), dan market to book valueratio. 6) Market Value Added (MVA), merupakan perbedaan antara nilai pasar
ekuitas dengan jumlah modal ekuitas yang diinvestasikan oleh investor. Jadi, MVA difokuskan pada pengukuran pengaruh tindakan manajerial sejak pendirian perusahaan.
7) Economic Value Added (EVA), merupakan nilai tambah kepada pemegang saham oleh manajemen selama satu tahun tertentu. Jadi, EVA difokuskan pada efektivitas manajerial selama satu tahun tertentu.
8) Analysis Du Pont, dirancang untuk menunjukan hubungan antara pengembalian atas investasi, perputaran aktiva, margin laba, dan leverage. Meliputi ROA dan Earning Power.
Sedangkan menurut Robert F. Halsey (2005:41) rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, yaitu :
Hasil pengembalian Aset atau yang lebih dikenal dengan nama Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Return on Assets (ROA) juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola asetnya. Rumus untuk mencari Return on Assets (ROA) adalah :
!"#$%& !" !""#$" !"# = !"#$%$& !"#$%
!"#$%$&# !"# !"#
Return On Asset merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan untuk memperoleh keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia. Dalam perusahaan, perhitungan ROA adalah semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on asset menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
2.3.4 Tahap – Tahap dalam Menganalisis Kinerja Keuangan
Menurut Irham Fahmi (2011:240) menyatakan bahwa ada 5 (lima)
tahapdalam menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum
sebagaiberikut:
1) “ Melakukan review terhadap data laporan keuangan. Review dilakukan
dengan tujuan agar laporan keuangan yang dibuat tersebut dengan
penerapan kaedah yang berlaku umum dalam akuntansi sehingga dengan
demikian hasil laporan keuangan dapat dipertanggung jawabkan.
2) Melakukan perhitungan. Penerapan metode perhitungan disini adalah
disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan
sehingga hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan suatu
kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.
3) Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh.
Dari hasil hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan
perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya.
Metode yang umum dipergunakan untuk melakukan perbandingan ini adadua
a) Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar waktu atauantar
periode dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik.
b) Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan terhadap hasil
hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan
perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis yang dilakukan
secara bersamaan.
Dari hasil penggunaan kedua metode ini diharapkan nantinya akan dapat
dibuat satu kesimpulan yang menyatakan posisi perusahaan berada dalam kondisi
sangat baik, baik, sedang, normal, tidak baik, dan sangat tidak baik.
1. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai permasalahan
yang ditemukan. Pada tahap ini analisis melihat kinerja keuangan
perusahaan adalah setelah dilakukan ketiga tahap tersebut selanjutnya
dilakukan penafsiran untuk melihat apa-apa saja permasalahan dan
kendala-kendala yang dialami oleh perbankan tersebut.
2. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai
permasalahan yang ditemukan. Pada tahap terakhir ini setelah ditemukan
berbagai permasalahan yangdihadapi maka dicarikan solusi guna
memberikan suatu input atau masukan agar apa yang menjadi kendala dan
hambatan selama ini dapat terselesaikan.”
2.3.5 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran. Menurut Hanafi (2003 : 69) menyatakan bahwa :
“Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai performing measurement(pengukuran kinerja) adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen dan keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efesien dan efektivitas dari aktifitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu.”
Menurut Mulyadi (2001:415) menyebutkan bahwa :“Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Pengukuran maupun penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengembalian keputusan dan akuntabilitas. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Mulyadi (2001:416) tujuan pokok penilaian kinerja adalah “Untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran”.
Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya, untuk menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada wakunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsic maupun ekstrinsik. Secara formal produk akhir dari hasil pengukuran kinerja diwujudkan dalam suatu laporan yang disebut laporan kinerja.
Menurut Mulyadi (2001:416) menyebutkan bahwa :“Penilaian kinerja mempunyai manfaat bagi manajemen yaitu :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihankaryawan
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka
2.4 Nilai Perusahaan
Nilai Perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai saat ini (Bringham Gapensi, 1996).
Menurut Christiawan dan Tarigan (2007), terdapat beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan antara lain:
a. Nilai nominal yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif.
b. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham.
c. Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
d. Nilai buku, adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi.
bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan likuidasi. Berbagai macam faktor dapat mempengaruhi nilai perusahaan antara lain kepemilikan manajerial, kinerja keuangan suatu perusahaan, kebijakan deviden,
corporate governance dan lain sebagainya. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Suranta dan Machfoedz (2003) mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu menyatakan bahwa nilai perusahaan akan lebih tinggi ketika direktur memiliki bagian saham yang lebih besar. Minguez and Francisco (2000) yang melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan terhadap perusahaan-perusahaan publik di Spanyol mengungkapkan bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2006) menemukan bahwa kebijakan dividen memberikan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian Siallagan (2006) juga menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk manajemen mengelola kekayaannya, hal ini bisa dilihat dari pengukuran kinerja keuangan yang diperoleh. Suatu perusahaan akan berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaannya.
Menurut Gordon and Sharpe (2000:12) dalam sriwardany (2006:26) mengenai nilai perusahaan adalah sebagai berikut:
“Tobin’s Q mencerminkan harga atau nilai suatu perusahaan dipasar, harga saham ditunjukkan dengan nilai kapitalisasi pasar. Nilai kapitalisasi pasar adalah nilai pasar agregat suatu perusahaan yang dihitung dari harga pasar saham hari ini dikalikan jumlah saham yang beredar hari ini. Untuk perusahaan yang go public, perusahaan dapat dilihat dari nilai pasar saham dipasar modal ditambah dengan nilai pasar hutangnya. Harga saham yang semakin tinggi pada saat perusahaan memiliki banyak kesempatan untuk berinvestasi, mengingat hal tersebut berarti dapat meningkatkan pendapatan pemegang saham”.
Apabila Tobin’s Q diatas 1 diartikan sebagai investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai lebih tinggi dari pengeluaran investasi, jadi terdapat investasi baru namun, apabila Tobin’s Q dibawah 1 maka hal tersebut dianggap tidaklah menarik. Tobin’s Q yang tinggi mencerminkan bahwa prospek pertumbuhan terhadap suatu perusahaan tersebut adalah baik. Tobin’s Q dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
EMV = Nilai pasar ekuitas (harga penutupan x Jumlah saham yang beredar)
D = Nilai buku dari total hutang EBV = Nilai buku total Ekuitas
Q= (
!"#+!)
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel dependen Variabel Independen Hasil penelitian
1 Honghui Chen
Kinerja keuangan Data analisi
menunjukkan bahwa ada
Kinerja keuangan Hasil penelitian
3 Asri (2009) Corporate Social yg terdaftar di BEI tahun 2011
Nilai Perusahaan ROA
2.6 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Skema Kerangka Konseptual
Motivasi utama perusahaan adalah profitabilitas yang tidak identik dengan kesejahteraan masyarakat tempat berdiri dan kiprah perusahaan. Namun dalam rangka membina hubungan yang saling menguntungkan, korporasi dapat turutserta dalam mengambil peran dalam mengatasi keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat sekitar melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
Dari perspeksif biaya (cost-based approach), jika Corporate Social Responsibility menjadi suatu kewajiban periodik sama seperti membayar pajak maka beban perusahaan pasti akan meningkat dan berdampak pada laba bersihyang menurun. Perusahaan yang sudah merugi pasti akan semakin merugi.
Penurunan laba atau peningkatan kerugian tentu saja merugikan pemegang saham karena deviden yang diterima akan berkurang. Namun, hal itu mencerminkan pelaku bisnis kita masih terbelenggu oleh paradigma bisnis konservatif (shareholder-based approach). Paradigma ini mengagungkan pencapaian maksimal laba dan meminimalkan biaya sebagai tolak ukur prestasi.
Corporate Social Responsibility (X1)
Good Corporate Governance (X2)
Kinerja Keuangan (ROA) (Y)
Dari perspektif manfaat (benefit-based approach), formalisasi Corporate Social Responsibility sebagai suatu kewajiban tidak hanya meningkatkan beban periodik. Tetapi juga akan mendatangkan sejumlah manfaat ekonomi atau keuntungan yang berkepanjangan (sustainable profit) bagi perusahaan, pemegang saham dan semua
stakeholder.
Menurut Sawir (2004:56) sejumlah pakar strategic management
menyebutkan ada lima keuntungan utama bila perusahaan mempraktikan
Corporate Social Responsibility, diantaranya : 1. Profitabilitas akan semakin kokoh.
2. Meningkatnya akuntabilitas dan apresiasi positif dari komunitasinvestor, kreditor, pemasok dan konsumen.
3. Meningkatnya komitmen, etos kerja, efisiensi dan produktivitaskaryawan. 4. Menurunnya kerentanan gejolak sosial dan resistensi komunitassekitarnya
karena mereka diperhatikan dan dihargai perusahaan.
5. Meningkatnya reputasi dan nilai perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwa jika Corporate Social Responsibility dipraktikan secara etis dan berkelanjutan serta terintegrasi dalam nilai-nilai kultur perusahaan, lima keuntungan tersebut bisa didapatkan perusahaan secara terus menerus. Itu tentu akan berdampak positif pada nilai perusahaan, nilai pemegang saham, nilai pajak, dan nilai stakeholders secara berkelanjutan (Sawir:2004).
dalam beberapa tahun terakhir sebagian perusahaan membukukan kenaikan laba dan setoran pajak yang signifikan, namun kemiskinan dan kerusakan lingkungan justru semakin parah (Apriyanti:2005).
Orientasi perusahaan yang hanya mengejar laba (profit) dengan mengeksploitasi masyarakat (people) dan lingkungan (planet) dituding sebagai salah satu penyebabnya.Untuk mengatasinya, regulasi yang memaksa dunia usaha menjaga keseimbangan antara profit, people, planet (triple bottom line) dalam aktivitas ekonomi menjadi sangat mendesak.Dari tren global, formalisasi
Corporate Social Responsibility sebenarnya perlu apresiasi pelaku bisnis kita. Alasannya, selain meningkatnya tuntutan stakeholeders, sejumlah hasil studi juga menunjukkan bahwa sebagian besar CEO setuju dengan praktik Corporate Social Responsibility karena berdampak positif bagi perusahaan (Husnan:2007).
Hasil survey Price water house Coopers (2002) terhadap 1.200 pemimpin bisnis menunjukan sekitar 70% CEO menilai Corporate Social Responsibility
sangat vital bagi profitabilitas perusahaan. Studi lainnya menunjukan lebih dari 2.500 perusahaan di dunia, termasuk sejumlah perusahaan di Indonesia, mulai melaporkan secara rutin investasi dan aktivitas Corporate Social Responsibility
dalam pelaporan keuangan secara periodik.
bisnis yang makin sarat kompetisi. Salah satu keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan penerapan Corporate Social Responsibility adalah peningkatan profitabilitas bagiperusahaan dan kinerja keuangan yang lebih baik, banyak perusahaan-perusahaan besar yang mengimplementasikan program Corporate Social Responsibility menunjukan keuntungan yang nyata terhadap peningkatan nilai saham. (www.antaranews.com).
Penelitian ini mengenai pengaruh pengungkapan corporate social responsibility saat ini tidak hanya menganalisis secara deskriptif, namun sudah diperluas dengan melihat karakteristik perusahaan yang dianggap potensial dalam menentukan seberapa besar pengaruh kinerja keuangan dalam akuntansi pertanggungjawaban sosial. Saat ini terjadi pergeseran paradigma pemikiran terhadap tanggung jawab pengelolaan organisasi yang semula hanya kepada
stakeholder meluas menjadi karyawan, pemerintah, aktivis lingkungan dan masyarakat luas.
Kini banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam menjalankan operasional perusahaannya. Penerapan CSR dalam perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham, tetapi juga memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu konsep atau program yang dimiliki oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Menurut Hani (2003:72) menyebutkan bahwa :“Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi di dalam pembuatan keputusannya”.
Konsep Corporate Social Responsibility menyiratkan bahwa perusahaan dengan sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasi dan interaksi mereka dengan stakeholders. Sehingga secara tidak langsung konsep ini dapat membangun citra positif bagi perusahaan.
“...bahwa investor yang etis akan membentuk clientele (kelas-kelas investor) yang akan memberi respon kepada perusahaan yang mempunyai perhatian sosial”.
Laporan keuangan merupakan media yang dipakai untuk meneliti kondisikesehatan perusahaan.Laporan keuangan berisikan data-data yang menggambarkan keadaan keuangan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perkembangan suatuperusahaan dapat mengetahui keadaan keuangan dari laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh perusahaan.
Kinerja keuangan merupakan salah satu alat ukur yang digunakan oleh para pemakai laporan keuangan dalam mengukur atau menentukan sejauh mana kualitas perusahaan.Kinerja suatu perusahaan dapat dinilai dengan menggunakan berbagai macam indikator, salah satunya dengan menggunakan analisis laporan keuangan melalui analisis rasio. Analisis rasio merupakan salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi yang terdapat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, kinerja keuangan perusahaan harus disajikan dalam bentuk rasio keuangan. Seperti yang dikemukakan oleh Agnes (2004:6) sebagai berikut :
Citra perusahaan akan meningkat dengan dilaksanakannya Corporate Social Responsibility, ini akan menyebabkan penjualan ikut meningkat. Para investorpun akan menilai perusahaan dari laporan keuangan perusahaan tersebut dan akan menanamkan modalnya semakin banyak. Hal ini akan mampu mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga perusahaan akan mengalami kemajuan.
Hubungan antara reputasi Corporate Social Responsibility dengan kinerja keuangan, yaitu tingkat kemampuan menciptakan pendapatan melalui penjualandan tingkat kemampuan menciptakan laba (Belkaoui dan Karplk’s dalam Sulastri, 2003). Ada tiga pendapat menghubungkan CSR dengan kinerja ekonomi, antara lain :
1. Perusahaan yang memiliki kepedulian sosial akan mendapatkan simpati dari masyarakat dan sebagai akibatnya perusahaan tersebutakan memiliki kinerja keuangan yang baik karena penjualannya baik.
2. Reputasi kepedulian perusahaan-perusahaan terhadap komunitasnya tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat kinerja penjualannya.
3. Reputasi perusahaan dalam kepedulian sosial, tidak meningkatkan bahkan sebaliknya menurunkan tingkat penjualan.
1. Pokok pikiran yang menggambarkan kebijakan konvensional; berpendapat bahwa terdapat biaya tambahan yang signifikan danakan menghilangkan peluang perolehan laba untuk melaksanakan program CSR, sehingga akan menurunkan profitabilitas.
2. Biaya tambahan khusus untuk melaksanakan CSR akan menghasilkan dampak netral (balance) terhadap profitabilitas. Hal ini disebabkan tambahan biaya yang dikeluarkan akan tertutupi oleh keuntungan efisiensi yang ditimbulkan oleh pengeluaran biaya tersebut.
3. Pokok pikiran yang memprediksikan bahwa CSR berdampak positif terhadap profitabilitas.
Adanya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk komunitas melalui pelaksanakan kegiatan sosial mengindikasikan tanggung jawab dan kepedulian sosial perusahaan terhadap komunitasnya. Aktivitas sosial perusahaan dapat merubah citra perusahaan di masyarakat. Pengungkapan biaya penyelenggaran aktivitas sosial ini diharapkan dapat menarik para calon investor dan konsumen yang memperhatikan aktivitas sosial perusahaan sebagai wujud pelaksanaan tanggung jawab sosialnya, sehingga hal ini dapat berimplikasi pada kinerja keuangan yang menciptakan pendapatan (kinerja aktivitas perusahaan).
Penelitian tentang Corporate Social Responsibility sebelumnya dilakukan oleh :
• Asri (2009), dalam penelitiannya mengkaji mengenai pengaruh penerapan
Corporate Social Responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Menunjukkan bahwa penerapan Corporate Social Responsibility memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
• Cahyono (2011), dalam penelitiannya mengkaji mengenai pengaruh
Corporate Social Responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility pada perusahaan manufaktur yang diteliti tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai saat ini. Nilai perusahaan mempengaruhi hubungan antara pengungkapan corporate social responsibility dan corporate governance terhadap kinerja perusahan dikarenakan Besar kecilnya suatu nilai perusahaan atau harga saham suatu perusahaan erat kaitannya dengan penerapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Dikarenakan apabila bila suatu nilai perusahaan besar maka hal tersebut berpengaruh terhadap penggunaan informasi tanggung jawab sosial dengan begitu apabila nilai perusahaan dari suatu perusahaan besar maka berhubungan dengan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh suatu perusahaan tersebut dan tentunya dengan tanggung jawab sosial perusahan yang baik maka akan mempengaruhi kinerja keuangan dari suatu perusahaan.
2.7 Hipotesis
Menurut Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (2011:64) menyatakan bahwa :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.”
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengemukakan hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H1 : Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan
H2 : Good Corporate Governance berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan