• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I MATRIKS - Matriks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I MATRIKS - Matriks"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

MATRIKS

Aljabar matriks merupakan salah satu cabang matematika yang

dikembangkan oleh seorang matematikawan Inggris Arthur Cayley (1821 – 1895).

Matriks berkembang karena peranannya dalam cabang-cabang Matematika

lainnya, misalnya bidang ekonomi, industri dan transportasi. Dengan

menggunakan matriks , maka penyelesaian sistem persamaan linear akan lebih

mudah diselesaikan.

Pembahasan bab ini diawali dengan definisi matriks dan operasi dasar

matriks yang sudah dikenal, namun untuk pengenalan sifat-sifat lebih lanjut

penyajian matriks akan menggunakan notasi matriks untuk mempersingkat

penulisan. Meskipun matriks ini bukan hal yang baru, karena sudah pernah

diperoleh di SLTA, namun dengan menguasai materi dalam bab ini akan lebih

mudah mengikuti pembahasan berikutnya.

TIK : Setelah mempelajari materi inidiharapkan mahasiswa dapat: a. menjelaskan operasi-operasi aljabar matriks

b. menentukan bentuk eselon tereduksi suatu matriks c. menghitung nilai determinan suatu matriks

(2)

1.1. Operasi Aljabar Matriks

Definisi : Matriks adalah suatu susunan segiempat siku-siku dari

bilangan-bilangan, susunan tersebut disajikan di dalam kurung besar atau kurung

siku. Bilangan-bilangan itu disebut entri atau elemen dari matriks.

Bentuk umum suatu matriks yang terdiri dari m baris dan n kolom adalah

A =

mn m

m

n n

a

a

a

a

a

a

a

a

a

...

...

...

...

...

...

...

2 1

2 22

21

1 12

11

atau A =

⎟⎟

⎜⎜

mn m

m

n n

a

a

a

a

a

a

a

a

a

...

...

...

...

...

...

...

2 1

2 22

21

1 12

11

Bentuk matriks tersebut dapat disajikan dengan notasi matriks, yaitu A =

( )

aij

dengan i = 1,2,...,m dan j=1,2,...,n berturut-turut menunjukkan baris dan kolom

dari matriks A.

Suatu matriks A yang terdiri dari m baris dan n kolom disebut matriks

berukuran mxn dan dilambangkan dengan Amxn atau (aij)mxn

,

ditulis singkat

A =

( )

aij

.

Dalam hal ini aij dinamakan elemen ke -ij dari matriks A

.

Matriks

A =

( )

aij dengan m=n dikatakan sebagai matriks persegi, elemen a11, a22, ... , ann

disebut elemen diagonal utama dari A. Jumlahan elemen diagonal utama disebut

trace dari A.

Untuk dapat menggunakan matriks perlu dikaji operasi aljabar matriks berikut.

1. Kesamaan Matriks.

Dua buah matriks A dan B dikatakan sama, ditulis A = B, jika A dan B

(3)

Jika disajikan dalam notasi matriks, A =

( )

aij dan B =

( )

bij maka A = B jika

aij= bij, untuk setiap i = 1,2,...,m dan j=1,2,...,n.

Contoh :

Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

2 3 1

4 5 2

3 2x

A ,

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

1 3 1

4 5 2

3 2x

B ,

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =

5 2

3 1

2 2x

C , dan

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

2 3 1

4 5 2

3 2x D

maka

A

B

,

A

C

, BC, dan A = D. š

2. Penjumlahan dan pengurangan matriks.

Penjumlahan dan pengurangan dua matriks atau lebih, hanya dapat dilakukan

jika matriks tersebut berukuran sama. Penjumlahan atau pengurangan dua

matriks didefinisikan sebagai penjumlahan atau pengurangan elemen yang

bersesuaian.

Jika A=(aij) dan B=(bij), maka A+B=(aij +bij) dan AB=(aijbij) .

Contoh :

Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

2 3 1

4 5 2

A dan

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− − =

2 3 1

5 0 1

B maka

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ = +

4 0 2

9 5 1 B

A ,

⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ = +

4 0 2

9 5 1 A

B ,

⎦ ⎤ ⎢

⎡ −

= −

0 6 0

1 5 3 B

A , dan

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− − − = −

0 6 0

1 5 3 A

B . š

Sifat : Jika A, B, dan C matriks yang berukuran sama maka berlaku:

a. A+B=B+A (Komutatif)

b. A+(B+C)=(A+B)+C (Asosiatif)

3. Pergandaan matriks dengan bilangan (skalar).

(4)

Jika A=(aij) dan k sebarang skalar, maka kA= Ak =(kaij).

Contoh :

Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

2 3 1

4 5 2

A , maka

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

4 6 2

8 10 4

2A dan

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− − −

− − − = −

2 3 1

4 5 2

A . š

4. Pergandaan matriks.

Pergandaan matriks A dan B, dinotasikan AB, hanya dapat dilakukan jika

banyaknya kolom matriks A sama dengan banyaknya baris matriks B.

Jika A=(aij)mxp dan B=(bij)pxn, maka AB = C=(cij)mxn, dengan kj p

k ik

ij a b

c

=

=

1

.

Contoh :

Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

2 3 1

4 5 2

A dan

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

− =

3 1 2

1 3 4

1 0 2

B maka

⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− + − − + −

+

− + − + + − + =

6 3 1 4 9 0 4 12 2

12 5 2 4 15 0 8 20 4

AB =

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 5 10

9 19 16

.

Matriks BA tidak dapat diperoleh karena banyaknya kolom dari B adalah 3

sedangkan banyaknya baris dari A adalah 2. š

Sifat : Jika A, B, dan C matriks sehingga operasi berikut berlaku, maka :

a. A(B+C)= AB+AC Distributif kiri

(B+C)A= BA+CA Distributif kanan

b. A(BC)= ABAC Distributif kiri

(BC)A=BACA Distributif kanan

(5)

1.2. Jenis – jenis Matriks

Beberapa matriks dengan elemen tertentu yang seringkali digunakan disajikan

berikut.

1. Matriks Nol.

Matriks yang semua elemennya nol disebut matriks nol, dinotasikan 0.

Contoh :

Matriks

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

0 0

0 0

,

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0

0 0 0

merupakan matriks nol

Sifat : Untuk sebarang matriks A yang ukurannya bersesuaian sehingga operasi

aljabar berikut dapat dilakukan, berlaku :

a. A + 0 = 0 + A = A.

b. A – A = 0.

c. 0 – A = –A.

d. A . 0 = 0 . A = 0.

2. Matriks Transpos.

Transpos dari matriks A, dinotasikan dengan A1 atau At, adalah matriks

yang kolom pertamanya adalah baris pertama matriks A, kolom keduanya

adalah baris kedua matriks A, dan seterusnya.

Jika A=(aij)mxn maka ji nxm t

a

A =( )

(6)

Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

4 7 2

5 3 1

A ,

⎦ ⎤ ⎢

⎡ −

=

4 3

2 1

B maka

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

4 5

7 3

2 1 t

A dan

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ − =

4 2

3 1 t

B . š

Sifat : Untuk sebarang matriks A berlaku :

a. (At)t = A

b. (kA)t = kAt

c. (A + B)t = At + Bt

d. (AB)t = Bt At

3. Matriks Segitiga Atas dan Matriks Segitiga Bawah.

Matriks persegi yang semua elemen di bawah diagonal utama bernilai 0

disebut matriks segitiga atas. Begitu pula matriks persegi yang semua

elemen di atas diagonal utama bernilai 0 disebut matriks segitiga bawah.

Jadi A=(aij)nxndisebut matriks segitiga atas jika aij =0 untuk i > j dan

disebut matriks segitiga bawah jika aij =0 untuk i < j.

Contoh :

Matriks A=

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

33 23 22

13 12 11

0 0 0

a a a

a a a

dan B=

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

33 32 31

22 21 11

0 0 0

a a a

a a a

berturut-turut adalah

matriks segitiga atas dan matriks segitiga bawah.

4. Matriks Diagonal.

Adalah matriks persegi yang semua elemen-elemennya adalah nol kecuali

elemen pada diagonal utama.

(7)

Contoh :

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

5 0 0

0 3 0

0 0 1

,

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡−

0 0 0

0 3 0

0 0 1

5. Matriks Identitas (Matriks Satuan).

Matriks diagonal yang semua elemen diagonal utamanya sama dengan 1

disebut matriks identitas, dinotasikan dengan In atau I.

Dalam bentuk notasi matriks , dituliskan I =(aij) dengan aij = 1, untuk i=j

dan aij = 0, untuk ij, berlaku untuk i,j=1,2,...,n.

Contoh :

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

1 0 0

0 1 0

0 0 1

3

I .

Sifat : Untuk sebarang matriks A yang berukuran nxn berlaku In A=A In =A.

6. Matriks invers

Matriks B dikatakan sebagai invers dari matriks A jika AB = BA = I. Dalam

hal ini invers matriks A dinotasikan A-1. Matriks yang mempunyai invers

disebut matriks non singular.

Contoh : Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ −

− =

5 3

2 1

A maka

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− − =

1 3

2 5

B adalah invers dari A sebab

⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ − − =

5 3

2 1

AB

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− −

1 3

2 5

=

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

1 0

0 1

dan

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ − − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

− − =

1 0

0 1 5 3

2 1 1 3

2 5

BA . š

Sifat : a. ( A-1 )-1 = A

(8)

7. Matriks Simetris.

Suatu matriks persegi A dikatakan simetris jika A = At.

Jika A=(aij) maka A dikatakan simetris jika aij =aji, untuk setiap i,j.

Contoh :

Matriks

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

5 0 2

0 4 3

2 3 1

A adalah simetris sedangkan matriks

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎡ −

=

5 0 2

1 4 3

2 3 1

B tidak

simetris. Mengapa ?

Untuk sebarang matriks persegi A, matriks A+At merupakan matriks simetris.

Mengapa ?

8. Matriks Skew Simetris (Simetris Miring).

Matriks A dikatakan simetris miring jika At = A .

Jika A=(aij) maka A dikatakan simetris miring jika aij =−aji, untuk setiap

i,j.

Contoh :

Matriks

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

=

0 1 2

1 0 3

2 3 0

A adalah matriks simetris miring.

9. Matriks-matriks persegi yang istimewa.

- Jika A dan B matriks-matriks persegi sedemikian sehingga AB = BA,

maka A dan B disebut commute.

- Jika AB = -BA, maka A dan B disebut Anti Commute.

(9)

- Jika A 2 = A, maka A disebut matriks Idempoten.

- Jika A k = 0, dengan k bilangan bulat positif terkecil maka A disebut

matriks nilpoten. Dalam hal ini bilangan k disebut indeks nilpoten.

Contoh :

a. Matriks

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =

2 1

1 2

A dan

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =

6 4

4 6

B adalah Commute, sebab :

AB =

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

16 14

14 16 6 4

4 6 2 1

1 2

dan BA =

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

16 14

14 16 2 1

1 2 6 4

4 6

.

b. Matriks

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− − −

− − =

3 2 1

4 3 1

4 2 2

A adalah idempoten sebab A2 = A.

c. Matriks

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− − − =

3 1 2

6 2 5

3 1 1

M adalah nilpoten berindeks 3, sebab M3 = 0.

1.3. Operasi Baris Elementer

Selain operasi aljabar matriks yang sudah diperkenalkan pada subbab 1.1,

ada operasi lain yang dapat dikenakan pada suatu matriks untuk mendapatkan

matriks lain. Operasi ini dinamakan operasi baris elementer karena dikenakan

pada baris-baris suatu matriks. Operasi ini banyak digunakan untuk menentukan

penyelesaian sistem persamaan linear yang akan dibahas pada bab berikutnya.

Operasi baris elementer meliputi tiga bentuk, yaitu :

(10)

b. Menggandakan setiap elemen baris ke i dengan skalar k≠0, dinyatakan

dengan Bi(k).

c. Menambahkan k kali elemen-elemen baris ke-j (k skalar) kepada baris ke-i,

dinyatakan dengan Bij(k).

Operasi semacam ini juga dapat dilakukan pada kolom, dengan notasi B diganti

K, namun untuk pembahasan ini operasi hanya dikenakan pada baris saja.

Jika kita melakukan operasi baris elementer pada suatu matriks untuk

memperoleh matriks yang lain, matriks awal dan hasilnya dihubungkan dengan

tanda ≈.

Contoh : Diketahui matriks A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 2 1

3 1 2

1 5 1

.

a. Jika baris ke-1 ditukar dengan baris ke-3, diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 2 1

3 1 2

1 5

1 B13

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

1 5 1

3 1 2

4 2 1

Jika operasi K13 dikenakan pada A diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

1 2 4

2 1 3

1 5 1

.

b. Jika baris ke-2 dikalikan 3, diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 2 1

3 1 2

1 5

1 B2(3)

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 2 1

9 3 6

1 5 1

Jika operasi K2(2) dikenakan pada A diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 4 1

3 2 2

1 10 1

(11)

c. Jika baris ke-1 dikalikan -2 kemudian ditambahkan ke baris ke-2, diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 2 1

3 1 2

1 5

1 12(−2)

B

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

4 2 1

1 11 0

1 5 1

Jika operasi K31(-1) dikenakan pada A diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

3 2 1

1 1 2

0 5 1

. š

Jika operasi baris elementer dikenakan pada matriks identitas akan

diperoleh suatu matriks yang khas. Sebuah matriks berukuran nxn disebut

matriks elementer jika matriks tersebut dapat diperoleh dari matriks satuan In

dengan melakukan satu operasi baris elementer.

Karena ada tiga macam operasi baris elementer, maka ada 3 macam matriks

elementer :

1. Eij, yaitu matriks yang didapat dari matriks I jika baris ke-i ditukar dengan

baris ke-j.

Contoh : Dari I3, diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

0 0 1

0 1 0

1 0 0

13

E ,

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

1 0 0

0 0 1

0 1 0

12

E

2. Ei(k) adalah matriks yang didapat dari matriks I jika baris ke-i digandakan

dengan skalar k≠0.

Contoh : Dari I3, diperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

1 0 0

0 3 0

0 0 1 ) 3 (

2

E ,

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− =

2 0 0

0 1 0

0 0 1 ) 2 (

3

(12)

3. Matriks Eij(k) adalah matriks yang didapat dari matriks I jika baris ke-j

digandakan dengan skalar k≠0 kemudian ditambahkan ke baris ke-i.

Contoh : Dari I3, diperoleh

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 0 0 0 1 0 0 4 1 4 12( )

E , ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = − 1 0 0 1 1 0 0 0 1 ) 1 ( 23 E .

Sifat-sifat matriks elementer:

a. Jika matriks A digandakan dari kiri dengan matriks elementer E, maka EA

adalah suatu matriks baru yang diperoleh bila operasi baris elementer yang

digunakan untuk memperoleh E dari I, diterapkan pada A.

Contoh : Misal

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 4 5 7 3 2 1 A , ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 0 0 1 0 1 0 1 0 0 13 E , ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 0 0 0 3 0 0 0 1 ) 3 ( 2

E , dan

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 0 0 0 1 0 0 4 1 4 12( )

E . ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 2 1 13 B ≈ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 2 1 7 3 4 5

, dan

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 0 0 1 0 1 0 1 0 0 . 13 A E ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 2 1 = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 2 1 7 3 4 5 . ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 2 1 ) 3 ( 2 B ≈ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 27 9 2 1 , dan ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 0 0 0 3 0 0 0 1 ). 3 ( 2 A E ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 2 1 = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 21 9 2 1 . ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 2 1 ) 4 ( 12 B ≈ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 30 13 , dan ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 0 0 0 1 0 0 4 1 ). 4 ( 12 A E ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 4 5 7 3 2 1 . ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 4 5 7 3 30 13 . š

(13)

Jika satu operasi baris elementer diterapkan pada I untuk menghasilkan E,

maka terdapat operasi baris elementer yang bila diterapkan pada E akan

menghasilkan I. Berbagai kemungkinan operasi seperti di atas disajikan

sebagai berikut.

Operasi baris pada I untuk menghasilkan E

Operasi baris pada E untuk menghasilkan I

Menukar baris ke-i dan baris ke-j (Bij) Menukar baris ke-j dan baris ke-i (Bji

).

Menggandakan baris ke -i dengan skalar k≠0 (Bi(k)).

Menggandakan baris ke -i dengan 1/k

(Bi(1/k)). Menambahkan k kali baris ke-j kepada

baris ke-i (Bij(k)).

Menambahkan -k kali baris ke-j kepada baris ke-i (Bij(-k)).

Operasi pada kolom kanan merupakan invers (balikan) dari operasi pada

kolom kiri. Jika operasi pada kolom kanan dikenakan pada I maka akan

mengha-silkan matriks elementer, sebut saja E0, yang menurut sifat a berlaku

E.E0 = I dan E0.E = I

Dengan demikian E0 adalah invers dari E. Dari tabel di atas diperoleh :

(Eij)-1 = Eji

,

(Ei(k))-1 = Ei(1/k)) dan (Eij(k))-1 = Eij(-k).

Contoh :

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

1 0 0

0 1 0

0 0 1

0 0 1

0 1 0

1 0 0 .

0 0 1

0 1 0

1 0 0 . 31

13 E

E dan E31. E13 = I.

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

1 0 0

0 1 0

0 0 1

1 0 0

0 3 / 1 0

0 0 1 .

1 0 0

0 3 0

0 0 1 ) 3 1 ( ). 3 ( 2

2 E

(14)

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = − 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 4 1 . 1 0 0 0 1 0 0 4 1 ) 4 ( ). 4 ( 12 12 E

E dan E12(-4) . E12(4) = I. š

Kedua sifat di atas penting untuk digunakan dalam teorema berikut.

Teorema : Jika A matriks nonsingular maka A dapat dinyatakan sebagai hasil

ganda matriks-matriks elementer.

Contoh : Nyatakan

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = 4 3 3 2

A sebagai hasil ganda matriks-matriks elementer.

Penyelesaian : Kita dapat melakukan operasi baris elementer berhingga kali pada

A sampai diperoleh matriks I sebagai berikut.

A ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 4 3 3

2 (1/2) 1 B

B ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 4 3 2 / 3 1 ) 3 ( 21 −

B C ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

−1/2 0

2 / 3

1 (3)

12 B

D ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

−1/2 0

0

1 ( 2)

2 −

B I ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 1 0 0 1 .

Menurut sifat a, tentu berlaku : B = E1(1/2). A, C = E21(-3).B, D = E12(3).C, dan I =

E2(-2). D. Dengan demikian diperoleh E2(-2). E12(3). E21(-3). E1(1/2). A = I.

Karena matriks elementer mempunyai invers matriks elementer pula, maka

A =(E1(1/2))-1. (E21(-3) )-1.(E12(3)) -1. (E2(-2))-1 .I

=E1(2). E21(3). E12(-3). E2(-1/2)

Jadi ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = 4 3 3 2

A =

⎥⎦

⎢⎣

1 0 0 2 . ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 1 3 0 1 . ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − 1 0 3 1 . ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

−1/2 0

0 1

.

Bentuk perkalian matriks elementer ini tidak tunggal. Periksa bahwa

(15)

Definisi : Matriks B dikatakan ekivalen baris (row equivalent) dengan

matriks A, ditulis A

~

B, jika matriks B dapat diperoleh dari matriks A

dengan berhingga banyak operasi baris elementer

Mengingat sifat a dari matriks elementer, definisi di atas dapat pula dinyatakan

sebagai : matriks B dikatakan ekivalen baris dengan matriks A jika terdapat

matriks-matriks elementer E1, E2, . . . ,Ep sehingga B = EpEp-1. . . E1A.

Contoh.

A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

4 5 5

3 0 2

1 5 3

dan B =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0

3 0 2

1 5 3

adalah ekivalen baris, karena

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

4 5 5

3 0 2

1 5 3

) 1 (

13 −

B

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

3 0 2

3 0 2

1 5 3

) 1 (

32 −

B

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0

3 0 2

1 5 3

. š

Sifat : 1. Jika A ekivalen baris dengan B, maka B ekivalen baris dengan A.

2. Jika A ekivalen baris dengan B dan B ekivalen baris dengan C, maka A

ekivalen baris dengan C.

Definisi : Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris (row-echelon form)

jika memenuhi :

a. Jika terdapat baris yang tidak semua elemennya nol, maka elemen

pertama yang tidak nol adalah 1, dan disebut 1 utama (pivot)

b. Jika terdapat baris yang semua elemennya nol, maka baris ini diletakkan

(16)

c. Pada sebarang dua baris yang berurutan yang tidak semua elemennya

nol, 1 utama pada baris yang bawah terletak di sebelah kanan dari 1

utama baris di atasnya.

Contoh :

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

1 0 0

3 1 0

2 4 1

dan

⎥ ⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0 0 0

2 1 0 0 0

3 1 1 0 0

5 0 2 3 1

Definisi : Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris tereduksi (reduced

row-echelon form) jika matriks tersebut dalam bentuk eselon baris dan

pada masing-masing kolom yang memuat 1 utama, elemen 1 merupakan

satu-satunya elemen yang tidak nol.

Contoh.

⎥ ⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0

1 0 0

0 1 0

0 0 1

dan

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0 0

1 0 0 0

0 2 1 0

Definisi : Suatu matriks dikatakan dalam bentuk normal jika matriks tersebut

memuat submatriks identitas.

Ada 4 jenis bentuk normal yaitu :

Ip , ⎥

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

0 0

0 p I

,

[

Ip 0

]

, dan

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

0 p I

dengan Ipadalah matriks identitas

Contoh.

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0 0

0 0 1 0

0 0 0 1

Selain untuk menentukan bentuk eselon baris tereduksi, operasi baris elementer

(17)

Jika A adalah matriks non singular, maka dengan melakukan sebanyak

berhingga kali operasi baris elementer pada matriks [A| I] (matriks ini disebut

perluasan dari matriks A) akan didapat matriks [I| B]. Misalkan untuk itu

diperlukan n operasi baris elementer. Karena A dibawa ke I dan I dibawa ke B,

maka I = E1. E2. E3.... En.A dan B = E1. E2. E3.... En.I. Karena matriks elementer

mempunyai invers maka dari perkalian yang pertama diperoleh

I E E E E

A= n−1. n11.... 2−1 1−1. sehingga AB=(En−1.En11....E2−1E1−1).(E1.E2....En1.En)= I

dan BA=(E2....En1.EnEn−1).(En11....E2−1E1−1.E1.E2....En1.En)=I.

Ini berarti B adalah invers dari A, atau B = A-1.

Contoh :

Jika A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

−2 1 2

2 0 2

1 1 1

maka invers dari A dapat ditentukan sebagai berikut.

Dibentuk matriks [A| I] =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

−2 1 0 0 1

2

0 1 0 2 0 2

0 0 1 1 1 1

Selanjutnya dengan melakukan operasi baris berikut ini : B21(-1), B 31(-2),

B12(1/2), B2(1/2), B32(-2), B13(1), B3(-1), akan diperoleh matriks :

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

1 2 2 1 0 0

0 2 / 1 1 0 1 0

1 2 / 3 2 0 0 1

. Jadi A-1

=

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

− −

1 2 2

0 2 / 1 1

1 2 / 3 2

.

š

Definisi : Rank dari matriks A dapat didefinisikan sebagai banyaknya baris

(18)

Karena banyaknya baris (kolom) tak nol selalu kurang dari minimum diantara

baris dan kolom, maka rank(Amxn) ≤ min {m, n}.

Contoh :

Carilah rank dari matriks A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

3 4 4

2 1 2

1 3 2

Jawab : Jika matriks A dikenai operasi baris elementer B1(1/2), B21(-2), B31(-4),

B2(-1/2), dan B32(2) kita memperoleh

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0

2 / 1 1 0

2 / 1 2 / 3 1

. Jadi rank(A) = 2. š

1.4. Determinan.

Determinan suatu matriks persegi sangat banyak gunanya dalam berbagai

cabang matematika. Sebagai contoh pada aljabar, determinan digunakan untuk

mencari jawab n persamaan linear dengan n variabel. Ada dua definisi

determinan dilihat dari segi pendekatannya, pertama dengan pendekatan klasik,

yaitu bertitik tolak pada fungsi permutasi, kedua dengan pendekatan bukan

klasik, yaitu pada fungsi multilinear. Pada pembahasan kali ini kita

mendefinisikan determinan dengan pendekatan klasik, yaitu melalui fungsi

permutasi.

Definisi : Permutasi bilangan asli, dinotasikan s, adalah susunan

bilangan-bilangan asli menurut suatu aturan tanpa menghilangkan atau mengulangi

bilangan tersebut. Himpunan semua permutasi dari n ditulis dengan Sn.

(19)

Permutasi dari barisan bilangan 1 dan 2 adalah (1,2) dan (2,1). Jadi S2 = {(1,2), (2,1)}

Permutasi dari bilangan 1,2, dan 3 adalah (1,2,3), (1,3,2), (2,3,1), (2,1,3), (3,1,2), dan

(3,2,1). Jadi S3 = {(1,2,3), (1,3,2), (2,3,1), (2,1,3), (3,1,2), (3,2,1)}.

Kita lihat bahwa banyaknya permutasi 2 bilangan adalah 2, banyaknya

permutasi 3 bilangan adalah 6. Secara umum banyaknya permutasi n bilangan

adalah n!. Penulisan permutasi k bilangan adalah (j1,j2,...,jk) dengan jijk untuk

k i≠ .

Definisi : Inversi pada suatu permutasi adalah terdapatnya bilangan yang lebih

besar mendahului bilangan yang lebih kecil, atau ji > jk untuk i < k.

Contoh :

Pada permutasi (2,1,3) terdapat 1 inversi yaitu 2 mendahului 1.

Pada permutasi (3,2,1) terdapat 3 inversi yaitu : 3 mendahului 2, 3 mendahului 1,

dan 2 mendahului 1.

Definisi : Jika jumlah inversi dari suatu permutasi adalah genap, maka disebut

permutasi genap dan jika jumlah inversi suatu permutasi ganjil maka

disebut permutasi ganjil.

Definisi : Tanda dari permutasi s, dinotasikan sgn(s), didefinisikan sebagai

⎩ ⎨ ⎧

− + =

gasal inversi

jumlah jika

, 1

genap inversi

jumlah jika

, 1 ) (

σ σ

signσ

Contoh :

Jika s = (2,1,3) maka sgn(s) = -1.

(20)

Definisi : Determinan dari matriks Anxn didefinisikan sebagai :

n n

nj j j

S j

a a a a

A) sgn( ). . ....

det(

3 2 1 2 3

1

=

σ σ

Contoh :

Jika

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡ =

22 21

12 11

a a

a a

A maka S2 = {(1,2), (2,1)} dengan sgn(1,2)=+1, sgn(2,1)=-1

sehingga det(A)=a11a22−a12a21

Jika

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ =

33 32 31

23 22 21

13 12 11

a a a

a a a

a a a

A maka S3 = {(1,2,3), (1,3,2), (2,3,1), ((2,1,3), (3,1,2),(3,2,1)}

dengan sgn(1,2,3)=+1, sgn(2,3,1)=+1, sgn(3,1,2)=+1, sgn(1,3,2)=-1, sgn(2,1,3)=-1,

dan sgn(3,2,1) = -1. Sehingga

det(A) = a11a22a33+a12a23a31+a13a21a32-a11a23a32-a12a21a33-a13a22a31.

Apabila contoh tersebut diterapkan pada matriks

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =

4 3

3 2

A dan B =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 2 3

maka det(A) = 2.4 - 3.3 =-1 dan det(B) = 3.4.6 + 2.5.0 + 1.2.1 - 3.5.1 - 2.2.6

-1.4.0 = 35. š

Dari definisi di atas, apabila A suatu matriks segitiga (atas ataupun bawah)

maka det(A) pasti bernilai nol sebab satu-satunya suku tidak nol adalah perkalian

elemen-elemen diagonal utama. Jadi jika Anxn =

( )

aij maka det(A) =a11.a22. ... .ann.

Selanjutnya sifat-sifat yang berlaku pada determinan adalah :

1. Nilai determinan matriks A sama dengan nilai determinan transposenya, yaitu

(21)

Contoh : Jika A =

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

22 21

12 11

a a

a a

maka A t =

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

22 12

21 11

a a

a a

. Sehingga

21 12 22 11

)

det(A =a aa a dan det(At)=a11a22−a12a21.

2. Jika setiap elemen pada suatu baris atau kolom matriks A bernilai nol, maka

det(A) = 0.

Contoh : B =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

0 0 0

5 4 2

1 2 3

maka det(B) = 3.4.0 + 2.5.0 + 1.2.0 - 3.5.0 - 2.2.0

-1.4.0 = 0.

3. Jika matriks A mempunyai dua baris atau dua kolom yang sama (elemen yang

bersesuaian bernilai sama), maka det(A) = 0.

Contoh : C =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

5 4 2

5 4 2

1 2 3

maka det(C) = 3.4.5 + 2.5.2 + 1.2.4 - 3.5.4 - 2.2.5

-1.4.2 = 0.

4. Jika matriks B diperoleh dengan menukar dua baris atau dua kolom matriks A

maka det(B) = - det(A).

Contoh : Matriks A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 2 3

, det (A) = 35. Dengan menukar baris 1 dan

baris 3 matriks A diperoleh matriks C =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

1 2 3

5 4 2

6 1 0

(22)

5. Jika matriks B diperoleh dengan mengalikan satu baris atau satu kolom matriks

A dengan skalar k ≠0, maka det(B) = k.det(A).

Contoh :

Matriks A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 2 3

, det (A) = 35. Dengan mengalikan baris ke tiga matriks

A dengan 3, diperoleh matriks C =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

18 3 0

5 4 2

1 2 3

dengan det(C) = 3.4.18 + 2.5.0 +

1.2.3 - 3.5.3 - 2.2.18 - 1.4.0 = 105.

6. Jika A, B, dan C matriks yang identik (sama) kecuali pada satu baris. Pada baris

yang tidak identik ini, baris matriks C merupakan jumlahan dari baris matriks

A baris matriks B, maka det(C) = det(A) + det (B).

Contoh :

Misalkan A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 2 3

, B =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 0 1

, dan C =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

2 2 4

. Maka det(A) = 35,

det(B) = 1.4.6 + 0.5.0 + 1.2.1 - 1.5.1 - 0.2.6 - 1.4.0 = 21.

det(C) = 4.4.6 + 2.5.0 + 2.2.1 - 4.5.1 - 2.2.6 - 2.4.0 = 56.

7. Jika matriks B diperoleh dari matriks A dengan menambah satu baris dengan k

kali baris yang lain, maka det(B ) = det(A).

(23)

Misalkan A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 2 3

dan B =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡ −

6 1 0

4 2 1

1 2 3

. Maka det(A) = 35, det(B) = 3.2.6

+ 2.4.0 + 1.(-1).1 - 3.4.1 - 2.(-1).6 - 1.2.0 = 35.

Dari 7 sifat di atas kita dapat mengubah sebarang matriks menjadi matriks

segitiga dengan operasi baris elementer jenis tersebut, tanpa mengubah nilai

determinannya.

Contoh :

Misal A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

6 1 0

5 4 2

1 2 3

, dengan operasi B21(-2/3) dilanjutkan B32(-3/8) diperoleh

matriks B =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

8 / 35 0 0

3 / 13 3 / 8 0

1 2 3

, sehingga det(A) = det(B )

8 35 . 3 8 .

3 = 35.

1.5. Ekspansi Kofaktor

Definisi : Jika A adalah matriks persegi maka minor dari elemen aij, dinyatakan

dengan Mij

,

adalah determinan tingkat (n-1) yang diperoleh dengan

mencoret baris ke i dan kolom ke j dari matriks A.

Bilangan (-1)i+jMij

,

dinyatakan dengan Kij

,

dinamakan kofaktor entri aij.
(24)

Misal A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

−2 1 2

2 0 2

1 1 1

, maka M11= det ⎥

⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

−2 1 2 0

= 4 dan K11= (-1)1+1M11= 1.4 = 4.

Selanjutnya M12= det ⎥

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

1 2

2 2

=-2 dan K12= (-1)1+2 M12=-1.( -2) = 2. Secara

sama diperoleh M13=-4 , M21= 3, M22=-1 , M23=-4 , M31= 2, M32= 0, dan

M33=-2. Kemudian didapat K13=-4 , K21=-3, K22=-1 , K23= 4 , K31= 2, K32=

0, dan K33=-2. š

Dari penghitungan kofaktor elemen suatu matriks kita dapat menghitung

determinan dan invers dari suatu matriks.

Definisi : Jika A =

( )

aij , maka determinan A didefinisikan sebagai :

= =

+ =

= n

j ij ij n

j ij ij j

i a M a K

A

1 1

) 1 ( )

det( (ekspansi baris ke i), atau

= =

+ =

= n

i ij ij n

i ij ij j

i a M a K

A

1 1

) 1 ( )

det( (ekspansi kolom ke j)

Contoh :

Jika A =

⎥ ⎥ ⎥

⎦ ⎤

⎢ ⎢ ⎢

⎣ ⎡

−2 1 2

2 0 2

1 1 1

maka det(A) = 1. K11+ 1. K12 + 1. K12 = 4 + 2 + (-4) = 2. Atau

det(A) = 2. K21+ 0. K22 + 2. K23 = 2.(-3) + 0. (-1) + 2.4 = .(-6) + 8 = 2. Cobalah

hitung dengan ekspansi kolom. š

Definisi : Jika A =

( )

aij matriks persegi maka matriks K =

( )

Kij dengan Kijadalah

kofaktor dari aijdinamakan matriks kofaktor dari A

.

Transpose dari
(25)

Contoh :

Jika A =

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

−2 1 2 2 0 2 1 1 1

, maka K =

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − 2 0 2 4 1 3 4 2 4

, dan adj(A)=

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − 2 4 4 0 1 2 2 3 4 .

Teorema : Jika A matriks yang mempunyai invers maka ( ) ) det( 1 1 A adj A

A− = .

Contoh :

Jika A =

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

−2 1 2 2 0 2 1 1 1

, maka A-1 = 2 1 ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − 2 4 4 0 1 2 2 3 4 = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − 1 2 2 0 2 / 1 1 1 2 / 3 2 . Latihan 1.

1. Diberikan matriks

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 0 2 1 2 3 1

A ,

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 2 1 2 B , ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡− = 2 1 1 3 0 1 C , ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 3 3 4 1 1 0 1 2 2 D , ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = 3 1 2 0 1 3

E , F =

[

1 2 3

]

,

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = 2 2

G , dan H =

[

0 1 1

]

. Manakah di antara

operasi berikut yang dapat dilakukan ? Jika dapat dilakukan tentukan

hasilnya, jika tidak dapat dilakukan berikan alasannya.

a. A+B

b. 2A+C

c. B- 2D

d. 3H-F

e. AB + FE

f. 3BA

g. ED-BA

h. BG +GH

i. HD -At

j. Ft +Gt

k. (F+G)t

(26)

2. Berikan satu contoh matriks simetris ukuran 3 x 3.

3. Berikan satu contoh matriks simetris miring A yang berukuran 3 x 3. Apakah

A+At juga simetris miring ? Berikan alasannya.

4. Jika ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 5 1 4 3 0 1 1 2 1

C dan

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 3 3 4 1 1 0 1 2 2

D , hitunglah :

a. C (C +D)

b. C 2 +CD)

c. C (CD)

d. C2D

e. (C -D)C

f. C2-DC

5. Lakukan operasi baris elementer B2(-2), B21(2), B13, B23(-2), B12(-1),dan B1(3)

pada matriks berikut.

a. ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 0 2 1 2 3 1

A b.

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 3 3 4 1 1 0 1 2 2

B c.

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 3 1 4 3 0 1 1 2 1 C

6. Dapatkan invers dari matriks elementer berikut.

a. ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 0 1 0 1 0 0 0 0 1 b. ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 1 0 0 1 1 0 0 0 1 c. ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ −2 0 0 0 1 0 0 0 1

7. Tentukan bentuk eselon baris dari matriks berikut. Catatlah operasi baris

elementer yang dilakukan untuk mendapatkan bentuk eselon barisnya.

Dapatkan pula bentuk eselon baris tereduksinya

a. ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 0 2 1 2 3 1

A b.

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 3 3 4 1 1 0 1 2 2

B c.

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hubungan antara kebijakan umum dan arah kebijakan, serta program prioritas pembangunan daerah beserta indikator kinerja dan kerangka pendanaannya diuraikan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk menghitung nilai daya dukung aksial dan daya dukung ijin tiang pancang berdasarkan data Sondir dan data SPT dengan metode

Mengacu pada hasil penelitian variabel Biaya Perikanan dan variabel Frekuensi Periklanan berpengaruh signifikan terhadap variabel Volume Penjualan sepeda motor

Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tahun 2005 yang kami sebut di atas,laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas

Judul Skripsi : Pengaruh Pengungkapan Akuntansi Lingkungan Terhadap Pemeringkatan Kinerja Lingkungan Pada Perusahaan- Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa secara cermat untuk dipahami bahwa data tersebut memang layak untuk dijadikan sebagai data yang akan merangkai

Keputusan Menteri Agama RI Nomor 151 Tahun 2019 Tentang Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kementrian Agama tahun Akademik

Hal ini dibuktikan dengan analisis hubungan antara evapotranspirasi dan hujan, korelasi antara hujan bulanan dengan debit bulanan, serta kondisi topografinya yaitu, hubungan