• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi Kontemporer dan Implementasi Z

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Relevansi Kontemporer dan Implementasi Z"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

RELEVANSI KONTEMPORER DAN IMPLEMENTASI

ZAKAT DI INDONESIA

MAKALAH

Muhammad Raditio Jati Utomo (1606887895) Zico Leonard Djagardo Simanjuntak (1606880440)

FAKULTAS HUKUM PROGRAM SARJANA

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

RELEVANSI KONTEMPORER DAN IMPLEMENTASI

ZAKAT DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu komponen nilai

Mata Kuliah Hukum Ekonomi Islam Semester Gasal 2017/2018

Program Sarjana Reguler

Muhammad Raditio Jati Utomo (1606887895)

Zico Leonard Djagardo Simanjuntak (1606880440)

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM SARJANA

DEPOK

(3)

ABSTRAK

Nama (NPM) : Muhammad Raditio Jati Utomo (1606887895) Zico Leonard Djagardo Simanjuntak (1606880440) Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Relevansi Kontemporer dan Implementasi Zakat di Indonesia

Zakat merupakan salah satu elemen pokok dalam tegaknya agama Islam. Hal

tersebut tercermin dari kedudukan Zakat dalam Rukun Islam. Selain itu, Zakat

bersanding sejumlah 28 kali dengan perintah salat di dalam Al-Qur’an. Dengan

demikian, Zakat merupakan elemen yang turut pula melekat dalam keseharian

masyarakat Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

Hal tersebut meningkatkan urgensi pengaturan Zakat oleh negara demi menjamin

kepastian hokum bagi warganya. Zakat yang secara praktik mengatur pengeluaran

pihak-pihak tertentu yang nilai hartanya sudah memenuhi kategori wajib Zakat

tentu akan pula bersinggungan dengan pengaturan perpajakan yang sama-sama

mengatur pihak-pihak tertentu dengan nila harta tertentu sebagai wajib pajak. Jalan

tengah dari irisan pajak dan Zakat ditengahi dengan menjadikan Zakat sebagai nilai

pengurang harta, sehingga warga negara penganut Islam tetap mampu menjalankan

kewajiban agama tanpa melalaikan kewajiban terhadap negara. Hal tersebut kiranya

cukup adil mengingat tujuan dari pajak dan Zakat yang sama, yakni demi

pengentasan kemiskinan serta alat redistribusi kemakmuran demi meminimalisasi

ketimpangan kemakmuran. Dalam implementasinya, kiranya dalil-dalil fikih

kontemporer lebih membantu menyelesaikan permasalahan antara Zakat, Pajak,

dan Negara.

Kata kunci: zakat, hukum Islam, hukum ekonomi Islam, ilmu hukum, pajak,

(4)

ABSTRACT

Name

(Student ID) :

Muhammad Raditio Jati Utomo (1606887895) Zico Leonard Djagardo Simanjuntak (1606880440)

Program : Law

Title : The Contemporary Relevance of Zakat and Implementation of Zakat in Indonesia

Zakat is one of the main elements in upholding Islam. This is reflected in the

position of Zakat in the Pillars of Islam. In addition, Zakat matched 28 times with

the command of prayer in the Qur'an. Thus, Zakat is an element that also inherent

in the daily life of the people of Indonesia as a country with a majority of the

population of Islam. This increases the urgency of Zakat arrangements by the state

to ensure legal certainty for its citizens. Zakat which practically regulate the

expenditure of certain parties whose value of the property already fulfills the

obligatory category of Zakat would also also intersect with the arrangement of

taxation that equally governs certain parties with certain taxes as taxpayers. The

middle path of the tax slice and Zakat is mediated by making Zakat as the value of

the deductions of property, so that the citizens of the Muslims are still able to carry

out religious duties without neglecting the obligation to the state. It would be fair

to remember the purpose of the same tax and Zakat, that is, for the sake of poverty

alleviation and the means of redistribution of prosperity in order to minimize the

imbalance of prosperity. In its implementation, presumably the arguments of

contemporary jurisprudence are more helpful to solve the problem between Zakat,

Tax, and State.

Keywords: zakat, Islamic law, Islamic economic law, law, tax, taxation policy,

Islam, Islamic jurisprudence, Islamic classical jurisprudence, Islamic contemporary

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Daftar Isi... iv

BAB I ZAKAT DALAM SYARIAT ... 1

A. Definisi dan Kedudukan Zakat ... 1

B. Peran Zakat dan Penerima Manfaat Zakat ... 2

C. Dasar Hukum Zakat ... 3

BAB II ZAKAT DAN RELEVANSI KONTEMPORER ... 5

A. Ikhtisar Zakat Kontemporer ... 5

B. Komparasi Objek Zakat Klasik dan Kontemporer ... 6

BAB III ZAKAT, PAJAK, DAN NEGARA ... 7

A. Kebermulaan Zakat ... 7

B. Persamaan dan Perbedaan Zakat dengan Pajak ... 7

C. Regulasi Perpajakan Berkaitan dengan Zakat ... 8

D. Integrasi Zakat dan Pajak ... 8

BAB IV REGULASI ZAKAT DI INDONESIA ... 11

A. Dasar Hukum Pengaturan Zakat dalam Hukum Positif ... 11

B. Pengarahan Pengaturan Zakat dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 11

C. Ketentuan Umum mengenai Zakat dalam Hukum Positif ... 12

(6)
(7)

Halaman 1

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I

ZAKAT DALAM SYARIAT

A. Definisi dan Kedudukan Zakat

Secara kebahasaan, Zakat berarti “yang menyucikan”.1 Sedangkan secara istilah, Zakat merupakan suatu bentuk pengorbanan untuk menyucikan harta

dari sifat-sifat keduniawiannya atau dari perolehan yang kurang sempurna yang

mana harus disalurkan kepada umat.2 Hal yang terakhir disebut sebagaimana

tersebut dalam Surat At-Taubah Ayat 103,

َ نِإ

ََْمِهْيَلَع

َِ لَصَو

اَِِ

َْمِهيِ كَزُ تَو

َْمُُرِ هَطُت

َ ةَقَدَص

َْمِِِاَوْمَأ

َْنِم

َْذُخ

َ ميِلَع

َ عيََِ

َُ ّاَو

ََْمَُِ

َ نَكَس

ََكَت َََص

(Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan

Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)3

Quraish Shihab dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut menyebutkan

bahwa,

Wahai Rasulullah, ambillah sedekah dari harta orang-orang yang bertobat itu, yang dapat membersihkan mereka dari dosa dan kekikiran dan dapat mengangkat derajat mereka di sisi Allah. Doakanlah mereka dengan kebaikan dan hidayah, karena sesungguhnya doamu dapat menenangkan jiwa dan menenteramkan kalbu mereka. Allah Maha Mendengar doa dan Maha Mengetahui orang-orang yang ikhlas dalam bertobat.4

Sehingga, dapat dimaknai bahwa zakat yang bersifat membersihkan dari sifat

keduniawian berarti zakat membersihkan manusia dari sifat kikir. Sedangkan,

perolehan yang kurang sempurna terhadap harta memiliki relasi terhadap

pembersihan dosa sebagaimana dalam tafsir Quraish Shihab. Perolehan harta

1 Benda-Beckmann. (2007). Social Security Between Past and Future: Ambonese Networks of Care and Supports. Hlm. 167

2Ibid.

(8)

Halaman 2

UNIVERSITAS INDONESIA

yang kurang sempurna yang berimplikasi pada dosa dapat digambarkan dengan

terang melalui transaksi-transaksi keuangan modern yang cenderung lekat

dengan riba sehingga harta yang diperoleh secara sempurna bercampur dengan

harta yang diperoleh secara kurang sempurna. Zakat memiliki pula sifat untuk

membersihkan harta dari kemungkinan percampuran dengan harta yang

diperoleh secara kurang sempurna tersebut.

Zakat sendiri mempunyai kedudukan yang utama dalam Islam,

sebagaimana Zakat tercantum sebagai kesatuan kolektif dari rukun Islam pada

urutan ke-3.5 Keutamaan Zakat tersebut semakin diteguhkan dengan

keberadaannya yang 28 kali bersanding dengan perintah salat dalam Qur’an.6

Medani dan Gianci menyebut Zakat sebagai “not a charitable contribution”.7

Hal tersebut bukan karena Zakat tidak memiliki fungi sosial, namun lebih

kepada sifat Zakat yang bukan termasuk kontribusi sukarela. Zakat bersifat

obligatoir atau bersifat kontribusi wajib. Murata dan Chittick (1994)

menempatkan Zakat setara dengan Wudu dan Salat, "Just as ablutions purify

the body and salat purifies the soul (in Islam), so zakat purifies possessions and makes them pleasing to God.“ Dengan terjemahan bebas bahwa “Sebagaimana Wudu membersihkan badan dan Salat yang membersihkan jiwa, begitu pula

Zakat memurnikan harta.”8

B. Peran Zakat dan Penerima Manfaat Zakat

Zakat, sekurang-kurangnya, memiliki empat peran utama dalam

masyarakat Islam: (a) sebagai ungkapan kepedulian terhadap kesejahteraan

sesama muslim,9 (b) sebagai sarana untuk merawat harmoni antara komunitas

muslim sejahtera dengan komunitas muslim prasejahtera,10 (c) sebagai alat

redistribusi yang lebih merata demi menghindari ketimpangan kemakmuran,11

5 Wael. (2013). The Impossible State: Islam, Politics, and Modernity’s Moral Predicament. Hlm. 123. 6 Baqi. (1944). al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzhil Qur`ân al-Karîm. Hlm 421

7 Ahmed dan Gianci. Zakat, Encyclopedia of Taxation and Tax Policy. Hlm. 479-481 8 Murata dan Chittick. (1994). The Vision of Islam. Hlm. 16.

9 Weiss. (1986). Islamic Reassertion in Pakistan: The Application of Islamic Laws in A Modern State. Hlm.

80.

(9)

Halaman 3

UNIVERSITAS INDONESIA

dan (d) sebagai symbol solidaritas Islam.12 Serangkai peran tersebut tercermin

melalui ketentuan pihak-pihak yang berhak menerima manfaat zakat

(“asnaf”):13

a) Al-Fuqara, setiap orang yang tidak berpenghasilan dan tidak

memiliki daya untuk berpengasilan untuk hidup secara layak;

b) Al-Masakin, setiap orang yang memiliki penghasilan namun

penghasilannya tersebut tidak mampu menghidupi secara layak;

c) Al-Amiliyn ‘Aliha, pengelola Zakat;

d) Al-Muallafatu Qulubuhum, setiap orang yang baru memeluk Islam

setaip non-muslim yang tertarik dan berpotensi memeluk Islam;

e) Fir-Riqab, budak;

f) Al-Gharimin, orang yang terlilit utang dalam upaya pemenuhan

hajat hidup secara layak;

g) Jihad Fii Sabilillah, setiap orang yang berjuang di jalan Allah,

dalam arti luas, yang tidak berpenghidupan layak; dan

h) Ibnu Al-Sabil, musafir dalam perjalanan yang memiliki beban

syariat namun memerlukan bantuan keuangan dalam pemenuhan

beban syariatnya tersebut.

Dengan demikian, telah terang bahwa pemenuhan kewajiban Zakat

merupakan tidak hanya suatu bentuk pemenuhan kewajiban syariat, namun

pula merupakan suatu pemenuhan terhadap tanggung jawab sosial

kemanusiaan.

(10)

Halaman 4

UNIVERSITAS INDONESIA

• Al-Anbiya [21]: 73

• Al-Mu’minun [23]: 4

• An-Naml [27]: 3

• Ar-Rum [30]: 39

• Luqman [31]: 4

• Fussilat [41]: 7

• At-Taubah [9]: 103

b) Hadits

• HR. Bukhari: 24

• HR. Muslim: 5

(11)

Halaman 5

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II

ZAKAT DAN RELEVANSI KONTEMPORER

A. Ikhtisar Zakat Kontemporer

Pandangan umum mengenai Zakat dari kacamata kekinian dipaparkan

oleh Qaradawi (1999) yang pada pokoknya menyatakan bahwa para ulama

masih memiliki perbedaan pendapat dalam hal harta yang menjadi objek wajib

Zakat:

The kinds of wealth that are zakatable are subject to differences among scholars. Such differences have serious implications for Muslims at large when it comes to their application of the Islamic obligation of zakat. For example, some scholars consider the wealth of children and insane individuals zakatable, others don't. Some scholars consider all agricultural products zakatable, others restrict zakat to specific kinds only. Some consider debts zakatable, others don't. Similar differences exist for business assets and women's jewelry. Some require certain minimum (nisab) for zakatability, some don't. etc. The same kind of differences also exist about the disbursement of zakat14

Pendapat tersebut diterjemahkan secara bebas sebagai “Macam kekayaan yang

patut menjadi objek wajib Zakat masih belum satu pandangan di antara para

ulama. Hal yang demikian menimbulkan masalah serius dalam hal penerapan

kewajiban Zakat. Sebagai umpama, sebagian ulama berpandangan bahwa harta

yang dimiliki oleh anak-anak dan orang dengan gangguan jiwa termasuk objek

wajib zakat, sebagian ulama yang lain tidak. Sebagian ulama berpandangan

bahwa setiap produk pertanian dan perkebunan menjadi objek wajib Zakat,

sebagian ulama yang lain berpandangan hanya produk pertanian dan

perkebunan yang tertentu saja yang menjadi objek wajib Zakat. Sebagian

ulama berpandangan bahwa utang termasuk objek wajib Zakat, sebagian ulama

yang lain tidak. Perbedaan yang demikian berlaku pula dalam asset usaha dan

perhiasan perempuan. Sebagian ulama berpandangan setiap objek wajib Zakat

memerlukan batas Nishab, sebagian ulama lain berpandangan hanya objek

(12)

Halaman 6

UNIVERSITAS INDONESIA

wajib Zakat tertentu saja yang membutuhkan batas Nishab.

Perbedaan-perbedaan semacam tersebut berlaku pula dalam hal penyaluran Zakat.” Sehingga, demi kepastian Hukum, patut kiranya menyadur pendapat

Qohf (1999) yang menyatakan bahwa Pemerintah (pengelola zakat) dapat

mengadakan perubahan dalam struktur harta yang menjadi objek wajib Zakat

dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan umum yang ada dan

pemahaman terhadap alam hidup modern.15

B. Komparasi Objek Zakat Klasik dan Kontemporer

Berdasarkan ikhtisar Zakat kontemporer tersebut sebelumnya, Qaradawi

(1999) menyusun pula objek wajib Zakat yang beradaptasi dengan alam hidup

modern serta komparasinya dengan objek wajib Zakat klasik:

Komparasi Objek Wajib Zakat

Klasik Kontemporer

No. Jenis No. Jenis

1 Binatang Ternak 1 Binatang Ternak

2 Emas 2 Emas

3 Perak 3 Perak

4 Barang Dagangan 4 Uang

5 Harta Galian 5 Kekayaan Dagang

6 Hasil Pertanian 6 Hasil Pertanian

7 Tanah Pertanian

14 Saham dan Obligasi

(13)

Halaman 7

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III

ZAKAT, PAJAK, DAN NEGARA

A. Kebermulaan Zakat

Secara mendasar, Pajak sendiri berumur lebih muda daripada Zakat.

Zakat sudah dikenal jauh sebelum sistem perpajakan masuk ke Indonesia,

yakni pada masa kerajaan Islam berkuasa di Nusantara. Pada masa tersebut

telah berdiri Baitul Maal yang menjadi pusat pengelolaan keuangan kerajaan,

namun sistem ini secara perlahan mulai digantikan seiring dengan kedatangan

kaum imperialis Eropa yang mengadopsi sistem perpajakan dari negara

mereka.

Sistem perpajakan merupakan konsekuensi logis dari Du Contract Social

atau Perjanjian Sosial hasil pemikiran J. J. Rousseau. Artinya, kondisi ini

membuktikan bahwa walaupun sifatnya lokal, Zakat dapat diandalkan sebagai

penopang keuangan negara. Dengan demikian, tidak heran jika eksistensi Zakat

tidak bisa dihilangkan ketika membahas perekonomian negara.

B. Persamaan dan Perbedaan Zakat dengan Pajak

Pada prinsipnya, baik pajak maupun zakat memiliki persamaan yaitu

untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan keduanya telah diatur agar dapat

dikelola menurut cara yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan tersebut,

yaitu dengan menyetorkan pembayarannya ke lembaga resmi yang sudah

disahkan pemerintah. Selain itu, tidak semua orang dikenakan kewajiban dua

pungutan ini, semuanya dikembalikan kepada batas minimum untuk dapat

dikenakan kewajiban menjadi wajib pajak dan/atau wajib zakat. Dalam Sistem

Perpajakan, batas ini dikenal dengan istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP). Dalam Sistem Zakat, batas tersebut disebut Nishab.

Perbedaan yang paling pokok antara Pajak dan Zakat adalah sumber

perintah pelaksanaannya, Zakat bersumber dari Allah SWT. sementara Pajak

bersumber dari undang-undang dan regulasi lain yang merupakan buatan para

penyelenggara negara. Sehingga, hal ini berdampak pada niat saat membayar.

(14)

Halaman 8

UNIVERSITAS INDONESIA

ikhlas melakukannya daripada pada Wajib Pajak walaupun kedua pungutan ini

sama-sama tidak memberikan imbalan langsung kepada pembayarnya.

C. Regulasi Perpajakan Berkaitan dengan Zakat

Ketentuan mengenai perpajakan yang memiliki relasi dengan Zakat dapat

disimak dalam beberapa peraturan perundang-undangan:

a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahaan

Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan;

c) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau

Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang

Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;

d) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 33 Tahun 2011 tentang

Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah

yang Ditetapkan sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan

Keagamaan yang Bersifat Wajib yang Dapat Dikurangkan dari

Penghasilan Bruto; dan

e) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15 Tahun 2012 tentang

Perubahan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 33 Tahun 2011 tentang

Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan Oleh Pemerintah

yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat Atau Sumbangan

Keagamaan Yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari

Penghasilan Bruto.

D. Integrasi Pajak dan Zakat

Di Indonesia, praktik perpajakan yang berlaku telah menempatkan Zakat

sebagai unsur yang tidak dipisahkan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan

para wajib pajak. Zakat, bersama dengan sumbangan keagamaan lainnya yang

bersifat wajib, menjadi pengurang penghasilan neto wajib pajak, perlakuan ini

(15)

Halaman 9

UNIVERSITAS INDONESIA

Namun, penerapan mekanisme ini kurang berdampak signifikan kecuali

jika Zakat diperhitungkan langsung sebagai pengurang beban/utang Pajak. Ini

menunjukkan bahwa posisi Zakat dan Pajak adalah tidak sepenuhnya saling

menggantikan.

Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, dikenal dua jenis

Zakat yaitu Zakat Maal dan Zakat fitrah. Pertanyaan yang mengemuka

kemudian adalah, apakah atas kedua jenis Zakat yang sudah dibayarkan ini

boleh dibebankan dalam perhitungan Pajak? Pasal 11 Ayat (2) huruf b.

undang-undang tersebut disebutkan bahwa termasuk dalam harta yang dikenai zakat

contohnya adalah perdagangan dan perusahaan. Hal yang demikian merupakan

ruang lingkup yang sejalan dengan penjelasannya mengenai definisi Zakat

Maal. Namun, kondisi ini belum memungkinkan Zakat Fitrah untuk dapat

dijadikan sebagai unsur pengurang.

Adapun syarat Zakat agar dapat dibiayakan (diperhitungkan sebagai

pengurang) menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah

dibayarkan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ)

yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Pemerintah secara resmi

memiliki Baznas. Argumentasi ini menjadikan zakat fitrah tidak dapat

memenuhi kriteria tersebut, lain hal dengan Zakat Maal yang oleh perusahaan

atau orang pribadi sering diserahkan ke BAZ atau LAZ. Sementara Zakat Fitrah

diserahkan hanya atas nama individu dan kepada lembaga amil zakat yang

sifatnya lokal atau langsung ke Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).

Kompleksitas penyelenggaraan kegiatan negara kian membutuhkan dana

yang tinggi maka kembali lagi bahwa keberadaan Pajak sebagai penopang

utama tidak bisa dihilangkan. Namun demikian ini bukan berarti Zakat tidak

memberi peran, hingga Agustus 2011 Baznas sudah menerima 1,3 Triliun

Rupiah, suatu pencapaian yang bisa digunakan untuk membantu kelancaran

kegiatan ekonomi bangsa sebagai penunjang dari aspek kehidupan sosial.

Dengan demikian dari tinjauan singkat ini dapat disimpulkan bahwa

negara Indonesia sudah mengakomodasi kerancuan sistem Pajak dan Zakat

dengan menempatkan Zakat sebagai unsur pengurang penghasilan neto yang

(16)

Halaman 10

UNIVERSITAS INDONESIA

dianggap belum sepenuhnya membuat Pajak dan Zakat saling menggantikan

karena dampak pengurangan ini tidak signifikan dan lagi hanya Zakat yang

diserahkan ke LAZ atau BAZ yang didirikan atau disahkan oleh pemerintah

yang boleh dibiayakan. Hanya jika pemenuhan kewajiban Zakat sudah optimal

dan peranannya bagi ekonomi negara makin besar maka ada kemungkinan

posisinya makin sejajar dengan Pajak sehingga dapat seutuhnya saling

(17)

Halaman 11

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV

REGULASI ZAKAT DI INDONESIA

A. Dasar Hukum Pengaturan Zakat dalam Hukum Positif

Zakat sebagai bagian yang melekat dalam kehidupan umat Islam di

Indonesia diatur oleh negara dalam serangkai peraturan:

a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Zakat;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Zakat;

c) Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat

dan Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta

Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif;

d) Peraturan Menteri Agama Nomor 69 Tahun 2015 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014

tentang Syarat dan Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat

Fitrah serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif;

e) Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Pengenaan Sanksi Administratif Dalam Pengelolaan Zakat;

f) Surat Keputusan Dewan Pertimbangan BAZNAS Nomor

001/DP-BAZNAS/XII/2010 tentang Pedoman Pengumpulan Dan

Pentasyarufan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Pada Badan Amil Zakat

Nasional; dan

g) Keputusan Ketua BAZNAS Nomor

KEP.016/BP/BAZNAS/XII/2015 tentang Nilai Nishab Zakat

Pendapatan atau Profesi Tahun 2016.

B. Pengarahan Pengaturan Zakat dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia sebagai otoritas keagamaan Islam juga turut

menerbitkan pandangan hokum dalam rangka sebagai panduan terhadap

(18)

Halaman 12

c) Fatwa 14/2011 – Penyaluran dalam Bentuk Harta Kelolaan

d) Fatwa 15/2011 – Penarikan, Pemeliharaan, Penyaluran, Zakat

e) SK Komisi Fatwa MUI 15/1982 – Penggunaan Produktif dan

untuk Maslahat Umum

f) Surat Fatwa MUI 120/MU/II/1996 – Zakat untuk Beasiswa

g) Fatwa 3/2003 – Zakat Penghasilan

h) Fatwa 4/2003 – Dana Zakat untuk Investasi

C. Ketentuan Umum mengenai Zakat dalam Hukum Positif

Norma hukum positif mendefinisikan beberapa istilah dalam Zakat demi

kepastian Hukum mengenai Zakat dalam tata hukum nasional:

a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

• Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang

berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam;

• Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang

berkewajiban menunaikan zakat;

• Mustahik orang orang yang berhak menerima zakat;

• Asas-asas Pengelolaan Zakat meliputi syariat Islam,

Amanah, Kemanfaatan, Keadilan, Kepastian Hukum,

Terintegrasi, dan Akuntabilitas; serta

• Tujuan Pengelolaan Zakat meliputi (a) meningkatkan

efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat,

dan (b) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan

kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

b) Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat

dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta

(19)

Halaman 13

UNIVERSITAS INDONESIA

• Zakat adalah Harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam

untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai

dengan syariat Islam;

• Zakat Mal adalah Harta yang dikeluarkan oleh Muzaki

melalui amil zakat resmi untuk diserahkan kepada Mustahik;

• Zakat Fitrah adalah Zakat jiwa yang diwajibkan atas setiap diri muslim yang hidup pada bulan Ramadhan;

• Nisab adalah Batasan minimal harta yang wajib dikenanakan

zakat;

• Haul adalah Batas waktu 1 tahun hijriyah/12 bulan

Qomariyah pemilikan harta yang wajib dikeluarkan zakat;

• Objek Wajib Zakat Mal terdiri atas Emas, Perak, Logam Mulia lainnya, Uang, Surat Berharga lainnya, Perniagaan,

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan

Perikanan, Pertambangan, Perindustrian, Pendapatan dan

Jasa, serta Rikaz;

• Syarat Objek Wajib Zakat Mal ialah kepemilikan penuh, halal sifat dan perolehannya, cukup nisab, dan haul;

• Objek Wajib Zakat Fitrah ialah seorang Islam yang hidup pada bulan Ramadhan serta memiliki kelebihan kebutuhan

pada malam hari dan ketika hari Raya Idul Fitri;

• Zakat Fitrah ditunaikan dengan sejumlah makanan pokok

atau uang sejumlah tertentu makanan pokok; serta

• Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Pemberian Zakat

(20)

Halaman 14

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

al-Qaradawi, Y. (1999). Fiqh Az-Zakat. London: Dar al Taqwa.

al-Qaradawi, Y. (1999). Fiqh Az-Zakat. (M. Qohf, Penerj.) London: Dar al Taqwa.

Benda-Beckmann, F. v. (2007). Social Security Between Past and Future:

Ambonese Networks of Care and Support. Münster: LIT Verlag.

Islamic Reassertion in Pakistan: The Application of Islamic Laws in A Modern

State. (1986). New York: Syracuse University Press.

Murata, S., & Chittick, W. C. (1994). The vision of Islam. London: IB Tauris.

Rana, J. (2009). Social Welfare and Religion in The Middle East: A Lebanese

Perspective. Bristol: The Policy Press.

Salih, M. A. (2004). Islamism and Its Enemies in The Horn of Africa. (A. D.

Waal, Penyunt.) Bloomington: Indiana University Press.

Scott, J. C. (1985). Weapons of The Weak: Everyday Forms of Peasant

Resistance. Yale: Yale University Press.

Wael, H. (2013). The Impossible State: Islam, Politics, and Modernity's Moral

Referensi

Dokumen terkait

mengenal pasti aspek persekitaran pembelajaran matematik (perhubungan sosial pelajar [pelajar saling mengenali, memahami, bantu-membantu, berinteraksi, dan memberi sokongan],

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak

16 Penelitian lain, Perea et al yang meneliti prevalensi dan faktor risiko tinea pedis dan tinea unguium pada populasi umum di Spanyol menjumpai dari 1000 orang subjek

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka disimpulkan sebagai berikut: 1) Hubungan antara harga kakao biji yang diterima petani produsen dengan harga

23 tahun 2011 disebutkan bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya

Kaleng untuk proses steril ditutup il ditutup sampai sampai bersifat kedap udara dengan alat khusus. bersifat kedap udara dengan alat khusus. Bahan pembuat kaleng ini ada 3 macam

Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga kantong nilai plastik transparan sangat cocok diterapkan pada proses pembelajaran setiap siklus, walaupun pada siklus I dan

Lembar ini disebut lembar control karena lembar ini akan diambil oleh petugas security sebagai alat control saat calon penumpang memasuki ruang tunggu. Untuk membedakan