• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN MODEL TALKING STICK UNTUK MENI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN MODEL TALKING STICK UNTUK MENI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

(2)

membangun pribadi yang memiliki ilmu pengetahuan, meningkatkan kemampuan teknis, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk karakter yang kuat. Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh diyakini merupakan hal yang penting dan mutlak dimiliki setiap peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup di masa mendatang. Pengembangan karakter yang diperoleh melalui pendidikan, baik pada tingkat sekolah maupun perguruan tinggi dapat mendorong peserta didik menjadi anak-anak bangsa yang memiliki kepribadian unggul. Secara kontekstual dan imperatif hakikat dan tujuan pendidikan nasional harus merepresentasikan permasalahan kondisi objektif masyarakat bangsanya, representasi dari kebutuhan masyarakat, manifestasi tipologis masyarakatnya. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan UNESCO, tujuan pendidikan adalah manifestasi hasil refleksi filosofi tentang manusia, eksistensi manusia dalam konteks sejarahnya dan tentang sistem hubungan manusia dengan alam serta masyarakat dimana dia hidup, berkreasi, dan berbuat (Charles Hammel,UNESCO, 1977). Di Indonesia ditambah dengan hubungan manusia dengan Tuhannya.

(3)

pelajar pastinya melakukan suatu aktivitas yang biasanya kita sebut dengan pembelajaran. Arti dasar pembelajaran adalah sebuah proses, cara, kegiatan yang menjadikan seseorang belajar. Sedangkan pengertian belajar itu sendiri adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Dengan kata lain, dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika para pelajar berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya. Hal tersebut merupakan sebuah inti sari dari adanya pendidikan dan pembelajaran, yang mana mampu merubah pengetahuan, pola pikir dan sikap dari para pelajar untuk berubah pada hal yang lebih baik setelah menerima pembelajaran. Sehingga mutu dari pembelajaran yang kita harapkan bisa terealisasikan dengan baik dan menyeluruh.

(4)

Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam KBM. Saat proses pembelajaran dikelas, kemampuan yang dimiliki para pelajar akan ditentukan oleh penggunaan model yang sesuai dengan tujuan. Penggunaan model pembelajaran yang tepat berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai. Saat penggunaan suatu model pembelajaran, seorang guru sebaiknya tidak hanya menguasai satu model saja tetapi perlu menguasai model lainnya. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran diperlukan model bervariasi agar terciptanya suasana yang efektif. Berdasarkan macamnya, banyak sekali bentuk model pembelajaran yang telah ada dalam mengiringi pelaksanaan dan proses belajar di kelas. Penggunaan berbagai jenis model pembelajaran itu diterapkan berdasarkan kemampuan dari guru yang melaksanakannya.

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bahwa tujuan dari semua ini adalah supaya terwujudnya dan tercapainya mutu pembelajaran yang diberikan oleh guru terhadap para pelajarnya. Namun, melihat dari hasil laporan penelitian yang ada sebelumnya, menunjukkan bahwa mutu pembelajaran belum berjalan secara optimal baik pada tataran pendahuluan, tataran inti, maupun tataran penutup. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan belum dikuasainya berbagai model oleh guru baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian. Permasalahan ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut supaya dapat diketemukan data yang valid dan sekaligus dalam ditentukan alternatif pemecahannya. Adapun bentuk model yang akan diterapkan dalam penelitian ini dengan menggunakan model Talking stick. Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang sejauh mana pengaruh dari penerapan model pembelajaran tersebut dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. Disamping itu juga agar mengetahui gambaran tentang model pembelajaran Talking stick ini dalam proses kegiatan belajar yang mampu menunjang dalam peningkatan mutu pembelajaran dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian dari model pembelajaran tersebut, serta untuk mengetahui langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran ini dan juga semua kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan model pembelajaran ini.

(5)

1. Tujuan Umum

 Ingin memperoleh gambaran tentang Manajemen Model Talking Stick dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

2. Tujuan Khusus

 Ingin memperoleh pengetahuan tentang pengertian dari Model pembelajaran Talking Stick.

 Ingin memperoleh pengetahuan tentang prinsip dan tujuan dari Model pembelajaran Talking Stick dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

 Ingin mengetahui langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran Talking Stick.

 Ingin mengetahui kelebihan dan kelemahan dari penerapan model pembelajaran Talking Stick.

C. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam makalah penelitian ini, hal-hal yang akan dibahas adalah:

 Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick.

 Prinsip dan tujuan dari model pembelajaran Talking Stick dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

 Gambaran tentang langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran

Talking Stick.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Manajemen Talking Stick

1. Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick

(7)

Dalam jenis pembelajaran cooperative memiliki variant type yang sangat beragam yang diantaranya adalah model pembelajaran Talking stick. Model pembelajaran Talking Stick merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif, yakni guru memberikan kepada siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan partisipasi siswa (Lie, 2005:56). Sedangkan menurut Widodo (2009) berpendapat bahwa Talking Stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawab pertanyaan tersebut. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lain secara bergiliran sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Agus Suprijono (2011:109) mengenai model pembelajaran Talking stick, yakni suatu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Lanjutnya, Talking Stick adalah model pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang harus menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi pokok yang akan dibahas. Dengan kata lain, Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan bantuan tongkat dengan memberikan kesempatan kepada kelompok atau siswa yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus menerus sampai semua kelompok atau siswa mendapatkan giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

2. Prinsip Model Pembelajaran Talking Stick

(8)

council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping.” Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa talking stick digunakan sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran atau bergantian setelah menerima tongkat tersebut. Dengan demikian, telah jelas dapat dipahami bahwa prinsip dari model Talking Stick adalah pelatihan mengemukakan pendapat didalam forum atau berbicara didalam kelas yang dilakukan secara individual dan mandiri, karena setiap siswa yang menerima tongkat harus berbicara, menjawab atau mengemukakan pendapat dari pertanyaan yang diberikan oleh guru secara mandiri.

3. Tujuan Model Pembelajaran Talking Stick

(9)

kelompok (Isjoni, 2010: 21). Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (1996: 279) model pembelajaran Talking stick ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang memiliki perbedaan latar belakangnya.

4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick

Dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut, terdapat beberapa langkah sebagai berikut: Pembelajaran dengan model pembelajaran Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Siswa diberikan kesempatan membaca materi tersebut. berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika stick bergulir dari siswa ke siswa lainnya, sebaiknya diiringi musik. Langkah terakhir dari model pembelajaran ini adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan siswa yang selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.

Adapun menurut Suyatno (2009:124) langkah-langkah dalam melaksanakan model pembelajaran Talking Stick ini adalah sebagai berikut:

 Guru menyiapkan tongkat.

 Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi tersebut.

(10)

 Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa. Setelah itu, guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar atau keseluruhan siswa mendapat kesempatan untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

 Guru memberikan kesimpulan.

 Evaluasi.

 Penutup.

Kemudian menurut Widodo (2009) menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Talking Stick ini adalah sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD. 2) Guru menyiapkan sebuah tongkat.

3) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.

4) Setelah siswa membaca materi/ buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mempersiapkan diri menjawab pertanyaan guru.

5) Guru memberikan tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Jika siswa sudah dapat menjawabnya maka tongkat diserahkan pada siswa lainnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

6) Guru memberikan kesimpulan. 7) Evaluasi

8) Penutup

(11)

Pembelajaran dengan model Talking stick ini sangat cocock diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/ SMK. Selain untuk melatih kemampuan berbicara, pembelajaran ini juga akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif pada pembelajaran. Adapun beberapa kelebihan pada model pembelajaran Talking Stick ini diantaranya:

a. Menguji kesiapan dari siswa dalam pembelajaran. b. Melatih para siswa memahami materi dengan cepat.

c. Memacu agar para siswa lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai).

d. Membuat para siswa berani untuk mengemukakan pendapat.

e. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain atau siswa lain yang dirasakan lebih baik.

f. Meningkatkan motivasi, kepercayaan diri dan life skill yang mana pendekatan tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap positif belajar dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada peningkatan kecerdasan otak.

Sedangkan kelemahan dari penggunaan startegi ini adalah diantaranya: a. Membuat senam jantung para siswa.

b. Membuat para siswa tegang, ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru.

c. Siswa cenderung individu.

d. Siswa yang lebih pandai lebih mudah menerima materi, sedangkan siswa yang kurang pandai kesulitan menerima materi.

e. Ketenangan kelas kurang terjaga.

B. Mutu Pembelajaran 1. Konsep Mutu

(12)

Indonesia mutu diartikan sebagai ukuran baik atau buruk suatu benda, taraf atau derajat. Pengertian mutu tersebut lebih mengedepankan mutu sebagai mutu barang atau jasa. Barang atau jasa yang bemutu berarti juga bermutu tinggi. Sallis (2006:33) berpendapat bahwa mutu adalah Sebuah filosofis dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan.

Engkoswara (2010:304) mengemukakan pendapatnya bahwa mutu bukanlah konsep yang mudah untuk didefinisikan apalagi untuk mutu jasa yang dapat dipersepsi secara beragam. Mutu dapat didefinisikan beragam berdasarkan kriterianya sendiri seperti:

1) Melebihi dari yang dibayangkan dan diinginkan 2) Kesesuaian antara keinginan dan kenyataan 3) Sangat cocok dengan pemakaian

4) Selalu ada perbaikan dan penyempurnaan 5) Dari awal tidak ada kesalahan

6) Membahagiakan pelanggan 7) Tidak ada cacat atau rusak

Beberapa ahli berpendapat mengenai definisi mutu ini (Engkoswara 2010:3-4-305) sebagai berikut:

1) Goetsch dan Davis (1994:4) mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan

2) Juran (1995:10-13) mendefinisikan mutu sebagai kecocokan untuk pemakaian. 3) Crosbi (1983) berpendapat bahwa mutu adalah kesesuain individual terhadap persyaratan/tuntutan.

4) Ishikawa (1992:432) menyatakan bahwa “quality is costumer satisfaction”. Pernyataan diatas memiliki arti bahwa mutu berkaitan langsung dengan kepuasan pelanggan.

(13)

Sedangkan mutu relative berkaitan dengan konsumen menyangkut kepuasan konsumen. Dengan demikian barang atau jasa yang diproduksi harus selalu mengutamakan kesesuaian antara mutu absolute dan mutu relative. Artinya harus memuaskan pelanggan juga sesuai criteria atau spesifikasi yang telah ditentukan produsen. Walaupun demikian mutu absolut atau spesispikasi yang ditetapkan pada hakikatnya adalah untuk memberi kepuasan pada pelanggan. Jadi jelas bahwa mutu berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Prinsip mutu merupakan sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki kekuatan untuk mewujudkan mutu. Terdapat delapan prinsip mutu menurut ISO (Tim Dosen 2010:298) yaitu: 1) Customer focused organization (fokus pada pelanggan)

2) Leadership (kepemimpinan)

3) Involvement of people (keterlibatan orang-orang) 4) Process approach (Pendekata proses)

5) System approach to management (pendekatan system dalam manajemen) 6) Continual invorentment (peningkatan secara berkelaqnjutan)

7) Factual approach to decision making (pendekatan factual dalam pengambilan keputusan)

8) Mutually beneficial supplier relationship (hubungan yang saling menguntungkan dengan supplier)

Riduwan (2010:24) memaparkan bahwa ukuran variable manajemen mutu dilihat dari perilakunya dalam mewujudkan pelayanan kepada stakeholder. Masih menurut Riduwan, dimensi variable manajemen mutu yaitu perencanaan strategis untuk mutu, penerapan pengelolaan mutu, serta peningkatan pelayanan mutu.

(14)

Hal ini karena ukuran terbaik yang ditetapkan pada dasarnya adalah untuk memberi kepuasan kepada pelanggan.

2. Konsep Pembelajaran

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama (Surya, 2004:7). Lebih lanjut Surya memaparkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memeperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses interaksi antara pendidik dan peserta diidk menjadi sangat penting dalam pembelajaran karena tanpa adanya interaksi edukatif poses pembelajaran tidak akan efektif. Hal ini karena komunikasi yang dihasilkan hanya satu arah yaitu dari pendidik kepada peserta didik. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (1986) dalam Syaiful Sagala (2003: 61) dikatakan bahwa:

“ Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.” Pembelajaran bukan hanya berarti transfer informasi dari pendidik atau guru, tetapi bagaimana membuat peserta didik agar bisa belajar secara maksimal. Peran guru tentu saja bukan hanya sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pembimbing dan pelayan siswa. Pembelajaran merupakan upaya guru untuk membangkitkan yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Wijaya,1992).

(15)

yang disampaikan guru pada siswa. Ada serangkaian kegiatan yang disusun untuk membuat siswa bisa belajar. Serangkain kegiatan dalam pembelajaran tentu harus direncanakan terlebih dahulu juga harus disusun sebaik mungkin disesuaikan dengan konteks situasi, materi, kondisi siswa, dan ketersediaan media pembelajaran. Sa’ud (2010:124) memaparkan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Oleh karena itu pembelajaran sebagai suatu proses harus dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis, dengan menerapkan pendekatan multi untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam menyususn rencana pembelajaran yang akan diaplikasikannya dalam proses pembelajaran. Variasi model pembelajaran harus dikuasai oleh guru dan tentu saja disesuaikan dengan materi pelajarannya.

Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Carl R. Roger (Riyanto 2002:1) berpendapat bahwa pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Ia memfasilitasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran. Konsep pembelajaran berbeda dengan pengajaran. Pembelajaran bukan hanya transfer informasi dari guru kepada siswa tapi lebih luas. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan UNESCO (Indra Jati 2001;25) yaitu: 1) Learning to think (belajar berpikir)

2) Learning to do (belajar berbuat/hidup)

3) Learning to live together (belajar hidup bersama) 4) Learning to be (belajar menjadi diri sendiri)

Proses pembelajaran yang baik dilaksanakan dengan metode learning by doing. Hal ini dilakukan guna mencapai tujuan pendidikan dan pembelajran yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan suatu system pendidikan dan pembelajaran yang mengembangkan cara berpikir aktif positif dan keterampilan yag memadai. (Riyanto 2002:3)

(16)

1) Pembelajaran sebagai usaha memeperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. Perubahan perilaku tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Perubahan yang disadari

b) Perubahan yang bersifat kontinyu c) Perubahan ynag bersifat fungsional d) Perubahan yang bersifat positif e) Perubahan yang bersifat aktif f) Perubahan yang bersifat permanen g) Perubahan yang bersifat terarah

2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan ini meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini menandung makna bahwa pembelajaran merupakan aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu ada tahapan-tahapan aktivitas ynag sistematis dan terarah. Pembelajaran merupakan suatu rangkaian aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari interaksi dengan lingkungan, jadi selama proses pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya.

(17)

memberikan pengalaman yang nyata. Perubahan perilaku dalam pembelajaran pada dasarnya merupakan pengalaman.

Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran, yaitu:

1) Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,

2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,

3) Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,

4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,

5) Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta

6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

3. Mutu Pembelajaran

Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.

(18)

Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil. Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus dibenahi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini guru menjadi titik fokusnya. Berkenaan dengan ini Suhadan (2010:67) mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi antara pendidik dan peserta didik proses ini merupakan sebuah tindakan professional yang bertumpu pada kaidah-kaidah ilmiah. Aktivitas ini merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik dengan menggunakan berbagai metode belajar. Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran mengandung lima rujukan yaitu:

(19)

2) Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, indikatornya meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga clan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, clan suasana yang akrab hangat dan merangsang pembentukan kepribadian peserta didik.

3) Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pernbelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).

(20)

internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.

5) Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar), peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah.

(21)

sendiri. Mutu proses pembelajaran akan ditentukan dengan seberapa besar kemampuan memberdayakan sumber daya yang ada untuk siswa belajar secara produktif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mengacu pada PP No. 19 tahun 2005, standar proses pembelajaran yang sedang dikembangkan, maka lingkup kegiatan untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

Pembelajaran yang bermutu dihasilkan oleh guru yang bermutu pula. Kecakapan guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi inti persoalannya. Tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran sedikitnya harus meliputi fase-fase berikut :

1) Menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

2) Memilih dan melaksanakan metode yang tepat dan sesuai materi pelajaran serta memperhitungkan kewajaran metode tersebut dengan metode-metode yang lain 3) Memilih dan mempergunakan alat bantu atau media guna membantu tercapainya tujuan

4) Melakukan penilaian atau evaluasi pembelajaran.

(22)

pembelajaran. Hadis (2010:97) menjelaskan bahwa mutu proses pembelajaran diartikan sebagai mutu aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan pesrta didik di kelas dan tempat lainnya. Sedangkan mutu hasil pembelajaran adalah mutu aktivitas pembelajaran yang terwujud dalam bentuk hasil belajar nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai-nilai.

C. Manajemen Model Talking Stick untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Manajemen menurut Ricky W. Griffin adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordiansian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan. Sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Adapun fungsi dari manajemen adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber daya yang dimiliki. Hal ini bertujuan agar dapat mengevaluasi dengan berbagai rencana alternative sebelum mengambil tindakan. Dengan demikian, akan dapat diketahui mengenai rencana yang dipilih, apakah cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan atau tidak. Perencanaan ini merupakan hal terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi yang lainnya tidak dapat berjalan.

b. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.

c. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

(23)

model pembelajaran ini sangat memiliki peran penting dalam menunjang keberhasilan dalam pembelajaran. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kegiatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang disusun untuk membuat siswa bisa belajar. Serangkain kegiatan dalam pembelajaran tentu harus direncanakan terlebih dahulu juga harus disusun sebaik mungkin disesuaikan dengan konteks situasi, materi, kondisi siswa, dan ketersediaan media pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru ditugaskan untuk mengetahui keadaan dan kondisi kelas yang akan ditempati untuk kegiatan belajar mengajar agar dalam pemilihan metode pembelajaran tidak salah sasaran.

(24)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dari semua keterangan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

 Model pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman dalam merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas di kelas atau pembelajaran dalam tutorial guna mencapai tujuan belajar.

 Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan bantuan tongkat dengan memberikan kesempatan kepada kelompok atau siswa yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus menerus sampai semua kelompok atau siswa mendapatkan giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

 Prinsip dari model Talking Stick adalah pelatihan mengemukakan pendapat didalam forum atau berbicara didalam kelas yang dilakukan secara individual dan mandiri, karena setiap siswa yang menerima tongkat harus berbicara, menjawab atau mengemukakan pendapat dari pertanyaan yang diberikan oleh guru secara mandiri.

(25)

sehingga dapat membentuk karakter siswa yang berani mengemukakan pendapat dengan penuh tanggung jawab, untuk mengembangkan sikap saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara kelompok.

 Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar, dan realitas sekolah.

 Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.

 Keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung pada guru, siswa,

sarana pembelajaran, lingkungan kelas, dan budaya kelas.

 Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan sangat menentukan mutu hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.

2. Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Edward S. 2006. Total Quality Management In Education (alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSoD

Engkoswara. 2010. Adminsitrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.

Hadis, A dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Hammel, Charles. 1977. UNESCO.

Isjoni. Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Nata Wijaya, R. 2003. Kompetensi dan etika professional Konselor masa depan. Bandung: Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Riyanto, T. 2002. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta: Grasindo.

Sa’ud, U.S. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.

________. 2005.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

(27)

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Surya, M. 2003. Psikologi Pembelajran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2010. Manajemen Pendidikan. Bandung; Alfabeta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Perenada Media Grup.

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Wiranataputra, U. (2008). Teori dan pembelajaran. Jakarta: Universitas Trebuka.

Sumber internet:

http://sambasalim.com/pendidikan/kualitas-proses-pembelajaran.html.

https://adejuve.wordpress.com/2012/08/02/mutu-pembelajaran/

(28)

MANAJEMEN MODEL TALKING STICK UNTUK

MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN

Dosen Pengampu: DR. H. Nanang Hanafiah, M.M.Pd

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Manajemen Sistem Pembelajaran

Oleh : Muh. Husni Kurniaji (4103810315037)

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat diartikan bahwa jenis terapi yang diterima oleh pasien asma anak pada penelitian ini tidak tidak berpengaruh terhadap perubahan frekuensi

Distribusi frekuensi tinggi fundus uteri pada ibu nifas menunjukkan bahwa setelah plasenta lahir sebagian besar responden dengan tinggi fundus uteri kurang baik 28 (52,8%), namun pada

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan Kerajaan Siak pada masa pemerintahan sebelum Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalili Saifuddin, untuk

Sunatan oleh masyarakat Dompu disebut suna ro ndoso, merupakan bagian dari upacara adat yang senantiasa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki budaya, bukan hanya

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Efektivitas Pembelajaran

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbahkepala ikan tongkol, kepala tepung kepala ikan tongkol, tepung ikan, tepung jagung, vitamin, minyak ikan, tepung tapioka,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi ekonomi di

Berdasarkan hasil observasi oleh dua orang guru, dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dilakukan sesuai