• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kabut Asap di Indonesia terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dampak Kabut Asap di Indonesia terhadap"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya.

Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita

memerlukan sumber daya alam dari ingkungan untuk memenuhi

kebutuhan. Kebutuhan sandang, pangan, papan semuanya

memerlukan lingkungan. Namun dalam pemanfaatan sumber daya

tersebut, terkadang manusia tidak memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan juga serakah dalam pemanfaatan lingkungan tersebut. Sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan. Pada akhirnya berdampak pada manusia itu sendiri. Sehingga akan mengancam kelestarian makhluk hidup di dalamnya termasuk manusia.

Salah satu pencemaran lingkungan adalah pencemaran udara. Semua makhluk hidup memerlukan udara. Udara merupakan salah satu kebutuhan paling penting dalam kehidupan, maka udara perlu dijaga agar tidak tercemar oleh bahan-bahan yang bersifat racun. Udara dimana di dalamnya terkandung sejumlah oksigen, merupakan komponen esensial bagi kehidupan, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Udara merupakan campuran dari gas, yang terdiri dari sekitar 78 %Nitrogen, 20 % Oksigen; 0,93 % Argon; 0,03 % Karbon

Dioksida (CO2) dan sisanya terdiri

dari Neon (Ne), Helium (He), Metan (CH4) dan Hidrogen (H2). Udara dikatakan "Normal" dan dapat mendukung kehidupan manusia apabila komposisinya seperti tersebut diatas. Sedangkan apabila terjadi penambahan gas-gas lain yang menimbulkan gangguan serta perubahan komposisi tersebut, maka dikatakan udara sudah tercemar/terpolusi. Pencemaran udara berwujud gas dalam pertikel-partikel. Pencemaran udara yang berwujud gas antara gas metana, gas belerang oksida, gas hidrogen sulfida, dan karbon monoksida dari kendaraan bermotor, adapun pencemaran udara berwujud partikel antara lain debu, abu, dan asap.

Akibat aktifitas perubahan manusia udara seringkali menurun kualitasnya. Perubahan kualitas ini dapat berupa perubahan sifat-sifat fisis maupun sifat-sifat kimiawi. Perubahan kimiawi, dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara, yang lazim dikenal sebagai pencemaran udara. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Kemungkinan disuatu tempat dijumpai debu yang bertebaran dimana-mana dan berbahaya bagi kesehatan. Demikian juga suatu kota yang terpolusi oleh asap kendaraan bermotor atau angkutan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

(2)

Dampak kebakaran yang sangat dirasakan manusia berupa kerugian ekonomis yaitu hilangnya manfaat dari potensi hutan seperti tegakan pohon hutan yang biasa digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan bangunan, bahan makanan, dan obat-obatan, serta satwa untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani dan rekreasi. Kerugian lainnya berupa kerugian ekologis yaitu berkurangnya luas wilayah hutan, tidak tersedianya udara bersih yang dihasilkan vegetasi hutan serta hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan pencegah terjadinya erosi.

Dampak global dari kebakaran hutan dan lahan yang langsung dirasakan adalah pencemaran udara dari asap yang ditimbulkan mengakibatkan gangguan pernapasan dan mengganggu aktifitas sehari-hari. Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 – 1998 dan 2002 – 2005 dan 2015 menghasilkan asap yang juga dirasakan oleh masyarakat Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam serta mengancam terganggunya hubungan transportasi udara antar negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas, maka dapat di rumuskan sebagai berikut ;

1. Apakah penyebab Kebakaran hutan di Indonesia ?

2. Apa saja dampak kebakaran hutan bagi manusia, hewan dan tumbuhan ?

3. Bagaimana cara menanggulangi kebakaran hutan ?

4. Bagaimana cara mengatasi dampak dari kabut asap yang di sebakan oleh kebakaran hutan ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut ;

1. Mengetahui penyebab kebakaran hutan di Indonesia

2. Mengetahui dampak kebakaran hutan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan

3. Mengetahui cara menanggulangi kebakaran hutan

4. Mengetahui cara mengatasi dampak dari kabut asap yang di sebakan oleh kebakaran hutan

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari karya ilmiah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pencemaran lingkungan yang membahas tentang pencemaran udara juga sebagai media informasi kepada para pemaca untuk mengetahui sebab akibat serta solusi dari bencana kabut asap yang di sebabkan oleh kebakaran hutan saat ini. E. Kajian Teori

1. Penyebab kebakaran hutan di Indonesia

(3)

Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO) dan Ozon (O3) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan lain sebagainya. Selain disebabkan oleh polutan alami tersebut, polutan udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia ( Indah, 2014).

Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997).

Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J dan D. Glover, 1999).

Menurut Fachmi Rasyid (2014) dalam Journalnya yang telah di muat dalam Widyaswara Network Journal, Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara lain oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface fire).

Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan bawah hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus, gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran dapat terjadi meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire) dimana kebakaran ini merusak tajuk pohon. Akan tetapi tipe kebakaran terakhir ini dapat terjadi juga karena adanya sembaran petir.

(4)

penggembalaan atau tempat berburu, membuang puntung rokok yang menyala secara sembarangan serta akibat penggunaan peralatan/mesin yang menyebabkan timbulnya api.

Secara umum kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu kondisi bahan bakar, cuaca, dan sosial budaya masyarakat. Kondisi bahan bakar yang rawan terhadap bahaya kebakaran adalah jumlahnya yang melimpah di lantai hutan, kadar airnya relatif rendah (kering), serta ketersediaan bahan bakar yang berkesinambungan.

Faktor iklim berupa suhu, kelembaban, angin dan curah hujan turut menentukan kerawanan kebakaran. Suhu yang tinggi akibat penyinaran matahari langsung menyebabkan bahan bakar mengering dan mudah terbakar, kelembaban yang tinggi (pada hutan dengan vegetasi lebat) mengurangi peluang terjadinya kebakaran hutan, angin juga turut mempengaruhi proses pengeringan bahan bakar serta kecepatan menjalarnya api sedangkan curah hujan mempengaruhi besar kecilnya kadar air yangterkandung dalam bahan bakar.

Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya kebakaran hutan. Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain :

a. Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan

Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali

menggunakan api untuk persiapan lahan, baik untuk

membuat lahan pertanian maupun perkebunan seperti kopi

dan coklat. Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi

satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan

persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan

persiapan lahan dilakukan karena murah dari segi biaya

dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai cukup

memuaskan.

b. Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan

Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas sistem pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung desdruktif.

c. Pembalakan liar atau illegal logging.

(5)

meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting) yang semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawasan hutan yang dalam musim kemarau akan mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab kebakaran hutan. d. Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

Kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan tidak

lepas dari ternak dan penggembalaan. Ternak (terutama

sapi) menjadisalah satu bentuk usaha sampingan untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kebutuhan akan

HMT dan areal penggembalaan merupakan salah satu hal

yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan rumput dengan

kualitas yang bagus dan mempunyai tingkat palatabilitas

yang tinggi biasanya masyarakat membakar kawasan

padang rumput yang sudah tidak produktif. Setelah areal

padang rumput terbakar akan tumbuh rumput baru yang

kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya tinggi.

e. Perambahan hutan

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa semakin lama, kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. f. Sebab lain

Sebab lain yang bisa menjadi pemicu terjainya

kebakaran adalah faktor kurangnya kesadaran masyarakat

terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang

menjadi penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku.

Misalnya masyarakat mempunyai interaksi yang tinggi

dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah

kebiasaan penduduk mengambil rotan yang biasanya

sambil bekerja mereka menyalakan rokok. Dengan tidak

sadar mereka membuang puntung rokok dalam kawasan

hutan yang mempunyai potensi bahan bakar melimpah

sehingga memungkinkan terjadi kebakaran.

(6)

Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.

Kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya dapat terjadi.

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.

Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan (Rasyid, 2014).

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, luas area kebakaran huan dan lahan (karhutla) yang terjadi tahun 2015 sudah setara dengan 32 kali wilayah Provinsi DKI

Jakarta atau empat kali Pulau Bali.

Pernyataan tersebut ia dasarkan pada data Terra Modis per 20 Oktober lalu. Total hutan dan lahan yang terbakar sudah sebesar

2.089.911 hektare.

Sutopo memaparkan, luas area tersebut sebenarnya belum setara dengan sebaran karhutla tahun 1997. Meski demikian, karhutla tahun ini lebih parah dibandingkan bencana 18 tahun silam tersebut.

(7)

Hingga 20 Oktober, BNPB mencatat lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas 267.974 hektare. Provinsi Kalimantan Tengah menyumbang besaran lahan gambut terbakar terbanyak dengan 196.987 hektare. Kebakaran gambut itu paling banyak terjadi Kabupaten Seruyan dan

Kotawaringin Timur. Menyusul Kalimantan, Sumatra berada di posisi kedua sebagai pulau yang lahan gambutnya paling banyak

terbakar, yaitu 267.974 hektare. Lahan gambut yang dilahap api di Sumatra Selatan mencapai 144.410 hektare. Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki titik api terbanyak di wilayah tersebut.

(8)

Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain meliputi penurunan kualitas udara akibat kepekatan asap yang memperpendek jarak pandang sehingga mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia dan biologi tanah, mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari segi lingkungan global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca. Dampak pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alami, terganggunya produksi bahan organik dan proses dekomposisi.

Dampak pada kesehatan yaitu timbulnya asap yang mengganggu kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin, lanjut usia, ibu hamil dan anak balita seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma bronkial, bronkitis, pneumonia, iritasi mata dan kulit. Dampak sosial yaitu hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan masyarakat lokal (Kantor Meneg L.H., 1998). Selain itu, diduga kebakaran hutan ini dapat menghasilkan racun dioksin, yang dapat menyebabkan kanker dan kemandulan bagi wanita. Kabut asap sangat berbaya untuk kesehatan. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang dapat dipicu oleh paparan kabut asap yang terlalu lama atau intens:

a. Asma

Pada pasien dengan riwayat atau kecenderungan asma, serangan sesak nafas dapat terjadi karena adanya benda asing pemicu alergi, terutama yang terhirup saluran nafas. Partikel kecil yang terkandung dalam kabut asap dapat masuk ke dalam saluran pernapasan, serperti rokok, sehingga memicu terjadinya proses peradangan di saluran nafas dan memicu sesak nafas. Penduduk yang mengidap asma, terutama anak-anak, adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap ancaman kabut asap.

b. PPOK

PPOK (penyakit Paru Obstruktif Kronik) merupakan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan jalan udara yang progresif dan tidak dapat sepenuhnya bisa pulih kembali, seperti bronkhitis kronis dan emfisema. Menurut Yayasan Paru-paru Kanada, kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan bisa berakibat fatal pada penderita PPOK, karena mengurangi kinerja paru-paru. Semakin lama pasien terpapar kabut asap, semakin besar juga risiko kematian akibatnya.

c. ISPA dan Pneumonia

(9)

d. Jantung

Menurut suatu studi yang dipublish oleh Journal of the American Heart Association,kabut asap dapat memicu gangguan jantung, seperti henti jantung dan gangguan jantung iskemik. Hal ini dapat terjadi dengan paparan singkat (beberapa jam) atau paparan jangka panjang (beberapa tahun). Berdasarkan suatu penelitian, partikel kecil hasil pembakaran yang beruku 2,5 mikrometer atau kurang dapat terhisap dan masuk ke dalam aliran darah. Partikel yang disebut dengan PM2,5 ini dihubungkan dengan terjadinya proses inflamasi dan gangguan jantung.

e. Iritasi

Kabut asap terdiri dari udara kotor dan partikel kecil. Dalam bentuk yang paling ringan, paparan kabut asap bisa menyebabkan iritasi pada mata, tenggorokan, hidung serta menyebabkan sakit kepala atau alergi. Asosiasi Paru-paru Kanada mengingatkan, masker wajah tidak melindungi tubuh dari partikel ekstra kecil yang dibawa kabut asap.

Sedangkan dampak ekonomi antara lain meliputi dibatalkannya jadwal transportasi darat-air dan udara, hilangnya tumbuh-tumbuhan terutama tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, biaya pengobatan masyarakat, turunnya produksi industri dan perkantoran, serta anjloknya bisnis pariwisata.

Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.

Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan. Hutan alam mungkin memerlukan ratusan tahun untuk berkembang menjadi sistem yang rumit yang mengandung banyak spesies yang saling tergantung satu sama lain. Pada tegakan dengan pohon-pohon yang ditanam murni, lapisan permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya diupayakan relatif bersih. Pohon-pohon muda akan mendukung sebagian kecil spesies asli yang telah ada sebelumnya. Pohon-pohon hutan hujan tropis perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat dipanen dan tidak dapat digantikan dengan cepat; demikian juga komunitasnya yang kompleks juga juga tidak mudah digantikan bila rusak.

(10)

dari luas bumi, tetapi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi : 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 % dari total jenis mamalia, 16 % dari total jenis reptilia, 17 % dari total jenis burung dan 25 % dari total jenis ikan di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi pusat perhatian dunia internasional dalam hal keanekaragaman hayatinya.

Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003, total daratan yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan lahan, baik di dalam maupun di luar kawasan, adalah : Hutan 93,92 juta ha (50 %), Non hutan 83,26 juta ha (44 %), dan Tidak ada data 10,73 juta ha (6 %). Khusus di dalam kawasan hutan yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah sebagai berikut : Hutan 85,96 juta ha (64 %), Non hutan 39,09 juta ha (29 %) dan Tidak ada data 8,52 juta ha (7 %). (BAPLAN, 2005).

Kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 saja telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003). Kebakaran hutan setiap tahunnya telah memberikan dampak negatif bagi keaneka ragaman hayati.

Berbagai jenis kayu kini telah menjadi langka. Kayu eboni (Dyospyros ebenum dan D. celebica), kayu ulin (Eusyderoxylon zwageri), ramin (Gonystylus bancanus), dan beberapa jenis meranti (Shorea spp.) adalah contoh dari beberapa jenis kayu yang sudah sulit ditemukan di alam. Selain itu, puluhan jenis kayu kurang dikenal (lesser-known species) saat ini mungkin telah menjadi langka atau punah sebelum diketahui secara pasti nilai/manfaat dan sifat-sifatnya.

Setiap species mempunyai kecepatan tumbuh yang berbeda-beda, ada yang tergolong fast growing spesies terutama untuk jenis-jenis pioner, tetapi ada yang termasuk dalam slow growing spesies. Untuk keberlanjutan pemanenan jangka panjang jenis pohon yang lambat pertumbuhannya seperti Shorea ovalis, S. seminis, S. leavis, Vatica sp., Koompassia sp. dan Eusideroxylon zwageri, maka diperlukan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati.

Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kepunahan dalam jenis tertentu akibat kebakaran ataupun pembakaran hutan. Jenis-jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae merupakan bagian akhir dari suksesi hutan, karena hanya tumbuh di hutan-hutan yang sudah memiliki kanopi yang rapat. Jenis-jenisnya tersebar luas sekali, tumbuh di hutan-hutan dari dataran rendah sampai kaki pegunungan di seluruh Asia Tenggara dan sub-benua India. Suku Dipterocarpaceae merupakan bagian dari kayu keras yang paling berharga di dunia.

(11)

hilangnya sejumlah spesies flora dan fauna tertentu. Kehilangan keanekaragaman hayati secara umum juga berarti bahwa spesies yang memiliki potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya obat-obatan dan bahan kimia yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada hutan hujan tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna. Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini merupakan sumber bahan obat-obatan yang penting.

3. Cara menanggulangi kebakaran hutan

Upaya pengendalian kebakaran hutan dan gambut yang sering dilakukan adalah kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang terjadi. Pemadaman kebakaran hutan dan gambut dilakukan secara terintegrasi dengan Manggala Agni dari Departemen Kehutanan dibantu instansi lainnya dan masyarakat. Namun upaya tersebut kadangkala tidak optimal hasilnya terutama di lahan gambut. Pengendalian kebakaran hutan dan gambut akan efektif apabila diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi luas kebakaran hutan dan gambut (Cahyono, 2015).

Upaya pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut :

a. Membuat peta kerawanan kebakaran. Peta kerawanan kebakaran dapat dibuat dengan bantuan citra satelit yang memanfaatkan saluran termal seperti citra NOAA. Berdasarkan citra satelit tersebut dari beberapa titik-titik api/ hot spot pada wilayah tertentu.

b. Memantau cuaca, akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran. Kegiatan yang dimaksud adalah memantau tingkat kerawanan api.

c. Penyiapan regu pemadam. Satu regu pemadam kebakaran hutan adalah 20 orang dengan seorang pemimpin regu.

d. Membangun menara pengawas. Pengawasan terhadap hutan juga perlu dilakukan secara rutin untuk mendeteksi kebakaran hutan lebih dini.Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan membangun menara pengawas.

e. Penyiapan peralatan pemadam. Peralatan tersebut dipersiapkan agar ketika terjadi kebakaran kita sudah siap segera untuk memadamkan apinya.

(12)

tingkat nasional (Pusdalkarlahutnas), tingkat daerah (Pusdalkarlahutda) dan tingkat operasional (Satlak).

Upaya-upaya pencegahan tersebut diharapkan untuk dilakukan agar dapat mengurangi tingkat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia (Sakdiyah, 2013).

El nino dan krisis ekonomi mempengaruhi luas areal hutan yang terbakar di umatera,Kalimantan dan Papua, namun dampaknya relatif kecil yang itunjukkan besaran elastisitasnyayang dibawah satu. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya el nino dan krisis ekonomi kurangberdampak besar terhadap kebakaran hutan. Sebaliknya, meningkatnya jumlah hot spot secarasignifikan meningkatkan luas areal kebakaran hutan baik di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.Peningkatan jumlah hot spot di Sumatera sebesar 10% direspon dengan peningkatan luaskebakaran hutan di Sumatera sebesar 17,53% dalam jangka pendek dan 19,84 % dalam jangka panjang.

Peningkatan jumlah hot spot di Kalimantan sebesar 10% akan direspon denganpeningkatan luas kebakaran hutan di Kalimantan sebesar 20,00% dalam jangka pendek dan 22,59% dalam jangka panjang. Peningkatan jumlah hot spot di Papua sebesar 10% direspon denganpeningkatan luas kebakaran hutan di Papua sebesar 15,42% dalam jangka pendek dan 16,03 %dalam jangka panjang. Informasi ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah hotspot yang terjadiditiap pulau lebih besar dampaknya terhadap luas kebakaran hutan dibandingkan denganpengaruh terjadinya krisis ekonomi ataupun el nino. Implikasi kebijakannya adalah upayapengendalian kebakaran hutan lebih diarahkan pada penanganan dan pengendalian jumlahhotspot menjadi seminimal mungkin. Artinya, upaya penanganan kebakaran hutan diarahkanpada pencegahan terjadinya hot spot dibandingkan penanganan pemadaman kebakaran hutan.Target penurunan emisi karbon dari kebakaran hutan akan efektif apabila pengendalian hotspotdapat dilakukan secara efektif dan efisien (Cahyono,2015). F. Alat, Bahan dan Prosedur Kerja

1. Alat dan Bahan

Salah satu upaya pengendalian pencemaran udara ambien yaitu dimulai dari inventarisasi dan pemantauan kualitas udara ambien dengan pengukuran ISPU menggunakan stasiun pengukuran pencemaran udara permanen (SPKU) permanen secara otomatis dan berkesinambungan. Pengadaan SPKU ini dilaksanakan pada tahun anggaran 2014, dan direncanakan akan di sosialisasikan pemasangannya di 11 Kawasan Industri yang ada di Kabupaten Karawang pada tahun-tahun mendatang.

(13)

selanjutnya diolah lebih lanjut menjadi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan ditampilkan di layar display.

Selain dihitung menjadi ISPU, data SPKU juga dimanfaatkan untuk validasi Model Pencemaran Udara Kabupaten Karawang. Model Pencemaran Udara Kabupaten Karawang merupakan perhitungan dan penggambaran (plot) kualitas udara di seluruh Kabupaten Karawang. Perhitungan model menggunakan simulasi komputer yang mempertimbangkan berbagai aspek data seperti data emisi, data meteorologi, proses adveksi, difusi, reaksi dan deposisi pencemar udara.

a. Alat

1) Panel Surya 2) PM

3) Meteoroligis

4) Data Transmission 5) Komputer

6) ISPU Display b. Bahan

1) Baterai 2) Main Board 3) Gas Sensor

2. Teknis Perhitungan Pencemaran Udara

(14)

Catatan :

1. Hasil pengukuran untuk pengukuran kontinyu diambil harga rata-rata tertinggi waktu pengukuran.

2. ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam dari data rata-rata sebelumnya (24 jam sebelumnya).

3. Waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada pukul 15.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIBB).

4. ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku 24 jam ke depan (pkl 15.00 tgl (n) sampai pkl 15.00 tgl (n+1))

ANGKA DAN KATEGORI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA (ISPU)

Indeks

Kategori

1 - 50

Baik

51 - 100

Sedang

101 - 199

Tidak Sehat

200 - 299

Sangat Tidak Sehat

300 - lebih Berbahaya

PENGARUH INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA UNTUK SETIAP PARAMETER PENCEMAR

Katego

ri

Renta

ng

Carbon

Monoksida

(CO)

Nitrogen

(NO2)

Ozon O3

Sulfur

Dioksida

(SO2)

Partikula

t

Baik

0-50

Tidak ada

efek

Sedikit

berbau

Luka pada

Beberapa

spesies

tumbuhan

akibat

Kombinas

Luka

pada

Beberapa

spesies

tumbuhan

akibat

(15)

i dengan

lebih

Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar

(16)

Pencemar

Udara

10

50

80

5

120

(2)

100

150

365

10

235

(2)

200

350

800

17

400

1130

300

420

1600

34

800

2260

400

500

2100

46

1000

3000

500

600

2620

57.5

1200

3750

b). Dalam bentuk grafik

(17)
(18)

Konsentrasi nyata ambient (Xx) ? ppm, mg/m3, dll Angka nyata ISPU (1)

Xx -->

I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah Xa = Ambien batas atas Xb = Ambien batas bawah

Xx = Kadar Ambien byata hasil pengukuran

CONTOH PERUBAHAN ANGKA SECARA PERHITUNGAN

a) Secara tabel

Diketahui konsentrasi udara ambient untuk jenis parameter SO2, adalah : 322 ug/m3. Konsentrasi tersebut jika dirubah ke dalam angka indeks Standar Pencemaran Udara adalah Sebagai Berikut:

Dari tabel Batas Indeks Standart Pencemar Udara (Dalam Satuan SI)

Indeks Standar

Pencemar Udara

24 Jam

PM10

ug/m3

8 Jam

SO2

ug/m3

8 Jam

CO

ug/m3

1 Jam O3

ug/m3

1 Jam

NO2

ug/m3

50

50

80

5

120

100

150

365

10

253

200

350

800

17

400

1130

300

420

1600

34

800

2260

400

500

2100

46

1000

3000

500

600

2620

57.5

1200

3750

Maka :

Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran ? 322 ug/m3

--> 322 ug/m3 Ia = ISPU batas atas ? 100 (baris 3) --> 100 (baris 3)

Ib = ISPU batas bawah ? 50 (baris 2) --> 50 (baris 2)

Xa = Ambien batas atas ? 365 (baris 3) --> 365 (baris 3)

(19)

Sehingga angka-angka tersebut dimasukan dalam rumus menjadi:

=92.45

=92 (Pembulatan)

Jadi konsentrasi udara ambien S02 322 mg/m3 dirubah menjadi indeks standar pencemar udara (ISPU):92

b) Secara Grafik Contoh:

Jika diketahui konsentrasi urtuk paremeter PM10 adalah 250 ug/m3 konesntrasi ini jika dirubah dalam Indeks Standar Pencemar Udara dengan menggunakan grafik adalah sebagai berikut:

Dari kurva batas angka indeks standar pencemar udara dalam satuan matriks, sumbu X di angka 250 ditarik ke atas sampai menyentuh garis dan ditarik ke kiri sampai meryentuh sumbu Y didapat angka 150.

(20)

G. Kesimpulan

Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan terhadap keanekaragaman hayati secara real sulit diperhitungkan secara tepat.

Meskipun demikian dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup terutama bagi keanekaragaman hayati, bahkan dampak tersebut dapat sampai ke generasi lingkungan hidup selanjutnya.

H. Sumber

Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan). 1998. Pedoman Teknis perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. Jakarta

Cahyono, Andy dkk. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan DiIndonesia Dan Implikasi Kebijakannya. Fakultas Pertanian dan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Indah, Fitriyani. 2014. Analisis Tingkat Pencemaran Udara pada Kawasan Pemukiman Kota Makassar. Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Hasanuddin. Makassar

(21)

Sakdiyah, Salamantus. 2013. Perlindungan Hutan dari Kebakaran di Indonesia. Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak

Kebakaran. dalam Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup

Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Assalamualaikum Wr. Salam Sejahtera Bagi Kita Semua. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah-Nya maka Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat 2020 dapat

Berkaitanِdenganِjudulِyangِdipilihِolehِpenulisِyaituِ“Pertanggungjawab Pidana Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia”,

http://www.associatedcontent.com/article/31672/plea_bargaining_in_the_criminal_just ice.html diakses pada hari Senin, 11 Februari 2019 Pukul 11:33 WIB).. tidak menjunjung nilai

udah sejak lama diketahui bah!a asam sulfat dengan konsentrasi ;,= persen 2  persen merupakan bahan yang paling efisien untuk digunakan sebagai penyerap sulfur

Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum mulai dari pembuat undang-undang (DPRD/DPR) dan pemerintah (Kabupaten/kota, Propinsi dan

Stabilitas perekonomian adalah prasyarat bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepastian dalam memberikan jaminan investasi di suatu negara. Dengan

Sebagai con- toh investor akan mendapatkan bahwa tingkat bunga obligasi retail negara (ORI) akan naik, selain itu kenaikan suku bunga akan menyebabkan harga obligasi menurun,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) penggunaan model pembelajaran (GI) dengan media teka-teki silang efektif meningkatkan prestasi belajar