Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada akhirnya menetapkan kenaikan BI Rate sebesar 50 bps ke level 6,5%, dan Fasbi Rate (Deposit Facility Rate) sebesar 50 bps ke level 4,75% pada hari Kamis 11 Juli 2013. Kenaikan ini melebihi ekspektasi konsensus dari para analis yang memprediksi kenaikan yang hanya sebesar 25 bps sebelumnya (1 basis poin = 0.01%). Poin kedua hasil rapat, BI turut pula memperketat ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu sebagai suatu bentuk an-tisipasi dari kemungkinan bubble sektor properti, dimana masih terlihat lonjakan antusiasme pasar yang masih tinggi atas produk-produk properti.
Keterlambatan tindakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM sempat menyebabkan ditu-runkannya outlook credit rating Indonesia dari BB+ menjadi BB- oleh S&P pada bulan Mei kemarin. Menurut pandangan kami, kenaikan harga BBM yang mendekati masuknya bulan Ramadhan diperkirakan dapat melambungkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok semakin tinggi, terutama bahan pangan yang disebabkan oleh meningkatnya biaya transportasi yang menjadi faktor biaya utama. Selain itu faktor lainnya adalah peningkatan permintaan secara musiman yang biasanya ter-jadi berpeluang menyebabkan kelangkaan bahan pangan di pasaran.
Terkait kenaikan harga BBM subsidi baru-baru ini, kenaikan BI Rate dan Fasbi dipandang cukup penting dalam usaha BI dalam melakukan pengendalian pre-emptive inflasi akibat kenaikan BBM tersebut. Menurut kami hal tersebut memang sudah seharusnya dilakukan. BI mendasari hal ini se-suai dengan target perkiraan inflasi Juli yang mencapai 2,38% (diatas 7% yoy) dan Agustus yang menurun sebesar 0,39% dan kisaran target inflasi tahunan 2013 sebesar 7,2-7,8% yang bergantung kepada fluktuasi harga bahan pangan dan energi. Komponen inflasi inti (core inflation) diperkirakan tetap berada dalam kisaran wajar namun diatas kisaran 4% (yoy). Perkiraan target inflasi Juli yang tinggi tersebut tentu saja telah memfaktorkan berbagai kondisi di paragraf sebelumnya.
Market Commentary
Jumat, 12 Juli, 2013
Kenaikan BI Rate
*
Dan Dampaknya Terhadap
Pasar Saham
Bagus PermadiChart 1: Inflasi dan BI Rate
Source: BI, BPS, WKSI Research
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 Ja n -11 M ar -11 M ay -11 Ju l-11 Se p -11 N o v-11 Ja n -12 M ar -12 M ay -12 Ju l-12 Se p -12 N o v-12 Ja n -13 M ar -13 M ay -13 In P e rc e nt ag e
Inflation YOY BI Rate
www.woorisec.com
Woori Korindo Securities Indonesia Commentary - Kenaikan BI Rate
Kenaikan BBM tersebut tentu saja akan menimbulkan dampak jangka pendek seperti shock kenaikan harga-harga komoditas dan tarif. Di bulan Juni saja menurut data BPS terdapat kenaikan pada be-berapa harga komoditas dan tarif tersebut seperti: tarif angkutan dalam kota, daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras, beras, nasi dengan lauk, petai, cabai rawit, mie, tarif angkutan antar kota, mie kering instant, daging sapi, ikan segar, ikan diawetkan, bayam, jengkol, kacang panjang, ken-tang, wortel, alpukat, bubur, soto, rokok kretek, rokok kretek filter, tarif sewa rumah, tarif air minum PAM, bahan bakar rumah tangga, upah pembantu rumah tangga, tas, tarif angkutan udara, dan tarif kereta api. namun seiring kondisi pasar mulai beradaptasi, akan terjadi penstabilan kembali tingkat harga-harga yang diperkirakan akan terjadi hingga kuartal ketiga tahun 2013.
Di bulan Juni saja, kelompok bahan makanan secara umum mengalami kenaikan yang cukup tinggi sebesar 1,17% (meskipun masih berada di bawah komponen “jasa keuangan“ yang sebesar 3,80%). Hampir bisa dipastikan untuk periode bulan Juli saat efek kenaikan harga BBM semakin efektif berpengaruh ke pasar, kenaikan harga-harga ini akan semakin bertambah. Inilah yang dimaksud dengan shock jangka pendek musiman, dalam beberapa bulan ke depan setelah lebaran, harga-harga berpeluang untuk kembali normal.
Bagaimana Kaitannya Dengan Inflasi?
Depresiasi nilai tukar rupiah belakangan ini dipastikan menjadi pertimbangan bagi BI untuk menaik-kan suku bunga acuannya. Pelemahan rupiah yang sempat menyentuh kisaran 10.000 per 1 USD menurut pandangan BI disebabkan oleh pengurangan stimulus moneter dari the Fed AS, dan secara khusus menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia.
Dalam kaitannya dengan cadangan devisa negara yang berada di bawah level USD 100 miliar di bu-lan Juni kemarin, kenaikan BI Rate tentu saja akan mampu mengurangi tekanan terhadap Rupiah, karena secara otomatis akan membantu menurunkan likuiditas rupiah demi dan membantu menye-hatkan cadangan devisa dan kami harapkan mampu untuk memberikan kepercayaan terhadap Rupiah dan mencegah investor untuk memborong US Dollar karena kenaikan Fasbi saja tidak akan cukup untuk membendung spekulan. Kenaikan BI Rate sebesar 50 bps dirasa cukup realistis dalam menghadapi kondisi saat ini.
Bagaimana Kaitannya Dengan Nilai Tukar Rupiah?
Dampak Terhadap Pasar Saham Secara Umum
(Dalam Jangka Waktu Menegah Sampai Panjang):
Kenaikan BI Rate dan Fasbi dilakukan BI untuk mengontrol jumlah supply uang yang beredar di dalam perekonomian nasional dimana hal ini secara khusus ditujukan terhadap tingkat inflasi dalam perekonomian. Secara teoritis perubahan tingkat suku bunga acuan akan berdampak pada disesuai-kannya tingkat “Sertifikat Bank Indonesia” (SBI) berjangka waktu satu bulan, dan hal ini berkaitan erat dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang akan dilakukan BI untuk menurunkan supply uang dengan cara menerbitkan SBI yang memiliki kisaran suku bunga yang mengacu kepada kisaran BI Rate demi menyerap likuiditas.
Kenaikan tingkat bunga ini tentu saja pada gilirannya akan meningkatkan cost of borrowing, se-hingga mengurangi minat masyarakat untuk meminjam uang, dan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank karena tingginya tingkat suku bunga terlihat menjadi menarik. Dengan terjadinya hal ini maka kelebihan sisa pendapatan (discretionary income) menjadi menurun, sehingga tingkat konsumsi pun secara umum mengikuti, karena masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya di bank. Tapi tentu saja, kenaikan BI rate tidak seketika direspons oleh perbankan dalam waktu singkat. Dari sisi permintaan, sampai di sini kita dapat melihat bahwa menurunnya permintaan akan berdam-pak pada hasil penjualan perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan jasa. Perusahaan tentu saja memiliki opsi untuk menurunkan harga yang dapat mengorbankan margin keuntungan atau mengurangi tingkat produksi. Dalam jangka waktu singkat mungkin perubahan ini tidaklah ter-lalu terasa, namun apabila inflasi tidak pula melemah, dalam jangka panjang hal ini mampu meng-gerus keuntungan perusahaan secara signifikan.
www.woorisec.com
Dari sisi perusahaan, perusahaan yang bergantung kepada pendanaan bank akan menjadi terbebani karena kenaikan cost of capital yang dapat menekan keuntungan perusahaan melalui tingginya biaya bunga yang dibayarkan, hal ini juga berlaku terhadap perusahaan penerbit obligasi. Rendahnya ke-untungan perusahaan tentu saja dapat menekan perolehan net income, yang berujung pada mengecilnya EPS (earning per share) dan dividend.
Secara spesifik terhadap harga saham, valuasi saham yang menggunakan metode DCF (Discounted Cash Flow). Dalam perhitungan nilai intrinsik suatu saham, yang pertama kali dilakukan adalah mem-proyeksikan perolehan Cash Flow yang akan dihasilkan perusahaan selama beberapa periode valuasi ke depan, kemudian mengkalkulasi present value (PV) dari nilai cash flow tersebut agar mendapat-kan nilai masa sekarang (PV) dari arus kas tersebut dengan cara membagi tiap-tiap cash flow terse-but dengan discount rate (yang komponennya terdiri dari tingkat suku bunga acuan – dalam hal ini BI Rate sebagai contoh). Semakin tinggi tingkat suku bunga, maka nilai PV dari cash flow tersebut akan mengecil, begitu juga sebaliknya. Kenaikan suku bunga ini akan berujung pada semakin rendah-nya valuasi harga saham, dan apabila suku bunga menurun, dapat menyebabkan harga valuasi sa-ham meningkat.
Dapat disimpulkan bahwa, kenaikan tingkat suku bunga dapat berdampak negatif terhadap pasar saham terlebih lagi apabila kenaikan tingkat suku bunga terus terjadi dalam jangka waktu panjang, karena hal ini berpotensi menyebabkan alternatif investasi lain menjadi lebih menarik. Sebagai con-toh investor akan mendapatkan bahwa tingkat bunga obligasi retail negara (ORI) akan naik, selain itu kenaikan suku bunga akan menyebabkan harga obligasi menurun, namun obligasi akan tampak lebih menarik karena investor dapat membeli obligasi di harga murah dengan tingkat yield yang tinggi.
Dampak Terhadap Pasar Saham Secara Umum
(Dalam Jangka Pendek):
Pada hari diumumkannya kenaikan BI Rate dan Fasbi Rate oleh BI (Kamis 11 Juli 2012), indeks sektor keuangan (Finance) di Bursa Efek Indonesia langsung menguat signifikan lebih dari 4% dan memim-pin gains indeks sektor. Hal ini tentu saja lebih diakibatkan oleh kenaikan signifikan nilai transaksi beli atas saham perbankan, terutama terjadi pada saham Bank Mandiri (BMRI) oleh investor asing karena memang valuasi sahamnya sudah murah. Saham BMRI diperdagangkan dengan PE (ttm) se-besar 11.02x, jauh di bawah PE (ttm) sektor keuangan yang sese-besar 15,64x. Kenaikan jangka pendek ini lebih disebabkan persepsi psikologis investor yang melihat bahwa kenaikan BI Rate yang sudah diperkirakan sebelumnya pada akhirnya terjadi juga, namun menurut kami, valuasi harga saham yang cukup murah lah ditambah dengan mulai jenuhnya momentum jual saham yang menyebabkan investor mulai bergerak masuk kembali ke pasar yang mendorong terjadinya kenaikan IHSG.
Dalam jangka pendek, perusahaan akan berusaha untuk mengimbangi inflasi dengan cara menaik-kan harga jual, yang tentu saja amenaik-kan meningkatmenaik-kan profit margin jangka pendek. Hal ini seiring den-gan meningkatnya risk-premium yang diminta oleh investor terkait kenaikan suku bunga sebagai kompensasi atas meningkatnya profil resiko investasi.
Rekomendasi:
Di dalam kondisi tingkat inflasi yang meningkat, strategi yang dapat diaplikasikan adalah berin-vestasi dalam saham yang memberikan imbal hasil dividen tinggi (dividend yield) sebisa mung-king tingkat yield berada di atas level inflasi. Jika inflasi sebesar 5%, maka saham dengan divi-dend yield diatas 5% akan mampu meng-offset dampak negatif inflasi tersebut. Saham-saham komponen indeks LQ 45 (diluar sektor properti dan perbankan) serta saham-saham BUMN da-pat menjadi pilihan berinvestasi
www.woorisec.com
Woori Korindo Securities Indonesia Commentary - Kenaikan BI Rate
Rekomendasi
(lanjutan): Di dalam kondisi tingkat inflasi yang meningkat, strategi yang dapat diaplikasikan adalah berin-vestasi dalam saham yang memberikan imbal hasil dividen tinggi (dividend yield) sebisa mung-king tingkat yield berada di atas level inflasi. Jika inflasi sebesar 5%, maka saham dengan divi-dend yield diatas 5% akan mampu meng-offset dampak negatif inflasi tersebut. Saham-saham komponen indeks LQ 45 (diluar sektor property dan perbankan) serta saham-saham BUMN da-pat menjadi pilihan berinvestasi.
Kebijakan pengetatan Loan-to-Value Ratio (LTV) tentu saja akan berdampak kepada perlam-batan kredit konsumsi dan KPR yang dilakukan oleh pihak perbankan, dan hal ini dapat mem-pengaruhi pendapatan sektor properti yang berkaitan erat dengan tingkat bunga cicilan. Selain itu banyaknya jumlah perorangan yang memiliki cicilan KPR baik untuk perumahan dan apart-men lebih dari dua, dan ada yang lebih dari 10, apart-menjadi pertimbangan BI untuk apart-menaikkan LTV demi mengurangi resiko bubble ini. Waspadai saham sektor properti.
Tingginya tingkat inflasi tentu saja akan berpengaruh kepada tingkat konsumsi masyarakat. Na-mun hal yang pasti terkena dampak signifikan adalah level disposable income masyarakan yang menurun akibat alokasi kebutuhan pokok yang meningkat. Hal ini berarti masyarakat akan tetap membeli produk-produk kebutuhan pokok seperti bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Oleh karena itu saham-saham sektor konsumsi menurut kami tetap layak untuk diperhatikan, terutama saat ini ketika harganya cenderung murah.
Apa itu BI Rate?
Berdasarkan definisinya, tingkat suku bunga jangka pendek (1 bulan) yang ditetapkan oleh Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan setiap bulan dan diumumkan kepada publik ini adalah tingkat suku bunga yang mencerminkan posisi BI terhadap sasaran kebijakan moneter.
Important Disclaimer
The research is based on current public information that PT Woori Korindo Securities Indonesia considers reliable, but PT Woori Korindo Securities Indonesia does not represent it as accurate or complete, and it should not be relied on as such. This report, and any electronic access to it, is restricted to and intended only for clients of PT Woori Korindo Securi-ties Indonesia or a related entity to PT Woori Korindo SecuriSecuri-ties Indonesia. This document is for information only and for the use of the recipient. It is not to be reproduced or copied or made available to others. Under no circumstances is it to be consid-ered as an offer to sell or solicitation to buy any security. Any recommendation contained in this report may not to be suitable for all investors. Moreover, although the information contained herein has been obtained from sources believed to be reliable, its accuracy, completeness and reliability cannot be guaranteed. Furthermore, the research does not take into account particu-lar investment objectives, financial situations or individual client needs, and PT Woori Korindo Securities Indonesia is in no way legally responsible for future returns or loss of original capital. All materials in this report are the intellectual property of PT Woori Korindo Securities Indonesia. Copying, distributing, transmitting, transforming or lending of this material without PT Woori Korindo Securities Indonesia's consent is prohibited. We expressly disclaim any responsibility or liability (express or implied) of PT Woori Korindo Securities Indonesia, its affiliated companies and their respective employees and agents whatso-ever and howsowhatso-ever arising (including, without limitation for any claims, proceedings, action, suits, losses, expenses, damages or costs) which may be brought against or suffered by any person as a results of acting in reliance upon the whole or any part of the contents of this report and neither PT Woori Korindo Securities Indonesia, its affiliated companies or their respective employees or agents accepts liability for any errors, omissions or misstatements, negligent or otherwise, in the report and any liability in respect of the report or any inaccuracy therein or omission therefrom which might otherwise arise is hereby ex-presses disclaimed.
All rights reserved by PT Woori Korindo Securities Indonesia
PT. Woori Korindo Securities Indonesia
Member of Indonesia Stock Exchange
Head Office :Wisma Korindo 7th Floor Jl. M.T. Haryono Kav. 62 Pancoran Jakarta 12780 Telp.: (+62-21) 7976202 Fax : (+62-21) 7976206 Branch Office :
Jl. Pluit Kencana Raya Blok O No. 79 B-C Pluit Penjaringan
Jakarta 14450 Telp.: (+62-21) 66675088
Fax : (+62-21) 66675092
Woori Korindo Securities Indonesia Stock Ratings
1. Period: Uniform 12-month
2. Rating System: Based on a stock’s absolute return from the date of publication Strong Buy: high conviction Buy rated stocks
Buy: greater than +10% Neutral: -10% and +10% Sell: less than -10%
Head and Branch Office:
www.woorisec.com