• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Rehabilitasi Pada Gelandangan psi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proses Rehabilitasi Pada Gelandangan psi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS FILSAFAT ILMU

E.S. SUFIA KALIMANG NIM : 111414253002

Judul Research

Proses Rehabilitasi Pada Gelandangan psikotik : Studi Kasus di Lingkungan Pondok Sosial Keputih Kota Surabaya

Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses rehabilitasi pada gelandangan psikotik di Lingkungan Pondok Sosial Keputih Kota Surabaya?

Tujuan Research

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses rehabilitasi untuk gelandangan psikotik di Lingkungan Pondok Sosial Keputih Kota Surabaya dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan sehingga diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.

Keunggulan Research

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya dalam psikologi sosial mengenai proses rehabilitasi gelandangan psikotik di Lingkungan Pondok Sosial Keputih Kota Surabaya.

Keterbatasan Research

(2)

Kerangka Teori

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai Keadaan fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan.Tiga desentral bagi peningkatan kesehatan mengikuti dari definisi ini: kesehatan mentaladalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, kesehatan mental lebih dari tidak adanya penyakit dan kesehatan mental erat terhubung dengan kesehatan fisik dan perilaku. Keadaan kesejahteraan di mana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi dengan tekanan normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. [1]

Definisi rehabilitasi kesehatan mental sebagai sebuah pendekatan sistem secara keseluruhan untuk pemulihan dari penyakit mental yang memaksimalkan individu kualitas hidup dan sosial inklusi dengan mendorong mereka dalam keterampilan, mempromosikan kemerdekaan dan otonomi untuk memberikan mereka harapan untuk masa depan dan mengarah kemasyarakat yang berhasil hidup melalui tepat mendukung. Sebuah layanan rehabilitasi kesehatan mental menyediakan spesialis penilaian,pengobatan, intervensi dan dukungan untuk mengaktifkan pemulihan orang yang kebutuhan yang kompleks tidak dapat dipenuhi oleh orang mewasa umum mental yang pelayanan kesehatan (Killasply et al). [2]

Konsep kesehatan mental termasuk kesejahteraan subjektif, dirasakan self-efficacy, otonomi, kompetensi, antar generasi ketergantungan dan pengakuan dari kemampuan untuk mewujudkan seseorang intelektual dan emosional potensial. Ini juga telah didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan dimana individu mengakui kemampuan mereka, mampu mengatasi dengan tekanan yang normal dalam kehidupan, bekerja secara produktif dan baik,dan membuat kontribusi untuk komunitas mereka.Kesehatan mental harus menjadi perhatian bagi kita semua, bukan hanya bagi mereka yang menderita gangguan mental. Semua orang bisa memberikan kontribusi untuk kesehatan mental yang lebih baik Intervensi dapat diimplementasikan segera dan secara luas denganyang ada pengetahuan dan teknologi. Intervensi Media, Para Profesional kesehatan mental, Program pemerintah dalam kesehatan mental, Program penelitian akademisi, dan masyarakat yang kondusif. [3]

Pelayanan rehabilitasi bertujuan untuk mendukung orang-orang dengan masalah kesehatan mental yang kompleks untuk memulihkan atau mendapatkan kembali kognitif, emosional, sosial, intelektual, dan keterampilan fisik yang diperlukan untuk hidup, belajar, bekerja dan berfungsi sebagai indepen den mungkin dalam masyarakat dengan sedikit gangguan oleh gejala. [4]

(3)

Mental Health Commission Research Scholarship Programme telah menunjukkan bahwa layanan rehabilitasi dapat dampak positif pada hasil untuk individu denganabadidan kompleksmental yang masalah kesehatan. Namun keuntungan ini untuk melanjutkan dan memastikan berkelanjutan akses ke layanantersebutbagi orang lain, harus adagerakan melaluisistem rehabilitasi rawat inap dan masyarakat berbasis akomodasi didukung. [5]

Temuan dari studi Mental Health Commission Research Scholarship Programme Efektivitas klinis kesehatan mental pelayanan rehabilitasi dalam mendukung orang-orang untuk mencapai dan mempertahankan kepemilikan masyarakat dan memfasilitasi peningkatan fungsisosial mereka. Mereka mempromosikan dan memfasilitasi inklusi sosial untuk individu dengan penyakit mental abadi dengan memberikan dukungan dan kegiatan akses keperumahan, pekerjaandan sosial/rekreasi di Komunitasnya. [6]

Promosi kesehatan mental perlu diintegrasikan sebagai bagian dari kebijakan untuk memberikan status dan arah strategis yang diperlukan untuk implementasi yang sukses. Kebijakan kesehatan mental adalah terorganisir set nilai-nilai, prinsip, dan tujuan untuk meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi beban gangguan mentaldalam suatu populasi. Ketika dirumuskan dengan baik, mengidentifikasi kebijakan kesehatan mental dan memfasilitasi kesepakatan untuk tindakan antara para pemangku kepentingan yang berbeda, menunjuk peran yang jelas dan responsibilities. [7]

Mendukung individu dengan masalah kesehatan mental yang berat ke dalam dunia pekerjaannya seperti semula memanglah sangat berat hal ini dipengaruhi dari ketrampilan yang diamiliki dan sikap terbuka perusahaan kepadanya. Salah satu srateginya berkenaan dengan pemulihan penyandang masalah kesehatan mental untuk kembali kedunia kerja yaitu melalui Pendekatan penempatan individu dan dukungan atau Individual Placment and Supporting Approach (IPS). berdasarkan penelitian tim WHO strategi dan pendekatan IPS ini memperlihatkan bahwa kerja program penyembuhan akan efektif jika ada tempat rehabilitasi dan dukungan program dari berbagai pihak. Penempatan individu dan dukungan IPS memiliki tujuh unsur utama yaitu dukunan dari berbagai pihak, memberikan ketrampilan yang sesuai kesempatan kerja, bantuan awal dalam mencari pekerjaan, dukungan dari pihak tempat kerja baru, pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan. [8]

Gelandangan psikotik adalah mereka yang hidup di jalan karena suatu sebab mengalami gangguan kejiwaan yakni mental dan sosial, sehingga mereka hidup mengembara, berkeliaran, atau menggelandang di jalanan. Dalam gelandangan psikotik ini mereka sudah tidak memiliki pola pikir yang jelas dan mereka sudah tidak lagi mementingkan mengenai norma dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat, selain itu juga mereka sudah tidak memiliki rasa malu dan memiliki amarah yang tidak bisa di kontrol jika sedang marah. [9]

Metode

(4)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif (descriptive research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data desriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moloeng,2002). [10]

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam proses pengolahan datanya, peneliti mengolah dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh di lapangan yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengamati serta menggambarkan bagaimana proses rehabilitaasi yang dilakukan oleh Liponsos Keputih Kota Surabaya terhadap gelandangan psikotik. Lokasi penelitian ini adalah Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) yang ada di wilayah Dinas SosialkotaSurabaya, Jl. Keputih Tegal 32 Sukolilo –Surabaya.

Subjek Penelitian

Subyek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para informan yang mengetahui proses rehabilitasi dan petugas yang merawat langsung para gelandangan psikotik.

1. Suswati, Wakil Ketua UPTD

2. Supriadi dan Maret, pengajar keterampilan

3. Petugas kebersihan barak B tempat gelandangan psikotik perempuan

4. Petugas dapur yang bertugas memasak untuk para PMKS yang ada di Liponsos

Teknik Pengumpulan Data

1.Interview (wawancara)

Metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara (interview) dan wawancara mendalam dilakukan terhadap informan untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan yang mereka miliki tentang pokok bahasan penelitian ini. Metode ini peneliti gunakan sebagai langkah awal dari penelitian dan juga sebagai salah satu teknik pengumpulan data atau informasi dalam penulisan ini.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni dengan mengamati pola rehabilitasi yang dilakukan dalam Liponsos Keputih Kota Surabaya tersebut.

3. Dokumentasi

Dokumentasi mencakup arsip-arsip berupa tulisan, foto, gambar-gambar serta hal-hal yang memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.

4. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dari jurnal, buku, informasi online dan malajah ilmiah. Pertanyaan Research

(5)

2. Bagaimana kondisi awal pertama kali kedatangan gelandangan psikotik?

3. Mengapa gelandangan psikotik bisa mendapatkan proses rehabilitasi disini?

4. Bagaimana aktivitas keseharian gelandangan psikotik?

5. Bagaimana cara untuk merehabilitasi gelandangan psikotik?

6. Bagaimana upaya lingkungan pondok sosial untuk selalu mengawasi gelandangan psikotik agar selalu dalam kondisi sehat?

7. Mengapa gelandangan psikotik mendapatkan rehabilitasi?

8. Mengapa gelandangan psikotik tidak di antar ke rumah sakit jiwa?

9. Bagaimana cara membedakan antara gelandangan biasa dan gelandangan psikotik?

10. Bagaimana cara merehabilitasi setiap penderita gelandangan psikotik, berbeda ataukah sama saja?

11. Apakah terlihat perbedaan sebelum dan sesudah direhabilitasi?

12. Pernahkah gelandangan psikotik kabur dari lingkungan pondok sosial?

13. Apakah setiap gelandangan memiliki rata-rata ciri yang sama, stress, skizofrenia dll?

14. Apakah lingkungan Pondok Sosial mengetahui asal usul setiap gelandangan?

15. Berapa lama masa rehabilitasi gelandangan psikotik?

16. Berapa jumlah gelandangan psikoti di lingkungan pondok sosial ini?

17. Bagaimana cara agar proses rehabilitasi gelandangan psikotik dapat dengan cepat membuat dampat positif pada setiap gelandangan psikotik?

18. Dari manakah dana yang ada di lingkungan pondok sosial?

19. Bagaimana jika salah satu gelandangan psikotik dapat sembuh dan mengingan tempat tinggalnya?

(6)

Tinjauan Pustaka

Fenomena semakin meningkatnya gelandangan psikotik yang sering terlihat luntang lantung di jalanan dengan ciri berpakaian lusuh, kumal dan kotor bahkan terkadang tidak menggunakan baju ataupun celana dan memiliki tubuh kurus kering. Gelandangan psikotik bukan hanya terlihat di jalanan ibukota namun hal itu kerap terjadi di lingkungan kota, yaitu Kota Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya tidak tinggal diam dengan adanya gelandangan psikotik terbukti dengan adanya perhatian khusus berupa tempat penampungan bernama UPTD Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih. Di tempat inilah mereka dirawat, diberi makan, dan bahkan menghembuskan nafas terakhir.

Pemerintah Kota Surabaya mengutus Polisi Pamong Praja Satpol PP untuk merazia semua gelandangan dan pengemis (gepeng) terutama gelandangan psikotik agar mendapatkan penanganan yang khusus. Setiap hari pasti ada satu orang gelandangan psikotik yang tertangkap dan dibawa ke Liponsos oleh Satpol PP. Satpol PP menemukan gelandangan psikotik bukan hanya disalah satu tempat yang ada di Surabaya tetapi Satpol PP bergerak disetiap penjuru Surabaya untuk merazia para PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). PMKS yang terdiri dari psikotik, gepeng (gelandangan dan pengemis), lansia, anjal (anak jalanan), WTS (wanita tuna susila), dan waria. Penghuni Liponsos yang paling banyak adalah gelandangan psikotik. Para gelandangan psikotik yang terjaring dan ditampung di Liponsos (lingkungan pondok sosial) Dinas Sosial Keputih Surabaya bukan hanya berasal dari Surabaya. Penghuni Liponsos Keputih, berasal dari Jombang, Lamongan, Pasuruan, Bangkalan, bahkan ada dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta dan Papua.

Bangunan yang berdiri diatas lahan seluas 1,6 Ha tersebut terdiri atas beberapa ruangan yang disebut Barak, antara lain: Barak A dihuni 782 orang laki-laki psikotik, Barak B dihuni 455 orang perempuan dengan psikotik, Barak C dihuni 155 orang pengemis dan gepeng. Saat ini jumlah PMKS (Penyandang Malasah Kesejahteraan Sosial) yang tertampung di Liponsos sudah melebihi batas maksimal yaitu lebih dari 1.423 orang, padahal daya tampung Liponsos adalah hanya 300 orang. Hal ini tentu sangat memprihatinkan sekali, mereka tidak mempunyai ruang gerak yang luas.

Kondisi melebihi batas normal membuat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Liponsos Keputih Kondisi yang memprihatinkan dengan keadaan lingkungan liponsos yang sangat kumuh dan tidak layak huni terlihat pada bangunan untuk psikotik laki-laki dan perempuan. Mereka hidup dan beraktifitas dalam ruangan kumuh, berdesak-desakan dan bercampur walaupun ada tempat untuk mandi dan toilet mereka masih menggunakan selokan untuk membuang air kecil maupun air besar. Ketika hal itu terjadi petugas harus ekstra membersihkan ketika pagi hari dan sebelum sore hari.

(7)

harus mereka pikul, menjadikan penanganan gelandangan psikotik kurang maksimal. Terbatasnya tenaga untuk proses rehabilitasi gelandangan psikotik dan semakin meningkatnya jumlah gelandangan psikotik dengan kapasitas barak yang tidak cukup memadai. Fenomena tersebut membuat menarik untuk dikaji lebih dalam.

Dalam penelitian ini, memfokuskan tentang proses rehabilitasi gelandangan psikotik. Bulan ini jumlah total gelandangan psikotik adalah 1.237. Dalam upaya proses rehabilitasi pihak Dinas Sosial memberikan kegiatan keseharian kepada mereka, memberikan bimbingan moral, spiritual serta keterampilan.

Pembahasan

Sejarah berdirinya adalah tahun 1997 di Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Sosial, membangun Panti Rehabilitasi Sosial di Keputih guna menampung para PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) seperti gelandangan, pengemis, lansia terlantar serta gelandangan psikotik yang berkeliaran di sudut-sudut kota dalam upaya menciptakan ketentraman, ketertiban dan keindahan kota.

Panti Rehabilitasi Sosial yang terletak di Jl. Keputih Tegal, Kel. Keputih. Kec. Sukolilo, berdiri diatas lahan seluas 1,6 Ha, yang terdiri dari : 3 blok bangunan, tiap blok terdiri dari 32 kamar lengkap dengan kamar mandi dan WC untuk menampung psikotik perempuan dan laki-laki, ada 2 barak untuk menampung hasil cakupan (razia), 1 blok bangunan gazebo untuk menampung gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tidak mempunyai keluarga, terdiri dari 32 kamar, bangunan untuk istirahat petugas, dapur umum, serba guna , ruang untuk pemeriksaan medis, bangunan musholla.

Daya tampung Liponsos adalah 300 orang, yang meliputi : psikotik, gelandangan dan pengemis (gepeng), anak jalanan, WTS, waria, dan Lansia terlantar. Tapi saat ini jumlahnya melebihi kapasitas Liponsos yaitu sekitar 1.423 orang. Kondisi melebihi batas normal membuat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Liponsos Keputih memprihatinkan dengan keadaan lingkungan liponsos yang sangat kumuh dan tidak layak huni terlihat pada bangunan untuk psikotik laki-laki dan perempuan. Mereka hidup dan beraktifitas dalam ruangan kumuh, berdesak-desakan dan bercampur walaupun ada tempat untuk mandi dan toilet mereka masih menggunakan selokan untuk membuang air kecil maupun air besar. Ketika hal itu terjadi petugas harus ekstra membersihkan ketika pagi hari dan sebelum sore hari. Tidak adanya pemisahan antar gelandangan psikotik yang sudah mulai melakukan aktifitas keterampilan dengan gelandangan psikotik yang masih belum melakukan keterampilan membuat para gelandangan psikotik mengalami dampak perubahan yang belum pasti. Gelandangan psikotik yang mulai tenang, bisa dinasehati dan membantu mengerjakan kegiatan dalam keseharian maka itu dianggap bisa dibimbing dengan melakukan interaksi sosial, spiritual (agama), dan keterampilan.Berikut ini adalah data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang berada di Liponsos tahun 2014 :

(8)

T S ria

L P L P L P L P - 2 L P

1 Januari 724 441 58 116 1 1 - - - 4 784 559 1.343 2 Februari 750 450 62 126 3 1 - - 3 - 819 577 1.396 3 Maret 754 450 68 127 - 6 - - 1 - 822 586 1.408 4 April 746 450 66 111 6 5 - - 2 1 818 567 1.385

5 Mei 750 450 52 97 1 2 - - - - 804 551 1.355

6 Juni 746 445 58 99 2 - - - 4 - 806 544 1.350

7 Juli 756 450 58 113 3 - - - 2 - 817 567 1.384 8 Agustus 753 450 52 104 1 - 2 1 - - 808 557 1.365 9 September 763 455 50 100 3 1 - - - - 816 556 1.372 10 Oktober 777 455 56 103 4 - - 3 - - 837 561 1.398 11 Nopember 782 455 54 105 6 - 1 3 4 13 847 576 1.423

12 Desember - - -

-Sumber data: diolah berdasarkan data dari kantor UPTD Liponsos

Sebelum melakukan proses rehabilitasi terhadap gelandangan psikotik, terlebih dahulu Liponsos melakukan rekruitmen atau penjaringan terhadap para gelandangan psikotik yang berada dijalanan untuk mendapatkan pengobatan. Perekrutan terhadap para gelandangan psikotik yang masih berada dijalanan atau di dalam masyarakat dengan menggunakan cara sebagai berikut:

1. Trantib Keamanan ( Razia )

Kerjasama antara Dinas Sosial dengan pihak kepolisian (satpol PP) untuk merazia para gelandangan dan pengemis serta anak jalanan yang masih berada di jalanan. Kemudian proses selanjutnya mereka diserahkan kepada dinas sosial untuk dilakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap para pengemis dan gelandangan tersebut. Dalam pembinaan ini pihak dinas sosial melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial untuk memberikan bimbingan kepada mereka semua. Menangani dan membimbing anak jalanan serta para gelandangan agar mereka nantinya tidak turun ke jalanan lagi dan dapat hidup layak serta dapat diterima oleh masyarakat luas dimana ia akan tinggal nantinya. [11]

Satpol PP juga menjaring gelandangan psikotik yang terlihat ada dijalanan Surabaya, walaupun bukan hanya tugas satpol PP yang harus menangkap gelandangan psikotik tersebut. Siapapun yang mengetahui ada gelandangan psikotik yang luntang lantung dijalanan Surabaya harap melaporkan kepada pihak liponsos, satpol PP, Polisi, Dinas Perhubungan jika terlihat disekitar terminal dan stasiun, bahkan masyarakat juga terlibat ketika ada disekitarnya dirasa ada yang meresahkan lingkungannya. [12]

2. Kemitraan dengan lembaga atau pihak lain (Rumah Sakit)

(9)

Setiap minggu dua kali hari selassa dan Jum’at beberapa gelandangan psikotik dibawa ke rumah sakit jiwa Menur, disana mereka akan lebih intensif dirawat dan minum obat. [13]

Bagi gelandangan psikotik yang sakit secara fisik di liponsos setiap bulannya ada pemeriksaan fisik. Jika ditemukan adanya gelandangan psikotik yang skait fisik parah akan dirujuk ke rumah sakit Dr. Soetomo.

3. Pendekatan Awal

Proses pendekatan awal ini dilakukan oleh pihak liponsos yang bekerja sama dengan instansi atau organisasi terkait sebagai anggota tim koordinasi penanggulangan gelandangan, diantaranya adalah Satpol PP dan Rumah Sakit Jiwa. Proses pendekatan awal ini merupakan proses lanjutan yang dilakukan setelah sebelumnya melalui perekrutan yang dilakukan oleh liponsos untuk mendata asal usul ketika ditanya menjawab bagi yang masih bisa interaksi ataupun yang belum bisa interaksi dengan cara lain yaitu melakukan sesi foto. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi dan pengasramaan klien sesuai dengan jenis kelamin. [14]

4. Tahap Komunikasi dan Pemahaman masalah (Assesment)

Proses rehabilitasi membutuhkan penanganan yang sesuai dengan kondisi klien. Pada tahap ini para penyandang psikotik sebagai klien dilakukan komunikasi dan pendalaman tentang segala sesuatu informasi yang akan mendukung berjalannya rehabilitasi. Tujuannya adalah agar dapat melakukan penanganan dengan tepat dan hal ini akan berpengaruh terhadap percepatan proses penyembuhan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan oleh pekerja sosial dalam proses assessment meliputi keadaan fisik, psikis dan sosial.

5. Proses rehabilitasi gelandangan psikotik

Proses rehabilitasi yang dilakukan di LIPONSOS kepada penyandang psikotik mencakup kesehatan fisik, psikis, moral/keagamaan, pembekalan ketrampilan, resosialisasi dan pendampingan kerja pasca rehabilitasi. Pada aspek kesehatan fisik program yang dilakukan adalah memandikan klilen (penyandang psikis), makanan yang seimbang, kegiatan olehraga dan bersih-bersih lingkungan dengan tujuan meningkatnya kesehatan fisik. Pada aspek kesehatan mental program yang dilakukan adalah kegiatan keagamaan rutin, motivasi, rekreasi dan penyediaan media hiburan dengan tujuan meningkatnya kesehatan mental. Pada aspek pembekalan ketrampilan dilakukan pembekalan menjahit, membuat keset, menyulam dan membuat bros dengan tujuan mempersiapkan ketrampilan yang akan bermanfaat bagi penyandang psikotik pasca rehabilitasi. Kemudian resosialisasi dengan membawa klien dengan kesehatan mental yang baik untuk berrekreasi di tempat umum dan adanya upaya pendampingan kerja agar penyandang psikotik dapat diterima dengan baik di masyarakat.

(10)

Gambar 1.1 model kegiatan proses rehabilitasi yang dilakukan di LIPONSOS

Program dan kegiatan rehabilitasi di LIPONSOS adalah : Program Kesehatan Fisik

a). Dimandikan

Kegiatan awal sebelum melakukan segala aktivitas dan program rehabilitasi sosial di LIPONSOS, penyandang psikotik dimandikan terlebih dahulu diwaktu pagi menjelang dimulainya acara terapi. Setiap pagi mulai dari adzan shubuh berkumandang kira-kira pukul 04.00 WIB, ada empat orang petugas yang bertugas untuk memandikan para gelandangan psikotik.Proses memandikan klien psikotik dilakukan setiap hari dua kali yakni pagi saat beraktivitas terapi, serta pada sore hari menjelang kegiatan keagamaan dan beristirahat. Dalam hal ini petugas yang laki-laki memandikan klien laki-laki, begitupula dengan klien perempuan mereka dimandikan oleh petugas sosial perempuan.

b).Pemberian Makanan sehat

Ketika sarapan sudah siap para gelandangan psikotik berbaris untuk mengantri makanan, kemudian setelah makan mereka akan mengantri untuk mendapatkan minum. Setelah kegiatan makan dan minum selesai mereka harus membersihkan sisa-sisa makanan yang tercecer dilantai. Jadwal makan sehari tiga kali dengan waktu pagi, siang dan sore. Menu setiap harinya berbeda-beda dan yang membuat daftar menu adalah ketua UPTD Liponsos sendiri yaitu Ibu Sri Supadmi. [15]

Berikut ini adalah daftar menu Liponsos Keputih tahun 2013:

Hari Pagi Siang Sore

Senin Nasi Putih Oseng-oseng

Telur ceplok + tempe Teh manis/ kopi

Nasi putih Sayur bening Lapis/ bali daging Buah

Nasi putih Opor ayam Tempe goreng Sayur asem Selasa Nasi putih

Mie kuah

Telur ceplok + tempe

Nasi putih Sayur sop

Krengseng daging + tahu

(11)

Teh manis/ kopi Buah Ayam kecap + tempe Sumber data: diolah berdasarkan data dari kantor UPTD Liponsos

c).Bersih-Bersih Lingkungan Bersama

Kemudian membersihkan sekeliling barak dari mulai ruangan dan selokan-selokan yang digunakan untuk buang air besar maupun buang air kecil. Kegiatan bersih-bersih dilakukan sambil menunggu sarapan siap, kira-kira pukul 8.30 WIB. Kemudian Jadwal membersihkan barak setelah makan selesai kemudian jadwal selanjutnya bagi gelandangan psikotik yang bisa diajak komunikasi dan bisa membantu meringankan beban para petugas maka mereka akan melaksanakan kegiatan keterampilan yang dijadwalkan tepat pukul 10..00 WIB

d).Olahraga

Kegiatan olahraga ini dilakukan secara rutin kegiatan ini diikuti oleh setiap klien psikotik yang ada di dalam lembaga sosial Hafara dengan dipimpin oleh salah satu pekerja sosial bidang psikotik, walaupun semua penderita psikotik ikut dalam kegiatan olahraga ini hanya sebagian dari mereka yang mau untuk mengikuti setiap gerakan yang dicontohkan oleh instruktur senam, sedang yang lainnya hanya berdiri dan diam atau bermain sendiri.

e).Bantuan Medis

Rehabilitasi sosial melalui medis adalah dengan cara memberikan sejenis obat untuk meringankan dan menekan emosi klien psikotik agar ia dapat mengendalikan emosinya. Rehabilitasi medis ini sering juga disebut sebagai terapi psikofarmaka.

Program Kesehatan Mental a). Bimbingan mental dan spiritual

(12)

perempuan dan bagi non muslim akan dibimbing oleh pendeta. Kira-kira satu jam binbingan mengaji kemudian mereka makan sore dan membersihkan sekeliling barak sebelum pagar benar-benar ditutup dan aktivitas sudah ditiadakan. Mereka hanya melakukan kegiatan didalalam barak.

b). Rekreasi dan Media Hiburan

10..00 WIB, bagi gelandangan psikotik yang masih dalam tahap rehabiitasi didalam ruangan yang berpagar mereka tidak melakukan kegiatan apapun. Ada yang masih dirantai, berendam di bak mandi, tidur, nonton televisi, berdiri, tertawa sendiri dan lain-lain.

Pembekalan Ketrampilan

Pengajar keterambilan adalah Ibu Maret dan Pak Supriadi beserta istrinya. Jenis keterampilan yang diajarkan adalah menjahit, merajut, membuat keset, menyulam dan membuat bros. Hasil yang telah mereka buat kemudian dijual dengan cara dititipkan ke mall dan tempat-tempat penjualan lainnya. Kemudian ketika barang-barang yang dibuat oleh para gelandangan psikotik yang melakukan keterampilan berhasil terjual maka hasil dari penjualan akan di kembalikan dengan cara melakukan rekreasi, program ini terjadi baru berjalan 4 kali. Terkadang rekreasi ke kebut bibit, pantai kenjeran dan kebun binatang. [16]

Kegiatan keterampilan dilakukan selama dua jam, mulai pukul 10.00 WIB – 12.00 WIB. Selama dua jam gelandangan psikotik mengerjakan salah satu keterampilan dengan selalu dibimbing oleh pak Supriadi dan Ibu Maret. Ibu Maret bukan hanya bertugas mengajar keterampilan tetapi tugas beliau adalah merangkap sebagai perawat gelandangan psikotik perempuan juga.

Setiap gelandangan psikotik diperhatikan sama tanpa membeda-bedakan, ketika ada beberapa gelandangan psikotik yang sudah mampu diajak komunikasi atau bisa dikatakan sehat walaupun hanya beberapa persen maka petugas dan perawat sering meminta bantuan kepada merika agar melakukan sesuatu hal, seperti mmbersihkan dan mempersiapkan makanan kemudian mereka akan diberikan suatu imbalan. Imbalan tersebut adalah rokok bagi yang suka merokok dan juga makanan ataupun minuman yang diberikan, diluar jam makan. [17]

6. Resosialisasi

Resosialisasi berasal dari kata re yang memiliki makna kembali dan sosialisasi yakni segala sesuatu berhububungan dengan kehidupan manusia dengan masyarakat sekitarnya yang berada satu lingkungan atau antar sesama manusia. Dalam kasus ini para gelandangan psikotik yang sudah menjalani terapi dan pengobatan di lembaga sosial serta sudah menunjukan adanya gejala yang positif mengenai perbaikan dalam segala aspek baik psikis maupun jasmani yang menjadikan klien tersebut dinyatakan telah sembuh dari gangguan jiwanya.

(13)

hingga mereka meninggal dan dikebumikan didareah Jl. Dukuh Kupang di komplek pemakaman khusus orang gila.

7. Penyaluran

Pada tahap penyaluran ini adalah mengembalikan klien kepada pihak keluarganya, setelah ia selesai melaksanakan semua ujian seperti yang tersebut diatas dan para pekerja sosial dan menyatakan bahwa ia telah siap untuk dikembalikan kepada keluarganya, maka ia dimintakan surat keterangan dari lembaga sosial yang kemudian diberikan kepada pihak kemensos sebagai laporan.

Bimbingan terhadap klien psikotik yang telah dinyatatakan telah sembuh tidak hanya sampai disini saja, mereka masih sering disurvei oleh pekerja sosial dalam beberapa bulan sekali, ini sebagai langkah kelanjutan serta untuk memastikan bahwasannya klien tersebut telah benar-benar sembuh dan bisa untuk melanjutkan hidupnya secara mandiri. Klien juga sudah bisa untuk kembali membaur dengan masyarakat sekitar dan mulai terlibat dalam serangkaian kegiatan kemasyarakatan serta telah mampu untuk bertanggung jawab dengan semua perbuatan dan kehidupannya sendiri.

Diskusi

Pertama masuk Liponsos yang terbayang adalah milik pemerintahan dan pasti akan jauh dari kesan kumuh, kotor, bau. Fasilitas yang bagus dan tenaga medis yang memadai baik dari dokter, psikiater, perawat, maupun petugas yang lainnya. Hal tersebut tidak terjadi di Liponsos, di Liponsos lebih menekankan hanya pada penampungan tempat tinggal dan makan bagi gelandangan psikotik. Pemeriksaan kesehatan fisik dilakukan hanya perbulan, dengan jumlah gelandangan psikotik melebihi daya tampung barak membuat petugas dan perawat kewalahan dalam memandikan, membersihkan barak dan memeriksa para gelandangan satu persatu. Meskipun setiap satu minggu dua kali ada beberapa pasien yang dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Menur untuk proses rehabilitasi secara psikofarma dan setiap bulannya ada 80 orang yang dibawa kesana, proses ini tidak cukup efektif karena setelah mereka pulang dari rumah sakit dan kembali ke Liponsos, mereka akan kembali ditempatkan di barak yang sama dengan gelandangan psikotik lainnya. Ketika beberapa gelandangan psikotik dibawa kerumah sakit dan kembali lagi ke liponsos pasti ada perubahan yang banyak untuk proses kesembuhannya namun akan kembali menurun ketika bergabung dengan gelandangan psikotik dalam ruangan yang sangat melebihi daya tampung.

Tidak adanya pemisahan antara pasien yang sembuh beberapa persen dan pasien yang masih sakit berdampak pada lambatnya proses kesembuhan bagi gelandangan psikotik, hal itu yang membuat semakin menumpuknya jumlah gelandangan psikotik setiap harinya dan hanya beberapa orang yang bisa keluar. Sehingga pihak Liponsos harus menampung gelandangan psikotik yang belum menemukan asal usulnya, tidak punya keluarga dan belum sembuh akan ditampung oleh pihak liponsos hingga tua dan kemudian meninggal. [18]

(14)

ingat asal-usulnya, hal tersebut semakin menambah ruang sempit di setiap barak gelandangan psikotik. [19]

Jadwal bagi proses rehabilitasi di Liponsos kebanyakan hanya makan, bersih-bersih dan tidur, seharusnya ada kegiatan lainnya seperti olahraga. Aktifitas yang kurang padat dalam proses rehabilitasi seperti berinteraksi dengan sosial yang kurang karena gelandangan psikotik harus selalu berada dalam barak yang berpagar.

Terbatasnya jumlah petugas dan perawat bagi 1.423 gelandangan psikotik sangat membuat petugas maupun perawat kualahan dalam menanganinya. Tidak adanya fasilitas seperti yang ada di Rumah Sakit Jiwa bagi gelandangan psikotik di Liponsos membuat dampak semakin menumpuknya gelandangan psikotik tanpa adanya proses rehabilitasi yang cepat dan efektif. Seharusnya dokter, psikiater, psikolog dan perawat harus setiap hari ada di Liponsos agar proses kesembuhan dan pemulangan agar suatu saat mereka dapat produktif lagi akan mendapatkan penanganan yang tepat.

Pemisahan ruangan antara yang sudah dalam kondisi normal beberapa persen harus dipisahkan dengan gelandangan psikotik yang masih sakit, karena hal ini membuat para gelandangan psikotik yang sudah mulai baik kembali menurun lagi ketika masuk di ruangan yang sama karena interaksi mereka bukan dengan orang normal. Kemudian Pendanaan dari pemerintah lebih dikhususkan pada makanan namun bukan pada proses rehabilitasinya, hal ini sebaiknya dikurangi dan dana lebih dikhususkan untuk psikiater dan obat-obatan (psikofarmaka) untuk proses rehabilitasi yang maksimal.

(15)

Kesimpulan

Kesimpulannya kebutuhan pelayanan dan program rehabilitasi bagi gelandangan psikotik adalah pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial, moral/agama dan keterampilan kerja. Pada aspek kesehatan fisik program yang dilakukan adalah memandikan klilen (penyandang psikis), makanan yang seimbang, kegiatan olehraga dan bersih-bersih. Pada aspek kesehatan mental program yang dilakukan adalah kegiatan keagamaan rutin, motivasi, rekreasi dan penyediaan media hiburan. Pada aspek pembekalan ketrampilan dilakukan pembekalan vocational. Kemudian resosialisasi dengan membawa klien dengan kesehatan mental yang baik untuk berrekreasi di tempat umum dan adanya upaya pendampingan kerja agar penyandang psikotik dapat diterima dengan baik di masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi ada beberapa faktor pendorong dan

penghambat dalam proses rehabilitasi gelandangan psikoti di Liponsos, maka kesimpulannya sebagai berikut:

Proses Pendorong

1. Pada proses rehabilitasi gelandangan psikotik terdapat beberapa program yang bagus untuk proses rehabilitasi, diantaranya: 1. Mempelajari keterampilan seperti (membuat keset, menjahit, menyulam dll) untuk membangkitkan jiwa produktif kembali agar bisa mencari nafkah ketika keluar dari Liponsos; 2. Bimbingan keagamaan menurut kepercayaan masing-masing, orang muslim belajar mengaji dan orang non muslim seperti kristen belajar dengan pendeta.

2. Banyaknya alokasi dana digunakan untuk makan bagi gelandangan psikotik agar gelandangan psikotik dapat memiliki tenaga selama proses rehabilitasinya berjalan.

Proses Penghambat

1. Lingkungan bangunan yang terkesan kumuh dan kotor membuat gelandangan akan semakin bermalas-malasan dan terbiasa dengan hidup kotor padahal didalam sana seharusnya memberikan kebersihan dan kenyamanan bagi gelandangan psikotik.

2. Daya tampung yang berlebih membuat para gelandangan psikotik semakin susah untuk bergerak bebas, ruangan pada setiap barak yang penuh membuat beberapa gelandangan psikotik tidur didepan ruangan barak, di kamar mandi dll.

3. Belum adanya pemisahan ruangan antara yang sudah dapat melakukan keterampilan dan yang belum melakukan keterampilan. Proses ini bisa membuat terjadinya kenaikan dalam proses kesembuhan secara kontinyu pada tahap resosialisasi.

(16)

Referensi

[1] WHO (2001). Mental health: new understanding, new hope. The World Health Report.

Geneva, World Health Organization. Pp 3.

[2] Killaspy, H., Harden, C., Holloway, F., et al (2005) What do mental health rehabilitation services do and what are they for? A national survey in England.Journal of Mental Health, Pp, 157–165.

[3] World Health Organization (2013). Investing In Mental Health. Department of Mental Health and Substance Dependence, Noncommunicable Diseases and Mental Health, World Health Organization, Geneva. Pp 7, 44.

[4] Robert Paul Liberman (2008) Pemulihan dari Cacat: Manual Rehabilitasi kejiwaan. American Psychiatric Publishing Inc. Pp 29, 31.

[5] Ena Lavelle, et al (2007). Mental Health Rehabilitation and Recovery Services in Ireland: A multicentre study of current service provision, characteristics and outcomes for those with and without access to these services. Mental Health Commission Research Scholarship Programme. Pp.1-3.

[6] Ena Lavelle, et al (2007). Mental Health Rehabilitation and Recovery Services inIreland: A multicentre study of current service provision, characteristics and outcomes for those with and without access to these services. Mental Health Commission Research Scholarship Programme 2007. Pp.2-4

[7] World Health Organization (2004) Promoting Mental Health : Concepts, Emerging Evidence, Practice. Department of Mental Health and Substance Abuse in collaboration with the Victorian Health Promotion Foundation and The University of Melbourne. Pp 49

[8] Sainsbury Center (2008) Vocational Rehabilitation : what is it, who can deliver it, and who pays?. Sainsbury Center for Mental Helath, College of Occupational Therapists. Pp 4-6.

[9] Inu Wicaksana, Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa Refleksi Kasus-kasus Psikiatri dan Problematika Kesehatan Jiwa di Indonesia, (Yogyakarta, Kanisius, 2008),hlm. 25.

[10] Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya

[11] Wawancara dengan Ibu Suswati tanggal 03/11/2014

[12] Wawancara dengan Ibu Suswati tanggal 03/11/2014

[13] Wawancara dengan Ibu Maret tanggal 03/11/2014

[14] Wawancara dengan Ibu Suswati tanggal 03/11/2014

[15] Wawancara dengan Ibu Maret tanggal 03/11/2014

[16] Wawancara dengan Bapak Supriadi tanggal 03/11/2014

[17] Wawancara dengan Ibu Maret tanggal 03/11/2014

[18] Wawancara dengan Ibu Merta dan Supriadi 03/11/2014

(17)

Gambar

Gambar 1.1 model kegiatan proses rehabilitasi yang dilakukan di LIPONSOS

Referensi

Dokumen terkait

Penjumlahan manual data TPS pada Model DAA1- DPRD Provinsi Dapil Jabar 9 di Desa Mangun Jaya, perolehan jumlah suara caleg Nomor Urut 1 sebesar 1.213 akan tetapi yang

perbutan melanggar hukum (onrechtmatige daad). 1) perikatan yang terjadi karena undang-undang saja, karena suatu keadaan telah ditentukan oleh peraturan perundangan

Aldehid yang mengandung atom karbon yang dinamai dengan nama umum yaitu nama yang diturunakan dari nama umum asam karboksilat dengan mengganti akhiran at dengan aldehida.Karbonil

Konseli :kalo sering sih endak kak cuman kadang kadang saja, tergantung kalo mengajak biasanya saya mau, apalagi pas kalo ada pelajaran yang tidak saya sukai wah pas ituu,

cukup baik. Dengan mutu pelayan yang terpuaskan kepada siswa dapat menjadikan sekolah lebih bermutu. Dan kondisi nyata motivasi guru SMK Negeri di Subrayon 1

Ihmisten ja osaamisen johtaminen ovat abstrakteja käsitteitä, ja niissä onnistumista on hankala mitata tarkoilla indikaattoreilla (Mäki & Palonen 2012, 13).

Dengan lahirnya Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) maka

Rasio efektivitas untuk pemerintah daerah kabupaten dan kota di jawa tengah jika dilihat dari table 4.5 mempunyai kriteria sangat efektif untuk seluruh kabupaten dan kota di