• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERENDAMAN BIJI KEDELAI (Glycine max, L. Merr) DALAM MEDIA PERASAN KULIT NANAS (Ananas comosus (Linn.) Merrill) TERHADAP KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN TEMPE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PERENDAMAN BIJI KEDELAI (Glycine max, L. Merr) DALAM MEDIA PERASAN KULIT NANAS (Ananas comosus (Linn.) Merrill) TERHADAP KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN TEMPE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

230 Sonja V. T. Lumowa

Dosen Prodi Biologi, FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur

Ima Nurani

Dosen Prodi Biologi, FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur

Korespondensi: verasonja@yahoo.com

PENGARUH PERENDAMAN BIJI KEDELAI (Glycine max,L. Merr) DALAM MEDIA

PERASAN KULIT NANAS (Ananas comosus(Linn.) Merrill) TERHADAP KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN TEMPE

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman biji kedelai (Glycine max, L. Merr) dalam media perasan kulit nanas (Ananas comosus (Linn.) Merrill) terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan di Laboratorium Tanah, Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mulawarman Samarinda dengan menggunakan Metode Kjehldahl untuk menentukan kadar protein.Teknik Analisis penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (termasuk kontrol) yang diulang sebanyak 6 kali. Masing-masing perlakuan yaitu Perendaman biji kedelai dalam air perasan kulit nanas selama 6 jam (kontrol), 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian satu arah (annava) dan dilanjutkan dengan uji BNT 5 % dan 1 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein tempe untuk masing-masing perlakuan berturut-turut adalah 22,73 % untuk perendaman 6 jam, 18,93 % untuk perendaman 6,5 jam, 17,61 % untuk perendaman 7 jam, dan 15,91 % untuk perendaman 7,5 jam. Dari analisis data memberikan hasil F hitung (9,34) > F tabel taraf signifikan 1% (4,94) > F tabel taraf signifikan 5 % (3,10) yang berarti H0ditolak dan Ha

diterima. Sehingga perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Dari hasil uji lanjut BNT 5 % maupun BNT 1 % diperoleh hasil Perendaman 6 jam merupakan perlakuan terbaik pada penelitian ini.

Kata Kunci:Kulit Nanas, Kadar Protein, dan Tempe.

EFFECT OF SOYBEAN (Glycine maxL. Merr) SUBMERSION IN PINEAPPLE

(Ananas comosus(Linn.) Merrill) EPYCARP JUICE TO PROTEIN LEVELS OF TEMPE MAKING

ABSTRACT:This study aimed to determine the effect of soybean submersion in pineapple epycarp juice to protein levels of tempe making. This study was conducted for 4 months in Soil Laboratory, The Center Of Reforestation Studies in Tropical Rain Forest (PUSREHUT) Mulaw arman University with kjehldahl method to determine the protein levels.The research used Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments (including control) were repeated 6 times. Each treatments are soybean submersion in pineapple epycarp juice for 6 hours (control), 6,5 hours, 7 hours and 7,5 hours. The result were analized using one way varians analysis (ANOVA) and continued with BNT test 5 % and 1%. The result showed that the average of protein levels of tempe for each treatments are 22,73% for 6 hours submersion, 18,93% for 6,5 hours submersion, 17,61% for 7 hours submersions, and 15,91% for 7,5 hours submersion. From the data analyzing gave f value (9,34) > f table with significant level 1% (4,94) > f table with significant level 5% (3,10), it means H0 is refused and Ha is

accepted. So, Submersion of soybean pineapple epycarp juice gave the real effect to protein levels of tempe making. From the result of BNT test 5% or BNT 1%, the writer got the result that submersion for 6 hours is the best treatment for this research.

Keywords: Pineapple Epycarp, Protein Levels, and Tempe.

PENDAHULUAN

Wilayah Kalimantan yang sebagian besar tanahnya merupakan tanah gambut berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah agribisnis holtikultura. Salah satunya adalah budidaya nanas. Nanas adalah buah tropis dengan daging buah

ber-warna kuning memiliki kandungan air 90% dan kaya akan Kalium, Kalsium, Iodium, Sulfur, dan Khlor. Selain itu nanas juga kaya akan Asam, Bio-tin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin (Warintek, 2005).

(2)

Menurut Raina (2011), buah nanas mengan-dung gizi cukup tinggi dan lengkap, seperti prote-in, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Me-nurut Rulianah dalam Affhandy (2011) Satu buah nanas hanya 53% bagian saja yang dapat dikon-sumsi, sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah, sehingga limbah kulit nanas makin lama makin menumpuk dan umumnya hanya dibuang sebagai sampah . Kulit nanas yang selama ini dibuang dan tidak dimanfaatkan, diduga mengandung asam asetat yang cukup tinggi.

Dalam pembuatan tempe sering kali para pengrajin tempe memanfaatkan asam asetat sin-tetik seperti cuka untuk membantu menurunkan pH (derajat keasaman), agar proses fermentasi berlangsung dengan baik. Dikutip dari Wikipedia (2013), Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat berbahaya bagi manusia mau-pun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Tempe adalah makanan yang terbuat dari biji-bijian, bungkil dan ampas-ampas tertentu yang diolah dengan cara fermentasi dengan mengguna-kan ragi tempe sehingga tumbuh jamur kapang yang akhirnya membentuk tempe. Pada umumnya pembuatan tempe paling banyak terbuat dari biji kedelai. Selain tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe koro, tempe ke-cipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan jenis tempe non leguminosa diantara-nya tempe gandum, tempe sorghum, tempe cam-puran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, dan tempe tela (Hidayat, dkk., 2006).

Saat ini tempe menjadi lauk pauk yang popu-ler, murah dan gurih serta kaya gizi sehingga ba-nyak disukai. Gizi pada tempe terutama protein, yakni sumber pembangun tubuh yang berfungsi antara lain sebagai sumber energi, pembentuk en-zim dan hormon, antibodi dan komponen struk-tural tubuh. (Cahyadi, 2007).

Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam. La-manya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang opti-mal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam

(±4-5) (Widayati, 2002).

Derajat keasaman (pH) akan memudahkan jamur tempe (ragi) untuk melakukan metabolisme, antara lain mengeluarkan enzim, pembentukan spora hingga terbentuknya miselium sebagai perekat butiran-butiran kedelai menjadi tempe. Namun selama ini penurunan pH pada saat peren-daman biji kedelai hanya menggunakan air biasa sehingga pH asam yang diperoleh tidak optimal yaitu hanya berkisar 6,5 sampai dengan 5. Penam-bahan asam asetat sintetik tidak membuat penuru-nan pH berlangsung optimal. Lamanya perenda-man biji kedelai untuk menurunkan pH dan ber-langsungnya fermentasi yang lama akan meng-hambat produktivitas tempe. Secara ekonomis, lambannya produktivitas ini tentu akan mengura-ngi penghasilan para pengrajin tempe.

Pada tahun 2011 Affandhy, dkk telah mela-kukan penelitian untuk memanfaatkan kulit nanas yang mengandung asam asetat cukup tinggi seba-gai media perendaman biji kedelai. Hasil pene-litian menunjukkan asam asetat dari kulit nanas membantu mempercepat penurunan pH sehingga proses fermentasi dalam pembuatan tempe berja-lan lebih cepat.

Namun, pada dasarnya belum ada penelitian lebih lanjut apakah pembuatan tempe dengan pe-manfaatan kulit nanas sebagai media perendaman biji kedelai mempengaruhi kadar protein pada tempe biji kedelai. Mengingat kondisi asam yang diciptakan pada saat perendaman dapat mempe-ngaruhi molekul protein yang mudah mengalami denaturasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Murray (2003) Protein dapat mempertahankan kesesuaian bentuknya asalkan lingkungan fisik dan kimianya dipertahankan. Jika lingkungan berubah maka, protein dapat terurai atau mengalami perubahan sifat (denaturasi).

Kesesuaian bentuk protein bergantung pada ikatan hidrogen, yang lemah dan sangat sensitif terhadap perubahan pH dan suhu. Paparan singkat pada suhu yang tinggi (diatas 60oC) atau paparan pada asam atau basa kuat dalam periode waktu yang lama akan menyebabkan denaturasi karena ikatan hidrogen ruptur (Murray, 2003).

(3)

232 Lumowa, dkk. METODE

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Tanah, Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mula-warman. Penelitian ini termasuk penelitian eks-perimen Rancangan penelitian ini adalah penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana meng-gunakan 4 perlakuan dan 6 kali pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama peren-daman pada proses pembuatan biji kedelai dengan media perasan kulit nanas yakni 6 jam sebagai kontrol, 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Perlakuan diu-lang sebanyak 6 kali.

Parameter yang diteliti dalam penelitian ini adalah kadar protein tempe biji kedelai. Penentuan kadar protein diujikan kepada sampel tempe dengan berat sampel sebanyak 0,50 gram. Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan dan 6 kali pe-ngulangan sehingga diperoleh 24 sampel. Dari 24 sampel tersebut kemudian dianalisis dengan meng-gunakan metode Kjehldahl untuk menentukan kadar proteinnya. Setelah didapatkan hasil kadar protein, data yang diperoleh dari penelitian dan perhitungan kemudian dimasukkan ke dalam tabel perlakuan dan ulangan dan dianalisis secara statis-tik berdasarkan analisis varian (ANAVA), kemu-dian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf signifikan 5% maupun 1%.

Alat dan bahan yang digunakan untuk proses pembuatan tempe antara lain blender, kompor, pi-sau, saringan, wadah, panci, tampah, kantong plas-tik ukuran ½ Kg, pH meter, timbangan gelas ukur, 1 kg biji kedelai, 350 gr kulit nanas, 700 ml air bersih dan ragi tempe. Sedangkan untuk analisis kadar protein digunakan alat-alat laboratorium dan bahan-bahan seperti; Batang pengaduk, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, buret, erlenmeyer, neraca analitik digital, labu kjehldahl, tabung reaksi, le-mari asam, neraca, statif, klem, spatula, Sampel tempe, aquades, asam borat, asam sulfat (H2SO4),

metil merah, selenium, natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam borat (H3BO3)

dan indicator conway.

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya pembuatan perasan kulit nanas, pembuatan tempe kedelai dan penentuan kadar protein dengan menggunakan metode kjehldahl. Dari sebanyak 350 gram kulit nanas dan penam-bahan air sebanyak 700 ml didapatkan air perasan kulit nanas sebanyak 600 ml. Dari 600 ml air perasan kulit nanas ini dibagi menjadi 4 sehingga diberikan 150 ml untuk perlakuan 6 jam (kontrol), 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam . Acuan penelitian ini didasarkan pada penelitian Affandhy (2011) yang

terbukti berhasil memanfaatkan perasan kulit nanas untuk digunakan pada proses perendaman pada pembuatan tempe. Perbandingan kulit nanas dan air sebesar 1 : 2 dan perlakuan terbaik pada pe-rendaman 6 jam.

Proses pembuatan tempe meliputi tahap-tahap seperti tahap-tahapan proses pembuatan tempe pada umumnya yaitu meliputi proses penyortiran, pencucian, perendaman, perebusan, pengupasan kulit biji, pencucian, pengukusan, penirisan, pem-berian ragi dan pembungkusan. Yang membeda-kan adalah pada tahap perendamannya yang meng-gunakan air perasan kulit nanas yang direndam dengan waktu yang berbeda-beda dan lebih singkat jika dibanding dengan tempe yang direndam deng-an air biasa ydeng-ang membutuhkdeng-an waktu sekitar 12-24 jam dan memakan waktu relatif lebih lama.

Setelah difermentasikan selama 32 jam tem-pe siap dianalisis. Penentuan kadar protein dengan metode kjehldahl meliputi tiga tahap yaitu tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Pada metode kjehl-dahl pada dasarnya adalah untuk mencari kadar nitrogen pada sampel terlebih dahulu (N total). N total yang diperoleh dari volume titrat yang tersisa pada tahapan terakhir yaitu titrasi dicatat dan dihi-tung dengan rumus:

%N = ml. NaOH × N NaOH × 14,007 × 100% B sampel (g) × 1000

Keterangan:

- %N adalah total nitrogen yang kemudian dikali-kan dengan faktor konversi.

- Kadar protein = %N x 6,25

- Faktor konversi untuk tempe kedelai adalah sebesar 6,25.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(4)

Tabel 1

Hasil Nilai Rata-rata Kadar Protein

el 1. Hasil Penelitian Kada

Perasan Kulit Nanas

al Kelompok 76,00 72 ber : Hasil Penelitian (2014)

Berdasarkan data pada T l perendaman selama 6 jam kadar protein sebesar 22,7 ma 6,5 jam sebesar 18,93 % a 7 jam sebesar 17,61 % dan 7,5 jam sebesar 15,91 %. Pe

ing-masing perlakuan da bar 1.

Berdasarkan data pada Ga bahwa semakin lama peren m pera-san kulit nanas, m

tempe yang dihasilkan s ar protein tempe semakin m alik dengan bertambahnya w

ar prote-in tertinggi ditun ndaman selama 6 jam yait angkan kadar protein palin

oleh hasil perendaman sel sar 15,91%.

Data yang diperoleh ke ggunakan analisis varian sa dilanjutkan dengan uji b T). Berikut data yang diper varian satu arah dapat diliha

Gambar 1. Grafik Kulit N

6 jam 6,5 jam

22.73

18.93

Waktu Pere

Hasil Nilai Rata-rata Kadar Protein

dar Protein (%) Per 0,50

a Tabel 1. diperoleh jam memberikan rata-2,73 %, perendaman 3 %, perendaman se-dan perendaman sela-. Perbedaan hasil pada dapat dilihat pada Gambar 1 menunjuk-rendaman biji kedelai , maka kadar protein semakin berkurang. menurun berbanding a waktu perendaman. tunjukkan oleh hasil aitu sebesar 22,73%. ling rendah ditunjuk-selama 7,5 jam yaitu kemudian dianalisis satu arah (ANAVA) beda nyata terkecil peroleh dari hasil

ana-lihat pada Tabel 2.

bah

ik Pengaruh Perendaman B t Nanas terhadap Kadar Prot

7 jam 7,5 jam

17.61

15.91

erendaman

Hasil Nilai Rata-rata Kadar Protein

0 gram Tempe Biji Kedel

Berdasarkan data pa bahwa F hitung 9,34 lebih signifikan 1 % yaitu 4,94 d yaitu 3,10 dengan demikian ada pengaruh perendaman dia perasan kulit nanas terha pembuatan tempe.

Selanjutnya dilakuka ngetahui tingkat perbedaan sing-masing perlakuan d tersebut dapat dilihat pada T

Berdasarkan hasil Uji fikansi 5 % maupun 1 % m lakuan 6 jam berbeda sang lakuan 6,5 jam, 7 jam mau 6,5 jam juga menunjukkan dap perlakuan 7,5 jam.

Berdasarkan hasil per perbedaan dan penurunan k pat perlakuan perendaman nanas dengan waktu peren Untuk perendaman selama rata-rata kadar proteinnya a daman selama 6,5 jam sebes

n Biji Kedelai dalam Medi rotein Tempe

delai dengan Perendaman

Total

pada Tabel 2 diperoleh ih besar dari F tabel taraf 4 dan taraf signifikan 5 % ian dapat diketahui bahwa an biji kedelai dalam me-rhadap kadar protein pada kan uji BNT untuk me-aan yang nyata dari ma-dan hasil perhitungan a Tabel 3.

Uji BNT pada taraf menunjukkan bahwa angat nyata terhadap per-aupun 7,5 jam. Perlakuan an perbedaan nyata terha-perhitungan data terdapat n kadar protein dari keem-an dalam peraskeem-an kulit rendaman yang berbeda. ma 6 jam atau kontrol, a adalah 22,73 %, peren-besar 18,93 %,

(5)

234 Lumowa, dkk.

Tabel 2. Analisis Sidik Ragam untuk Pengaruh Perendaman Perasan Kulit Nanas terhadap Kadar Protein Tempe

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Fhitung Ftabel

5 % 1 %

Perlakuan 3 151,20 50,40 9,34** 3,10 4,94

Galat/sisa 20 107,88 5,39

Total 23 259,08

Keterangan:

* : berpengaruh nyata ( Ft 1% > F hitung > Ft 5% )

** : berpengaruh sangat nyata ( F hitung > Ft 1% > Ft 5% ) ns : tidak berpengaruh nyata (F hitung < Ft 1% < Ft 5%)

Tabel 3. Uji Lanjut BNT Kadar Protein Tempe Kedelai dengan Perendaman dalam Perasan Kulit Nanas

Perlakuan Rerata Berbeda Dengan BNT 6 jam 6,5 jam 7 jam 7,5 jam 5% 1% 22,73 18,93 17,61 15,91

6 jam 22,73 0ns 3,8** 5,12** 6,82** 2,31 3,38

6,5 jam 18,93 -3,8ns 0ns 1,32ns 3,02*

7 jam 17,61 -5,12ns -1,32ns 0ns 1,7ns

7,5 jam 15,91 -6,82ns -3,02ns -1,7ns 0ns

Keterangan:

* : berpengaruh nyata ( Ft 1% > F hitung > Ft 5% )

** : berpengaruh sangat nyata ( F hitung > Ft 1% > Ft 5% ) ns : tidak berpengaruh nyata (F hitung < Ft 1% < Ft 5%)

man selama 7 jam sebesar 17,61 % dan perenda-man selama 7,5 jam sebesar 15,91 %. Kadar prote-in menunjukkan adanya penurunan sejalan dengan pertambahan waktu pada perendaman. Bila diper-hatikan dari hasil perhitungan kadar protein yang dihasilkan dengan perbedaan waktu perendaman sangat berpengaruh nyata terhadap penurunan ka-dar protein tempe. Dari hasil tersebut dapat terlihat tempe dengan perendaman selama 6 jam dalam air perasan kulit nanas atau kontrol memiliki kadar protein yang paling tinggi jika dibandingkan de-ngan perlakuan lainnya. Perbedaan kadar protein ini disebabkan karena pada saat perendaman ter-jadi pertumbuhan bakteri asam laktat yang dapat menurunkan tingkat derajat keasaman (pH) se-hingga bersifat menjadi lebih asam. Jadi semakin lama waktu perendaman, tingkat keasaman sema-kin tinggi dan kadar protein tempe semasema-kin me-nurun.

Menurunnya kadar protein pada tempe ini disebut dengan denaturasi protein. Menurut Andar-wulan (2011), faktor-faktor yang dapat menyebab-kan terjadinya denaturasi protein yaitu suhu tinggi, perubahan pH yang ekstrim, pelarut organik, zat kimia tertentu atau pengaruh mekanin

(gunca-ngan). Pendapat ini juga dikemukakan oleh Winar-no (2004), menurutnya denaturasi dapat diartikan sebagai satu perubahan atau modifikasi terhadap struktur molekul protein. Perubahan struktur protein biasanya menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia protein.

Menurut Sudarmadji (2000) penurunan kadar protein pada bahan makanan akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebihan termasuk pada kadar protein tempe ini. Hal ini disebabkan karena ion positif asam yang semula bermuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif sehingga menyebabkan penurunannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektriknya, maka penurunannya akan semakin bertambah.

Untuk mempermudah penelitian, dilakukan uji pendahuluan untuk menghitung kadar protein pada tempe biji kedelai yang direndam dengan menggunakan air biasa selama 12 jam dengan berat sampel 0,50 gram. Dari penelitian awal ini didapatkan kadar protein sampel sebesar 14,17 %.

(6)

Mont-gomery (1976), semakin menurunnya kadar prote-in dengan semakprote-in lamanya perendaman disebab-kan lepasnya ikatan struktur protein sehingga kom-ponen protein terlarut dalam air. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan lunaknya struk-tur biji kedelai sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur selnya sehingga kadar air biji kedelai semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji pendahuluan pada tempe yang direndam dalam air biasa selama 12 jam yang memberikan rata-rata kadar protein sebesar 14,17 % yang apa bila dibandingkan dengan tempe yang diberi perla-kuan perendaman dalam perasan kulit nanas sela-ma 6 jam hingga 7,5 jam yakni berkisar dari 22,73 % hingga 15,91 % relatif memiliki nilai kadar pro-tein yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena penurunan pH selama perendaman semakin ber-tambah seiring perber-tambahan waktu. Proses peren-daman memberikan kesempatan pertumbuhan bak-teri asam laktat, sehingga proses pengasaman ber-langsung sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat tersebut. Semakin lama waktu perendaman, maka semakin tinggi nilai keasaman atau penuru-nan pH sehingga terjadi penurupenuru-nan kadar protein tempe.

Apabila dibandingkan secara visual tempe kedelai dari semua perlakuan tidak terdapat adanya perbedaan. Mengingat selisih lamanya waktu pe-rendaman atau penambahan waktu setiap perla-kuan hanya sebesar 0,5 jam atau 30 menit. Tekstur tempe yang dihasilkan lembut dan padat selain itu aroma nanas yang khas menambah cita rasa tempe kedelai yang dihasilkan sehingga rasanya lebih enak dibandingkan dengan tempe kedelai yang direndam dengan air biasa selama 12 jam pada uji pendahuluan.

Berdasarkan analisis sidik ragam kadar pro-tein tempe kedelai memberikan hasil F hitung (9,34) lebih besar nilainya dari F tabel baik pada

taraf signifikan 5% (3,10) pada taraf signifikan 1% (4,94) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada ngaruh perendaman biji kedelai dalam media pe-rasan kulit nanas terhadap kadar protein pada pem-buatan tempe.

Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk setiap perlakuan, memberikan hasil perlaku-an 6 jam memberikperlaku-an perb edaperlaku-an sperlaku-angat nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Walaupun perlakuan 6,5 jam juga mem-berikan perbedaan nyata terhadap perlakuan 7,5 jam, Tapi perlakuan 6 jam lebih memberikan hasil yang lebih signifikan karena hasil selisih lebih besar dari nilai BNT baik pada taraf signifikan 5 % maupun 1%. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik adalah perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas selama 6 jam.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data serta pembahasan yang telah penulis lakukan pada penelitian pengaruh perendaman biji kedelai (Glycine max L. Merr) dalam media perasan kulit nanas (Ananas comosus (Linn.) Merrill) terhadap kadar protein pada pembuatan tempe, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) Ada pe-ngaruh perendaman biji kedelai dalam media pera-san kulit nanas terhadap kadar protein pada pem-buatan tempe. Semakin lama waktu perendaman biji kedelai maka semakin rendah kadar protein tempe atau terjadi penurunan kadar protein tempe; dan (2) Waktu perendaman biji kedelai dalam me-dia perasan kulit nanas terbaik terhadap kadar protein tempe adalah 6 jam dengan nilai rata-rata kadar protein tertinggi, yakni 22,73 %.

DAFTAR RUJUKAN

Affandhy, Lutfi R, dkk. 2011. Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn) Merril) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe. (online) http:// sman2mojokerto.com/userfiles/file/limbah% 20nanas_lutvi%20dkk.pdf Diakses 28 Okto-ber 2013.

Andarwulan, N., dkk. 2011. Analisis Pangan. Ja-karta: Dian Rakyat.

Anglemier, A.E. dan M. W. Montgomery. 1976.

Amino Acids Peptides and Protein. New York: Mercil Decker Inc.

Cahyadi, Wisnu. 2007. Teknologi dan Khasiat Ke-delai. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayat, N., dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi.

Murray, Robert K. dkk. 2003. Biokimia Harper Edisi 27. Terjemahan oleh Andry Hartono. 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kedokeran (EGC).

Raina, M. H. 2011. Ensiklopedia Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Absolut. Sudarmadji, S. dkk. 2000. Prosedur Analisis

(7)

236 Lumowa, dkk.

Warintek. 2005. Teknologi Tepat Guna Budidaya Pertanian Nanas (Ananas comosus). http:// www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg =2&doc=2a17 Diakses 20 November 2013. Widayati. 2002. Fermentasi Tempe. Jakarta: Bumi

Aksara.

Wikipedia. 2013. Asam Asetat http://id.wikipedia. org/wiki/Asam_asetat 2013 diakses 08 De-sember 2013.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Ja-karta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Tabel 1el 1. Hasil Penelitian KadaPerasan Kulit Nanasdar Protein (%) Per 0,50 s0 gram Tempe Biji Kedeldelai dengan Perendamann
Tabel 2. Analisis Sidik Ragam untuk Pengaruh Perendaman Perasan Kulit Nanasterhadap Kadar Protein Tempe

Referensi

Dokumen terkait

Untuk diagnosis dermatitis atopik pada bayi dapat digunakan modifikasi. kriteria Haniffin-Rajka

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja ini, maka penulis memakai metode sebagai berikut :.

pengaruh pemahaman bangun segiempat terhadap hasil belajar matematika, (e). studi pendahuluan, (f)

Maha Keramindo Perkasa perlu merancang suatu sistem perencanaan kebutuhan material yang baru dan lebih terencana untuk mengatasi kurangnya bahan baku khususnya bahan baku

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul, “SUBSTITUSI ISOLAT PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) SEBAGAI PENGGANTI KUNING TELUR PADA

Pemerintah Pusat dan Provinsi, Kabupaten Kota sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengendalikan wabah COVID-19 ini agar masyarakat tidak terjangkit.  Namun,

Halaman Menu Simulasi Profile Matching (GAP) merupakan halaman yang menjadi point penting dalam proses yang di lakukan oleh sistem pendukung keputusan yang akan

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Talking Stick dan model Numbered Head Together