• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologi Sastra Analisis Singk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Sosiologi Sastra Analisis Singk"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Keganasan Zaman dalam Novel “Magdalena” Karya Mustafa Luthfi Al Manfaluthi

(Tinjauan Sosiologis Sastra)

Diajukan dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra Dosen Pengampu:

Dr. Sariban, M.Pd.

Oleh:

MUHAJIR (13.062.101.0091)

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA)

(2)

i

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Fokus ... 5

3. Tujuan Penulisan ... 5

4. Manfaat Penulisan ... 6

5. Lingkup Pembahasan ... 6

B. KAJIAN PUSTAKA ... 6

1. Konsep Sosiologi ... 6

2. Sastra dan Masyarakat ... 8

3. Sinopsis ... 10

C. PEMBAHASAN ... 12

1. Gaya Hidup Masyarakat Gaya Hidup Masyarakat dalam Novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi ... 12

2. Tipu Daya Kehidupan dalam Novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi ... 13

3. Penderitaan dalam Novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi .. 15

D. KESIMPULAN ... 16

(3)

1

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sebuah karya sastra pada dasarnya adalah tiruan dari kejadian-kejadian dalam masyarakat. Karena itu keadaan sebuah masyarakat dalam kondisi tertentu dapat dilihat dari karya sastra yang ditulis oleh pengarang. Rene Wellek dan Austin Warren (1989:101) menyatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial. Karya sastra dapat pula dikatakan sebagai bentuk peniruan dunia subjektif manusia.

(4)

2

sejumlah unsur lalu disusunyna gambaran yang dapat dipahami, yang dibangun berdasarkakn logika dan kemungkinan (Luxemburg, 1991:14-15).

Pendapat Aristoteles tersebut menyiratkan bahwa pengarang memiliki peran yang sangat besar dalam proses penciptaan. Dunia realitas hanyalah bahan karya sastra. Pengarang akan mengolahnya dengan mempertimbangkan estetika dan dunia ideal yang diimpikan (Sariban, 2009:111).

Menurut Goldmann (1981) dalam Faruk (2012:90-91), sebagai fakta kemanusiaan, karya sastra adalah struktur yang berarti (significant structure). Yang dimaksudkan adalah, bahwa penciptaan karya sastra adalah yang mengembangkan hubungan manusia dengan dunia. Dalam hal penciptaan karya sastra sama dengan penciptaan hal-hal lainnya, seperti membangun jembatan, membangun rumah, memilih dalam pemilihan umum, dan sebagainya. Karena sifatnya yang demikian, karya sastra tidak dapat dilepaskan dari subjek penciptanya. Hanya saja, Goldmann tidak menyetujua anggapan bahwa subjek karya sastra itu adalah individu. Menurutnya, karya sastra atau karya kultural yang besar merupakan produk dari subjek trans-individual atau kolektif karena mempunyai pengaruh dalam sejarah sosial secara keseluruhan.

(5)

3

problematikanya. Dalam masyarakat modern pun pengarang memperoleh posisi terhormat. Seorang pengarang, misalnya, tidak harus memperoleh gelar akademis, tetapi dianggap seolah-olah memiliki kompetensi akademis, suatu pertanda bahwa dunia kepengarangan dianggap sejajar dengan ciri-ciri akademis tersebut. Dalam rangka meningkatkan kualitas dunia kesastraan Indonesia jelas diperlukan pengarang yang memiliki kedua ciri tersebut, pengarang autodidak sekaligus akademis.

Pengaranglah, melalui kemampuan intersubjektivitasnya yang menggali kekayaan masyarakat, memasukkannya ke dalam karya sastra, yang kemudian dinikmati oleh pembaca. Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda, pertama, tergantung dari kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, yang jauh lebih penting sebagaimana dijelaskan melalui teori resepsi, adalah kemampuan pembaca dalam memahami suatu karya sastra. Pada umumnya para pengarang yang berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri fiksional. Dengan kalimat lain, pengarang merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra (Nyoman Kutha Ratna, 2010: 333-334).

(6)

4

dalam karya-karyanya. Karena itu, membicarakan karya sastra sesungguhnya tidak terlepas dari masyarakat.

Pengarang memiliki kepekaan dalam memilih bahan berdasarkan realita sosial . Pengarang berhak mengemukakan pandangan pribadinya. Pandangan pribadi pengarang dalam karyanya itu pun bidak terlepas dari konteks masyarakat. Perilaku tokoh, setting penceritaan konflik antartokoh dalam teks sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat yang dilukiskan pengarang dengan mempertimbangkan estetika seni. Jika kemudian dilakukan analisis sebuah teks sastra, sebenarnya peneliti juga secara tidak langsung berusaha memahami konteks masyarakat melalui individu-individu yang digambarkan dalam teks sastra (tokoh), plot, maupun setting (suasana). Dalam teks novel, misalnya, segala perilaku manusia dan masyarakat terdeskripsikan. Perilaku tokoh merupakan cerminan individu dan kelompok masyarakat. Aktivitas politik, ekonomi, sosial, dan budaya ditampilkan pengarang (Sariban, 2009:112).

(7)

5

Berkaitan dengan kajian sosiologi sastra, Damono (1979:14) menyatakan bahwa pengarang besar mengemban tugas untuk memainkan tokoh-tokoh ciptaannya dalam situasi rekaan agar mencari nasib mereka sendiri untuk selanjutnya menemukan nilai dan makna dalam dunia sosial.

Bertolak pada teori-teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa gejala-gejala sosial yang terjadi dalam sebuah masyarakat sering terpotret dalam karya sastra. Dalam Novel terjemahan “Magdalena” karya Mustofa Luthfi Al Manfaluthi (2000)

misalnya, tergambar jelas potret sosial kondisi sebuah masyarakat. Perubahan zaman dengan begitu cepatnya membuat seorang gadis desa yang lugu tak sadar telah kehilangan jatidirinya yang sesungguhnya. Melupakan semua harapan dan terlena oleh pesona rayuan gemerlap dunia yang menyilaukan. Sebuah tipu daya dunia yang semu membuat rasa serakah menguasai hati sehingga cita-cinta yang manis di awalnya berubah menjadi derita yang berkepanjangan di akhirnya .

2. Fokus

Fokus dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu gaya hidup, tipu daya, dan penderitaan dalam novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi.

3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan fokus penelitian, tujuan penelitian ini adalah:

a. Mendeskripsikan gaya hidup masyarakat dalam novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi.

b. Mendeskripsikan tipu daya kehidupan dalam Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi.

(8)

6

4. Manfaat Penulisan

Penulisan penelitian bermanfaat bagi pembaca karya sastra, penelitian karya sastra, dan bagi guru bahasa dan sastra. Bagi pembaca karya sastra karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi pada umumnya dan khususnya novel Magdalena. Bagi peneliti karya sastra penulisan penelitian ini bermanfaat sebagai informasi atau data sekunder untuk bahan penelitian karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi yang terkait dengan penelitian sosiologi sastra. Bagi guru bahasa dan sastra, penulisan ini bermanfaat untuk membantu pengajaran apresiasi sastra, khususnya dalam mengapresiasi novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi.

5. Lingkup Pembahasan

Pembahasan ini difokuskan pada tiga hal sebagaimana fokus, yaitu gaya hidup, tipu daya, dan penderitaan dalam novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Konsep Sosiologi

Manusia dapat dipandang sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Setiap individu secara alamiah memiliki prinsip dan tujuan hidup maisng-masing. Beragamnya keinginan individu tersebut menyebabkan terjadi interaksi antarmanusia demi erwujudnya tujuan hidup bersama.

(9)

7

Tetapi pada kenyataannya yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa sebab bahasa merupakan milik bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Lebih-lebih dalam sastra, kenyataan bersifat interpretatif subjektif, sebagai kenyataan yang diciptakan. Pada gilirannya kenyataan yang tercipta dalam karya sastra menjadi model, lewat mana masyarakat pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Proses penafsiran bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw, 1984:224-249).

Sehingga di sini sosiologi sastra bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan, karena sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial.

(10)

8

2. Sastra dan Masyarakat

Silbermann dalam Junus (1985:84) menyatakan bahwa terdapat lima penelitian yang terkait dengan sosiologi seni yang di dalamnya termasuk sastra. Kelima penelilitian tersebut adalah: penelitian pengaruh seni terhadap kehidupan manusia, penelitian perkembangan dan objek sosial dalam seni, penelitian pengaruh seni terhadap pembentukan kelompok dan konflik sosial, penelitian pertumbuhan dan hilangnya lembaga artistik sosial, serta penelitian faktor-faktor dan bentuk-bentuk sosial yang mempengaruhi seni.

Fenomena sosial memang sering mengilhami pengarang dalam membuat karya sastra. Untuk itu, usaha peneliti karya sastra dapat dilakukan pula dengan memahami fenomena sosial yang terjadi. Sejalan dengan penelitian sosiologi sastra ini, Segers menyatakan bahwa sosiologi sastra menumpukan perhatian pada hubungan antara astra dengan latar belakang sosial mereka (Junus, 1985:84). Sosiologi sastra terkait erat dengan masyarakat sebagai objek yang terdeskripsikan dalam teks. Hubungan antara masyarakat dan teks itulah yangdilihat oleh sosiologi astra.

Abram (1981) dalam Jabrohim, Ed. (2001:168) melihat bahwa seorang peneliti sastra akan berhadapan dengan sebuah struktur kehidupan yang imajinatif yang bermedium bahasa, struktur bahasa itu sendiri. Struktur sastra ialah susunan, penegasan, dan gambaran semua materi serta bagian-bagian yang menjadi komponen karya satra dan merupakan kesatuan yang indah dan tepat.

(11)

9

Fenomena sosial dapat menyusup pada tema, tokoh, setting, alur, sehingga membentuk satu kesatuan yang artistik.

Karena itu, Aristoteles berpendapat bahwa karya sastra bukan sekedar cerminan masyarakat, bahkan sebagai ungkapan perwujudan konsep-konsep umum tentang manusia sebagai kodrat yang langgeng (Luxemburg, 1989:17). Bertolak dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa semua yang diceritakan dalam novel sebagaimana tercermin dalam teks adalah gambaran kehidupan manusia pada umumnya.

Dengan membacanovel, secara tidak langsung salah satu sisi kehidupan suatu masyarakat dapat dicermati. Hukum kehidupan satu masyarakat dalam novel juga mungkin berlaku pada masyarakat pada umumnya. Karena itu, pemahaman terhadap teks sastra dapat didekati dengan kajian sosiologi.

Damono (1979:10) mengatakan bahwa sosiologi sastra haruslah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayali (dalam novel) dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa lahirnya sebuah novel tidak terlepas dari konteks zaman di mana karya dilahirkan.

(12)

10

Dalam novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi misalnya, yang menceritakan gaya hidup masyarakat eropa pada umumnya. Novel ini mencerminkan kehidupan masyarakat yang masih mempermasalahkan status sosial sebagai hal yang sangat krusial dalam bermasyarakat. Yang berimbas pada pergaulan dan hubungan percintaan di dalamnya. Sehingga jarum waktu menjadi hal yang menakutkan bagi mereka yang belum siap.

3. Sinopsis

Novel ini berkisah tentang cinta, kesetiaan dan kehidupan duniawi. Magdalena, gadis desa yang lugu dan polos, taat beribadah dan penyayang, yang berharap menemukan cinta sejati. Tetapi kemudian pikirannya berubah, ketika sentuhan-sentuhan “dunia luar” mulai menina-bobokkan dirinya, ia jengah, gamang dan tidak sabar dalam proses penyesuaian diri, ia beranggapan cinta saja tak cukup. Bahkan dengan harta, cinta bisa didapatkan. Sebagai gadis desa yang lugu ia terlambat menyadari bahwa harta bisa habis tak bersisa.

Barulah kemudian ia menyadari, dengan cinta maka harta dan popularitas bisa dikejar dan didapatkan. Ia sadar keputusannya dulu salah, karena dengan harta, cinta tak akan bisa didapatkan. Ia berusaha kembali pada dirinya sendiri, kembali pada masa lalu cintanya. Namun waktu tak pernah berjalan mundur. Ia menjadi lebih terhina ketika seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh lelaki yang pernah ia cintai namun kemudian ia tinggalkan. Akhirnya Magdalena berjalan dengan derita, mencari cinta. Meski sang kekasih ada di sampingnya, namun ia tak bisa memiliki.

(13)

11

Magdalena membuatnya bertahan dan lebih bersemangat dalam mengarungi kehidupan. Namun, karena gaya hidupnya yang papa dan terlihat menderita maka orang tua sang kekasih tidak merestuinya untuk berhubungan dengan Magdalena.

Berawal dari penolakan dari orang tua Magdalena, maka Stevan yang saat itu hidup dalam kemiskinan bertekad untuk mengubah hidupnya agar orang tua Magdalena merestuinya menjadi kekasih Magdalena. Di tengah perjalanannya itu dia dikhianati oleh zaman. Gemerlap dunia telah menina-bobokkan dan merenggut cinta dari Magdalena untuk Stevan.

Dalam penderitaannya itu, Stevan mengalami gunjangan jiwa yang luar biasa. Semangatnya telah hilang, pergi bersama cintanya yang telah melayang. Keputus-asaan melanda dirinya, tanpa harapan dan tujuan pasti dalam hidupnya.

Karena pada dasarnya Stevan adalah orang yang berhati baik dan berjiwa suci. Sehingga segala kepedihan yang diderita jiwanya menjelma menjadi perasaan-perasaan suci yang mulia. Dan setelah beberapa waktu Stevan memutuskan untuk menekuni kembali pekerjaan lamanya di bidang seni musik, yang telah ditinggalkannya beberapa tahun. Hingga beberapa waktu kemudian Stevan menjadi seorang penggubah musik yang luar biasa.

(14)

12

C. PEMBAHASAN

1. Gaya Hidup Masyarakat dalam Novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al

Manfaluthi

Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan pokok warga sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan sosial (Soejono Soekanto, 1991: 40).

Masalah sosial yang diangkat dalam novel “Magdalena” ini secara umum

menggambarkan keadaan masyarakat eropa yang penuh gemerlap, memandang dari kekayaan dan jabatan, serta membeda-bedakan kelas sosial antara yang kaya dan tidak berada dari penampilan luarnya saja. Seperti kutipan berikut:

Mereka sama seperti penulis munafik yang menulis panjang lebar dan memuji-muji jasa para petani, karena telah mengabdi pada tugas kemanusiaan. Tetapi jika seorang petani bertemu dengan mereka dan mengajak berjabatan-tangan, maka si penulis akan berusaha menghindar, menyembunyikan tangannya agar tidak ternoda oleh tangan petani yang penuh lumpur. (halaman 29)

Ia mendengar seorang gadis berkata pada seorang temannya, “Betapa indah warna bajunya.” Teman gadis itu menjawab, “Itulah mode terkahir di karnaval.” (halaman 76)

Dan kesenangan mereka mengadakan pesta. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:

Ayah Stevan menyelengggarakan pesta dansa di rumahnya, dan meminta Stevan ikut menikmati kegembiraan bersama mereka. (halaman 75)

“Ya, pesta untuk menyambut kedatanganku.” (halaman 106)

Ia mendekat ke pintu dna melihat kereta kuda berderat. Pada seseorang yang bersandar di kursi kereta, Stevan bertanya, “Perayaan apakah yang akan terjadi malam nanti di sini?” Lelaki itu memandangnya dan berkata dengan acuh, “Pesta ini untuk merayakan perkawinan nona Susana, Putri orang yang punya rumah ini.” (halaman 141)

(15)

13

Stevan menyediakan sebuah meja besar untuk makan malam di taman. Kurang lebih tiga puluh pria dan wanita, duduk di depan meja, dan stevan sendiri duduk di tengah meja, bercerita dan menghibur mereka dengan lelucon dan anekdot-anekdotnya. (halaman 288)

Serta adat yang mengagungkan status sosial seseorang dalam masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:

Betapa bodoh dan sempitnya cara berpikir seoang ayah yang kecewa karena anak gadisnya tidak segera mendapat jodoh, lalu menganggapnya sebagai beban, hingga tega melemparkan sang anak ke dalam r engkuhan taring-taring binatang buas. (halaman 77)

2. Tipu Daya Kehidupan dalam Novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al

Manfaluthi

Tipu daya merupakan hal yang biasa dalam kehidupan bermasyarakat. Lahirnya tipu daya ditimbulkan karena masing-masing orang atau kelompok berusaha mencapai tujuannya. Karena itu, tipu daya sering terjadi tatkala terjadi perubahan sosial.

Dalam novel Magdalena fenomena tipu daya tambak secara nyata oleh tokoh Susana dan Edward yang mengatasnamakan persahabatan. Manusia yang mengagungkan harta benda dan glamor dunia. Selalu ada saat bahagia, namun menghindar ketika sahabat dalam kesulitan.

Fenomena tipu daya terjadi saat Susana mempengaruhi Magdalena untuk meninggalkan gaya hidupnya yang sederhana. Agar mengubah penampilannya dan cara berpikirnya layaknya gadis kota yang berada di tempat Susana. Seperti kutipan berikut:

(16)

14

“Betapa tidak berartinya mas kawin, jika seluruhnya terdiri dari cinta saja. Jika begitu, tampaknya engkau akan hidup sengsara dan menderita, meninggalkan seluruh alam dengan keindahan dan pesonanya ke sebuah rumah yang suram dan sunyi serta terpencil, engkau akan bunuh diri karena susah dan jengkel,” cela Susana. (halaman 126)

Sehingga perlahan Magdalena terpangaruh oleh hasutan dari Susana.

Akhirnya Susana dan Magdalena pun larut dalam kebiasaan kedua pemuda itu. Walaupun hal seperti itu bukanlah kebiasaan dan watak magdalena, tetapi ia berbuat seperti itu untuk menyenangkan kawan-kawannya. Tapi lama kelamaan ia menyukai cara bersenda gurai seperti itu, dan terpengaruh oleh kebiasaan mereka. (halaman 127)

Di sisi lain, Edward yang bersahabat dengan Stevan pun memanfaatkan keadaan untuk kebaikannya sendiri, tanpa memikirkan keadaan Stevan. Menggunakan uang yang didapatkan dengan susah payah oleh Stevan untuk digunakannya berpesta dan membeli hal-hal yang tidak penting. Karena Stevan menganggap Edward sebagai saudaranya sendiri maka Stevan pun memberikan apa yang ia miliki tanpa rasa curiga sedikit pun.

Edward tertawa dan ujarnya, “kalau begitu kusisakan meja ini sebagai penghormatan kita kepada Magdalena.” Ia mulai melakukan tawar-menawar harga barangyang akan dijualnya itu dengan pedagang tadi. Semuanya laku 30 franc. Ia kembali kepada Stevan dan bibirnya melempar senyum. “Apa pendapatmu tentang semua ini Stevan?” (halaman 108)

Selain itu, Edward juga menikam Stevan dari belakang, karena secara diam-diam Edward menaruh hati kepada Magdalena. Kecantikan dan keluguan Magdalena membuat Edward tertarik untuk memiliki dan berusaha mengambil cinta Magdalena dari Stevan.

Dilihatnya orang-orang yang sedang berdansa, lelaki dan perempuan, bergejolak dalam lautan kesenangan dan kegembiraan, serta melayang-layang dalam berbagai gelombang kelezatan dan kenikmatan. Ia mengedarkan padangannya mencari Magdalena, hingga ia menemukannya sedang berdansa dengan seorang lelaki. Ia mengamatinya dan ternyata lelaki itu adalah Edward. (halaman 142)

(17)

15

yang masih ada hubungan kerabat dengannya, hanya sekedar untuk melihat Magdalena, dan berusaha menawan hatinya. (halaman 153)

Hingga akhirnya dengan berbagai macam rayuan Edward berhasil mendapatkan hati Magdalena dan menikahinya, tanpa memperdulikan perasaan Stevan.

Edward terus merayu pada Magdalena, hingga akhirnya ia dapat membuat Magdalena terpesona pada dirinya. (halaman 154)

Edward masuk dengan menggapit tangan Magdalena. Sang mempelai wanita mengenakan pakaian putih bersih, seakan diambiil dari potongan-potongan bintang timur. (halaman 200)

3. Penderitaan dalam Novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi

Novel Magdalena karya Mustofa Lutfi Al Manfaluthi ini didominasi dengan kisah penderitaan tokoh utama, yaitu Magdalena dan Stevan.

Magdalena semakin sedih dan menangis tersedu-sedu seraya mengulurkan tangannya pada Stevan dan memelas, “Inikah semua yang masih tersisa bagiku dan hatiku, Stevan?” (halaman 270)

“Kasihan sekali Stevan, kukira tak ada seorang pun yang telah menderita seperti dirinya, atau menemui kemalangan seperti yang telah ditemuinya. Orang mengira ia bahagia dan orang iri hati dengan kesenangan dan kebahagiaannya”. (halaman 273)

Penderitaan yang dialami oleh pemuda yang dirundung asmara namun tak mampu berbuat apa-apa, karena zaman telah merenggut kebahagiaan dan menenggelamkan cinta sang kekasih dengan tipu daya dunia. Rasa cinta yang dahulu dianggap segalanya berubah menjadi rasa yang biasa. Hingga akhirnya Magdalena sadar keputusannya dulu salah, karena dengan harta, cinta tak akan bisa didapatkan. Ia berusaha kembali pada dirinya sendiri, kembali pada masa lalu cintanya.

(18)

16

Namun waktu tak pernah berjalan mundur. Ia menjadi lebih terhina ketika seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh lelaki yang pernah ia cintai namun kemudian ia tinggalkan. Akhirnya Magdalena berjalan dengan derita, mencari cinta, yang berujung di pusara. Meski sang kekasih ada di sampingnya, namun ia tak bisa memilikinya.

Selamat tinggal, Stevan. Selamat tinggal duhai orang yang paling kucintai. Aku berpisah dari kehidupan ini dan engkaulah orang yang terkahir yang kupikirkan dan sangat kusayangkan perpisahannya. Ingatlah padaku dan janganlah engkau lupakan sedetikpun. Sewaktu-waktu kunjungilah pusaraku, jika aku ditakdirkan mempunyai pusara di atas bumi ini. Jagalah amanatku, karena itulah kenanganku yang abadi padamu. (halaman 281)

Perbedaan status sosial karena kekayaan membuat cinta mereka berdua tidak mampu menyatu. Meskipun raga berdekatan namun tak mampu untuk berpelukan. Dan semua itu membuat cinta mereka berakhir pada kematian.

“Aku wasiatkan kepada kalian semua agar jangan bersedih atas kematianku, karena meskipun aku telah melewatkan hidupku dalam kesengsaraan, namun kini kalian semua melihat, aku mati dalam keadaan bahagia.” (halaman 299)

D. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan tiga hal: Pertama, gaya hidup masyarakat yang glamor pada novel Magdalena karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi tercermin melalui kebiasaan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Yaitu dengan mengadakan pesta, menggunakan pakaian dan perhiasan yang serba mewah. Serta mengagungkan harta dan jabatan yang mereka miliki untuk membeca-bedakan status sosial mereka.

(19)

17

kekayaan dan gaya hidup yang mewah, serta kebahagiaan yang seakan dapat dibeli dengan kekayaan tersebut membuat magdalena lupa dengan cita-cita yang telah diukirkannya bersama kekasihnya Selain itu, tipu daya juga dilakukan oleh Edward kepada Stevan, yang memanfaatkan Stevan untuk kepentingannya sendiri. Bahkan Edward menikah Stevan dari belakang, karena secara diam-diam Edward menyukai kekasih Stevan, dan berusaha memilikinya.

(20)

ii

DAFTAR PUSTAKA

Al Manfaluthi, Mustafa Lutfi. 2004. Magdalena. Yogyakarta: Navila. Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode dan Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sariban. 2009. Teori dan Penerapan Penelitian Sastra. Surabaya: Lentera Cendekia. Suhariyadi. 2014. Pengantar Ilmu Sastra. Lamongan: Pustaka Ilalang.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon sesuatu yang datang dari luar orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional

Oleh karena itu akan dirancang dan membangun back-end untuk digunakan oleh aplikasi rumantara yang berbasis web dan mobile dengan konsep arsitektur RESTful ,

kewargaan (civic cuiture) yang diperlukan dalam rangka membangun sistem politik demokrasi- Sebagai program k:urikuier pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, mata

). Energi dilakukan untuk  melakukan kegiatan, Energi tubuh manusia berasal dari makanan. Fleh karena itu, manusia harus makan dan minum. 'etelah makan, manusia menjadi

Sampel yang digunakan adalah koleksi bahan ajar dengan kondisi baik dan informasi yang terdapat dalamnya masih lengkap.Penentuan judul bibliografi dilakukan

Proses pendaftaran anggota hanya berlaku bagi mahasiswa yang bersangkutan (berstatus aktif di Universitas Wiraraja Sumenep) serta karyawan yang bekerja pada Universitas

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antara hasil penelitian di lapangan dengan variabel yang diteliti yaitu pengaruh motivasi dengan nilai

Di samping itu, keyakinan efficacy juga mempengaruhi cara atas pilihan tindakan seseorang, seberapa banyak upaya yang mereka lakukan, seberapa lama mereka akan