• Tidak ada hasil yang ditemukan

Opresi yang Dialami Tokoh Dini dalam Nov

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Opresi yang Dialami Tokoh Dini dalam Nov"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Gender dalam Sastra Alfi Yusrina

0906527351 4 Januari 2012

Opresi yang Dialami Tokoh Dini dalam Novel Argenteuil Hidup

Memisahkan Diri

1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Women are oppressed, as women. Members of certain racial and or economic groups and classes, both the male and the females, are oppressed as members of those races

and/ or classes. But men are not oppressed as men.

… and isn’t it strange that any of us should have been confused and mystified about such a simple thing? (Frye, 2005: 90)

Pertanyaan Frye ini membahas sikap masyarakat mengenai opresi yang dilakukan terhadap perempuan. Perempuan ditindas bukan oleh gendernya tetapi oleh kelas, ras, kasta, serta warna kulitnya, penindasan yang juga dialami laki-laki dari pengelompokan sosial serupa. Jika laki-laki miskin ditindas dua lapis oleh warna kulit dan kelasnya, perempuan miskin mengalami “tiga lapis penindasan”. Penindasan itu terletak dalam posisinya, sebagai anggota suatu bangsa; sebagai anggota kelas pekerja; dan sebagai perempuan, yang tunduk kepada, hak atas kekayaan dan akses terhadap pelayanan (Mosse, 2003: 112).

(2)

pemantauan isu identitas nasional, perempuan penulis dianggap lebih menyibukkan diri dengan masalah-masalah domestik (Paramadhita, 2007: 38).

Salah satu tokoh perempuan penulis yang selalu menyajikan tema-tema masalah domestik adalah Nh. Dini. Ia adalah seorang penulis yang mengulas “masalah perempuan” dengan mengudar tema-tema yang berkaitan dengan hubungan personal laki-laki-perempuan dan seksualitas perempuan. Tokoh-tokoh protagonis dalam karya-karya Nh. Dini adalah perempuan yang hidup di dalam dua kebudayaan yang berbeda dan berusaha mencari tempat di dalamnya. (Ibid. hlm. 39).

Pembahasan mengenai masalah gender, khususnya opresi terhadap perempuan, pembahasan ini menggunakan novel Argenteuil Hidup Memisahkan Diri

sebagai data analisis. Novel ini adalah salah satu seri Cerita Kenangan yang ditulis Nh. Dini.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan mengenai ketidakadilan gender di dalam Argenteuil Hidup Memisahkan Diri yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. bagaimana citra perempuan digambarkan dalam tokoh Dini? 2. bagaimana opresi yang dialami tokoh Dini?

3. bagaimana perspektif tokoh Dini terhadap pelaku opresi?

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan citra perempuan dalam tokoh Dini,

2. mendeskripsikan opresi-opresi yang dialami tokoh Dini, dan 3. mendeskripsikan perspektif tokoh Dini terhadap pelaku opresi. .

1.4 Landasan Teori

(3)

Cerita Rekaan karya Panuti Sudjiman. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan gender dalam sastra untuk menjawab rumusan-rumusan masalah. Ada beberapa buku mengenai gender yang digunakan dalam analisis ini. Buku Getar Gender karya A Nunuk Murniati digunakan untuk menjelaskan teori-teori gender dari perspektif budaya. Buku Feminist Theory digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai jenis-jenis opresi menurut Marilyn Frye. Buku-buku lain yang digunakan untuk menunjang analisis ini, yaitu Analisis Gender & Transformasi Sosial karya Mansour Fakih dan buku Pola dan Silangan: Jender dalam Teks Indonesia dengan editorRahman Lisabona.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis novel ini adalah metode deskriptif analitis. Tindakan nyata pelaksanaan metode ini yaitu mencari data-data dan menentukan bahan. Melalui data-data-data-data tersebut, penulis ingin membuktikan ada opresi yang dialami oleh tokoh Dini dalam novel ini.

Penelitian ini menggunakan novel Argenteuil Hidup Memisahkan Diri karya Nh. Dini sebagai sumber data. Setelah mencari bentuk-bentuk opresi dalam kutipan-kutipan pada novel ini, kemudian penulis menganalisis kutipan-kutipan-kutipan-kutipan tersebut berdasarkan perspektif gender yang telah dijelaskan melalui landasan teori.

1.6 Penelitian Terdahulu

Penulis menemukan empat peneliti yang telah membahas karya-karya Nh. Dini. Tineke Hellwig (1994) menulis buku yang berjudul In the Shadow of Change: Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia. Buku ini membahas dua karya Nh. Dini yaitu La Barka dan Pada Sebuah Kapal. Pembahasan Hellwig hanya membahas masalah perbedaan antara budaya Timur dan Barat.

Intan Paramaditha (2007) menulis sebuah artikel yang berjudul “Identitas

(4)

Paramaditha membahas tokoh-tokoh perempuan dalam karya Nh. Dini yang mewakili dua identitas budaya, budaya Timur dan Barat.

Sariyati Nadjamuddin-Tome (2008) menulis “Permasalahan Wanita dalam Novel Nh. Dini: Analisis Kritik Sastra FeminisTulisan Tome menitikberatkan pada permasalahan wanita yang ditampilkan pada teks La Barka. Permasalahan tersebut berkaitan dengan pembagian kerja secara seksual, cinta segitiga, dan sosiokultural dalam suatu perkawinan campur. Tome menjelaskan segala permasalahan wanita berasal dari sistem patriakat yang berlaku di masyarakat.

Fenty Nadia Luwis (2008) menulis skripsi yang berjudul Kekerasan dalam Rumah Tangga Yang Dialami Tokoh Dini dalam Novel Dari Fontenay ke Magallianes: Sebuah Perspektif Gender. Skripsi ini mengakat kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terdapat dalam novel Dari Fontenay ke Magallianes.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, penulis mempunyai gagasan yang berbeda dalam meneliti karya Nh. Dini. Sampai saat ini, sejauh penelusuran peneliti mengenai analisis-analisis karya Nh. Dini yang terdahulu belum ada tulisan yang membahas opresi terhadap tokoh perempuan protagonis. Hal inilah yang menyebabkan topik opresi terhadap tokoh protagonis dibahas dalam analisis ini.

1.7 Sistematika Penulisan

(5)

2 Landasan Teori

2.1 Sastra, Tokoh, dan Penokohan

Horatius, seorang filsuf, mengatakan bahwa sebuah karya sastra haruslah

dulce, utile, prodesse et delectare (indah, berguna, bermanfaat, dan nikmat).

Keempat hal tersebut nampak dalam setiap karya sastra. Bahasa sastra bersifat konotatif dan refensial serta memiliki fungsi ekspresif untuk menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Tak jarang juga bahasa dalam sastra menunjukkan kondisi kehidupan kita sehari-hari. Sesuai dengan pendapat Welleck dan Warren, “bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.” (Welleck, 1990: 15).

Karya sastra tidak akan pernah bisa hidup tanpa lakon yang menggerakkan peristiwa. Lakon-lakon itu sering kita kenal dengan sebutan tokoh. Tokoh ialah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa ini menjalin cerita (Aminuddin, 1984: 85).

Sudjiman (1991: 16), tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Ketidakadilan gender dapat dilihat dari penokohan sebuah tokoh di dalam suatu cerita. Tokoh punya ciri umum: umur, jenis kelamin, penampilan, dan kepribadian. Penokohan adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain. Penokohan penting karena menekankan sifat atau watak tokoh tersebut. Biasa tergambar melalui dialog, atau ide yang diungkapkan oleh pengarang melalui percakapan tokoh utama.

2.2 Konsep Gender

(6)

dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Peran itu juga amat dipengaruhi oleh kelas, sosial, usia, dan latar belakang etnis (Mosse, 2003: 3-4).

Gender constructivism is roughly the view that, contrary to popular belief,

gender differences are not biologically based. Rather, gender is a social construct

That was invented for sociopolitical endssuch as a reinforcing the existence of patriarchy—Konstruktivisme gender merupakan pandangan bahwa, hal ini bertentangan dengan kepercayaan populer, perbedaan gender tidak berbasis biologis. Sebaliknya, gender adalah konstruksi sosial itu diciptakan untuk tujuan sosio-politik-seperti memperkuat keberadaan patriarki (Cudd, 2004: 118).

2.3 Gender dan Opresi terhadap Perempuan

Butler (Cudd, 2005: 118) beragumen bahwa gender berhubungan dengan beberapa kategori opresi, seperti ras, kelas, etnis, seksualitas, dan lainnya, karenanya perempuan tidak dapat dipahami dari satu kategori saja. Opresi bersifat sistematis dan tidak kelihatan. Fenomena opresi terhadap perempuan tidak kelihatan apabila dilihat dari sudut pandang mikro. Ketika kita melihat masalah ini secara makro, ada sebuah jaringan kekuatan dan hambatan yang berhubungan secara sistematis. Untuk penjelasan yang lebih jelas, Frye menganalogikannya dengan sangkar burung.

Frye (2005: 90) berargumen opresi hanya menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan. Iris Marion Young mendefinisikan kata opresi melalui penjelasan lima bentuk opresi (lihat Cudd, 2005: 95-102). Lima bentuk opresi menurut Young, yaitu eksploitasi, marginalisasi, ketidakberdayaan, imperial kebudayaan, dan kekerasan.

(7)

yaitu stereotip, beban ganda perempuan, marginalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan.

2.3Gender dan Kekerasan

Keberadaan partriarki identik dengan kekuasaan. Secara ringkas, Mosse (2003: 64-65) mendefinisikan patriarki sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak di dalam keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat dan bahwa pada dasarnya perempuan tercerabut dari akses kekuasaan itu.

Kekuasaan patriarki memberikan ruang kepada masyarakat untuk memperlakukan perempuan sesuai kehendak mereka. Penguasaan nilai-nilai kultural, dan kekuasaan yang didapatkan dari seberapa besar jumlah sumber yang diperoleh/yang dimiliki seseorang dalam suatu budaya. Sumber-sumber itu adalah

cultural capital yang menjadi penunjang utama bagi posisi sosial seseorang dalam relasi sosial. Cultural capital adalah segala hal yang menjadikan seseorang dapat memiliki privilege di lingkungan sosialnya, seperti kekuatan fisik, harta, pendidikan, jabatan, dan keturunan (Winarno, 2003: 12).

(8)

Tindak kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga cenderung dianggap sebagai salah satu bentuk problema dalam kehidupan pribadi dan dikategorikan sebagai salah satu bentuk hidden crime (kriminalitas tersembunyi) yang sulit dimasukan dalam koridor hukum (Winarno, 2003: 14). Kekerasan tidak harus dalam bentuk fisik. Sasarannya bisa berbentuk psikologi seseorang. Menurut Haryatmoko (2010: 131), kekerasan yang paling sulit diatasi adalah kekerasan simbolis yang beroperasi melalui wacana. Kekerasan simbolis adalah pintu gerbang menuju ke kekerasan psikologis dan beresiko ke kekerasan fisik.

Salah satu bentuk kekerasan psikologis adalah kekerasan verbal.. Evans (1996: 81-83) membuat pengertian, kategori, dan jenis-jenis kekerasan secara verbal. Secara umum kekerasan verbal adalah upaya untuk menguasai dan mengontrol. Tidak secara jelas, karena bersifat psikologis sehingga korban tidak merasa apa-apa Ada tujuh belas bentuk kekerasan secara verbal menurut Evans, yaitu withholding

(menyembunyikan), countering (membantah), discounting (memotong), verbal abuse disguised as jokes (kekerasan secara verbal dianggap sebagai lelucon), blocking and diverting (menghambat dan menghalangi), mengalihkan pembicaraan, accusing and blaming (menuduh dan menyalahkan), judging and criticizing (menghakimi dan mengkritik), trivializing (meremehkan), undermining (meruntuhkan), threatening

(mengancam), name calling (memberi sebutan), forgetting (melupakan), melindungi diri sendiri, ordering (memerintah), denial (penyangkalan), dan abusive anger

(9)

3 Opresi yang Dialami Tokoh Dini dalam Novel Argenteuil Hidup Memisahkan Diri

3.1Gambaran perempuan dalam tokoh Dini

Novel ini memiliki satu tokoh protagonis yang bernama Dini. Sudut penceritaan dalam novel ini adalah sudut penceritaan akuan. Dalam beberapa kutipan-kutipan, tokoh Dini digambarkan sebagai sosok perempuan yang memiliki dua orang anak dari pernikahan bersama laki-laki Prancis. Tokoh Dini ialah seorang perempuan Indonesia yang harus berpindah kewarganegaraan demi mengikut kewarganegaraan suami. Pernikahan tokoh Dini dengan suaminya tidak berjalan mulus. Sejak kelahiran anak kedua mereka, hubungan rumah tangga mereka sudah tidak harmonis lagi.

Perceraian adalah jalan satu-satunya bagi tokoh Dini untuk terbebas dari tingkah suaminya yang menyebalkan. Dini merasa suaminya selalu mengekang dirinya dan memberikan banyak batasan. Perceraian di Prancis tidak mudah. Setiap pasangan harus melewati proses yang sangat panjang dan bisa memakan waktu bertahun-tahun. Untuk menunggu semua itu, Dini rela hidup memisahkan diri di sebuah kota kecil bernama Argenteuil. Pengasingan diri ini adalah bentuk perlawanan Dini untuk menolak tinggal bersama suami di Detroit, Amerika Serikat.

Kembali dari perjalanan ke Indonesia, aku harus menyesuaikan diri lagi dengan rutinitas yang membosankan: membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian, membenahi benda atau barang. Lebih-lebih aku merasa sebel melihat apartemen ‘dijajah’ kehadiran semua bentuk-bentuk yang bersangkutan dengan fotografi (hlm.7).

(10)

Dia tidak mengerti kehendak suaminya (hlm. 8).

Kesabaran kujadikan landasan, kutopang dengan latihan ketidakpedulian terhadap apa pun yang dilakukan atau dikatakan suami (hlm.9).

Dalam sejumlah kutipan-kutipan, terlihat Dini memang tidak mengerti lagi sikap dan tingkah laku suaminya. Kadang suami Dini dapat bersikap lembut sebagai layaknya suami apabila segala permintaannya dituruti seisi keluarga. Kadang pula suami Dini dapat berubah menjadi sosok yang suka marah dan menentang segala kemauan dan perkataan istrinya. Kutipan tersebut adalah suatu pengakuan bahwa tokoh Dini mencoba untuk sabar dan tidak peduli atas hal apapun yang dilakukan suami.

Aku tidak mempunyai sifat penghasut. Tapi karena berangsur-angsur mereka mengetahui sendiri-sendiri bagaimana perilaku suamiku yang sebenarnya, akhirnya mereka berubah menjadi teman-temanku (hlm. 53).

(11)

3.2Opresi-opresi yang dialami tokoh Dini

Menurut Murniati (2004: 71), analisis gender tidak hanya melihat perbedaan peran dan kegiatan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga melihat relasi mereka. Dari relasi ini akan tampak status perempuan dan laki-laki. Faktor yang memengaruhi hubungan laki-laki dan perempuan dapat berasal dari peran budaya, politik, sosial, ekonomi, adat, tradisi, hukum, dan lain-lain.

Untuk melihat hubungan antara tokoh Dini sebagai seorang perempuan dan tokoh suaminya sebagai seorang laki-laki, analisis ini membahas opresi dalam bentuk kekerasan verbal yang dialami tokoh Dini. Tindak kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga cenderung dianggap sebagai salah satu bentuk problema dalam kehidupan pribadi dan dikategorikan sebagai salah satu bentuk hidden crime

(kriminalitas tersembunyi) yang sulit dimasukan dalam koridor hukum (Winarno, 2003: 14).

Alasan kekerasan dalam suatu rumah tangga dapat terjadi karena ada satu pihak yang mendominasi atau berkuasa. Penguasaan nilai-nilai kultural, dan kekuasaan yang didapatkan dari seberapa besar jumlah sumber yang diperoleh/yang dimiliki seseorang dalam suatu budaya. Sumber-sumber itu adalah cultural capital

yang menjadi penunjang utama bagi posisi sosial seseorang dalam relasi sosial.

Cultural capital adalah segala hal yang menjadikan seseorang dapat memiliki

(12)

Ayahnya mulai sarapan, dan di saat itulah kuberitahu bahwa aku akan pergi selama paling tidak seminggu menengok Anis. Tak perlu kuceritakan bagaimana lelaki yang menjadi ayah anak-anaku itu langsung bangkit dari kursi, berteriak, menghentakkan kaki, memaki, dan menyumpah. Sebelum dia menyinggung masalah bayaran yang harus dia keluarkan untuk wanita pocokan tersebut, aku mendahului berkata,

C’est ton devoir de donner un logis proper et confortable a tes enfants. (kewajibanmulah memberikan rumah yang bersih dan nyaman kepada anak-anakmu. Kamu harus membayar ibu ini. Untuk perjalananku, teman-teman dan aku yang menanggung biaya,” lalu aku masuk kamar mengambil tas, menyiapkan sepatu, langsung membuka pintu keluar (hlm. 11).

“Karena dia senang, Maman pulang berarti dia tidak perlu membayar orang buat mengurus rumah!” (hlm. 8).

Tugasku adalah mengurus rumah tangga, tapi kali ini akan dibayar. Sedangkan bersama suami, aku tidak pernah dibayar. Uang saku 150 francs selama bertahun-tahun tidak dinaikkan. Tapi uang saku dan harga tiket itu banyak kali bisa kuperoleh setelah aku merengek-rengek seolah-olah seorang pengemis (hlm. 26).

“Dan aku harus memberi uang lembur …,” nada suara suamiku setengah mengejek (hlm. 98).

Kutipan-kutipan tersebut ingin membuktikan bagaimana opresi kekerasan verbal yang dilakukan oleh suami tokoh Dini. Tokoh suami Dini digambarkan seperti laki-laki yang menyamakan status seorang istri dengan tukang bersih-bersih rumah. Menurut Evans, tindakan yang dilakukan suami Dini adalah salah satu bentuk kekerasan verbal ordering (memerintah).

(13)

Ideologi yang menuntut perempuan Jawa harus menjadi istri dan ibu yang patuh serta mendukung suami. Muniarti (2004: 105) menyatakan bahwa ideologi ini begitu kuat mencengkram perempuan feodal Jawa, sehingga mempunyai pengaruh yang sangat luas. Kesempatan ini seolah dimanfaatkan oleh suami Dini untuk menggunakan tenaga tokoh Dini secara murah. Persepsi suami Dini sebagai laki-laki Prancis menganggap perempuan Jawa rela disuruh-suruh sebagaimana layaknya pembantu rumah tangga.

Ketika pulang, baru sampai di pintu apartemen petang itu, suamiku langsung menyampaikan berita yang sudah kami ketahui,

“Lintang tidak pulang kali ini. Dia dihukum karena tidak merapikan tempat tidurnya.”

“Ya, kami sudah tahu. Tadi Maman menelepon asrama karena cemas mengapa sampai sore Lintang belum sampai di rumah, “ Padang menanggapi bicara ayahnya. “Mengapa Papa tidak memberitahu Maman? Apa asrama tidak diberi nomor telepon Nyonya Melchior? Kalau Papa sedang dinas keluar kota bagaimana?!”

Aku tidak mau menekankan kebenaran kata-kata anak bungsuku. Kebiasaanku ‘diam’ sudah menjadi rutih. Hanya bila ada tamu sajalah aku berbicara lebih (hlm. 18).

Potongan adegan tersebut menampilkan sikap suami Dini yang tidak menganggap posisi istrinya setara dengannya. Selain memberi beban kerja yang lebih berat untuk mengurusi rumah tangga, suami Dini juga memperlakukan Dini dengan cara tidak menganggap bahwa Dini layak untuk diberi kesempatan mengurusi sekolah anaknya. Menurut Evans, kekerasan verbal dalam kutipan tersebut dapat digolongkan sebagai tindakan trivializing (meremehkan).

(14)

Bentuk lain dari sikap meremehkan yang dilakukan suami Dini adalah dalam kutipan berikut.

Waktu itu ayahnya anak-anak sedang dinas keluar kota. Sedangkan surat dari sekolah berisi pilihan: apakah anak diizinkan atau tidak mengikuti tambahan pelajaran tersebut. Tanpa ragu aku membubuhkan tanda tanganku. Tapi ternyata keputusanku itu menyebabkan percekcokan dahsyat dengan suamiku (hlm. 80).

Suami Dini tidak memberikan kesempatan Dini untuk mengambil keputusan. Kondisi rumah tangga dalam kutipan ini terkekang oleh suami yang otoriter. Permasalah sederhana yang bisa dirembuk bersama-sama menjadi sebuah perkara besar.

Kutipan di tersebut juga menyuarakan posisi istri yang tidak dianggap sebagai peran yang penting dalam keputusan keluarga. Kaum istri di Indonesia senantiasa berada pada posisi inferior atas superior kaum suami. Kondisi kesetaraan ini selalu membawa korban, yakni kepentingan istri, yang termanifestasi pada gejala marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam penyusunan setiap keputusan keluarga (Fakih, 1996: 12-13).

“Seperti anak-anak lain, aku senang mempunyai seorang ayah. Meskipun ia suka berteriak, pemarah, pelit, tapi dia ayahku. Apa boleh buat! Jadi aku cinta

Maman, cinta Papa, tapi sendiri-sendiri, jangan bersama-sama, karena aku sedih melihat ayahku berbuat semena-mena kepada ibuku!” (hlm. 22).

Kutipan tersebut terlontar dari mulut Lintang, anak sulung Dini. Dari pengakuan ini, pembaca diberi informasi bahwa tindakan suami Dini telah semena-mena terhadap istrinya. Tokoh suami disebutkan sering berteriak, pemarah, pelit, dan berbuat semena-mena.

(15)

Dari nada jawaban surat tersebut , aku bahkan merasakan, seolah-olah dia memang mengharapkan atau menunggu agar akulah yang mendahului bertindak akan bercerai (hlm. 51).

“Hati-hati, Maman, kalau kamu yang meninggalkan rumah tangga, jangan-jangan kelak kamu disalahkan oleh Pengadilan. Papa lelaki yang pintar menggunakan suasana demi kepentingannya…” kata Lintang (hlm. 52).

Tokoh Dini menyebutkan sifat beringasan atau pemarah yang dimiliki suaminya. Hal ini yang membuat tokoh Dini tergerak untuk mengambil jalan perceraian. Dini menganggap perceraian adalah satu-satunya jalan untuk dapat keluar dari belenggu suami yang selalu memberikan tekanan emosional.

Di mana dia hadir, percakapan dimonopoli oleh Tuan Konsul. Sekali-kali Kepala Bagian Duane berhasil menyelipkan pertanyaan kepadaku, kujawab dengan sopan. Bahkan agak kupanjanglebarkan, supaya dia tahu bahwa aku ‘juga mampu’ berdiskusi dalam bahasa Inggris. Lebih-lebih kusengaja ‘menepis’ kesan yang dibayangkan suami sejak lima atau sepuluh menit kami bersama, bahwa di sana aku tidak hanya sebagai istri diplomat Prancis, melainkan juga sebagai seorang perempuan bertanah air Indonesia, karena tidak bisa dihalangi, pertanyaan ‘dari mana asal Anda’ selalu terucap di mana pun aku berada (hlm. 94).

(16)

“Tapi harga dirimu sebagai Tuan Konsul tetap terjaga…”

“Harga diri, harga diri! Itu! Ibumu kalau sudah mengoceh kelihatan imajinasi pengarangnya yang sok lebih tahu dari orang lain…”

Tapi suamiku bukan suamiku kalau gampang menuruti kehendak istri dan anaknya! (hlm. 100).

Setelah beberapa bulan hidup terpisah, dengan majikan bersifat mudah seperti Tuan Willm, ada saatnya aku merasa tertekan ketika mendengar kata atau kalimat menyakitkan dari ayahnya anak-anak (hlm. 103).

Kutipan-kutipan di atas adalag sebagai sebuah contoh lain sikap suami Dini yang memberikan ruang gerak yang terbatas kepada Dini. Jika melihat identitas kebangsaan yang dimiliki Dini dan suaminya, ada kemungkinan bahwa segala bentuk opresi yang dilakukan suami Dini dapat dilatarbelakangi oleh faktor ras. Suami Dini memiliki pandangan bahwa rasnya lebih tinggi daripada ras istrinya.

3.3 Perspektif tokoh Dini terhadap opresi yang dialaminya

Peran dan status tidak dapat dipisahkan. Jika peran perempuan ditingkatkan, statusnya perlu ditingkatkan juga. Peningkatan peran dan status perempuan berarti mengangkat kedudukan perempuan dari subordinasi. Murniati (2004: 72) berpendapat bahwa pemberdayaan perempuan harus berangkat dari diri perempuan itu sendiri. Peningkatan peran-peran tersebut dapat melalui sarana-sarana, seperti melibatkan dalam pengelolaan lingkungan hidup, upaya meningkatkan untuk menjadi pengambil keputusan dan perencana, dan berpartisipasi melalui hukum, konsitusi, administrasi, budaya, ekonomi, sosial, dan perilaku.

(17)

Kesabaran kujadikan landasan, kutopang dengan latihan ketidakpedulian terhadap apa pun yang dilakukan atau dikatakan suami (hlm. 9).

Aku tidak berunding dengan suami, melainkan dengan sahabat-sahabatku, yang utama adalah Benedicte (hlm. 10).

Tines bertanya kepadaku harus memberiku berapa franc sebagai pengganti alat masak itu. Tanpa bertanya kepada suami, kuputuskan sendiri bahwa benda itu kuberikan saja sebagai kenang-kenangan (hlm. 31).

Perspektif tokoh Dini terhadap suaminya sudah tidak peduli lagi. Sikap yang dipilih Dini dalam menyikapi bentuk-bentuk opresi yang dilakukan suami adalah sikap tidak peduli dan mengambil keputusan tanpa berkompromi kepada suami. Ciri ini membuktikan bahwa tokoh Dini telah menjadi karakter yang mandiri, tidak bergantung kepada keputusan suami. Sikap ini menjadi salah satu ciri pemberdayaan perempuan yang dikategorikan oleh Murniati (lihat 2004: 73).

Sejak aku kembali dari Indonesia dan bermaksud akan mengubah sama sekali cara hidupku, pikiranku agak direpoti oleh pertanyaan: bagaimana menyampaikan berita keinginanku akan segera bercerai dengan suami kepada anak bungsuku ini (hlm. 20).

Tapi aku ‘harus’ mengabaikannya demi anak-anakku. Di masa itulah aku berusaha memasang perisai ketebalan daya pendengaranku bila berhadapan dengan si kepala rumah tangga (hlm. 100).

Karena masa depanku sudah tampak meyakinkan, kupikir aku harus memulai langkah akan memisahkan diri dari ayahnya anak-anak. Semakin usia pernikahan kami melonjok ke jumlah belasan tahun, laki-laki itu semakin tidak sabaran, bila kuajak membicarakan sesuatu.

Kukatakan bahwa hubungan kami sebagai suami-istri yang sebenarnya sudah lama tidak sehat ini harus diakhiri. Akulah yang kini mendahului langkah: aku tidak akan ikut pindah ke Amerika untuk hidup serumah dengan dia dan Padang (hlm. 51).

Berpisah dari ayahnya anak-anak itu saja sudah merupakan keberuntungan bagiku (hlm. 53).

(18)

membayangkan kebodohanku, karena selali mendahuiku menjawab pertanyaan tentang Indonesia atau lainnya yang ditujukan kepadaku masih kuingat jelas (hlm. 97).

Sikap berani mengambil keputusan yang dipilih Dini adalah suatu upaya untuk meningkatkan status dan perannya sebagai istri. Dalam kutipan-kutipan di atas, Dini telah menjadi pribadi yang mandiri dengan mengambil langkah perceraian. Keputusan ini juga tidak serta merta tanpa pergulatan batin yang cukup panjang. Awalnya Dini enggan untuk mengambil langkah ini karena ia masih memikirkan nasib anak-anaknya. Setelah kedua anak-anaknya menyetujui langkah perceraian orangtuanya, atas prakarsa Dini, ia menjatuhkan tuntutan cerai kepada suaminya. Upaya pemberdayaan lain yang ditampilkan dalam novel ini adalah keikutsertaan Dini dalam kegiatan sosial pecinta alam. Ada dalam suatu adegan, ketika Dini menjadi sukarelawan menolong burung-burung yang hampir punah di pesisir pantai Prancis Selatan. Upaya ini menurut Murniati sebagai bagian dari peran perempuan melibatkan diri dalam pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, upaya lain menurut Murniati, partisipasi perempuan dalam berbagai bidang. Sosok tokoh Dini sebagai pengarang juga menjadi contoh bahwa tokoh Dini telah melakukan pemberdayaan pada dirinya sendiri.

4 Simpulan

Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin dan maskulin. Perangkat khusus ini–yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya—secara bersama-sama memoles “peran gender” kita. Analsis ini melihat hubungan gender antara tokoh Dini dengan suaminya dalam novel Argenteuil Hidup Memisahkan Diri.

(19)

kebudayaan, dan kekerasan. Fakih Mansour (1997: 12) menggunakan sebutan bentuk ketidakadilan gender untuk menyebut istilah opresi yang dibicarakan Young. Ada enam bentuk ketidakadilan gender menurut Mansour, yaitu marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Murniati (2004: xxiii) membagi bentuk-bentuk ketidakadilan gender menjadi empat, yaitu stereotip, beban ganda perempuan, marginalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan.

Salah satu masalah bias gender yang dibahas dalam analisis ini adalah kekerasan terhadap perempuan. Tindak kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga cenderung dianggap sebagai salah satu bentuk problema dalam kehidupan pribadi dan dikategorikan sebagai salah satu bentuk hidden crime (kriminalitas tersembunyi) yang sulit dimasukan dalam koridor hukum (Winarno, 2003: 14). Kekerasan tidak harus dalam bentuk fisik. Sasarannya bisa berbentuk psikologi seseorang. Menurut Haryatmoko (2010: 131), kekerasan yang paling sulit diatasi adalah kekerasan simbolis yang beroperasi melalui wacana. Kekerasan simbolis adalah pintu gerbang menuju ke kekerasan psikologis dan beresiko ke kekerasan fisik.

(20)

Daftar Pustaka

Aminuddin. 1984. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: IKIP Malang.

Bederman, Gail. 1995. Manliness abd Civilization: A Cultural History of Gender and Race in the United States, 1880-1817. Chicago: The University of Chicago Press.

Cudd, Ann E., & Robin O. Andreasen (peny.). 2005. Feminist Theory: A Philosophical Anthology. UK: Blackwell Publishing,

Dini, Nh. 2008. Argenteuil Hidup Memisahkan Diri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Evans, Patricia. 1996. The Verbally Abusive Relationship: How to Recognize It and How to Respons. Massachusetts: Adams Media Coorporation.

Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Frye, Marilyn. 2005. “Oppression”, dalam Ann E. Cudd, & Robin O. Andreasen (peny.), Feminist Theory: A Philosophical Anthology. UK: Blackwell Publishing.

Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat Akar Kekerasan dan Diskriminasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hatley, Barbara. 1997. “Nation, Tradition, and Constructions of the Feminine in Modern Indonesian Literature”, dalam Jim Schiller dan Barbara M. Schiller (peny.), Imagining Indonesia: Cultural Politics and Political Culture. Ohio: Ohio University Center for International Studies.

Hellwig, Tineke. 1994. In the Shadow of Change. Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia. Depok: Desantara.

Luwis, Fenty Nadia. 2008. Kekerasan dalam Rumah Tangga yang Dialami Tokoh Dini dalam Novel Dari Fontenay ke Magallianes (Skripsi). Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

(21)

Muniarti, A. Nunuk P. 2004. Getar Gender: P erempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum, dan HAM. Magelang: IndonesiaTera.

Paramadhita, Intan. 2007. ““Identitas Antara” dalam Novel-novel Nh. Dini” dalam Rahman, Lisabona (peny.), Pola dan Silangan: Jender dalam Teks Indonesia. Jakarta: Yayasan Kalam.

Rahman, Lisabona (peny.). 2007. Pola dan Silangan: Jender dalam Teks Indonesia. Jakarta: Yayasan Kalam.

Saraswati, Luh Ayu. 2007. ““Tetralogi Buru”, Kecantikan Perempuan, dan Maskulinitas Pascakolonial”, dalam Rahman, Lisabona (peny.), Pola dan Silangan: Jender dalam Teks Indonesia. Jakarta: Yayasan Kalam.

Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Welleck, Rene, dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan, terj. Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Winarno, Endro. 2003. Pengkajian Profil Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga. Jakarta: Departemen Sosial RI.

(22)

Sinopsis

Argenteuil, sebuah kota kecil di tepian Sungai Seine, kira-kira 10 km barat laut Paris. Ke sanalah Dini pindah setelah suaminya berangkat ke Amerika Serikat untuk menjadi Konsul Jenderal Prancis di Detroit. Padang ikut ayahnya, sementara Lintang meneruskan tinggal di asrama sekolah sampai menamatkan pendidikan menengahnya.

Sambil menunggu perceraian resmi yang proses pengurusannya memakan waktu 4-6 tahun, ia memilih hidup memisahkan diri dari suami dan anak-anaknya. Meski demikian, ia bersyukur karena Lintang dan Padang mendukung keputusannya dan secara batin tetap dekat dengannya.

(23)

Tugas Dini adalah merawat dan menjadi teman berbincang bagi Tuan Willm. Di saat-saat senggang, ia terus menekuni kegemarannya menulis dan berkebun.

Hari-harinya yang tenang terusik ketika ia menerima undangan dari Angele – kakak Sang Kapten – untuk berkunjung ke tanah pertanian tempat kekasihnya itu dilahirkan.

Riwayat Pengarang

Nh. Dini lahir pada 29 Februari 1936 dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia sudah menulis sajak dan prosa berirama sejak tahun 1951. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Karya pertama Nh. Dini adalah Pendurhaka yang dimuat di majalah Kisah dan mendapat sorotan dari H.B Jassin. Di tahun 1965, ia menerbitkan kumpulan cerpen Dua Dunia.

(24)

Sastra, 1989” dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ini aktif dalam Wahana Lingkungan Hidup dan Forum Komunikasi Gerakan Muda Keluarga Berencana”

Tahun 2000 Nh. Dini menerima “Hadiah Seni” dari Dewan Kesenian Jawa Tengah. Tahaun 2003 ia menerima “Southeast Asia Writers’ Award” di Bangkok, Thailand.

Sejak tahun 2002, sampai empat tahun kemudian, Nh. Dini tinggal di Graha Wredha Mulya, Sendowo, Yogyakarta, dan mengisi hari-harinya dengan menulis, mengurusi Pondok Baca, merawat tanaman, dan melukis.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kasus ini, seluruh kegiatan yang terlibat dalam operasi pada mesin jackpot akan dianalisa dengan menggunakan waktu siklus single untuk menggambarkan

skripsi yang berjudul : Peluang Investasi Emas Jangka Panjang Melalui Produk Pembiayaan BSM Cicil Emas (Studi Pada Bank Syariah Mandiri K. Skripsi ini adalah

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Farmasi dan pemanfaatan sumber pangan yang berupaya mencari sumber alternatif baru di laut yang dapat dimanfaatkan

Selain itu, Selain itu, berdasarkan konsep Delone and McLean Success Model , penggunaan juga dipengaruhi oleh beberapa variabel lain, seperti kualitas informasi,

83.87. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapn SMK3 pada proyek persiapan lahan pusri IIB adalah cukup baik. Sebaiknya perusahaan dapat meningkatkan pengawasan

Ampas tebu juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol karena memiliki kandungan selulosa dan hemiselulosa yang cukup tinggi.. Namun juga

Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel independen (X) yaitu Likuiditas (CR) terhadap variabel dependen (Y) yaitu

Lin (2013: 158-162) mengatakan bahwa penggunaan media berupa web applications dapat meningkatkan motivasi dan performance siswa mengingat penggunaan ICT yang cukup pesat di