• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siaga Perang Melawan Terorisme detase

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Siaga Perang Melawan Terorisme detase "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SIAGA PERANG MELAWAN TERORISME

Tanggal 14 Januari 2016 adalah momentum bagi bangsa Indonesia menabuh genderang perang melawan terorisme trans-nasional. Peristiwa ini membuka sejarah baru peperangan modern melawan paham radikal yang berpotensi memecah integrasi bangsa dan ideologi nasional. Kewaspadaan nasional sekarang sudah terbentuk dan berbagai rencana serta metode pencegahan dan pendeteksian dini kini dilakukan oleh semua elemen bangsa. Ancaman yang terjadi sudah sangat nyata bahkan darah korban yang tidak berdosapun sudah tertumpah.

PENDAHULUAN

Kata "terorisme" pertama menjadi populer selama Revolusi Perancis, ketika therégime de la terreur awalnya dipandang sebagai suatu sistem politik yang positif yang digunakan untuk menakuti warga yang ada akan perlunya kebajikan moral. Penggunaan kekerasan untuk "mendidik" masyarakat tentang isu-isu ideologis terus digunakan, tetapi jelas telah bergeser pada konotasi negatif - dan telah menjadi dominan, menjadi taktik yang dilakukan oleh mereka yang sebenarnya tidak memiliki kekuasaan politik di suatu negara. Aksi teror biasanya dilakukan di tempat yang ramai dengan elemen kejutan sehingga dengan tindakan teror tertentu diharapkan akan mendapat korban jiwa sebanyak-banyaknya dan menjadi sorotan media dan dunia sebagai bentuk deklarasi, promosi dan propaganda.

Terorisme, sesuai namanya, bertujuan untuk menebar teror, rasa takut, intimidasi baik secara fisik maupun psikis, mengajarkan paham yang tidak menghormati nilai persatuan bhineka tunggal ika dan kemanusiaan sehingga memecahbelah kerukunan masyarakat, keharmonisan keluarga dengan menggunakan semua sumber daya yang dipunyai untuk mencapai dan merebut tujuan politik tertentu.[1] Teroris bukan makhluk astral, bukan pula benda langit ataupun entitas penghuni luar planet bumi. Teroris adalah manusia sempurna yang sama dengan manusia normal lainnya. Dia dapat berada di dalam lingkungan pergaulan dan bermasyarakat tanpa dapat teridentifikasi dan berbeda dengan orang lain. Seorang teroris juga tidak bisa dibedakan menurut tingkat pendidikan, bahkan seorang Abimael Guzmán merupakan seorang profesor ilmu filsafat terkenal dapat menjadi gembong suatu organisasi teroris.[2] Bagaikan bom waktu yang siap meledak kapan saja, hanya waktu saja yang bisa membuktikan identitas dan integritas seseorang.

PENYEBAB LAHIRNYA TERORISME

(2)

Kesenjangan kesejahteraan sosial yang sangat lebar disuatu wilayah tertentu dapat memicu gelombang amarah dari golongan miskin yang merasa diabaikan pemerintah atau otoritas daerah. Keinginan untuk hidup lebih baik dan kesetaraan kesejahteraan adalah bahan bakar yang dahsyat untuk melakukan sesuatu.

Diskriminasi atau Alienisasi suatu golongan atau kelompok tertentu dapat menyebabkan gerakan terorisme.[4] Aspirasi untuk hidup bermasyarakat secara layak dan normal tetapi tidak diberikan oleh otoritas setempat dengan berbagai alasan sungguh sangat menyakitkan hati. Diskriminasi ini biasanya terjadi pada warga diaspora atau warga migran dari negara konflik atau negara miskin yang merasa dikucilkan dan diisolasi dari warga negara lokal lainnya dimana mereka menetap.[5]

Sistem pemerintahan yang terlalu eksklusif dapat memunculkan keluhan politik yang mendorong gerakan terorisme.[3] Sistem politik yang terlalu sayap kanan atau terlalu sayap kiri cenderung tidak dapat menampung aspirasi dari golongan politisi yang berbeda. Negara tidak memberikan saluran aspirasi bagi warga negara yang berpendapat berbeda dengan kebijakan pemerintah. Politisi-politisi yang tidak didengar negara ini akhirnya akan bersatu untuk menuntut perbaikan sistem politik maupun produk politik negara dengan cara yang dipandang sebagai tindakan terorisme.

Umumnya banyak orang akan merasa nyaman dengan orang lain yang mempunyai banyak kesamaan. Kesamaan disini adalah kesamaan suku bangsa, kesamaan budaya, kesamaan garis keturunan dan masih banyak lagi. Golongan orang yang memiliki kesamaan ini menggunakan paham Ethno-nasionalis [6] untuk memaksa pemerintah yang sah memberikan hak-hak istimewa tertentu bahkan mereka menetapkan wilayah teritorial tertentu dalam sebuah negara yang berdaulat. Mereka terus akan berjuang mendapatkan hak istimewa dan sebidang teritori dengan cara apapun.

Kelompok-kelompok teroris tertentu dapat sengaja menyusup (bergerilya) ke dalam suatu negera yang sistem pemerintahannya sedang lemah dengan tujuan menghasut dan mengganggu stabilitas masyarakat setempat.[7] Penyusupan ini dapat juga sebagai sarana untuk membantu pemberontak melawan pemerintahan yang ada dan juga melaksanakan kampanye ideologi kelompok teroris tersebut. Dengan cara ini, kelompok teroris akan mendapat tambahan relawan dan juga pasokan logistik dari pemberontak lokal.

(3)

PENDANAAN ORGANISASI

Dalam melaksanakan kegiatannya, setiap organisasi apapun selalu bergantung sepenuhnya kepada aset dan kondisi finansial mereka. Begitu juga dengan organisasi teroris yang sudah tentu sangat banyak memerlukan dana untuk merekrut, membina, melaksanakan operasi dan mengembangkan organisasi. Beberapa bentuk pendanaan untuk organisasi teroris diantaranya; pencucian uang, perdagangan ilegal dan aktifitas-aktifitas ilegal lainnya.

Pencucian uang dilakukan dengan melakukan bisnis ilegal, kemudian hasilnya disimpan dalam lembaga keuangan resmi dan dipakai atau disalurkan ke dalam bentuk donasi atau dana cadangan yang mendukung kegiatan organisasi.[8] Teroris biasanya menggunakan metoda penipuan bernilai kecil tetapi bervolume besar untuk mendanai aktifitas mereka. Bisnis hiburan dan industri keramahtamahan menjadi kunci pencucian uang dan mengirimkan dananya dalam bentuk daring perbankan sehingga aktifitas keuangan mereka menjadi lebih mudah dan lebih sukar terditeksi aparat keamanan dan otoritas jasa keuangan.

Meskipun organisasi teroris mempunyai tujuan politik yang jelas, organisasi ini juga dapat berperan ganda sebagai organisasi kriminal biasa yang bertujuan untuk mencari keuntungan finansial semata. Organisasi teroris ini juga melakukan bisnis ilegal seperti bisnis narkotika dan obat-obatan psikotropika. Organisasi teroris yang juga berbisnis narkotik disebut Narcoterrorism yang awalnya adalah sebutan untuk teroris yang sering menyerang polisi anti narkotika.[9] Sekarang ini teroris menggunakan bisnis narkotika untuk mendanai kegiatan mereka. Sehingga perlu disinyalir bahwa jaringan perdagangan narkotika di Indonesia mempunyai hubungan kuat dengan suatu organisasi teroris tertentu.

Organisasi teroris juga mendapat dukungan dana dari simpatisan dan pendukung perjuangan mereka. Dana donasi atau hibah ini jumlahnya sangat fantastis mencapai lebih dari ratusan juta dollar tiap tahunnya.[10] Dengan dukungan dana yang begitu besar, tidak sulit untuk sebuah organisasi teroris mempersiapkan dan membeli semua perlengkapan dan senjata untuk mendukung aktifitas organisasi melalui pasar gelap maupun penyeludupan.

STRUKTUR ORGANISASI DAN ANGGOTA

(4)

dimana pada bagian bawah adalah prajurit dengan populasi paling banyak, lalu perwira menengah pada bagian tengah piramida, dan hanya 1 orang jenderal pada bagian pucuk sebagai panglima tertinggi. Bentuk hirarki konvensional ini menjamin efisiensi kebijakan panglima sampai kepada prajurit di tingkat paling bawah, tetapi kualitas keamanannya sangat rendah karena apabila panglima tertangkap atau gugur, maka organisasi langsung bubar dan hancur. Kelompok Irish Republican Army (IRA) mula-mula dan kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) adalah contoh yang sempurna untuk bentuk ini. Dengan demikian bentuk Hirarki Konvensional mempunyai nilai keamanan = 1 dan nilai efisiensi = 4.

Gambar 1. Bentuk struktur Hirarki Konvensional.

Bentuk Selular adalah bentuk modifikasi dari Hirarki Konvensional. Disini setiap tingkat diisi oleh kelompok-kelompok sel berisi 3 – 10 personil yang dikoordinasi oleh seorang ketua.[12] Hanya ketua sel yang bisa berhubungan langsung dengan tingkat komando yang lebih tinggi. Bentuk selular seperti ini membuat komando yang diberikan panglima akan diterima berbeda oleh setiap sel dan berakibat berbeda pemahaman dan berbeda pula pelaksanaan operasi. Komandan yang lebih tinggi harus tetap menjalin hubungan komunikasi dengan setiap sel di bawah pembinaannya dan meskipun panglima tertinggi hilang kontak dengan organisasi, organisasi masih dapat bertahan sambil menunggu pemimpin baru. Penyerangan 9/11 dilakukan oleh salah satu sel dari Al Qaeda. Walaupun Amerika ingin menghancurkan seluruh jaringan Al Qaeda, penyerangan 9/11 tersebut belum tentu adalah perintah langsung dari pemimpin tertinggi. Bentuk Selular mempunyai nilai keamanan = 2 dan nilai efisiensi = 3.

Panglima

Perwira Menegah

(5)

Gambar 2. Bentuk struktur Selular

(6)

Gambar 3. Bentuk struktur Jaringan Rantai (a), Jaringan Hub (b), Jaringan Bintang (c) dan Jaringan Semua Terhubung (d)

Bentuk yang terakhir dari struktur organisasi teroris adalah struktur Resistansi Tanpa Kepala.[14] Struktur seperti ini tidak mempunyai pusat komando tertentu. Setiap sel adalah anonim. Setiap sel tidak saling berhubungan dan beroperasi sendiri. Penggalangan anggota dan kampanye misi tertentu dilakukan lewat internet. Sulit untuk mengetahui media daring mana yang dipergunakan untuk menyebarkan video latihan dan ajakan bergabung. Setiap penonton yang mempunyai aspirasi yang sama akan segera terpancing dan ikut serta dalam skenario besar organisasi. Anggota baru dapat juga mengajak anggota baru yang lain dan mengikuti petunjuk yang disebarluaskan lewat internet. Setiap operasi yang melibatkan anggota dan sel dengan metode pelaksanaan dan biaya sendiri-sendiri. Dari penjelasan ini, bentuk struktur Resistansi Tanpa Kelapa mempunyai nilai keamanan = 4 dan nilai efisiensi = 1.

Gambar 4. Bentuk struktur Resistansi Tanpa Kepala

(7)

Menilik dari peran anggota organisasi teroris, maka dapat dibedakan menjadi 4 besar;[15] Pemimpin, Kurir, Bagian Logistik dan Pencari Dana.[16] Peran Pemimpin bertugas menetapkan arah kebijakan dan menerjemahkannya ke dalam bentuk penduan operasi. Kurir berfungsi untuk menyampaikan pesan dan juga eksekutor aksi teror. Pembelian senjata, persiapan dan kelengkapan dalam menjalankan misi adalah di bawah tanggung jawab bagian Logistik dan kondisi finansial organisasi sepenuhnya bergantung kepada bagian Pencari Dana dan juga merekrut anggota-anggota baru yang potensial.

Gambar 5. Peran anggota organisasi Teroris

Saat misi operasi dijalankan, ada 3 golongan anggota yang berperan dalam kesuksesan misi tersebut yang dikenal dengan Model Kulit Bawang yaitu: Pengintai (termasuk anggota inti dan aktif), Massa (Pendukung Aktif), dan Pendukung Pasif.[17] Pengintai menentukan lokasi operasi, target vital, kondisi lingkungan dan dukungan sarana prasarana yang akan dibutuhkan. Massa disini adalah anggota-anggota organisasi yang ikut bersama dalam misi untuk memberi efek gentar dan mencekam di lokasi operasi. Sedangkan Pendukung Pasif berperan memberi semangat kepada Massa, membentuk opini publik dan meningkatkan reputasi organisasi sehingga akan meningkatkan aliran donasi kepada organisasi.

INTI

MASSA

PENDUKUNG

PASIF

Gambar 6. Golongan anggota Model Kulit Bawang (Onion Skin) Logistik

Kurir

Dana Pemimpin

Kurir

(8)

DERADIKALISASI

Untuk melemahkan ancaman yang ditimbulkan oleh individu teroris secara permanen, terdapat 4 tahap dalam proses deradikalisasi dan dievaluasi melalui penilaian Sikap (inside) dan Perilaku (outside) yaitu: Radikalisasi, Perjanjian, Pelepasan dan akhirnya Deradikalisasi.[18] Perlu diingat bahwa lamanya proses rehabilitasi seorang teroris relatif lebih lama dari waktu yang diperlukan saat dia mulai bergabung ke dalam organisasi teroris. Hasil yang diharapkan seringkali tidak bisa dijamin kesuksesan dan tidak bertahan lama tanpa pengawasan terus menerus atas individu tersebut.

Tahap

Evaluasi

Gambar 7. Tahapan Deradikalisasi

Cronin dalam bukunya menyebutkan enam skenario berakhirnya kampanye sebuah organisasi teroris [19] yaitu:

 Tangkap atau bunuh pemimpin kelompok (Decapitation).

 Masuknya organisasi ke dalam proses politik yang sah (Negotiation).  Tujuan politik organisasi tercapai (Success).

 Perpecahan internal organisasi atau kehilangan dukungan publik (Failure).  Kekalahan dan eliminasi melalui kekerasan melalui angkatan bersenjata dengan

operasi militer (Repression).

 Transisi dari terorisme menjadi bentuk organisasi kekerasan lainnya yang disebabkan oleh kelelahan karena sudah berjuang sangat lama dan tujuan organisasi sudah tidak relevan lagi (Reorientation).

Menurut PBB, ada 5D strategi komprehensif untuk kontra-terorisme:[20]

(1) Dissuade, menghalangi setiap gerak-gerik dan strategi terorisme.

(2) Deny, menutup seluruh akses sumber daya ataupun aliran dana. Uang merupakan oksigen bagi terorisme. Colin Powell pernah menyatakan bahwa tanpa dukungan dana dan pergerakan uang, terorisme tidak akan berfungsi.[21]

(3) Deter, tidak akan bernegosiasi dan mendukung sedikitpun.

(4) Develop, mengembangkan strategi pencegahan ancaman terorisme.

(9)

(5) Defend, semua tindakan yang diambil semata-mata untuk menjaga dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kehidupan masyarakat yang lebih banyak.

APA YANG DAPAT DILAKUKAN?

TIDAK MENYEBARLUASKAN PESAN

Publikasi adalah makanan yang paling disukai teroris.[22] Jenjang peran komunikasinya bertahap mulai dari Rasa Takut, lalu Provokasi, kemudian Menginspirasi dan akhirnya tahap Promosi. Jangan biarkan rasa takut menyebar dan memberi teroris kesempatan untuk naik ke tahap selanjutnya. Rasa panik sebenarnya tidak perlu, tingkat kewaspadaan yang tinggi dari adalah kunci dari titik lemah pergerakan teroris. Apapun yang mereka lakukan jangan ikut terpancing untuk menyebarluaskan pesan mereka kepada lingkungan yang lebih luas. Peran media massa sangat penting untuk membantu membatasi publikasi aksi teror agar organisasi terorisme tidak cukup mendapat reputasi untuk melanjutkan ke misi-misi berikutnya. Media good practice: Get it first or Get it right?

AGEN-AGEN KEAMANAN NASIONAL

Setiap warga negara dapat berfungsi sebagai mata dan telinga untuk pemerintah. Masyarakat dapat mengetahui sesuatu yang dipandang tidak normal di lingkungan sendiri jauh lebih cepat daripada mata-mata intelijen terhebat sekalipun. Peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah sangat membantu untuk mengebiri terorisme. Mekanisme pelaporan dan tindakan preventif lainnya perlu segera dirumuskan kemudian disosialisasi sesuai dengan kearifan lokal yang ada. Pengerahan tim reaksi cepat tanggap ancaman ditingkat kecamatan dapat memotong rantai komando dan pergerakan teroris di wilayah-wilayah rawan seperti perbatasan negara, wilayah pesisir dan pemukiman dekat hutan.

Aparat daerah di lingkungan RT dan RW berperan sangat vital untuk sistem peringatan dini. Lebih jauh lagi, peran tokoh masyarakat, tokoh adat dan pemuka agama mengambil tempat strategis dalam upaya pencegahan dan pendeteksian gerakan terorisme. Kehadiran Bintara Pembina Desa (BABINSA) sangat berjasa untuk menjaga keamanan dan dapat memberi pendidikan dan pengetahuan tentang semangat kebangsaan, rasa cinta tanah air dan bela negara bagi putra-putri bangsa di daerah terdepan NKRI.

KERJASAMA ANTAR-LEMBAGA

(10)

• Kementerian Dalam Negeri • Kementerian Luar Negeri • Kementerian Pertahanan

• Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia • Kementerian Komunikasi dan Informatika

• Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi • Kejaksaan Agung Indonesia

• Tentara Nasional Indonesia

• Kepolisian Negara Republik Indonesia

Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang dikoordinasikan

• Badan Intelijen Negara

• Lembaga Sandi Negara

• Badan Koordinasi Keamanan Laut

• Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

(11)

Gambar 8. Spektrum Kerangka Kerja Respon Kontra-terorisme

KERJASAMA INTERNASIONAL

Terorisme adalah musuh bersama internasional, oleh karena itu perlu adanya kerjasama antar bangsa dalam kampanye global anti-terorisme. Koordinasi yang efektif diluar pemerintahan nasional yang melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Praktisi dan Pakar Akademisi serta Non-governmental organizations (NGO) baik dari dalam maupun luar negeri sangat diperlukan. Peran perusahaan swasta domestik maupun multi-nasional dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Daerah (BUMD) perlu semakin ditingkatkan untuk memberikan kontribusi dan aspirasi dalam merumuskan doktrin perlawanan terhadap terorisme ini.

Kerjasama internasional bidang keamanan dan pertahanan semakin memegang kunci suksesnya penanggulangan terorisme di tanah air. Negara-negara Islam dengan mayoritas penduduk beragama Islam masih dianggap ancaman nyata bagi dunia barat. Oleh karena itu, negara-negara ini harus ikut bergabung dalam usaha dan kampanye global anti-terorisme. Kerjasama internasional ini akan menelurkan kebijakan jangka panjang yang multi-dimensi meliputi antar-lembaga yang komprehensif dan dinamis. Selain itu, menjaga moralitas warga negara dan integritas bangsa adalah salah satu faktor penting.

PENUTUP

Ancaman terorisme dan tindakan melawan hukum lainnya tidak dapat lagi dianggap rendah. Dengan mengetahui jati diri organisasi teroris, strategi penanggulannya dapat diharapkan efektif berhasil. Kerjasama semua eleman bangsa,

Respon ͞Soft-Line͟

Respon ͞Hard-Line͟

Model Criminal Justice

Model E ha ced Cri i al Justice

Model Perang

(12)

sipil-militer, antar-lembaga negara dan internasional membuat negara mampu mengatasi masalah besar ini. Tidak ada satu metode sakti untuk menyelesaikan semua permasalahan, dengan demikian siklus pelaporan, perencanaan, implementasi kebijakan dan evaluasi akan terus berputar.

Nilai satu nyawa untuk aksi teror sungguh terlampau mahal harganya. Kita harus menjaga agar tidak perlu dan tidak boleh ada korban lagi untuk aksi teror apapun di negeri khatulistiwa ini. Saatnya kita bangkit, kita bersatu bergandengan tangan, merapatkan barisan dan tetap waspada untuk menjaga keamanan teritorial kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada dan tidak pernah akan ada negara lain seindah dan senyaman di Indonesia tercinta.

Salam perdamaian dan persatuan. Merdeka!

Dicky Ronny Martinez Nainggolan

Defense Management Indonesia Defense University Bogor, Indonesia

(13)

REFERENSI

[1] Paraskevas, A. (2013). Aligning strategy to threat: a baseline anti-terrorism strategy for hotels. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 25(1), 140-162.

[2] Ross, J. I. (2014). Alfredo Schulte-Bockholt: Corruption as Power: Criminal Governance in Peru During the Fujimori Era (1990–2000). Critical Criminology, 22(3), 451-453.

[3] Ömer Taşpınar (2009), Fighting Radicalism, Not “Terrorism”: Root Causes of an International Actor

Redefined. SAIS Review of International Affairs, Volume 29, Number 2, Summer-Fall 2009. pp. 75-86

[4] Marc Sageman (2004), Understanding Terror Networks. University of Pennsylvania Press

[5] Robert S. Leiken (2005), Europe's Angry Muslims. Foreign Affairs.

[6] Bruce Hoffman (2006), Inside Terrorism. Columbia University Press [7]

[7] David Kilcullen (2011), The Accidental Guerrilla: Fighting Small Wars in the Midst of a Big One. Oxford University Press.

[8] Force, F. A. T. (2012). International standards on combating money laundering and the financing of terrorism & proliferation: the FATF recommendations (pp. 90-93). FATF/OECD.

[9] Parra, M. W. (2012). Twenty Years after the Killing of the King of Kingpins Pablo Escobar: Lessons Learned from Narco-Terrorism. Trauma & Treatment, 2012.

[10] Mazur, R. (2013). How to halt the terrorist money train. The New York Times.

[11] Cronin, A. K. (2006). How al-Qaida ends: The decline and demise of terrorist groups. International Security, 31(1), 7-48.

[12] Comas, J., Shrivastava, P., & Martin, E. C. (2015). Terrorism as Formal Organization, Network, and Social Movement. Journal of Management Inquiry, 24(1), 47-60.

[13] Arquilla, J., & Ronfeldt, D. (2001). Networks and netwars: The future of terror, crime, and militancy. Rand Corporation.

[14] Michael, G. (2012). Lone wolf terror and the rise of leaderless resistance. Vanderbilt University Press.

[15] Byman, D. (2014). The Intelligence War on Terrorism. Intelligence and National Security, 29(6), 837-863.

[16] Belli, R., Freilich, J. D., Chermak, S. M., & Boyd, K. A. (2015). Exploring the crime‒terror nexus in the United States: a social network analysis of a Hezbollah network involved in trade diversion. Dynamics of Asymmetric Conflict, 8(3), 263-281.

[17] Abbas, H. (2014). ISIS Eyes Influence in Pakistan: Focus, Fears & Future Prospects.

[18] Silke, A. (2014). Prisons, terrorism and extremism: critical issues in management, radicalisation and reform. Routledge.

[19] Cronin, A. K. (2009). How terrorism ends: understanding the decline and demise of terrorist campaigns. Princeton University Press.

[20] Annan lays out detailed five-point UN strategy to combat terrorism,

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=13599

(14)

[22] Nacos, B. L. (2007). Mass-mediated terrorism: The central role of the media in terrorism and counterterrorism. Rowman & Littlefield.

[23] Braithwaite, J. B. (2002). Thinking critically about the war model and the criminal justice model for combating terrorism. Available at SSRN 330500.

[24] Campbell, C., & Connelly, I. (2003). A model for the ‘war against terrorism’? Military intervention in Northern Ireland and the 1970 Falls Curfew. Journal of law and society, 30(3), 341-375.

[25] Davis, F. F., & De Londras, F. (2013). Counter-Terrorist Judicial Review: Beyond

Gambar

Gambar 1. Bentuk struktur Hirarki Konvensional.
Gambar 2. Bentuk struktur Selular
Gambar 3. Bentuk struktur Jaringan Rantai (a), Jaringan Hub (b), Jaringan Bintang (c) dan Jaringan Semua Terhubung (d)
Gambar 5. Peran anggota organisasi Teroris
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses ini, rangkaian logika yang dibuat akan dioptimasi dengan meminimalkan jumlah penggunaan gerbang, mengganti elemen logika dengan elemen logika lain yang mempunyai

a) Pengelolaan Data SNP adalah proses memilah indikator, sub indikator, dan indikator esential berdasarkan data pada SNP. b) Pengelolaan Data SNP adalah proses

We have briefly presented the dynamics of the media industry in Chapter One. Following this, Chapter Two provides some theoretical perspectives and lenses necessary to view

Setelah proses pembelajaran siklus I dan siklus II dengan menerapkan model pembelajaran PjBL pada materi kingdom Animalia untuk meningkatkan hasil belajar peserta

Penelitian Wibowo (2012) menyatakan bahwa variabel iklan televisi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen.Selain itu, pada

The start of the fall (high pitch point) that would indicate the pitch accent in English and Dutch (and must align to the stressed syllable of the prosodic head in those

Kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam proses terkait penerapan asas retroaktif dalam Pasal 46 Peraturan Perundang- Undangan Nomor 1 Tahun 2002

merupakan peubah yang sangat berperan dalam menduga berat hidup sapi, maka dilakukan simulasi untuk mendapatkan nilai c pada model. nomor 31 dengan x : lingkar