METODA IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN CAGAR
BUDAYA
Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana S-2
PEMBIMBING I: DR. IR, EKO ALVARES Z. MSA PEMBIMBING II: JONNY WONGSO, ST., MT
Oleh
A R I Y A T I
0810018322007
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR PROGRAM PASCA SARJANA
TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANGMETODA IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA Ariyati, Eko Alvares Z., Jonny Wongso
Program StudiTeknik Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Bung Hatta E-mail : aie_calatrava@rocketmail.com, ekoalvares@gmail.com,
jonnywongso@outlook.com
INTISARI
Beragamnya metoda identifikasi bangunan yang berkembang saat ini dalam arsitektur dan bidang ilmu yang terkait menyebabkan kerancuan dalam peggunaan metoda untuk mengidentifikasi kerusakan bangunan khususnya bangunan cagar budaya. Bangunan cagar budaya memiliki keunikan tersendiri dalam proses pengidentifikasian bangunan berbeda dengan pengidentifikasian bangunan sipil biasa.
Penelitian ini menggunakan metoda rasionalistik kualitatif, penelitian dititik beratkan pada pengamatan metoda-metoda identifikasi dan tahapan yang terdapat di dalamnya. Melalui analisisi maka akan di simpulkan rekomendasi arahan untuk mengidentifikasi bangunan cagar budaya.
Beberapa metoda identifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi bangunan dan kawasan cagar budaya memiliki kelebihan dan kekurangan, tahapan tersebut kemudian diformulasikan menjadi 16 tahapan identifikasi bangunan dan kawasan cagar budaya. Tahapan identifikasi ini di analisis terhadap lima metoda identifikasi kerusakan yang telah ada sebelumnya. Hasil analisa tahapan identifikasi terhadap metoda yang ada menghasilkan metoda identifikasi yang paling sederhana digunakan untuk pengidentifikasian bangunan cagar budaya, dan apabila diinginkan hasil yang maksimal disumpulkan juga sebuah metoda tahapan yang baik untuk melakukan identifikasi kerusakan kawasan dan bangunan cagar budaya.
DAMAGE IDENTIFICATION METHOD OF HERITAGE BUILDING Ariyati, Eko Alvares Z., Jonny Wongso
Prodi Teknik Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Bung Hatta E-mail : aie_calatrava@rocketmail.com, ekoalvares@gmail.com,
jonnywongso@outlook.com
ABSTRACT
Varying methods of identification of the building which is currently developing in architecture and related fields of science led to confusion in applications of method to identify damage to buildings, especially heritage buildings. Heritage buildings is unique in the identification of different buildings with identifying ordinary civilian buildings.
This research used a qualitative rationalistic method, the research is focused on the identification of observation methods and phases contained therein. Through analisisi it will be concluded on the landing to identify heritage buildings.
Some methods of identification used to identify buildings and cultural heritage area has its advantages and disadvantages, the stages are then formulated into 16 stages of identifying buildings and cultural heritage area. This identification stages in the analysis of the five methods for identifying pre-existing damage. The results of the analysis stage of identification of the existing methods produce the most simple identification method is used for the identification of heritage buildings, and if desired maximum results disumpulkan also a good stage method to identify damage to the area and heritage buildings.
4
I. PENDAHULUAN Latar Belakang
Dalam perkembangannya terdapat beberapa metoda identifikasi kerusakan bangunan yang telah dilakukan oleh praktisi dengan tahapan-tahapan tersendiri dalam menetapkan dan mengidentifikasi bangunan cagar budaya. Diantaranya adalah metoda yang di lakukan oleh Pusat Data Arsitektur (PDA), metoda mAAN Padang, metoda Maan Jakarta, benteng-benteng Indonesia, Inter SAVE.
Masing-masing dari metoda tersebut diatas memiliki persamaan dan perbedaan dalam penanganan bangunan cagar budaya, mulai dari cakupan objek mikro yang merupakan bangunan itu sendiri hingga skala kawasan yang terdapat sekumpulan bangunan cagar budaya.
Banyaknya metoda identifikasi yang berkembang dan telah ada akhir-akhir ini memperkaya hasanah teori pelestarian bangunan cagar budaya. Praktisi pelestarian dapat menggunakan berbagai metoda tersebut dalam kegiatan pelestariannya, namun dengan beragamnya metoda yang ada menyebabkan tidak akuratnya data yang dikumpulkan sehingga proses konservasi suatu bangunan tersebut menjadi tidak sempurna. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya standar metoda yang baku untuk diterapkan pada proses konservasi bangunan cagar budaya.
Rumusan masalah
Banyaknya metoda yang menjadikan suatu rujukan untuk tindakan konservasi suatu bangunan tersebut ternyata memiliki tahapan yang berbeda-beda namun di beberapa unit proses identifikasi memiliki kesamaan, apabila satu metoda saja yang dipakai sebagai acuan dalam tindakan koservasi akan mengakibatkan hilangnya informasi yang diperlukan untuk menetapkan dan melakukan proses konservasi.
Dengan melihat, memaparkan dan membandingkan beberapa metoda konservasi tersebut dapat memperlihatkan perbedaan dan kesamaan dalam masing-masing tahapan yang telah dilakukan di metoda sebelumnya yang telah dilakukan. Dari permasalahan – permasalahan diatas maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian :
1. Apa tahapan dari masing – masing metoda identifikasi bangunan cagar budaya?
2. Bagaimana metoda identifikasi yang baik untuk bangunan cagar budaya?
II. Metode Penelitian
Jenis Penelitian
5 mengandung sejumlah problematik yang
perlu diteliti lebih lanjut (Muhajir, 1996 sit. Darmawan & Ratnatami, 2005).
Penelitian ini menekankan pada pemahaman perbandingan dari teori-teori yang telah ada dan menemukan benang merah dari telaah tersebut. Diawali dengan mengumpulkan teori-teori yang merujuk pada metoda identifikasi bangunan cagar buaya. Kemudian mencoba merumuskan permasalahan, mengolah dan dianalisis berdasarkan teori terkait, menyimpulkan hasil analisis, menemukan cara pemecahan serta mengembangkan strategi untuk pemecahan, yang dalam hal ini difokuskan pada menghasilkan formula identifikasi kerusakan bangunan yang baik .
Fokus Penelitian
Penelitian dititik beratkan pada pengamatan proses penetapan bangunan cagar budaya oleh masing-masing metoda identifikasi, dan menganalisisi tahapan tindakan konservasi dari tiap metoda tersebut.
Melalui analisisi maka akan dirumuskan rekomendasi arahan untuk metoda identifikasi yang baik untuk kerusakan pada bangunan cagar budaya.
Alat dan Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan alat
– alat dan bahan penelitian, antara lain :
1. Media komputer dengan perangkat softwarenya, berguna untuk memindahkan data secara digital, sketsa komputer maupun untuk pengetikan hasil penelitian.
2. Berbagai macam data sumber dari metoda identifikasi yang telah ada. 3. Data – data, foto – foto identifikasi
pada masa lalu sebagai perbandingan.
4. Buku – buku referensi yang mendukung jalannya penelitian. 5. Variabel penelitian adalah segala
sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian, dan merupakan faktor – faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti(Muhajir, 1996 sit. Darmawan & Ratnatami, 2005). 6. Dari penjabaran beberapa teori
6 III. DATA DAN ANALISA
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda identifikasi kerisakan yang dilakukan oleh PDA, mAAN Jakarta, mAAN Padang, Inter Save dan Metoda Benteng-benteng Indonesia, yang masing-masing tahapan didalamnya di analisia dan diformulasikan menjadi enam belas tahapan konservasi yang merupakan penjabaran dari masing-masing metoda tersebut. Penjabarab tahapan konservasi dari masing-masing metoda tersebut dapat terlihat dari tabel di bawah ini:
Tabel Analisa Tahapan Identifikasi
Terhadap Metoda
Gambar 4. 1 Analisa tahapan identifikasi terhadap metoda Sumber: analisa penulis, 2014
7
Analisis pemaparan kriteria identifikasi dan tahapan identifikasi benda cagar budaya dilakukan untuk melihat dan mengetahui tahapan identifikasi kerusakan yang baik. Pada analisis kriteria ini digunakan aspek – aspek variabel penelitian sebagai tolak ukur penilaian.
Masing – masing aspek variabel penelitian tersebut adalah :
(1) Peran sejarah, (2) Komersial, (3) Estetika, (4) Keluarbiasaan, (5) Memperkuat citra kawasan, (6) Keaslian Bentuk, (7) Keterawatan. Dan untuk variabel analisisi tahapan identifikasi adalah: (1) inventori, (2) Deleniasi Kawasan, (3) Penyusunan form survey, (4) Schedule survey, (5) Analisa awal Kategori bangunan, (6) Gambar teknis, (7) Dokumentasi Lapangan, (8) Wawancara, (9)
a. Pusat Dokumentasi Arsitektur Setiap variabel pada analisis kriteria bangunan cagar budaya yaitu estetika, keluarbiasaan, memperkuat fungsi kawasan, keaslian bentuk , keterawatan, peran sejarah dan komersial, di lakukan oleh metoda ini.
Pada tahapan identifikasi kerusakan metoda ini tidak melakukan analisa awal kategori bangunan sebagai penilaian awal terhadap tindakan konservasi yang akan dilakukan. Pemetaan kerusakan secara detil juga tidak terdapat dalam tahapan metoda ini, termasuk juga evaluasi heritage atau evaluasi akhir dari inventory dan tindakan konservasi yang telah dilakukan.
Gambar 3. 2. analisa kriteria bangunan konservasi Sumber: analisa penulis, 2014
Gambar 3. 3. analisa metoda konservasi terhadap tahapan identifikasi kerusakan
8
b. mAAN Padang
Untuk tahapan analisa kriteria bangunan metoda yang dilakukan oleh mAAN Padang ini melakukan penilaian estetika, keluarbiasaan, keterawatan dan tahapan penilaian peran sejarah untuk menetapkan sebuah bangunan sebagai benda cagar budaya. Sedangkan pada tahapan identifikasi kerusakan, metoda ini tidak memproduksi gambar teknis yang memperlihatkan kondisi eksisting dari objek yang akan dilakukan tindakan konservasi.
Tahapan kegiatan yang menyangkut detil objek penelitian yaitu: inventarisasi kerusakan, diagnosis kerusakan, uji struktur dan material juga tidak dilakukan dalam metoda ini. Metoda ini lebih konsentrasi terhadap tahapan inventori, dokumentasi lapangan dan pengumpulan informasi dari wawancara langsung di lapangan.
c. mAAN Jakarta
Metoda ini memiliki kesamaan dengan metoda sebelumnya yaitu mAAN Padang dalam hal penetapan kriteria bangunan cagar budaya dengan melakukan penilaian estetika, keluarbiasaan, keterawatan dan tahapan penilaian peran sejarah untuk menetapkan sebuah bangunan sebagai benda cagar budaya.
Tahapan identifikasi kerusakan juga hampir menyamai apa yang dilakukan oleh metoda mAAN Padang, kelebihan dari metoda ini adalah menerapkan tahapan penilaian memori, happiness, love dari sistem butterfly chart yang merujuk kepada pendapat dari pengguna bangunan dan masyarakat yang berda di lingkungan bangunan tersebut.
d. Benteng-benteng Indonesia
Seluruh tahapan penilaian dalam penetapan kriteria bangunan cagar budaya juga dilakukan oleh metoda ini, sedangkan dalam proses identifikasi kerusakan metoda ini hanya meninggalkan proses tahapan analisa awal kategori bangunan, evaluasi
Gambar 3. 4. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan identifikasi kerusakan PDA
Sumber : analisa penulis 2014
Gambar 3. 5. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan identifikasi kerusakan mAAN Padang
Sumber : analisa penulis 2014
Gambar 3. 6. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan identifikasi kerusakan mAAN Jakarta
9 heritage dan tahapan terakhir yaitu butterfy
chart.
e. InterSave
Dalam metoda interSave ini dari ke tujuh tahapan penilaian kriteria bangunan cagar budaya tidak menyertakan penilaian terhadap keaslian bentuk dan keterawatan, hal ini disebabkan oleh skala cakupan objek yang lebih luas dari metoda ini.
Hal ini juga terlihat pada tahapan identifikasi kerusakan yang di lalui oleh metoda ini, dengan tidak menyertakan tahapan inventarisasi kerusakan, diagnosa kerusakan, uji struktur & material, serta butterfly chart.
Temuan Penelitian
Elemen penilaian kriteria dan identifikasi kerusakan bangunan cagar budaya memiliki peranan penting dalam standar inventory dan penetapan tindakan konservasi terhadap suatu bangunan, dari identifikasi dan analisis dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Penilaian tentang estetika (bentuk, struktur, ornamen), keluarbiasaan (landmark, umur, skala), Peran
sejarah (sejarah perkembangan arsitektur, kota, dan bangsa) merupakan tahapan penilaian minimal yang dapat dilakukan untuk menetapkan kriteria suatu bangunan cagar budaya.
2. Pada tahapan identifikasi kerusakan juga di rumuskan bahwa tahapan minimal yang dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan bangunan cagar budaya adalah, inventory, deleniasi kawasan, penyusunan form survey, analisa awal kategori bangunan, pendokumentasian lapangan dan terakhir wawancara langsung di lapangan.
3. Untuk sebuah tahapan metoda identifikasi yang baik, seharusanya semua tahapan penilaian kriteria dan identifikasi dilakukan secara baik tanpa terkecuali. Sehingga didapatkan data yang lengkap dan dapat menentukan tindakan konservasi secara tepat.
Aplikasi pada bangunan cagar budaya
Analisa dari metoda identifikasi dan tahapannya tersebut diatas di aplikasikan bada salah satu bangunan cagar budaya di kota Padang. Semua variabel yang telah dikeluarkan dalam analisa di aplikasikan dalam identifikasi bangunan cagarbudaya
Gambar 3. 7. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan identifikasi kerusakan mAAN Jakarta
10 dengan kasus Kapel st. Leo yang rusak
akibat bencana gempa bumi.
a. Pengumpulan data yang berkaitan dengan bangunan dan kawasan yang akan di observasi.
Sebelum mulai melakukan intervensi fisik atau membuat strategi perancangan berkenaan dengan sebuah proyek konservasi, maka teramat penting untuk terlebih dahulu mengumpulkan semua bukti yang ada tentang bangunan dan/atau tapak bersangkutan. Sumber-sumber perpustakaan dan arsip harus ditelusuri untuk memperoleh informasi tentang gambar-gambar, catatan dokumentasi, laporan penelitian dan jurnalis masa kini serta bukti dalam bentuk foto.
Pengumpulan data sejarah yang meyangkut dengan bangunan yang akan di lakukan tindakan konservasi berguna untuk mengumpulkan informasi yang lengkap mengenai bangunan tersebut baik itu berupa gambar, blue print, foto maupun informasi penting. Data ini berguna untuk proses konservasi dimana akan di kembalikan kebentuk mana bangunan tersebut, dan apabila proses rekonstruksi atau pembangunan kembali didapatkan informasi bentuk yang lengkap dan akurat sehingga nilai sejarah dari bangunan tersebut tidak hilang.
Kasus kehilangan informasi penting dari bangunan juga terjadi pada proses rekonstruksi biara St, Leo, data bentuk bangunan dari beberapa sisi tidak pernah terdokumentasi dengan baik, dan telah terjadi beberapa perubahan pada bentuk bangunan. Hal ini menyulitkan pada proses penggambaran dan proses tindakan konservasi.
b. Penyusunan Form Survey
11 Penyusunan form survey dilakukan
agar data yang dikumpulkan di lapangan dapat terekam dengan baik, form ini di bagi atas segmen yang terdapat pada bangunan, seperti pondasi, kolom balok , dinding beserta elemen interior dan eksterior dari bangunan.
c. Penyusunan schedule survey
Untuk mengontrol pencapaian target dari kegiatan koservasi juga dibutuhkan sebuah schedule yang berisi item pekerjaan dan lamanya target pengerjaan kegiatan.
d. Analisa awal kategori bangunan
Bangunan yang terdapat dalam zona konservasi di lakukan penilaian secara
cepat setelah terjadi bencana gempa bumi yang menyebabkan hancurnya sebagaian besar bangunan cagar budaya. Kategori bangunan ditetapkan berdasarkan kriteria bangunan cagar budaya.
e. Memproduksi Gambar teknis yang menunjukkan kondisi eksisting
Gambar teknis yang dihasilkan melalui proses pengukuran yang detil dari bangunan, pengukuran bangunan konservasi berbeda dengan pengukuran bangunan biasa. Pengukuran bangunan konservasi dimulai dari kulit luar kemudian kulit dalam bangunan. Bangunan dilakukan pengukuran dengan menggunakan grid dan sumbu dengan koordinat. Hal ini di perlukan untuk proses identifikasi selanjutnya, seperti identifikasi kerusakan.
Gambar 4 .2. Form survey Sumber: dhra-pusaka, 2009
Gambar 4 .3. Peta kategorisasi bangunan cagar budaya (rapid assessment)
Sumber: dhra-pusaka, 2009
12 f. Pendokumentasian temuan di lapangan
Pengumpulan dolumentasi bangunan di lapangan, merupakan satu tahapanpenting dalam pengumpulan
informasi data bangunan konservasi. Dokumentasi bangunan di mulai dari foto bangunan dari berbagai sisi, kemudian pengambilan foto elemen bangunan seperti kolom, kuda-kuda, jendela pintu, tangga dll. Foto dari ornamen bangunan juga di rekam dengan cermat sehingga informasi bangunan tidak luput dari amatan.
g. Wawacara langsung di lapangan
Wawancara dengan nara sumber dan pihak terkait yang terlibat sebelum, selama hingga selesainya proses konservasi.
h. Inventarisasi dan pemetaan kerusakan Pengumpulan data yang berkaitan dengan kerusakan yang terjadipada bangunan di lakukan dengan menandai gambar teknis yang telah dibuat sebelumnya dari hasil pengukuran yang akurat. Penandaan dilakukan dengan sistem grid yang untuk memastikan titik koordinat pasti kerusakan yang terjadi secara detil.
Gambar 4 .5. Gambar teknis (rapid assessment) Sumber: dhra-pusaka, 2009
13
i. Diagnosisi Kerusakan
Diagnosisi kerusakan bangunan dilakukan olah tim ahli konstruksi bangunan, diagnosis ini dilakukan dengan bantuan software khusus untuk menganalisa kekuatan struktur dari bangunan yang ada. Diagnosisi ini mengelearkan hasil gambar aliran tarik dan tekan dari pembebanan struktur tang ada pada bangunan biara St. Leo. Dari gambar dapat terlihat bahwa bangunan memikul beban yang berkali lipat dari kemampuan struktur yang ada, sehingga kerusakan yang terjadi akibat bencana alam gempa yang Gambar 4. 7. Identifikasi Kerusakan Bangunan (rapid
14 lalu berakibat sangat parah terhadap
bangunan.
Gambar 4 .8. Anlisa kerusakan menggunakan software Sumber: teddy boen, 2010
j. Uji struktur dan Material:
Setelah diagnosis kerusakan di lakukan dan di dapatkan kondisi beban tekan dan tarik bangunan yang menyebabkan kerusakan parah pada bangunan. Dengan hasil uji kerusakan tersebut didapatkan langkah konservasi bangunan berikutnya yaitu tindakan konservasi yang tepat untuk meretrovit bangunan dengan menggukan struktur kawat ayam. Dan kemudian struktur ini diujicobakan kembali dengan menggunakan software, hal ini untuk melihat tarik tekan dari bata yang di aplikasikan. Pada gambar terlihat hampir tidak terjadinya kelebihan tarik dan tekan pada bangunan tersebut.
Gambar 4 .9. Inventarisasi kerusakan bangunan (rapid assessment)
15
Gambar 4 .10. hasil analisa ulang struktur
Sumber: teddy boen,2010
V. KESIMPULAN
Elemen penilaian kriteria dan identifikasi kerusakan bangunan cagar budaya memiliki peranan penting dalam standar inventory dan penetapan tindakan konservasi terhadap suatu bangunan, dari identifikasi dan analisis dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Penilaian tentang estetika (bentuk, struktur, ornamen), keluarbiasaan (landmark, umur, skala), Peran sejarah (sejarah perkembangan arsitektur, kota, dan bangsa) merupakan tahapan penilaian minimal yang dapat dilakukan untuk menetapkan kriteria suatu bangunan cagar budaya.
2. Pada tahapan identifikasi kerusakan juga di rumuskan bahwa tahapan minimal yang dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan bangunan cagar budaya adalah, inventory, deleniasi kawasan, penyusunan form survey, analisa awal kategori bangunan, pendokumentasian lapangan dan terakhir wawancara langsung di lapangan.
3. Untuk sebuah tahapan metoda identifikasi yang baik, seharusanya semua tahapan penilaian kriteria dan identifikasi dilakukan secara baik tanpa terkecuali. Sehingga didapatkan data yang lengkap dan dapat menentukan tindakan konservasi secara tepat.
4. Evaluasi dari aplikasi pada bangunan cagar budaya, memperlihatkan bahwa beberapa tahapan metoda identifikasi yang telah di formulasikan tidak digunakan dalam pengidentifikasian kapel St. Leo disebabkan oleh formulasi yang telah di simpulkan adalah untuk metoda identifikasi bangunan dan kawasan cagar budaya. Semua tahapan selain identifikasi terhadap kawasan di lalui dengan baik. 5. Melakukan tahapan identifikasi
16 6. dengan formula yang telah di
simpulkan untuk menghindari kehilangan informasi dari bangunan dan kawasan agar tindakan konservasi yang akan dilakukan terhadap cagar budaya dapat dilakukan dengan baik dan tepat.
VI. Daftar Pustaka
. Undang- Undang republik Indonesia nomor 5 Tahun
1992 Tentang Cagar Budaya. (1993). Jakarta:
Depdiknas.
InterSave Interbationals Survey of architecture values
in the environment. (1995). denmark: The National
Forest and Nature Agency Division of Town
Preservation.
. Undang-Undang nomor 11 Tahun 2010 Tentang
Cagar Budaya. (2010). Jakarta.
Affandi, Frances B. (Producer). (201o, 18 april 2011).
Bangunan Bersejarah.
Arsitektur, Pusat Dokumentasi. (2003). Proceeding
Documenting Architecture Heritage in Indonesia.
Jakarta: pda.
Heuken, Adolf. (2000). Historical Sites of Jakarta.
Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Indonesia, Badan Pelestarian Pusaka. (2013).
Pedoman Penanganan Pelestarian Bangunan Pusaka
Bencana. Jakarta: BPPI.
Indonesia, Pusat Dokumentasi Arsitektur dengan
Badan Pelestarian Pusaka. (2011). Pengantar
Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa
Kolonial. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur.
Muhadjir, Noeng. (1996). Metodologi Penelitian
Kualitatif: pendekatan posivistik, rasionalistik,
phenomenologik dan realisme methaphisik telaah
studi teks dan penelitian agama. Jakarta: Raka