• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. B. KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II. B. KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (1)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah.

a. Teori dan devinisi kepemimpinan.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, memeiliki tanggung jawab dan peran penting untuk mewujudkan proses dalam sistem pendidikan agar produknya benar-benar berkualitas dan bermanfaat untuk kepentingan pembangunan masyarakat. Dengan kata lain bahwa keberhasilan proses untuk mencapai output sekolah yang bermutu dan berkualitas sangat tergantung pada kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola proses sekolahnya. Banyak ahli telah menjelaskan teori mengenai pemimpin atau kepemimpinan ditinjau dari aspek.

Sudarwan Danim1 mengemukakan bahwa awalnya teori-teori kepemimpinan berfokus

pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut (leaders and followers),

sementara teori-teori berikutnya memandang variabel lain seperti faktor-faktor situasional dan tingkat ketrampilan individual. Fred E. Fiedler & Martin M. Chamers2 dalam pengantar

bukunya berjudul Leadership and Effective Management dikemukakan bahwa :

Persoalan utama dalam kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga pertanyaan pokok yaitu: 1. Bagaimana seseorang dapat menjadi seorang pemimpin (how one become a leader); 2. Bagaimana para pemimpin itu berprilaku (how leader behave); dan 3. Apa yang membuat pemimpin itu berhasil (What makes the leader effective).

Atas dasar ketiga pertanyaan yang menjadi acuan dalam studi pengembangan teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fiedler & Chamers tersebut dapat melahirkan berbagai pendekatan dalam memahami konsep kepemimpinan sebagai hakekat untuk menjawab sekaligus memberi pemecahan atas ketiga pertanyaan diatas. Wahjosumdjo3

menjelaskan bahwa:

1 Sudarwan Danim. 2010. Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung : Alvabeta, hal. 7.

2 Wahjosumidjo. Op. Cit. hal. 19.

(2)

Hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam pendekatan, yaitu: 1) pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach); 2) pendekatan sifat (trait approach); 3) pendekatan perilaku (behavior approach); dan 4) pendekatan situasional (situational approach)

Gary Yukl4 juga menyebutkan hal yang sama dimana kebanyakan teori kepemimpinan

yang dikembangkan pada setengah abad terakhir lebih menekankan pada karakteristik pemimpin yang lebih terfokus pada ciri, perilaku dan kekuasaan kepemimpinan, dengan menggolongkan teori dan penelitian empiris tentang studi kepemimpinan kepada 5 (lima)

pendekatan, yaitu: 1) pendekatan ciri (the trait approach); 2) pendekatan prilaku (the behavior approach); 3) pendekatan kekuasaan-pengaruh (the power-influence approach); 4) pendekatan situasional (the situational approach); dan 5) pendekatan terpadu (the integrative approach)

Melalui sejumlah pendekatan secara historis atas dasar konsep teoritis dan empiris tersebut maka para ahli kepemimpinan mengeneralisasi sejumlah teori kepemimpinan untuk dapat dijadikan acuan dalam kajian pengembangan konsep kepemimpinan secara ilmiah. Wirawan menyebutkan beberapa bentuk teori yang membicarakan tentang kepemimpinan yaitu teori orang besar, teori sifat pemimpin, teori kepemimpinan transaksional, kepemimpinan transformasional, kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan situasional, teori X dan Y, hingga teori Z5. Sedangkan Abdul Azis Wahab menyebutkan 3 (tiga) toeri

kepemimpinan yang terdiri atas: (1) teori Great Man dan teori Big Bang; (2) Teori sifat atau karakteristik kepribadian (Trait Theories); dan (3) Teori prilaku (behaviore theories)6;

Selanjutnya Veithzal Rivai dan Sylviana Murni menyebutkan terdapat 4 teori kepemimpinan yang meliputi teori sifat, teori perilaku, teori tiga dimensi, dan teori kepemimpinan

4 Gary yukl. 2010. Leadership in Organizations. SeventhEdition. New Jersey : Pearson Educational, p. 31.

5 Wirawan. 2002. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan: Pengantar Untuk Praktek dan Penelitian. Jakarta : Uhamka Press, hal. 37.

(3)

situasional7. Sedangkan Pudjosumedi dalam mengutip pendapat Robbins menjelaskan bahwa

bila dikaji secara mendalam atas teori-teori kepemimpinan yang didasarkap pada pendekata-pendekatan historis tentang kepemimpinan maka pada dasarnya hanya terdapat 3 (tiga) teori kepemimpinan saja, yaitu kepemimpinan sifat (traits theories), pendekatan prilaku (behavioral theories), dan pendekatan situasional (contingencies theories).8

Selanjutnay dapat diuraikan penjelasan tentang teori-teori kepemimpinan sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahli kepemimpinan tersebut di atas::

1) Teori genetis (the great man theory) atau teori genetik dan teori Big Bang.

Teori genetis atau disebut teori great man (orang besar) merupakan teori awal yang menjadi dasar lahirnya teori-teori kepemimpinan. Abdul Azis Wahab dengan mengacu pada pendapat Bennis dan Nanus selanjutnya menjelaskan bahwa:

Teori Great Man (Orang Besar) berasumsi pemimpin dilahirkan bukan diciptakan. Teori ini melihat bahwa kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Dengan kata lain para pemimpin menurut teori ini berasal dari keturunan tertentu9.

Sudarwan Danim10 juga menjelaskan bahwa teori ini berasumsi kapasitas kepemimpinan

itu bersifat inheren hanya dilahirkan bukan dibuat (leader are bom, not made) yang menggambarkan pemimpin besar sebagai heroic, mitos, dan ditakdirkan untuk naik ke tampuk kepemimpinan ketika diperlukan. Dalam hal tersebut Bennis dan Nanus yang disimpulkan oleh Abdul Wahab menjelaskan bahwa Dalam perkembangan berikutnya, teori kepemimpinan berdasarkan bakat cenderung ditolak dan lahirlah teori Big Bang. Teori kepemimpinan yang baru di zamannya itu menyatakan bahwa suatu peristiwa besar

7 Veitzal Rivai dan Sylviana Murni. Op. Cit., hal. 286-288.

8 Dr. H. Pudjosumedi. Op. Cit. hal. 81.

9 Abdul Azis Wahab. Loc. Cit.

(4)

menciptakan atau dapat membuat seseorang menjadi pemimpin. Teori ini mengintegrasikan antara situasi dan pengikut/anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian, reformasi, dan lain-lain yang memunculkan seseorang menjadi pemimpin11.

2) Teori sifat atau karakteristik kepribadian (traits theory of leadership).

Para ahli mengemukakan bahwa berdasarkan teori sifat maka seseorang dapat menjadi pemimpin dilihat dari sifat-sifat yang tampak pada diri manusia atau karakter kepribadian yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan prilakunya baik dilihat secara jasmaniyah maupun rohaniyah. Karena itu maka keberhasilannyapun dapat ditentukan oleh sifat-sifat serta karakter kepribadian secara fisiologi maupun psikologi yang dimiliki atau dilakukan oleh orang tersebut. Collon di dalam A. Dale Tempe yang dikutip oleh Abdul Azisi Wahab menjelaskan bahwa:

Sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin agar kepemimpinannya dapat mengefektifkan organisasi adalah (1) kelancaran berbicara, (2) kemampuan memecahkan masalah, (3) pandangan ke dalam masalah kelompok (organisasi), (4) keluwesan, (5) kecerdasan, (6) kesediaan menerima tanggung jawab, (7) keterampilan social, (8) kesadaran akan diri sendiri dan lingkungannya12.

Pendapat lainnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Gary Yukl yaitu bahwa karakter seorang pemimpin dalam mewujudkan efektifitas kepemimpinannya adalah:

1. Ciri meliputi motivasi, kepribadian dan nilai (traits/motves, personality, values)

2. Keyakinan dan optimism (convidence and optimism). 3. Ketrampilan dan keahlian (skills and expertise). 4. Perilaku (behavior).

11 Abdul Azis Wahab. Loc. Cit.

(5)

5. Integritas dan etika (integrity/honesty, behavior consistent with values). 6. Taktik pengaruh (influence tactics).dan

7. Sifat pengikut (attributions about followers)13.

Sedangkan Stephen P. Robbins mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam) karakter yang cenderung membedakan pemimpin dari bukan-pemimpin adalah ambisi dan semangat, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan14. Dengan sifat dan karakter kepribadian yang dimiliki

seseorang seperti tersebut diataslah yang mempengaruhi orang lain untuk dapat tunduk dan patuh atas apa saja yang diinginkan orang tersebut untuk diikuti, karena itulah maka dapat menjadikan orang tersebut sebagai pemimpin bagi yang mengikutinya.

3) Teori situasional atau teori kontingensi (contingency theory of leadership);

Hubungannya dengan teori kontingensi ini maka Gary Yukl menjelaskan “A more direct approach is to determine how leader traits or behaviors are related to indicators of

leadership effectiveness in different situations. Aspect of the situation that enhance or nullify

the effects of a leader’s traits or behavior are called situational moderator variables.

Theories that explain leadership effectiveness in terms of situational moderator variables are

called contingency theories of leadership”15. Artinya bahwa teori kontingensi lebih

menekankan pada aspek prilaku atau ciri seseorang dalam hubungannya dengan efektifitas dari situasi lingkungan yang berbeda sehingga karakter atau ciri kepribadian tersebut cendrung dapat memperkuat atau memperlemah sifat kepemimpinan seseorang untuk diikuti oleh orang lain.

13 Gary Yukl. Op. Cit. Hal. 30

14 Stephen P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi, Edisi ke sepuluh. Terjemahan Drs. Benyamin Molan. Klaten : PT. Intan Sejati Klaten, hal. 433.

(6)

Selanjutnya Gary Yukl menyebutkan terdapat 5 (lima) bentuk teori kontingensi dari kepemimpinan yaitu: Path-goal theory (teori jalur-sasaran), situational leadership theory

(teori kepemimpinan situasional), leader substitutes theory (teori pengganti pemimpin),

multiple-linkage theory (teori berbagai-hubungan), LPC contingency theory (teori kontingensi LPC), dan cognitive resources theory (teori sumber daya kognitif)16.

Sudarwan Danim menjelaskan bahwa teori kontingensi memfokuskan pada variable tertentu yang berhubungan dengan lingkungan tertentu dapat menentukan gaya kepemimpin yang paling sesuai dengan situasi tertentu pula sehingga suksesnya kepemimpinan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa variable diantaranya gaya kepemimpinan, kualitas pengikut, dan situasi yang mengintarinya17.

Mengacu pada pandangan tersbut maka dapat dikatakan bahwa teori kontingensi disebut juga dengan teori situasional (situational theory of leadership). Veithzal Rivai dan Sylviana Murni menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan situasional adalah lingkungan kepemimpinan termasuk di dalamnya pengaruh nilai-nilai hidup, nilai-nilai budaya situasi kerja dan tingkat kematangan bawahan untuk menentukan gaya kepemimpinan sesuai dengan

situasi yang dibutuhkan18. Fidler menjelaskan bahwa

bagaimana sesungguhnya situasi sangat mempengaruhi hubungan antara efektivitas kepemimpinan sangat bergantung dengan ukuran dari ciri sebuah variable yang rumit atau disebut .situasional favorability. Selanjutnya Fiedler menyimpulkan bahwa ada 3 aspek situasi yang dipertimbangkan untuk tercapainya efektifitas kepemimpinan yaitu:

1. Hubungan pemimpin-anggota yaitu batasan dimana pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan dari para bawahan, dan hubungan dengan para bawahan bersahabat dan kooperatif.

16 Ibid,

17 Sudarwan Danim, Op. Cit. hal. 8

(7)

2. Kekuasaan posisi yaitu batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan dan hukuman.

3. Struktur tugas yaitu batasan dimana terdapat standar prosedur operasi untuk menyelesaikan tugas, sebuah gambaran rincian dari produk atau jasa yang telah jadi dan indicator objektif mengenai seberapa baiknya tugas itu dilaksanakan19.

4) Teori perilaku (behavioral theory of leadership);

Teori prilaku kepemimpinan merupakan tindak lanjut dari teori sifat. Secara perinsip teori perilaku kepemimpinan lebih melihat pada aspek implementasi dari sifat atau ciri tersebut kedalam sikap dan prilaku yang nyata. Sikap dan perilaku itulah yang disebut dengan gaya kepemimpinan. Perilaku dan sifat seseorang menurut teori ini dapat dipelajari melalui pelatihan atau observasi. Artinya bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin melalui belajar dan pelatihan secara terus menerus dalam bentuk pengkaderan.

Kaitannya dengan prilaku atau gaya kepemimpinan sesuai teori ini maka Abdul Azisi Wahab menyebutkan beberapa bentuk gaya atau prilaku kepemimpinan yang perlu diperhatikan diantaranya cara melakukan pengambilan keputusan, cara memerintah, cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahannya, cara membmbing dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan anggota organisasi, cara memimpin rapat, cara menegur dan memberikan sanksi hukuman20.

5) Teori Partisipatif (participative theory of leadership).

19 Gary Yukl. Op. Cit. hal. 166.

(8)

Konsep kepemimpinan berdasarkan teori ini menunjukkan bahwa adanya suatu gaya kepemimpinan secara ideal dalam berbagai aspek kegiatan organisasi baik berhubungan dengan kebijakan, keputusan dan implementasinya selalu melibatkan tingkat partisipasi yang seimbang antara pemimpin organisasi disemua lini dengan seluruh anggotanya, dan orang lain yang berkepentingan dalam organisasi tersebut. Gary Yukl21 menjelaskan bahwa

kepemimpinan partisipatif merupakan suatu prosedur pengambilan keputusan dengan cara

that allow other people some influence over the leader’s decisions, yakni dengan memberi kesempatan kepada orang lain untuk melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai pengambilan keputusan.

Selanjutnya Gary Yukl menyebutkan beberapa sifat terkait dengan kepemimpinan partisipatif ini adalah konsultasi (consultation), pengambilan keputusan bersama (joint decision making), pembagian kekuasaan (power shering), desentralisasi (decentralization), memberikan kewenangan (empowerment) dan manajemen yang demokratis (democratic management). Dengan menggunakan model kepemimpinan partisipatif ini akan mendorong partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota kelompok merasa lebih relevan dan berkomitmen terhadap proses pembuatan keputusan22.

Sesuai perinsip teori kepemimpinan partisipatif maka seluruh anggota organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan diberikan keleluasaan untuk berpartisipasi dalam memberikan pendapat dan gagasan-gagasan dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan organisasi dan berpartisipasi secara aktif pula dalam melaksanakan berbagai kegiatan agar setiap keputusan yang diambil dapat dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

6) Teori social dan teori transaksional (transactional theory of leadership).

21 Gary Yukl. Op. Cit. hal. 133.

(9)

Teori kepemimpinan transaksional merupakan konsep kepemimpinan yang didasarkan atas adanya kesepakatan-kesepakatan atau transaksi antara pemimpin dengan seluruh anggota organisasi sehingga setiap kegiatan yang dilakukan baik oleh pemimpin ataupun oleh anggota organisasi yang dipimpin harus didasarkan pada transaksi atau kesepakatan yang telah dibuat. Berdasarkan transaksi tersebut maka terdapat konsekwensi-konsekwensi logis yang berakibat berupa hukuman bagi yang melanggarnya ataupun berupa penghargaan bagi yang berprestasi lebih baik dalam berbagai kegiatan untuk tercapainya tujuan organisasi.

Atas dasar transaksional ini pula maka berlaku teori kepemimpinan sosial. Hikmat menjelaskan teori sosial berpandangan bahwa pemimpin dilahirkan oleh kelompok tertentu, sehingga keberhasilan pemimpin sangat ditentukan oleh dukungan kelompoknya. Jika kelompok tersebut lari dari lingkungan organisasi yang dipimpinnya maka secara otomatis pimpinannya pun tamat riwayatnya23. Dalam konteks lain maka Robert T. dan Fred Massarik

lebih menyebutkannya dengan konsep teori pribadi dan situasi (personal situational theory)

yang oleh Richard C.H. dan Archie BC. dalam buku Reading Organizational Behavior: Dimensions of Management Actions, dijelaskan bahwa kepemimpinan merupakan produk terpadu 3 (tiga) faktor yaitu perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin, sifat dari kelompok dan anggotanya, serta kejadian atau masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompoknya24.

Yang terpenting dari teori kepemimpinan transaksional dan sosial adalah konsekwensi yang ditimbulkan atas transaksi yang dibuat, yakni bagi anggota yang melanggar maka anggota pasti akan diberi hukuman begitu pula bagi pemimpin yang melanggar pasti akan ditinggalkan anggota sehingga kepemimpinannya akan menjadi bubar.

7) Teori transformasional atau teori-teori relasional kepemimpinan (relational theories of leadership)

23 Hikmat. Op. Cit. hal 258.

(10)

Robert Tannenbaum dan Fred Massarik mengidentikkan teori transformasional atau teori relasional kepemimpinan dengan sebutan interaction-expectation theory. Di dalam konsep teori ini kepemimpinan lebih diarahkan pada aspek adanya pertukaran pengetahuan atau transformasi budaya dan pengalaman dengan membangun relasi atau hubungan yang komunikatif dan interaksi yang harmonis antara pemimpin dengan pemimpin, antara pemimpin dengan anggotanya dan antar anggota dengan anggota di dalam setiap organisasi.

8) Teori tiga dimensi.

Tori tiga dimensi dikemukakan oleh WJ. Reddin. Di dalam bukunya Educational Management Veithzal Rivai dan Syilviana Murni menyimpulkan bahwa teori tiga dimensi yaitu perilaku kepemimpinan yang memiliki tiga pola dasar berikut: berorientasi kepada tugas, berorientasi kepada hubungan kerja dan berorientasi pada hasil atau efektivitas yang selanjutnya dapat menghasilkan lima gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan dengan gaya birokratik, kompromi, minoritas, otokrat, develover dan eksekutif25.

9) Teori Kepemimpinan Kharismatik

Robert J. House 26menjelaskan dalam bukunya Theory of charismatic leadership bahwa

pemimpin kharismatik merupakan orang yang dominan, percaya diri, butuh mempengaruhi, dan percaya kebenaran kepercayaannya. Selanjutnya House dan Jane M. Howell merincikan karakter pemimpin kharismatik yaitu: 1) berorientasi pada prestasi, 2) kreatif, inovatif dan inspirasional 3) percaya diri tinggi, 4) Kebutuhan tinggi berpengaruh pada sosial dengan perhatian kuat terhadap moral, 5) keikutsertaan tinggi terhadap pekerjaan, dan 6) kecenderungan mengasuh, sensitive sosial, dan sopan terhadap pengikutnya. David A. Nadler dan Michael L. Tushman27 mendefinisikan kepemimpinan khalrismatik sebagai 25 Veitzal Rivai dan Sylviana Murni. Op. Cit. Hal. 287.

26 Wirawan. Loc. Cit.

(11)

kualitas khusus tindakan pribadi dan persepsi pengikut tentang kualitas pribadi pemimpin yang memungkinkannya memobilisasi dan memimpin aktivitas secara terus menerus.

10) Teori X dan Teori Y.

Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor28 yang berkesimpulan bahwa dibalik

setiap keputusan dan tindakan manajerial terdapat asumsi mengenai hakekat manusia dan perilaku manusia, dimana terdapat dua asumsi yaitu asumsi teori X dan asumsi teori Y. Dalam hal ini McGregor mendefinisikan asumsi sebagai penerimaan secara tidak sadar mengenai konsepsi dasar tertentu mengenai dunia sehingga para manajer cenderung bereaksi tidak pada suatu dunia objektif akan tetapi pada persepsinya, asumsi dan kepercayaannya.

Selanjutnya McGregor menjelaskan bahwa berdasarkan teori X manajer berasumsi dengan menggunakan teori motifasi “carrot and stick” yang bermakna bahwa manajer suatu saat harus memberi imbalan dan pada saat yang lainnya harus memberi hukuman dengan menahan imbalan. Sedangkan berdasarkan teori Y manajer berasumsi dengan mengemukakan “prinsip integrasi” yang bermakna adanya penciptaan kondisi-kondisi seperti anggota organisasi dapat mencapai tujuannya sendiri, terbaik dengan mengarahkan upaya mereka kearah kesuksesan usaha. Secara perinsip Teori X cendrung pada pengarahan dan control, sedangkan teori Y memungkinkan pertumbuhan manusia memerlukan adaptasi selektif bukan satu-satunya alat control.

Berdasarkan pendekatan dan teori kepemimpinan yang telah diuraikan di atas maka selanjutnya dapat dikemukakan tentang devinisi atau pengertian kepemimpinan. Gary Yukl dalam bukunya Leadership in Organisation mengutip beberapa definisi kepemimpinan yaitu:

1. Leadership is “the behavior of an individual … directing the activities of a group toward a shared goal.” (Hemphil & Coons)

(12)

2. Leadership is “the influential increment over and above mechanical compliance with the rountine directives of the organization.” (Katz & Kahn)

3. Leadership is exescised when persons…mobilize…institutional, political, psychological, and other resources so as to arouse, engage, and satisfy the motives of followers.” (Burns).

4. “Leadership is realized in the process whereby one or more individuals succeed in attempting to farme and define the reality of others.” (Smircich & Morgan).

5. Leadership is “the process of influencing the activities of an organized group toward goal achievement.” (Rauch & Behling).

6. “Leadership is about articulating visionis, embodying values, and creating the environment within which things can be accomplishe.” (Richards & Engle).

7. “Leadership is a process of giving purpose (meaningful direction) to collective effort, and causing willing effort to be expended to achieve purpose.” (Jacobs & Jaques).

8. Leadership “is the ability step outside the culture…to start evolutionary change processes that are more adaptive.” (Schein).

9. “Leadership is the process of making sense of what people are doing together so that people will understand and be committed.” (Drath & Palus).

10. Leadership is “the ability of an individual to influence, motivate, and enable others to contribute toward the effectiveness and success of the organization….”(House et al)29.

Berdasarkan devinisi di atas maka terkandung sejumlah makna yang menjelaskan tentang kepemimpinan yaitu :

1. Kemampuan sebagai wujud dari perilaku individu terhadap individu yang lain atau kelompok tertentu

2. Melalui pengaruh, mengarahkan, memobilisasi, membangun nilai-nilai, memotivasi, memfasilitasi, menginspirasi dan menyesuaikan.

3. Dilakukan melalui pengambilan keputusan.

4. Sebagai sebuah proses yang terjadi dalam suatu lembaga.

(13)

5. Dilakukan secara bersama-sama, saling berkomitmen dan saling memahami.

6. Agar dapat mengartikulasikan visi, nilai-nilai dan lingkungan sehingga tercipat sebuah perubahan.

7. Untuk mencapai tujuan bersama.

Selanjutnya Gary Yukl30 menyimpulkan devinisi kepemimpinan yaitu: “Leadership is the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and

how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish

shared objectives.” Stephen P. Robbins memberikan pengertian kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran31. W. English dalam

buku Educational Administration The Human Science mengutip penjelasan Assa bahwa

Leadership has been defined as the ability to generate enthusiasm for a project and to inspire

work toward its solution32. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat digambarkan sebagai

kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan agar dapat menggairahkan, mengilhami, dan memberi solusi kepada orang lain untuk dapat melaksanakan tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi.

Secara perinsip kepemimpinan merupakan sebuah perilaku seseorang sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud agar mereka dapat memahmi serta menyetujui tugas-tugas apa saja yang seharusnya mereka lakukan secara efektif. Proses yang dilakukan dalam pengaruh tersebut harus mampu memfasilitasi setiap keinginan yang dilakukan baik secara individu maupun secara kolektif untuk tercapainya tujuan secara bersama-sama dalam lingkup suatu organisasi.

30 Ibid. Hal. 26.

31 Ibid. Hal. 432

(14)

b. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan di Sekolah.

Pendidikan bermutu atau berkualitas bukan hanya dilihat dari produk pendidikan atau keluaran secara kuantitas atau lulusan yang banyak saja akan tetapi output pendidikan yang bermutu atau berkualitas harus mencerminkan lulusan atau produk pendidikan yang benar-benar dapat bermanfaat untuk kepentingan pembangunan masyarakat secara keseluruhan. Prof. Dr. M. Yunan Yusuf mendefinisikan mutu sebagai pendidikan yang menghasilkan peserta didik dengan memiliki 3 (tiga) kompetensi penting yang meliputi kompetensi pengetahuan (intelektual), kompetensi sikap (akhlak mulia), dan kompetensi ketrampilan (kerja produktif)33.

Pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pencapaian mutu lulusan dari produk pendidikan sehingga dapat membentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang profesional akan dapat melaksanakan tugasnya secara professional pula sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang berperan sangat penting dalam mengelola organisasi sekolah sehingga tercipta iklim sekolah yang kondusif dan progresif menciptakan organisasi sekolah yang sehat dan dinamis.

Wahjosumidjo memberikan batasan dari pengertian kepala sekolah yaitu seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang member pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.34 Danny Meirawan menjelaskan bahwa :

Kepala sekolah adalah seorang pemimpin pendidikan yang seyogianya dapat mengambil keputusan yang tepat, mengomunikasikan dan menginformasikan serta menggerakkan berbagai kegiatan sumber daya supaya mau dan mampu

33 M. Yunan Yusuf. Pendidikan Muhammadiyah Memasuki Paradigma Baru. Dalam buku Drs. H. Hamdan, M.Pd.I. Paradigma baru Pendidikan Muhammadiyah. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, hal. 15

(15)

melaksanakan manajemen atau administrasi pendidikan untuk mencapai produktifitas pendidikan di sekolah yang tinggi.35

Oleh karena itu upaya peningkatan dan pengembangan kemampuan profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah menjadi aspek utama dalam kerangka pencapaian mutu pendidikan. Kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah, bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik peserta didik untuk mencapai produktifitas pendidikan yang lebih tinggi. Dengan keprofesionalan kepala sekolah maka pengembangan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dapat dilakukan sehingga organisasi sekolah dapat berjalan secara teratur dan dinamis untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus memahami bahwa tidak semua teori kepemimpinan dapat dijadikan acuan khusus sebagai pedoman untuk diterapkan dalam organisasi sekolah. Secara umum kecenderungan teori kepemimpinan yang potensial digunakan agar organisasi sekolah dapat menjadi sehat, dinamis dan inovatif adalah teori kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kepemimpinan partisipatif. Secara umum aspek penting yang menjadi focus kajian pada ketiga teori tersebut adalah berkaitan dengan kepemimpinan kepelayanan (servant leadership) dan hal ini adalah menjadi tanggung jawab senmua orang. Kepala sekolah dalam kepemimpinannya perlu menerapkan konsep kepelayanan lebih diutamakan pada perilaku memberi pelayanan yang baik agar dapat menciptakan suasana yang harmonis dan kesadaran yang utuh bagi seluruh anggota organisasi terutama bagi organisasi pendidikan.

Kepala sekolah sebagai pemimpin tentu berusaha untuk mempengaruhi seluruh dewan guru, pegawai dan staf tata usaha, siswa, orang tua dan seluruh stakeholder sekolah agar dapat berproses secara baik untuk dapat melaksanakan berbagai hal sehingga tujuan sekolah

(16)

dapat tercapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu setidak-tidaknya dalam kepemimpinan, seorang kepala sekolah harus memiliki kepribadian yang jujur dan berwawasan yang luas agar seluruh gagasannya dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua warga sekolah. Deryl R. Leaming dalam bukunya “Academic Leadership A Practical Guide to Chairing the Department” menjelaskan bahwa terdapat tuju kebiasaan penting yang perlu dilakukan oleh seorang ketua dalam hal ini adalah seorang kepala sekolah, meskipun Leaming lebih mengkhususkannya pada pemimpin di perguruan tinggi. Lebih lanjut Leaming36 menjelaskan:

Seven habits of successful chairpersons: 1.successful chairpersons have goals. 2.successful chairpersons get to know their colleagues and fellow administrators. 3.successful chairpersons are agents of change. 4.successful chairpersons understand and appreciate teaching and public service. 5.successful chairpersons are honest, forthright, decent people. 6.successful chairpersons are fair and even handed. 7.successful chairpersons are consensus builders and good communicators.

Makna yang terkandung dalam pandangan tersebut adalah seorang kepala sekolah sebagai ketua yang sukses harus menerapkan tujuh kebiasaan penting yaitu 1) harus mempunyai tujuan yang jelas, 2) berusaha memahami keinginan dan kebutuhan guru, tenaga kependidikan, siswa dan seluruh stakeholder sebagai pengikut dan rekan kerjanya, 3) mampu menjadi agen perubahan, 4) dapat memahami dan menghargai kinerja dan prestasi kerja stafnya, 5) memiliki jiwa keterbukaan dan selalu terus terang, 6) selalu bersifat adil dan 7) seorang kepala sekolah yang sukses selalu membangunan konsensus dan menjadi komunikator yang baik.

Sejalan dengan Leaming maka Abdullah Munir menjelaskan bahwa:

Tanpa kemampuan-kemampuan utama seperti kinerja yang baik, komunikasi antarpribadi yang mumpun, kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam proses belajar mengajar, kepala sekolah akan kesulitan dalam mensosialisasikan ide, usulan, saran, atau pikiran-pikiran yang dimilikinya kepada para guru dan karyawan37.

36 Deryl R. Leaming. 1998. Academic Leadership A Practical Guide to Chairing the Department. America : Anker Publishing Company, page. 11-14

(17)

Kouzes dan Posner memiliki kesimpulan yang lebih mengarah pada konsep kepemimpinan Leaming tersebut dengan menyebutkan tentang kepemimpinan kepelayanan

(servant leadership). Kouzes dan Posner berpendapat bahwa yang terpenting bagi seorang pemimpin adalah sikap dan prilaku memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh bawahannya sehingga dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan perasaan yang menyenangkan bagi mereka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Lebih lanjut Kouzes dan Posner38 mengemukakan “When getting extraordinary things done in organizations, leaders engage in these Five Practices of Exemplary Leadership: Model the

way; Inspire a shared vision; Challenge the process; Enable others to act; and, Encourage

the heart.

Penjelasan Kouzes dan Posner tersebut berarti bahwa terdapat 5 (lima) hal penting yang harus dilakukan oleh setiap pemimpin untuk berprilaku lebih baik dalam memberikan pelayanan sebagai seorang pemimpin yaitu: 1. Memberikan keteladanan yang baik; 2. Menginspirasi visi bersama; 3. Menantang proses untuk menciptakan inovasi; 4. Memberdayakan orang lain dalam bertindak; dan 5. Membangkitkan semanga. Selanjutnya dapat diuraikan secara terperinci tentang sikap kepelayanan yang perlu diwujudkan dalam sifat dan perilaku seorang pemimpin.

1) Memberikan teladan yang baik (Model the way).

Yang terpenting bagi seorang kepala sekolah adalah bagaimana ia mampu membangun kepercayaan dirinya dan memahami kekuatan dirinya dalam kepemimpinan untuk berlaku jujur. Sifat adil dan jujur akan menumbuhkan kepercayaan orang-orang yang dipimpin pada

(18)

pemimpinnya.39 Farid Poniman, Indrawan Nugroho dan Jamil Azzaini mengemukakan kami

percaya bahwa sebelum seseorang mampu memimpin orang lain dengan baik, dia harus mampu memimpin dirinya sendiri dengan baik40. Agar seorang pemimpin dapat

memimpin diri secara baik ia perlu memperhatikan beberapa unsur penting sebagai faktor yang mempengaruhi interaksi anggota dengan pemimpin sebagaimana dikemukakan Safrudin yaitu adanya kepercayaan karena kepribadiannya yang jujur (credibility), ilmunya yang luas

(capability), dan memiliki kemampuan, dan dapat diterima menjadi pemimpin

(acceptability)41.

Memimpin diri secara baik akan mampu melahirkan sifat-sifat terbaik untuk dapat menjadi teladan bagi seluruh anggota dan staf di dalam organisasi sekolah. Dalam keteladanan diri seorang kepala sekolah harus dapat memahami suara hati yang sesungguhnya sebelum melakukan sesuatu. Dengan mengungkapkan suara hati sendiri dengan penuh kesadaran melalui implementasi sikap dan perilakunya maka dapat mendorong dirinya untuk melahirkan komitmen yang kuat akan adanya rasa memiliki secara bersama terhadap orgnaisasi maupun terhadap anggotanya.

Farid Poniman dkk. menjelaskan bahwa memimpin diri adalah mengacu pada 3 (tiga)

anatomi kepemimpinan diri sebagai kemampuan yang ada dalam diri kita yaitu kepemimpinan terhadap keyakinan, aksi dan pekerti. Dalam pengertian pimpin keyakinan yaitu mengarahkan kemampuan untuk melakukan sesuatu harus mengacu pada seperangkat perinsip dan nilai yang menjadi misi suci dalam kehidupan. Pimpin aksi bermakna aktifitas nyata dalam bentuk sikap dan perilaku kita harus sesuai dengan aturan, nilai dan norma

39 Hadari Nawai dan M. Martini Hadari. 2006. Kepemimpinan Yang efektif. Yogyakarta Gaja Mada University Press, hal. 57

40 Farid Poniman, Indrawan Nugroho, & Jamil Azzaini. 2009. Kubik Leadership: Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Muliah. Cet. III, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 6

(19)

hidup. Sedangkan pimpin pekerti yaitu sikap mental dan spiritual yang dilakukan sehari-hari dapat bermanfaat bagi diri kita dan kehidupan masyarakat sekitarnya42.

Dengan demikian maka makna memimpin diri kaitannya dengan pimpin keyakinan, aksi dan pekerti berarti bagaimana seorang kepala sekolah harus mampu berlaku jujur, adil dan beramanah yang didasarkan pada prinsip dan nilai-nilai hidup yang berlaku secara universal sebagai cermin dari keteladanan dirinya. Sudarwan Danim dan Suparno43 menyebutkan

beberapa bentuk sikap keteladanan kepala sekolah yaitu:

Tentang berpakaian yang rapi, bersikap sopan, bergaul secara baik dan memperhatikan tata karma, mencegah keangkuhan dan menghindari kesombongan, bagaimana caranya menggalang kegotongroyongan dan memupuk suasana kekeluargaan, menjalin relasi familiaritas antara sesama anggota sekolah antara lain dengan menumbuhkan sikap tolong-menolong, bagaimana menyambut anggota baru secara hangat, dan sebagainya. Hubungannya dengan unsur-unsur penting dalam konteks kepemimpinan ini maka Fenwick W. English menekankan: “leadership involves human qualities which most people can recognize, but which few can define . Even those who have been leaders can't define the

nature of leadership very well. These are some definitions from famous Americans.”44

Artinya bahwa di dalam kepemimpinan selalu melibatkan orang-orang yang berkualitas yang mana kebanyakan orang-orang tersebut dapat mengetahui dan memahami unsur-unsur atau sifat-sifat penting kepemimpinan. Bahkan mereka yang menjadi pemimpin harus mampu menggambarkan sifat alami kepemimpinan untuk diwujudkan dalm berprilaku sebagai seorang pemimpin yang baik. John Douglash juga menyimpulkan hal yang sama dengan menjelaskan bahwa Leadership is the process of inducing other people to proceed toward the accomplishment of joint objectives.45 Yaitu kepemimpinan merupakan sebuah proses

42 Ibid.

43 Sudarwan Danim dan Suparno. 2009. Manajemen Kepemimpinan Transformasional Kekepala sekolahan Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis, dan Internasionalisasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, hal. 95.

44 Fenwick W. English. Op. Cit. Hal. 226

(20)

untuk mempengaruhi orang lain agar dapat memproseskan dirinya untuk menciptakan hubungan yang lebih baik agar dapat memenuhi kebutuhan untuk tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.

Dalam konteks kepemimpinan kepala sekolah yang baik maka dapat menjadikan sifat, karakter dan kepribadian kepemimpinan Rasulullah SAW. Untuk menjadi contoh dan teladan yang baik, karena akhlak Rasulullah adalah teladan bagi umatnya. Akhlak dan karakter kepemimpinan Rasulullah memiliki 5 ciri atau sifat kepribadiannya yaitu: bersifat siddiq

(berlaku jujur), bersifat amanah (dapat diandalkan), bersifat fatanah (selalu cerdas dan kreatif), berlaku tabligh (bersikap persuasive), dan berlaku rahmatan lil’alamin (dapat bermanfaat untuk seluruh isi alam).46

2) Menginspirasi visi bersama (Inspire a shared vision).

Visi merupakan suatu pernyataan yang menjadi gambaran dan komitmen yang kuat bagi kepentingan yang lebih baik dalam kehidupan masa depan. Dengan demikian dalam kepemimpinan kepala sekolah yang terpenting adalah kemampuannya untuk merumuskan arah dalam bentuk menyusun visi yang ingin dicapai oleh organisasi secara baik dan mampu mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya agar bersatu mengimplementasi visi untuk mencapai tujuan, kerena menurut Qomari47 visi bukan hanya untuk kepentingan pemimpin

melainkan juga untuk para pengikutnya.

Locke48 menyimpulkan bahwa fungsi kunci seorang kepala sekolah sebagai pemimpin

pendidikan adalah menetapkan visi dasar organisasi berupa makna, misi, sasaran atau agenda

46 Farid Poniman, Indrawan Nugroho, & Jamil Azzaini. Op. Cit. Hal. 216.

47 Qomari Anwar. 2004. Manajemen Strategik Pengembangan SDM Perguruan Tinggi. Jakarta : Uhamka Press, hal. 54.

(21)

organisasi sekolah. Sejalan dengan itu maka Tucker49 menjelaskan tentang pentingnya

kejelasan visi dalam konsep kepemimpinan pada sebuah organisasi yang sehat yaitu A healty departement has well-defined operational and visionary goals that are attainable and

contribute not only to mission of the department but to that of the univerisity as a whole.

Artinya bahwa suatu organisasi/ departemen yang sehat harus dapat merumuskan visi dengan baik sebagai batasan dalam oprasionalnya bukan hanya untuk mendukung misi organisasi tetapi untuk tujuan secara keseluruhan yang dapat dijangkau.

Agar semua orang dapat bersatu melaksanakan berbagai hal sebagai implementasi sebuah visi sekolah maka pemimpin harus mampu mengkomunikasikan visi yang dirumuskan tersebut keseluruh pengikutnya hingga mereka dapat memahmi dan mampu memilih dan membuat segala hal yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu Robbins menekankan bahwa dalam dunia yang dinamis dewasa ini kita membutuhkan pemimpin untuk menantang statusquo, menciptakan visi tentang masa depan, dan memberikan inspirasi kepada para anggota organisasi agar bersedia mencapai visi itu.50 John

Kotter51 menyimpulkan bahwa para pemimpin harus dapat menetapkan arah dengan

menyusun satu visi masa depan; kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi ini dengan mengilhami mereka agar mampu mengatasi rintangan-rintangan.

Karena visi merupakan gambaran yang utuh untuk kepentingan sekolah yang lebih besar maka kepala sekolah harus dapat membangun visi sekolah sebagai visi bersama dalam konsep organisasi sekolah. Visi bersama merupakan langkah awal dalam mewujudkan kesepakatan dan kesepahaman bersama antara kepala sekolah, guru, staf tata usaha, siswa dan seluruh stakeholder sekolah. Raynolds menjelaskan bahwa visi bersama dapat meningkatkan

49 Allan Tucker. 1992. Chairing the Academic Departement. New York : Macmillan Publishing Company, hal. 3.

50 Robbins. Op. Cit. 438

(22)

aspek-aspek kepercayaan, kredibilitas dan aspirasi leadership komite sekolah. Visi bersama merupakan sebuah pernyataan tentang tujuan dan cita-cita yang lebih luas serta berorientasi kedepan bagi sekolah dan programnya. Visi bersama dapat memberikan kesempatan bagi sekolah secara keseluruhan untuk melihat gambaran yang lebih luas untuk kepentingan masa depan yang lebih baik bagi sekolah.52

Agar kepala sekolah dapat berperan secara efektif dalam kepemimpinannya maka ia harus dapat melakukan beberapa kriteria-kriteria penting sebagimana penjelasan Saiful Sagala diantaranya yaitu:

1. Kepemimpinan yang visioner agar penyelenggaraan pendidikan mampu merespon kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya membangun sumber-daya manusia yang berkualitas dan kompetitif.

2. Kepemimpinan yang efektif dalam penentuan kebijakan agar proses pembelajaran yang diselenggarakan pada satuan pendidikan dapat memberi jaminan proses pelayanan belajar yang berkualitas dan juga mutu lulusan yang kompetitif.

3. Ketepatan pemimpin dalam mengambil keputusan agar semua keputusan yang diambil adalah keputusan yang dibutuhkan.

4. Pendelegasian agar pembagian tugas dalam mensiasati pencapaian target dapat lebih lincah dan lebih terukur agar dapat dipenuhi sesuai yang ditetapkan.

5. Sikap demokratik yang dikembangkan pemimpinagar terjaga kebersamaan dan semangat yang sama untuk memperoleh keberhasilan yang maksimal.53

Agar peran kepala sekolah dapat berfungsi secara baik dan sukses dalam merumuskan maupun mengimplementasikan visi bersama sebuah sekolah maka konsep kepemimpinan yang visionar perlu dikembangkan di sekolah tersebut oleh karena itu Burt dan Nanus54

mengemukakan bahwa terdapat tiga kemampuan penting yang harus dilaksanakan yaitu pemimpin sebagai penentu arah, pemimpin sebagai agen perubahan, dan pemimpin sebagai pelatih.

3) Menantang Proses (Challenge the process)

52 Raynolds. Op. Cit. hal. 15

53 Saiful Sagala. 2008. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Cet. IV. Bandung : Alfabeta, 148

(23)

Menghadapi tantangan pendidikan yang semakin kompleks dewasa ini, maka sekolah sangat membutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang berani menentukan sikap untuk menantang proses menghadapi tantang perubahan tersebut. Pemimpin yang berjiwa menantang proses berani mencari peluang terbaik untuk dapat tumbuh dan berkembang menghadapi inovasi yang lebih maju. Selain keberaniannya yang menantang Pudjosumedi55

menekankan bahwa kepala sekolah yang baik harus dapat member tantangan kepada komunitas lemabagnya.

Sikap menantang dapat berarti bahwa seorang pemimpin mampu bertanggung jawab dan tidak ragu menentukan sikap dan membuat kebijakan serta tidak merasa khuwatir yang berlebihan atas resiko yang terjadi dari setiap kebijakan yang diambilnya. Namun demikian Kouze dan Posner berpendapat bahwa pada setiap keputusan dan kebijakan yang dibuat harus memiliki jiwa terbuka terhadap setiap gagasan dan selalu berorientasi pada inovasi baru sehingga dapat menghasilkan sebuah perubahan.56

Pemimpin juga harus mampu memotivasi kepada seluruh anggotanya untuk berani menentukan sikap dan mau bertanggung jawab secara bersama dalam berbagai hal demi kemajuan dan perubahan organisasi kearah yang lebih baik. Pemimpin juga harus memiliki keberanian dalam memotifasi anggota untuk menentukan harapan yang lebih jauh dengan melakukan berbagai langkah tanpa ragu dan takut terhadap resiko yang akan terjadi kemudian. Pemimpin yang efektif lebih cenderung mendorong anggotanya untuk menjadikan setiap permasalahn yang dihadapinya sebagai pelajaran berharga dalam menentukan sikap selanjutnya demi inovasi baru bagi kelangsungan organisasi. Oleh karena itu Kouze dan Posner menekankan bahwa pada intinya seorang pemimpin harus membangun komitmen

55 Pudjosumedi. Op. Cit. hal. 95

(24)

yang kuat terhadap setiap tantangan untuk mencapai pertumbuhan baru dan mendukung para anggota untuk menmpuh jalan tersebut.57

Hubungannya dengan sekolah maka kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah oleh Fullan, Bertani dan Quinn menyimpulkan bahwa kepala sekolah harus membantu para anggotanya untuk mencoba gagasan-gagasan inofatif yang baru, strategi pembelajaran baru, penilaian baru, dalam rangka memenuhi krbutuhan semua siswa. Kepala sekolah juga harus mampu memotivasi siswanya untuk dapat memanfaatkan semua peluang dalam aspek pembelajaran secara konsisten baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah.58

4) Memberdayakan orang lain dalam bertindak (Enable others to act).

Kepala sekolah dalam konteks kepemimpinan sebagai pelaksana pendidikan harus mampu meresponi berbagai perubahan untuk membangun kualitas SDM yang siap pakai dalam perspektif pasar global. Kepala sekolah juga harus mampu membuat keputusan terbaik dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menjamin proses pembelajarn agar dapat menghasilkan mutu lulusan yang siap pakai dalam memenuhi kebutuhan pembangunan masyarakat. Paul M. Tery59 mengemukakan bahwa untuk dapat memberdayakan setiap

individu dalam tingkat persekolahan maka seyogyanya kepala sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemberdayaan, memperlihatkan idealisme pemberdayaan, penghargaan terhadap segala usaha, menghargai segala keberhasilan.

Pemimpin yang efektif adalah mampu membangun peran untuk mendorong seluruh sumber daya berfungsi secara efektif. Dalam konteks tersebut maka Kozes dan Posner menekankan agar seorang pemimpin harus memperkuat kolaborasi bagi setiap anggota

57 Ibid.

58 M. Fulan, A. Bertani & J. Quinn. 2004. New Lessons for districtwide reform. Educational Leadership. Page. 42-46

(25)

sebagai kompetensi penting dalam menentukan berbagai sikap untuk pencapaian dan pelestarian suatu kinerja yang lebih tinggi.60

Kemampuan kepala sekolah dalam mewujudkan kolaborasi yang lebih efektif bagi setiap anggotanya yang terutama adalah pemimpin harus mampu memberikan kepercayaan yang utuh kepada anggota dalam melaksanakan berbagai tugas dan kegiatan. Danim dan Suparno61

menekankan bahwa tanpa kepercayaan dan sikap saling menghargai maka sekolah yang bersangkutan akan terancam kombinasi kerja yang buruk dan moral yang rendah sehingga menyebabkan sekolah terjebak pada situasi krisis dan tidak akan mampu mendongkrak hasil belajar siswa.

Dengan memberikan kewenangan dan kepercayaan maka pemimpin harus dapat memahami bahwa setiap anggota adalah mitra kerja dalam kepemimpinannya. Dengan demikian maka setiap anggota dapat secara sportif bekerja dan memampukan keahliannya dalam melaksanakan kegiatan. Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan berperan mengelola organisasi sekolah mewujudkan iklim yang kondusif dan progresif menciptakan organisasi sekolah yang sehat dan dinamis. Rokhita menyebutkan beberapa peran kepala sekolah sebagai dimensi penting bagi penyelenggaraan organisasi sekolah secara efektif dan efisien, diantara yaitu:

1. Eksekutif di sekolah menunjukkan dirinya sebagai seorang pelaksana teknis manajerial yang memiliki ketrampilan-ketrampilan untuk menjalankan sekolah. 2. Pengelola menggunakan struktur dan prosedur yang berlaku untuk mencapai

tujuan organisasi sekolah.

3. Manajer kepala sekolah bertugas sebagai pelaksana kurikulum, pengatur personil, fasilitas, keuangan, ketatausahaan, pemelihara tata tertib serta hubungan sekolah dengan masyarakat.

4. Manajer melaksanakan proses-proses administratif yaitu melaksanakan tugas-tugas dalam membuat perencanaan, mengambil keputusan dalam operasi sekolah, mengontrol dan menilai hasil-hasil, menyampaikan dan menjelaskan

perintah-60 Kozes dan Posner. Op. Cit. hal. 242.

(26)

perintah, memecahkan konflik yang muncul, dan memupuk semangat bekerja dan belajar.

5. Pemimpin harus memikirkan hubungan pendidikan dengan pembangunan dan perkembangan ilmu dan teknologi yang selalu berubah.62

Wahjosumidjo menyimpulkan bahwa terdapat 2 (dua) hal penting yang menjadi peran kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah, dan kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi keberhasilan sekolah serta memiliki kepedulian terhadap staf dan siswa.63 Lambert

menjelaskan bahwa pertumbuhan sekolah seringkali mensyaratkan pengembangan staf untuk memberi indifidu sejumlah pengetahuan, ketrampilan bahan dan sumber daya yang diperlukan bagi setiap perubahan, memberikan kesempatan melibatkan diri secara bermakna dalam proses pembelajaran, menghasilkan sebuah pengetahuan baru, dan merefleksikan pembelajaran diri.64

Melalui pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang penuh terhadap staf dalam bekerja maka perasaan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan semakin serius dan tertanggung jawab. Oleh karena pengembangan sumber daya staf juga merupakan aspek penting dalam menentukan kelangsungan dalam konsep kepemimpinan. Oleh karena itu Duke menjelaskan bahwa ketika para pendidik berusaha untuk mengimplementasi insiatifnya dan menemukan permasalahan maka kepala sekolah harus memberi kepedulian yang kuat agar dapat memotivasinya untuk mengembangkan kemampuan kolaborasi agar dapat berperan memecahkan masalah tersebut dank arena itu maka dapat menjaga keseimbangan proses bagi pertumbuhan diri dan organisasi.65

5) Membangkitkan semangat (Encourage the heart).

62 Rohiat. Op. Cit. Hal. 14-15.

63 Wahjosumidjo, Op. Cit. Hal. 82.

64 L. Lambert. 2003. Leadership capacity for lasting school improvement. Alexandria : ASCD, h.5

(27)

Membangun kemauan yang kuat bagi setiap anggota dalam mengembangkan diri adalah sebuah kekuatan dalam inovasi konstruktif bagi sebuah organisasi. Kemauan yang kuat merupakan sebuah kekuatan dalam membangun semangat. Aspek terpenting dari kemauan yang kuat adalah bagaimana kemampuan seorang pemimpin dapat membesarkan hati dan memberikan motifasi yang kuat dalam setiap langkah dan sikap seluruh anggotanya. Faktor utama dalam membangkitkan semangat bagi seluruh anggota adalah bagaimana seorang pemimpin sedapat mungkin biasa mengakui adanya partisipasi dan peran yang diberikan oleh anggota dalam keberhasilan sebuah organisasi.

Perhatian utama bagi seorang pemimpin dalam membangkitkan semangat dengan membesarkan hati bagi setiap anggotanya adalah dengan memberikan perhatian dan rasa peduli atas setiap anggota terhadap setiap permasalahan yang dihadapinya. Sekurang-kurangnya bagi seorang pemimpin harus dapat mengakui dan memberi suportifitas yang kuat atas setiap usaha yang dilakukan anggota dalam kepentingan organisasi. Jhon Gardner lebih menekankan kepemimpinan sebagai proses bujukan kepada individu atau kelompok agar dapat melakukan sesuatu yang lebih objektif (process of persuasion or example by which and individual (or leadership team) induces a ggroup to pursue objectives held) mengarah pada tercapainya sasaran hasil yang telah disepakati sebelumnya.66

Syarifuddin menjelaskan bahwa di dalam kepemimpinan pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu menjalankan unsur-unsur kepemimpinan diantaranya yaitu:

1. Proses mempengaruhi para guru, pegawai, dan murid-murid serta pihak terkait (komite sekolah dan orang tua murid).

2. Pengaruh yang diberikan dimaksudkan agar orang melakukan tindakan yang diinginkan.

3. Berlangsung dalam organisasi sekolah untuk mengelola aktifitas belajar mengajar.

(28)

4. Kepala sekolah diangkat secara formal oleh pejabat kependidikan atau yayasan bidang pendidikan.

5. Tujuan yang akan dicapai melalui proses kepemimpinan yaitu tercapainya tujuan pendidikan lulusan berkepribadian baik dan berkualitas tinggi.

6. Aktifitas kepemimpinan lebih banyak orientasi hubungan manusia dari pada mengatur sumberdaya material67.

Melalui pengakuan atas partisipasi dan sumbangan yang diberikan oleh seluruh guru, staf pegawai, siswa, orang tua dan seluruh stakeholder sekolah yang ada atas setiap keberhasilan yang dicapai sekolah dalam meraih visi dan tujuan sekolah maka kepala sekolah sesungguhnya berada pada aspek penting mendorong mereka bekerja keras dan komitmen yang kuat untuk meningkatkan kinerja guna mencapai keberhasilan dalam prospek yang lebih tinggi. Oleh karena itu sewajarnya bagi kepala sekolah harus merayakan setiap keberhasilan secara bersama-sama agar membangkitan semangat bagi seluruh komponen sekolah untuk lebih efektif dalam melakukan berbagai hal. Dalam konteks ini maka Kouzes dan Posner mengemukakan bahwa perayaan setiap keberhasilan secara bersama-sama akan memperkuat tujuan organisasi, dan membuktikan adanya kesadaran pemimpin atas sumbangan dan partisipasi anggota dalam keberhasilan tersebut.68

Meski Peran, tugas dan fungsi kepala sekolah sangat penting dalam menggerakkan kehidupan sekolah dengan memampukan diri dalam menerapkan konsep kepemimpin kepelayanan dalam kehidupan sekolah, namun banyak sekali kenyataan dilapangan membuktikan bahwa banyak kepala sekolah belum mampu mengimplementasi dalam setiap kebijakannya di sekolah sebagai pemimpin pendidikan secara maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya karena dalam proses pengangkatannya tidak ada trasnparansi yang jelas dalam sistem penilaian. Untuk itu maka Wahjosumidjo menyebutkan

67 Syarifuddin. Op. Cit. hal. 87.

(29)

klasifikasi persyaratan yang perlu diperhatikan dalam menentukan seseorang menjadi kepala sekolah yaitu:

1. Bersifat administrasi yang meliputi: usia minimal dan maksimal, pangkat, masa kerja, pengalaman, dan berkedudukan sebagai tenaga fungsional guru.

2. Bersifat akademis yaitu latar belakang pendidikan formal dan pelatihan terakhir yang dimiliki oleh calon.

3. Berkepribadian bebas dari perbuatan tercela (integritas) dan loyal kepada pancasila dan pemerintah.69

Agar terhindar dari faktor-faktor yang menjadi masalah bagi seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya sebagai pemimpin kepelayanan maka kepala sekolah harus memiliki sejumlah ketrampilan dan kompetensi untuk memimpin sebuah sekolah.

c. Ketrampilan Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kepala sekolah adalah seorang manajer di sekolah. Sebagai seorang manajer maka kepala sekolah harus mampu serta trampil memberdayakan fungsi-fungsi kepemimpinannya dalam proses merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengevaluasikan semua sumber daya yang ada agar dalam usahanya selalu mengarah pada upaya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Wahyudi memberikan batasan ketrampilan adalah kemampuan dalam melaksanakan tugas berdasarkan kompetensi pekerjaan dan hasilnya dapat diamati.70 Gibson, Ivancevich,

dan Donnely mengartikan ketrampilan yaitu kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.71 Gary Yukl mengartikan ketrampilan sebagai the term skill refers to the ability to 69 Wahjosumidjo, Op. Cit. Hal. 86.

70 Wahyudi. Op. Cit. Hal. 67

(30)

do something in an effective manner.72 Dalam hal ini ketrampilan merupakan kemampuan

seseorang dalam melakukan sesuatu yang dapat memotivasi dan mempengaruhi orang lain secara efektif.

Overton menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) ketrampilan manajerial yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu ketrampilan tehnik (technical skill), ketrampilan hubungan antar manusia (human skill), dan ketrampilan konseptual (conceptual skill).73 Gery Yukl

menyebutkan ketiga ketrampilan tersebut sebagai sebuah taksonomi tiga ketrampilan dalam seorang pemimpin (Three-Factor Taxonomy of Broadly Defined Skills).74 Meski demikian

Gary Yukl menambahkan satu ketrampilan lain sebagai ketrampilan keempat yaitu ketrampilan administrative (administrative skill).

1) Ketrampilan Teknik (technical skill),

Ketrampilan teknik merupakan kemampuan seorang pemimpin yang diperoleh melalui pengalaman, pendidikan, dan pelatihan. Ketiga aspek tersebut dapat merangsang pemahaman dan kemampuan intelektual seseorang agar memahami seluruh sumber daya yang digunakannya sebagai upaya untuk melaksanakan aktifitas organisasi. Ketrampilan teknik selalu berhubungan dengan aktifitas pemimpin dalam menggunakan metode, teknik serta peralatan yang ada untuk memotivasi orang lain secara sadar melaksanakan aktifitas dalam kehidupan berorganisasi.

Hbungannya dengan ketrampilan teknik maka Gery Yukl berpendapat “Technical skill: knowledge about methods, ptocesses, procedures, and techniques for conducting a

specialized activity, and the ability to use tools and equipment relevant to that activity.75

Artinya bahwa ketrampilan teknik merupakan pengetahuan tentang metode, proses, prosedur,

72 Gary Yukel. Op. Cit. Hal. 44

73 Syafaruddin. Op. Cit. Hal. 67

74 Gary Yukl. Loc. Cit.

(31)

dan tknik khusus dalam melakukan aktivitas dan kemampuan dalam menggunakan perangkat dan peralatan yang relefan dengan aktivitas khusus tersebut. Wahyudi menjelaskan bahwa ketrampilan teknik adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer yang berkaitan dengan prosedur, metode, menggunakan alat-alat, teknik-teknik dan proses yang diperlukan untuk melaksanakan tugas khusus serta mampu mengajarkan kepada bawahannya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.76 Syafaruddin mengemukakan bahwa ketrampilan

teknik menyangkut kemampuan menggunakan pengetahuan dan metode-metode teknik dan peralatan yang diperlukan untuk menampilkan kinerja yang diharapkan.77

2) Ketrampilan Hubungan antar Manusia (human skill).

Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya adalah adanya dinamika progresif dan produktif bagi setiap individu dalam membangun komunikasi dan hubungan antar individu serta saling bekerja sama dalam menyukseskan organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam konteks ini Abdul Azis Wahab menyebutkannya sebagai ketrampilan dalam hubungan insan, dalam hal ini terdapat dua macam hbungan dalam kehidupan seharai-hari yaitu: (1) hubungan fungsional (hubungan formal) yaitu hubungan antar tugas atau pekerjaan resmi, dan (2) hubungan pribadi (hubungan informal/personal) yaitu hubungan yang tidak didasarkan atas tugas resmi tetapi lebih bersifat kekeluargaan.78

Seorang pemimpin yang sukses harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif dalam mengembangkan hubungan antar anggota dengan atasan dan sebaliknya antar anggota dengan anggota baik bersifat hubungan resmi maupun hubungan tidak resmi. Gary Yukl menyebutkannya sebagai interpersonal skills dengan menjelaskan bahwa “knowledge about human behavior and interpersonal processes; ability to understand the feelings, attitudes,

and motives of others from what they say and do (empathy, social sensitivity); ability to

76 Wahyudi. Op. Cit. Hal. 75

77 Syafaruddin. Op. Cit. Hal. 69

(32)

communicate clearly and effectively (speech fluency, persuasiveness) and ability to establish

effective and cooperative relationship (tact, diplomacy, listening skill, knowledge about

acceptable social behavior).79

Ketrampilan hubungan personal dimaksud merupakan pengetahuan seorang pemimpin tentang tingkah laku memahami manusia dalam proses hubungan antar individu atau antar sesamanya; kemampuan memahami perasaan, sikap dan memahami jiwa dan rasa kepekaan sosial atas alasan dari apa yang harus mereka lakukan; serta kemampuan berkomunikasi dengan orang lain secara jelas dan efektif dalam membuat kebijakan, berdiplomasi serta trampil dalam mendengar serta berprilaku yang lebih baik dalam kehidupan sosial. Stoner dan Freeman mengemukakan bahwa ketrampilan hubungan manusia adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami orang lain, dan memotivasi orang lain baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.80

Perinsip dasar dari ketrampilan hubungan manusia dalam kepemimpinan adalah ketrampilan sorang pemmimpin untuk melaksanakan kemampuannya agar dapat bekerja secara professional sehingga dapat bekerja sama dangan memahmi dan memotivasi seluruh bawahannya secara individu maupun secara kelompok sehingga seluruh bawahan memiliki kesadaran untuk bekerja dan berpartisipasi secara aktif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam hal ini Wahyudi menguraikan secara rinci prilaku hubungan manusia yang dilakukan oleh kepala sekolah meliputi:

1. Menjalin hubungan kerja sama dengan guru.

2. Menjalin komunikasi yang baik agar guru dapat memahami program sekolah. 3. Memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyelesaikan tugas tugas guru. 4. Membangun semangat/moral kerja guru.

5. Memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi. 6. Menyelesaikan segala permasalahan di sekolah.

79 Gary Yukl. Loc. Cit.

(33)

7. Mengikut sertakan guru dalam merumuskan pengambilan keputusan. 8. Menyelesaikan konflik di sekolah.

9. Menghormati peraturan sekolah.

10. Menciptakan iklim kompetitif yang sehat diantara guru.81

Ketrampilan dan kemampuan membangun hubungan manusia serta kerjamsama antar sesam yang dipahami oleh kepala sekolah serta sikap dan prilakunya dalam memotivasi anggota kelompok untuk secara sadar melaksanakan kegiatan sebagai implementasi program sekolah agar tercapainya tujuan organisasi sekolah merupakan aspek penting dalam kepemimpinan kepala sekolah.

3) Ketrampilan Konseptual (conceptual skill).

Gary Yukl menjelaskan tentang ketrampilan konseptual sebagai “General analytical ability, logical thinking, proficiency in concept formation and conceptualization of complex

and ambiguous relationships; creativity in idea generation and problem solving; ability to

analyze events and perceive trends, anticipate changes and recognize opportunities and

potential problems (inductive and deductive reasoning).82 Hal tersebut bermakna bahwa

ketrampilan konseptual merupakan kemampuan seseorang dalam menganalisis, berfikir logis, mampu memformulasi konsep dan mengkonseptualisasi hubungan yang kompleks dan ambigu, selalu kreatif dalam mengeneralisasi gagasan dan memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi, dapat menganalisis berbagai peristiwa dan mengantisipasi setiap perubahan dan menciptakan peluang potensial dalam kerangka yang lebih baik (secara induktif dan deduktif).

Otto dan Sanders menjelaskan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk melihat sekolah sebagai suatu keseluruhan, merencanakan perubahan, merancang tujuan sekolah, membuat penilaian secara tepat tentang efektifitas kegiatan

81 Ibid. Hal. 74

(34)

sekolah dan mengkoordinasikan program secara harmonis.83 Sedangkan Wahyudi

menyimpulkan bahwa ketrampilan konseptual adalah ketrampilan untuk menentukan strategi, merencanakan, merumuskan kebijaksanaan, serta memutuskan sesuatu yang terjadi dalam organisasi termasuk sekolah sebagai lembaga pendidikan.84

4) Ketrampilan Administratif (administrative skill).

Ketrampilan administratif dalam kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan yang menjadi gabungan dari seluruh unsur ketrampilan baik ketrampilan teknik, ketrampilan hubungan manusia, maupun ketrampilan konseptual. Gery Yukl menjelaskan definisi dari ketrampilan administrasi yaitu dalam hal kemampuan melakukan sebuah fungsi atau perilaku manajerial tertentu misalnya melakukan perencanaan, negosiasi, pelatihan yang mencakup kombinasi ketrampilan teknis, kognitif dan hubungan antarpribadi.85

Abdul Azis Wahab lebih menekankan pada ketrampilan administrasi personil yang mencakup segala usaha untuk menggunakan keahlian dan kesanggupan yang dimiliki oleh petugas-petugas secara efektif dan efisien yang meliputi kegiatan seleksi, pengangkatan, penempatan, penugasan, orientasi, pengawasan, bimbingan dan pengembangan serta kesejahteraan.86 Tegasnya bahwa ketrampilan adminstrasi adalah kemampuan seorang

pemimpin dalam menilai dan menyeleksi setiap anggota organisasi secara tepat untuk ditempatkan pada psisi tertentu sehingga dengan penempatan tersebut akan dapat membantu melaksanakan sebagai fungsi kepemimpinannya untuk menjalankan roda organisasi.

83 Wahyudi. Op. Cit. Hal. 70

84 Ibid.

85 Gary Yukl. 2009. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi Kelima. Terjemahan Budi Supriyanto. Jakarta : PT. Indeks, hal. 212

(35)

d. Kompetensi Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pada lembaga pendidikan di sekolah dituntut harus menguasai sejumlah kemampuan serta kecakapan-kecakapan tertentu agar dapat menjadi terampil dalam memimpin lembaga sekoleh tersebut. Kemampuan serta kecakapan yang dimaksud adalah kompetensi sbagai kepala sekolah. Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang.87 Secara terminology

dapat dikemukakan beberapa pengertian kompetensi yaitu:

1. Sahertian mengartikan kompetensi sebagai kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.

2. Supandi bahwa kompetensi adalah seperangkat kemampuan untuk melakukan sesuatu jabatan dan bukan semata-mata pengetahuan saja.

3. Wahyudi menjelaskan kompetensi kepala sekolah adalah pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan kepala sekolah dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten yang memungkinkannya menjadi kompeten atau berkemampuan dalam mengambil keputusan tentang penyediaan, pemanfaatan dan peningkatan potensi sumberdaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan disekolah.88

Berdasarkan pengertian kompetensi kepala sekolah tersebut maka sekurang-kurangnya seseorang yang berkehendak untuk diangkat menjadi kepala sekolah ia harus memiliki kemampuan berfikir dan terampil menggunakan hasil pemikirannya tersebut untuk membuat berbagai keputusan dan konsisten melaksanakan keputusan tersebut dengan berbagai cara dan strategi dalam memberdayakan segala sumber daya yang ada melalui penyediaan, pemanfaatan, dan peningkatannya untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Kemampuan dan skill tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan maupun melalui sejumlah pengalaman yang didapat selama masa jenjang karier yang dilaluinya.

Kompetensi seorang kepala sekolah telah diuraikan secara lengkap dalam lampiran Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tanggal 17 April 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah mengsyaratkan bagi seseorang untuk menjadi kepala

87 Wahyudi. Op. Cit. Hal 28

Referensi

Dokumen terkait

ƒ Menginvestasikan sumber daya dan waktu yang signifikan (dalam situasi yang tidak pasti) untuk meningkatkan kinerja (misalnya membuat produk baru atau mengembangkan

Dalam bisnis penjualan alat kesehatan dan peralatan laboratorium klinik potensi masuknya pesaing baru sangat besar dikarenakan perkembangan teknologi saat ini

mulut botol searah dengan aliran air, sehingga air masuk kedalam botol dengan tenang. d) Isi botol sampai penuh, hindarkan terjadinya turbulensi dan gelembung

(4) Sekolah Perlu menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang kondusif agar siswa lebih nyaman dan tidak merasa takut untuk menyampaikan aspirasinya kepada guru, misalnya

Meminimalisir perceived risk dapat dilakukan dengan cara menghindari beberapa hal yang mungkin terjadi seperti banyaknya waktu yang terbuang oleh customer dalam mencari produk

Maka dari itu para produsen media cetak bersaing saling merebut hati khalayaknya dengan adanya gambar karikatur dengan nama maupun tokoh yang mudah diingat oleh masyarakat,

Dari hasil proyeksi persamaan struktur tegakan seperti digambarkan pada Gambar 1, 2, dan 3, terlihat bahwa sampai tahun ke-10 sejak pengukuran pertama (14 tahun setelah

Adapun salah satu usaha untuk perlindungan kawasan pantai dari kerusakan – kerusakan seperti tersebut diatas diantaranya adalah dengan membangun struktur pemecah