Askep Gastritis
Askep Gastritis
Gastritis
A. Pengertian
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus atau lokal (Soepaman, 1998).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999). Gastritis adalah radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, R, 1998).
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.
Askep Gastritis
B. Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis. Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui.
Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.
Askep Gastritis
C. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada Hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
2. Gastritis Kronik
Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.
D. Proses Penyakit
Gastritis akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
1. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3.
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
Gastritis kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
E. Komplikasi
1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.
Askep Gastritis
F. Penatalaksaan Medik
1. Gastritis Akut
Pemberian obat-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2). Inhibitor pompa proton, ankikolinergik dan antasid (Obat-obatan alkus lambung yang lain). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung.
2. Gastritis Kronik
Pemberian obat-obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2 atau inhibitor pompa proton.
Askep Gastritis
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis
A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi dan presipitasi
Faktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.
Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat.
2. Test dignostik
o Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar.
o Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.
o Pemeriksaan radiology.
o Pemeriksaan laboratorium.
Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.
Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin. Gastroscopy.
Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung. 4. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi. C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Tujuan :
Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang.
Intervensi :
Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan infus.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Tujuan
Gangguan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil :
Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal.
Intervensi :
Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus, kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka 0.
Intervensi :
anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri.
Diagnosa Keperawatan 4. :
Tujuan :
Keterbatasan aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil :
K/u baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi :
Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat sesuai dengan indikasi.
Diagnosa Keperawatan 5. :
Tujuan :
Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.
D. Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi 2. Kebutuhan nutrisi teratasi
3. Gangguan rasa nyeri berkurang 4. Klien dapat melakukan aktifitas 5. Pengetahuan klien bertambah.
SUHAN KEPERAWATAN KLIEN DGN ISPA
Posted on November 12, 2012 by haniamalya
ASUHAN KEPERAWATAN LIEN DGN ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi. Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.
ISPA mempunyai manifestasi klinik bermacam-macam tergantung pada beberapa hal : usia pasien, bagian saluran nafas mana yang terserang, ada atau tidaknya kelainan paru yang
mendasarinya, penyakit lain yang menyertai, mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, rute infeksinya (di komunitas / rumah sakit), daya tahan tubuh pasien yang terkena. Dengan adanya keanekaragaman manifestasi penyakitnya menimbulkan masalah terhadap pengenalan
(diagnostik) dan pengelolaan penyakit tersebut.
1. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Asuhan Keperawatan Anak atau Bayi dengan Gangguan Sistem Pernapasan ISPA
2. Mengetahui penatalaksanaan Anak atau Bayi dengan Gangguan Sistem Pernapasan ISPA
3. Mengetahui cara pemeriksaan fsik Anak atau Bayi dengan Gangguan Sistem Pernapasan ISPA
4. Mengetahui pemeriksaan tambahan dan penunjang pada Anak atau Bayi dengan Gangguan Sistem Pernapasan ISPA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
1. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.
1. Manifestasi Klinik
antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
1. Patofsiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah. 3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan
meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitelmukosadangerakmukosilia,makrofagalveoli,danantibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 %ataulebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,
sedangkanalkoholakanmenurunkanmobilitas.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
1. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
1. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut : Pencegahan dapat dilakukan dengan :
• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. • Immunisasi.
Pengobatan antara lain :
1) Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2) Antibiotik :
1. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
2. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Infuensa dan S.Aureus
3. Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
4. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
BAB III
ASKEP TEORITIS ISPA
1. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan:
Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit
sepertiayang dialaminya sekarang)
Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien)
Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan fsik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
1. Inspeksi
Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
Tonsil tampak kemerahan dan edema
Tampak batuk tidak produktif
Tidak ada jaringan parut pada leher
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cupingahidung.
1. Palpasi
Adanya demam
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
padaanodus limfe servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
1. Perkusi
- Suara paru normal (resonance)
1. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
1. Intervensi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila 3. Atur sirkulasi udara
4. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
7. Tingkatkan tirah baring
8. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.
9. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
10.Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
11.Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
12.Batasi pengunjung sesuai indikasi
13.Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas 14.Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
1. Implementasi
Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses
konduksi/perpindahan Apanas dengan bahan perantara.
Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak
Aakan menyerap keringat.
Penyediaan udara bersih
Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB
danAevaluasi keadekuatan rencana nutrisi
Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan
menyenangkan
Untuk mengurangi kebutuhan metabolic
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau
AAkebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.
Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
1. Evaluasi
a) suhu tubuh
normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
b) Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal. c) Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
d) Tidak menunjukkan tanda malnutrisi e) nyeri berkurang/terkontrol
f) tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Askep Hipertensi
PENDAHULUAN
A.Defenisi
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).
Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu bila tekanan sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih.
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
B.Etiologi
1. Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada yang berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri dan kematian premature.
2. Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi daripada wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
3. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. 4. Pola Hidup
pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang berhubungan dengan hipertensi.
Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan :
1. Hipertensi primer / essensial
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan faktor keturunan dan lingkungan.
2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal.
C.Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
D.Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: Sakit kepala
Mual Muntah Sesak nafas Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Edward K Chung, 1995). a. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b.Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
E.Komplikasi
Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan adalah - Insufisiensi koroner dan penyumbatan
-Kegagalan jantung - Kegagalan ginjal - Gangguan persyarafan
F.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM. 2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal. 5. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis
o Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
oAktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2) Farmakologik
Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien, sasarkan pertimbangan dan prisif sebagai berikut:
oMulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum optimal, contoh agen beta bloker ACE.
o Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi. Contoh: diuretic dengan beta bloker.
o Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA yang lain
o Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan kepatuhan.
o Pasien dengan DM dan insufistensi ginjal terapi mula lebih dini yaitu pada tekanan darah normal tinggi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN 1.Pengkajian Keperawatan
a.Aktivitas/ Istirahat
- Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
- Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea. b.Sirkulasi
- Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi, perspirasi.
- Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
-Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
- Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
- Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
e.Makanan/cairan
- Gejala : Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretik
- Genjala : Keluhan pening/pusing, sakit kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
- Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
- Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala. h.Pernafasan
- Gejala : Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
- Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
- Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural 2.Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan Afterloadvasokontriksi.
b.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
c. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
d. Perubahan Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik pola hidup menotong.
e.Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan atau daya ingat.
3.Intervensi Keperawatan
a) Curah jantung atau penurunan resiko tinggi terhadap peningkatan Afterloadvasokontriksi Tujuan :
Penurunan curah jantung tidak terjadi Kriteria hasil
Klien dapat beristirahat dengan tenang
Irama dan frekuensi jantung stabil dalam batas normal (80 100 x / menit dan reguler)
Tekanan darah dalam batas normal (TD <140/90 mmHg, N = 80 -100x/menit, R = 16 22 x/i, S = 36 -37o
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital tiap hari, terutama tekanan darah.
Rasional : perbandingan dari tekanan yang meningkat adalah gambaran dari keterlibatan vaskuler
Observasi warna kulit, kelembapan dan suhu
Rasional : hal-hal tersebut mengidentifikasikan adanya dekompensasi/penurunan curah jantung
Catat adanya edema umum/ tertentu
Rasional : dapat mengidentifikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal dan vaskuler
Rasional : memberikan kenyamanan dan memaksimalkan ekspansi paru Kolaborasi Pemberian diuretik Vasodilator Pembatasan cairan dan diet Na Rasional : mengurangi beban jantung.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Tujuan
Aktivitas klien tidak terganggu dengan kriteria hasil Peningkatan dalam toleransi aktivitas Tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
Kaji respon klien terhadap aktivitas
Rasional : menetukan pilihan intervensi selanjutnya Observasi tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui parameter membantu dan mengkaji respon fisiologi terhadap aktivitas
Observasi adanya nyeri dada, pusing keletihan dan pingsan.
Rasional : bila terjadi indikator, keletihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas
Ajarkan cara penghematan energi
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas.
Rasional : kemajuan aktivitas terhadap mencegah meningkatnya kerja jantung tiba-tiba.
c) Gangguan rasa nyaman : sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : meminimalkan stimulasi/meningkatkan reabsorpsi Berikan kompres dingin, ajarkan teknik relaksasi
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memblok respon simpatis efektif dan menghilangkan sakit kepala.
Beri penjelasan cara untuk meminimalkan aktivitas vasokontrisi
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala. Bantu pasien dalam ambulansi sesuai kebutuhan
Rasional : pening/pusing selalu berkaitan dengan sakit kepala Kolaborasi dalam pemberian analgesikom dan penenang
d) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik
Tujuan
Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh teratasi kriteria hasil
BB ideal sesuai dengan tinggi dan berat badan Intervensi :
Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara kegemukan dan hipertensi Rasional : kegemuakn adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi Kaji masukan kalori harian dan pilihan diet
Rasional : menetukan pilihan intervensi lebih banyak
Bicarakan/diskusikan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan garam lemak dan gula sesuai indikasi
Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengenai pemasukan hidrasi klien dengan adanya peningkatan/penurunan Hipertensi
Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional : memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi diit individu e) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi
Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil langka untuk menghindari atau mengubahnya
Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif. Intervensi :
Kaji keefektifan srategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik,dan mengitegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang,penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk mengatasi/ menyelesaikan masalah
Rasional : manifestasi mekanisme koping maladaktif mungkin merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama tekanan darah diastolik.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan ke mungkinan strategi untuk mengatasinya.
Rasional : pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.
Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
Rasional : keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.
f) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan atau daya ingat
Intervensi
Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah ginjal dan otak
Rasional : memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan tekanan darah dan mengklarifikasikan istilah medis yang sering di gunakan. Pemahaman bahwa tekanan darah tinggi dapat terjadi tanpa gejalah ini adalah untuk memungkinkan pasien untuk melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat
Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol dengan baik saat menggambarkan tekanan darah pasien dalam batas yang di inginkan. Rasional : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian ide terkontrol akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan / medikasi.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler yang dapat di ubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, pola hidup monoton, merokok dan minum alkohol
Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien membuatkan rencana dalam menghentikan merokok
Rasional : nikotin dapat meningkatkan katekolamin, mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung jantung, TD, dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan dan meningkatkan beban kerja miokardium.
Sarankan pasien untuk sering mengubah posisi,olah raga kaki saat berbaring Rasional : menurunkan bendungan vena perifer yang dapat di timbulkan oleh vasodilator dan duduk/berdiriterlalu lama.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Doenges, Moorhouse & Geissler. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC; Jakarta.
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Heni Rokhaeni,dkk. 2001. Keperawatan Kardiovaskuler Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. EGC: Jakarta.
Mansjoer,arif.dkk.2001. Kapita Selekta kedokteran , Ed-3, jilid I. Jakarta:FKUI Media Aesculapius