• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP ANAK DENGAN ISPA dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASKEP ANAK DENGAN ISPA dan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ASKEP ANAK DENGAN ISPA

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Pendahuluan

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi. Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA. (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim, 2009).

B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan ISPA 2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA

b. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak dengan ISPA

c. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA

d. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat pada anak dengan ISPA

e. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan apa yang akan dilakukan pada

anak dengan ISPA.

(2)

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

(3)

beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

a. Faktor Pencetus ISPA

1) Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.

2) Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3) Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA

(4)

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2) Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.

3) Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

5) Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

(5)

A -hemolityc streptococus, clamydia trachomatis, mycoplasma danstaphylococus,

haemophylus influenzae, pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

B. Patofisiologi

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi

bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk.

Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :

a) Dapat sembuh sempurna.

b) Sembuh dengan atelektasis.

c) Menjadi kronos.

d) Meninggal akibat pneumonia.

(6)

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

C. Manifestasi Klinis

1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas

Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

1. Demam.

Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus.

Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia.

(7)

4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut

mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat

infeksi virus.

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis

mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat

oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini

merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan

(Whaley and Wong; 1991; 1419). D. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

1. Biakan virus

2. Serologis

3. Diagnostik virus secara langsung.

Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui

pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu

tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

6. Riwayat kesehatan:

a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

(8)

c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya

sekarang)

d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti

penyakit klien)

e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :

a. Inspeksi

1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

2) Tonsil tampak kemerahan dan edema

3) Tampak batuk tidak produktif

4) Tidak ada jaringan parut pada leher

5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b. Palpasi

1) Adanya demam

2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe

servikalis

3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

E. Penatalaksanaan

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut : 1. Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

(9)

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2. Pengobatan dan perawatan Prinsip perawatan ISPA antara lain :

a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

b. Meningkatkan makanan bergizi

c. Bila demam beri kompres dan banyak minum

d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih

e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.

f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek

3. Pengobatan antara lain :

a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah

2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu

jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

F. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan

dalam memasukan dan mencerna makanan

4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian

a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.

b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit

kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

(10)

d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang pernah

mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut

e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat

penduduknya

2. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

Tujuan kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu

(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

6. Lakukan suction pada mayo

7. Berikan bronkodilator bila perlu

8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

10. Monitor respirasi dan status O2

11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

12. Pertahankan jalan nafas yang paten

13. Atur peralatan oksigenasi

14. Monitor aliran oksigen

15. Pertahankan posisi pasien

16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

(11)

Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme Tujuan Kriteria Hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :

1. Monitor suhu sesering mungkin

2. Monitor warna dan suhu kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4. Monitor intake dan output

5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.

7. Tingkatkan sirkulasi udara.

8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.

9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.

10. Kolaborasi pemberian antipiretik.

11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

Tujuan Kriteria Hasil :

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi

5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

(12)

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

10. BB pasien dalam batas normal

11. Monitor turgor kulit

12. Monitor mual dan muntah

13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan Kriteria Hasil :

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program

pengobatan.

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan

lainnya.

Intervensi :

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan

fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di

masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.

7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan

(13)

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.

2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C

3. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.

4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.

ASKEP ISPA PADA ANAK

Oct

21

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN ISPA BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi.

Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.

Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) .ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)

B. Tujuan Penulisan Tujuan umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan diare. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui Pengkajian pada anak dengan diare

2. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan diare 3. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan diare 4. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan pada anak dengan diare 5. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan diare BAB II

(14)

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila

ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (Rasmaliah, 2004)

2. Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.

Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.

Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga

menimbulkan risiko serangan ISPA.

Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.

3. Patofisiologi

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

• Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa • Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

• Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,

makrofag alveoli, dan antibodi.

(15)

sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). 4. Penatalaksanaan

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi

penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Pencegahan dapat dilakukan dengan : • Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. • Immunisasi.

• Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. • Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Prinsip perawatan ISPA antara lain :

• Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari • Meningkatkan makanan bergizi

• Bila demam beri kompres dan banyak minum

• Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih • Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.

• Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek Pengobatan antara lain :

• Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.

• Antibiotik :

 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

 Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

 Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.  Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

B. Asuhan Keperawatan Ispa 1. Pengkajian

A. Identitas Pasien Nama : Gilang Umur : 4 bulan

Jenis kelamin : laki-laki Alamat : Jalan Merpati 1

(16)

Diagnosa medis : ISPA Nama Ayah : T.indra Umur :35 tahun

Pekerjaan : wiraswasta Pendidikan : SMA Suku bangsa : sunda Alamat : Jalan Merpati 1 Nama Ibu : Bu fitri Umur : 31 tahun Pekerjaan : wiraswasta Pendidikan : SMA Suku bangsa : sunda Alamat : Jalan Merpati 1 2. Keluhan Utama: Klien mengeluh demam 3. Riwayat penyakit sekarang

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang 5. Riwayat penyakit keluarga

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut. 6. Riwayat sosial

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya 7. Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

 Inspeksi

• Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan • Tonsil tampak kemerahan dan edema

• Tampak batuk tidak produktif • Tidak ada jaringan parut pada leher

• Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.  Palpasi

• Adanya demam

• Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

• Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid  Perkusi

• Suara paru normal (resonance)  Auskultasi

• Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru. 8. Diagnosa Keperawatan

Peningkatan suhu tubuh bd proses infeksi Tujuan :

• Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 5 ‘ C

(17)

• Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal. • Klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.

• Tidak menunujukan tanda malnutrisi.

Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil. Tujuan :

• Nyeri berkurang / terkontrol

Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun)

Tujuan:

• Tidak terjadi penularan • Tidak terjadi komplikasi 9. Intervensi

a. NIC :

• Observasi tanda – tanda vital

• Anjurkan pada klien/keluarga umtuk melakukan kompres dingin ( air biasa) pada kepala /axial

• Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.

• Atur sirkulasi udara.

• Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hr.

• Anjurkan klien istirahat ditempat tidur selama fase febris penyakit • Kolaborasi dengan dokter :

 Dalm pemberian therapy, obat antimicrobial  antipiretik

Rasionalisasi

• Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya.

• Dengan menberikan kompres maka aakan terjadi proses konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara .

• Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.

• Penyedian udara bersih.

• Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. • Tirah baring untuk mengurangi metabolism dan panas

• Untuk mengontrol infeksi pernapasan • Menurunkan panas

b. NIC :

• Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari • Berikan makan pporsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat

• Beriakan oral sering, buang secret berikan wadah husus untuk sekali pakai dan tisu • dan ciptakan lingkungan beersih dan menyenamgkan.

• Tingkatkan tirai baring.

• Konsul ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien Rasionali

(18)

keadekuatan rencana nutrisi.

• Untuk menjamin nutrisi adekuat/ meningkatkan kalori total

• Nafsu makan dapt dirangsang pada situasi rilek, bersih dan menyenangkan. • Untuk mengurangi kebutuhahan metabolic

• Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

c. NIC :

• Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10), factor memperburuk atau meredakan lokasimya, lamanya, dan karakteristiknya.

• Anjurkan klien untuk menghindari allergen / iritan terhadap debu, bahan kimia, asap,rokok.Dan mengistirahatkan/meminimalkan berbicara bila suara serak.

• Anjurkan untuk melakukan kumur air garam hangat Rasional

• Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.

• Mengurangi bertambah beratnya penyakit

• Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan. • Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat pengeluaran histamine dalam inflamadi pernapasan.

• Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri d. NIC :

• Batasi pengunjung sesuai indikasi

• Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktifitas

• Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, jika ditutup dengan tisu buang segera ketempat sampah

• Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak usia dibawah 2 tahun, lansia dan penderita penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun / asupan makanan berkurang

• Kolaborasi Pemberian obat sesuai hasil kultur Rasional

• Menurunkan potensial terpalan pada penyakit infeksius.

• Menurunkan konsumsi /kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki pertahanan • Klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

• Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan

• Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi • Dapat diberikan untuk organiasme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas /atau di berikan secara profilatik karena resiko tinggi

10. Implementasi

 Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi • Mengukur tanda tanda vital

• Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin

• Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian berbahan tipis • Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu

(19)

• Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien • Membuat catatan makanan harian

• Monitor lingkungan selama klien makan. • Monitor intake nutrisi

 Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil • Tingkatkan istirahat

• Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur

• Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.  Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder • Membatasi pengunjung

• Mempertahankan teknik isolasi • Memperbanyak istirahat

11. Evaluasi

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi

keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

• Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C

• Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal. • Nyeri hilang atau terkontrol

• Tidak terjadi komplikasi pada klien BAB III

PENUTUP Kesimpulan

Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan yang rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuma penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba yang sesuai. Saran

• Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca

• makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan keperawatan

Share this:

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah

pendidikan, perekonomian dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia yang rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) .

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)

Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Namun sistem yang terkandung di dalamnya turut membantu mencari inovasi yang baru, termasuk masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi pemicu penyebab masalah kesehatan, khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun selalu mangalami peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya, rendahnya tingkat pendidikan sehingga

pengetahuan mengenai kesehatan juga masih rendah atau faktor ekonomi yang menyebabkan tingkat kesehatan kurang diperhitungkan.

Pemerintah bisa melakukan banyak strategi untuk mencegah peningkatan masalah kesehatan khususnya ISPA. Upaya yang dapat dilakukan misalnya saja promosi kesehatan mengenai nutrisi yang baik dan seimbang, istirahat yang cukup dan kebersihan.

1.2 Tujuan

Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

1.3 Rumusan Masalah

(21)

1.4 Manfaat

1. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan ISPA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ISPA .

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian

Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila

ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (Rasmaliah, 2004)

2.2 Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

(22)

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).

2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).

2. 3 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan

Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.

2.4 Gejala ISPA

(23)

kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).

2.5 Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

a. Agent

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.

b. Manusia

1. 1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.

1. 2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

1. 3. Status Gizi

(24)

penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

1. 4. Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.

1. 5. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan

(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

1. 6. Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.

c. Lingkungan

1. Kelembaban Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.

1. 2. Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak

memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.

(25)

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh

penghuni rumah tersebut tetap terjaga. 1. 4. Kepadatan Hunian Rumah

Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat

dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.

1. 5. Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya

pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.

1. 6. Bahan Bakar Untuk Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.

1. 7. Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.

1. 8. Status Ekonomi dan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.

(26)

ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Khaidir Muhaj (2008): 1. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien

Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).

Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).

Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009)

1. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama: Klien mengeluh demam

2) Riwayat penyakit sekarang:

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

3) Riwayat penyakit dahulu:

(27)

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

5) Riwayat sosial:

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya 1. c. Pemeriksaan Persistem

B1 (Breath) : 1) Inspeksi:

Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan Tonsil tanpak kemerahan dan edema

Tampak batuk tidak produktif Tidak ada jaringna parut pada leher

Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi

2) Palpasi Adanya demam

Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid 3) Perkusi

Suara paru normal (resonance) 4) Auskultasi

Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan penciuman

B4 (Bladder) : perkemihan Tidak ada kelainan

B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan pada tenggorokan

B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan(Benny:2010)

(28)

1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,

2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia

3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny:2010)

1. DIAGNOSA

a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

b) Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil. c) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

d) Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia. e) Resiko tinggi penularan infeksi( Khaidir:2008)

No Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Kriteria Hasil Intervensi

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).

1. Suhu tubuh kembali normal 1. Nadi : 60-100 denyut per

menit

2. Tekanan darah : 120/80 mmHg

3. RR : 16-20 kali per menit

Observasi :

tanda-tanda vital

Mandiri :

(29)

1. Atur sirkulasi udara kamar pasien

Health Education:

1. Anjurkan klien untuk menggunakan

pakaian tipis dan dapat menyerap keringat

1. Anjurkan klien untuk minum banyak 2000-2500 ml/hari.

1. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama masa febris penyakit Kolaborasi :

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

1. Nyeri telan berhubungan dengan

inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

Nyeri berkurang skala 1-2 Observasi :

Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10), faktor yang

(30)

lama, dan karakteristiknya

Mandiri :

1) Anjurkan klien untuk menghindari alergen atau iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokok, dan mengistirahatkan atau meminimalkan bicara bila suara serak

2) Anjurkan untuk

melakukan kumur air hangat

Kolaborasi :

Berikan obat sesuai indikasi

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret

Bersihan jalan nafas efektif Jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan sianosis

Mandiri :

Kaji frekuensi atau

(31)

Auskultasi area paru, satat area penurunan atau tidak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius, mis. Crackles, mengi.

Bantu pasien latian nafas sering. Tunjukan atau bantu pasien mempelajari

melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.

(32)

hangat daripada dingin .

Kolaborasi :

Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain, mis. Spirometer insentif, IPPB, tiupan botol, perkusi, postural drainage. Lakukan tindakan diantara waktu makan dan batasi cairan bila mungkin.

Berikan obat sesuai indikasi mukolitik, ekspektoran, bronchodilator, analgesic.

3. Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia

Nutrisi kembali seimbang A:Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan Berat badan tidak turun (stabil)

B: Biokimia:

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)

- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl) C: Clinis:

- Tidak tampak kurus - Rambut tebal dan hitam

- Terdapat lipatan lemak subkutan D: Diet:

- Makan habis satu porsi

Mandiri :

1. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari

1. Berikan porsi makan kecil tapi sering dalam keadaan hangat

(33)

- Pola makan 3X/hari 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien

1. Berikan heath education pada ibu tentang Nutrisi : makanan yang bergizi yaitu 4 sehat 5 sempurna, hindarkan anak dari snack dan es, beri minum air putih yang banyak

1. Menjauhkan dari bayi lain

1. Menjauhkan bayi dari keluarga yang sakit

4. Resiko tinggi penularan infeksi

Meminimalisir penularan

infeksi lewat udara Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA Mandiri :

1.Batasi pengunjung sesuai indikasi

(34)

3.Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.

4.Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak

dibawah usis 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau antioksidan jika kondisi tubuh menurun atau asupan makanan berkurang

Kolaborasi :

Pemberian obat sesuai hasil kultur

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA

A. Definisi

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.

(35)

B. Tanda dan Gejala

- Pilek biasa

- Keluar sekret cair dan jernih dari hidung

- Kadang bersin-bersin

- Sakit tenggorokan

- Batuk

- Sakit kepala

- Sekret menjadi kental

- Demam

- Nausea

- Muntah

- Anoreksia

C. Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.

Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.

Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.

(36)

D. Penyebaran Penyakit

Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu:

1. Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena

batuk-batuk

2. Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk

dan bersin

3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda

yang telah dicemari oleh jasad renik.

E. Tingkat Penyakit ISPA 1. Ringan

Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau berair, tenggorokan merah, telinga berair.

2. Sedang

Batuk dan napas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe leher yang nyeri tekan (adentis servikal).

3. Berat

Batuk dengan nafas cepat dan stridor, membran keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi berat atau tidur terus, tidak ada sianosis.

4. Sangat Berat

Batuk dengan nafas cepat, stridor dan sianosis serta tidak dapat minum.

F. Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA:

1. Usia

(37)

2. Status Imunisasi

Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3. Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

G. Pencegahan

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:

1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya

dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.

2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan

tubuh terhadap penyakit baik.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.

4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara

adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

H. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Riwayat kesehatan:

- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami

(38)

- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang

pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)

- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik  difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan

a. Inspeksi

- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

- Tonsil tampak kemerahan dan edema

- Tampak batuk tidak produktif

- Tidak ada jaringan parut pada leher

- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,

pernafasan cuping hidung.

b. Palpasi

- Adanya demam

- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah

leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi

- Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi

- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi

paru

2. Diagnosa Keperawatan

1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C

Intervensi:

a. Observasi tanda-tanda vital

b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan

(39)

d. Atur sirkulasi udara

e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari

f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris

penyakit.

g. Kolaborasi dengan dokter:

- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial

- Antipiretika

Rasionalisasi:

a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan

perkembangan perawatan selanjutnya

b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses

konduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.

c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang

tebal dan tidak akan menyerap keringat.

d. Penyediaan udara bersih

e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh

meningkat

f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas

g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

Tujuan:

- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah

pada BB normal.

- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan

- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

Intervensi:

(40)

b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan

hangat.

c. Tingkatkan tirah baring

d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet

sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:

a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun

tujuan BB dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total

c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih,

dan menyenangkan.

d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik

e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi

atau kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi:

a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 –

10 ), faktor yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.

b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap

debu, bahan kimia, asap rokkok, dan

mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat

d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan

(41)

Rasionalisasi:

a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan

merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.

b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit

c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta

mengurangi nyeri tenggorokan.

d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi

alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun) Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi

Intervensi:

a. Batasi pengunjung sesuai indikasi

b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas

c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin

d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2

tahun, lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:

a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius

b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan

(42)

c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan

menurunkan tahanan terhadap infeksi.

e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi

dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang

ISPA adalah infeksi akut yang me n

yerang saluran pernapasan yaitu organ tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta

adneksa

(Romelan, 2006). Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) merupakan salah satu penyebab kemat ian tersering pada anak

di negara berkembang. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita diperkirakan me

ngalami 3

-6 episode

ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA mencakup 20 -30%

(

Suhandayani, 2007 ).

Untuk meningkatkan upaya perbaikan kesehatan masyarakat,

Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang

ditemukan di masyarakat untuk

mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010, dimana salah

satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Depkes RI, 2002).

Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu pe nyebab utama

(43)

sarana kesehatan. Sebanyak 40%

-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%

-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (

Suhandayani, 2007

Streptococus pneumonia atau Haemophillus influenzae . Banyak

kematian yang diakibatkan oleh pneumonia

terjadi di rumah, diantaranya setelah mengalami sakit selama beberapa hari. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai

sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun

kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi (Rasmaliah, 2004)

.

Hasil sur vei

kesehatan nasional di Indonesia tahun 2001 menunjukka n bahwa proporsi

kematian bayi akibat ISPA masih 28 % artinya bahwa dari 100 bayi meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80 % kasus kematian ISPA pada balita adalah akibat

Pneumonia .

Angka kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun

2000 di perkirakan sekitar 4,9 / 1000 balita, berarti terdapat 140.000 balita yang

Universitas Sumatera Utara

meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia, atau rata

-rata 1 anak balita Indonesia

meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit (W

(44)

Tingginya angka kejadian ISPA pada bayi di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh pengetahuan ibu yang sangat kurang tentang ISPA. Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengind

e raan t

erhadap s

uatu objek tertentu sehingga

dari pengetahuan tersebut dapat mempengaru hi tindakan ibu terhadap penyakit

ISPA.

Dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang ISPA maka akan langsung berhubungan dalam menurukan angka kejadian ISPA (Notoatmo

d

jo, 2007). Ibu mem

iliki peranan yang cukup penting dalam usaha untuk meningkatkan kese hatan

bagi anaknya. P

engetahuan ibu mengenai penyakit ISPA, yang merupakan salah satu

penyebab kematian tersering, sangat diperlukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat , maka perlu diketahui

bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya dengan penyakit ISPA ini (Purnomo, 2001

).

Berdasarkan uraian diatas maka penu lis akan membuat suatu penelitian t entang

gambaran pengetahuan ibu tentang ISPA pada anak di Kelurahan Medan Denai tahun 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah adalah:

“Bagaimana pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Kelurahan Denai tahun 2010 ?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.

Tujuan Umum

Referensi

Dokumen terkait

Karena memelihara keyakinan dan kebebasan memeluk suatu agama merupakan hal yang paling mendasar dalam Islam, maka Islam memandang orang yang murtad dari Islam,

Kompetensi Guru Agama adalah kewenangan untuk menentukan pendidikan agama yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar, dan sebagai seorang

Laporan akhir ini disusun berdasarkan hasil pembuatan alat dengan judul “ Pembuatan Pulp dari Bahan Baku Serat Lidah Mertua (Sansevieria).. dengan Menggunakan

Administrative staff for providing better service excellence to the

Menurut Muzzani (1999: 86) jika dilihat dari sudut pandang kekuasaan yang berakibat pada penindasan, maka pengaruh hegemoni dapat dibedakan menjadi dua bagian

57 Total regulatory adjustments to Tier 2 capital Jumlah faktor pengurang (regulatory adjustment) Modal Pelengkap -. 58 Tier 2 capital (T2) Jumlah Modal Pelengkap (T2)

Dokumen LKjIP menyajikan hasil pengukuran kinerja tahun 2015 serta evaluasi dan analisis akuntabilitas kinerjanya, sehingga dokumen LKjIP ini dapat memberikan informasi

Apabila besarnya LQ = 1, maka pangsa pasar derah tersebut sebanding dengan pangsa daerah yang lebih luas (Provinsi Bengkulu) sehingga tidak bisa dijadikan sektor unggulan. Subsektor