• Tidak ada hasil yang ditemukan

Askep keluarga ispa

N/A
N/A
Omar Bin Basit

Academic year: 2025

Membagikan "Askep keluarga ispa"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Tn. B DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI : ISPA PADA

TAHAP PERKEMBANGAN DEWASA DI PUSKESMAS MEDAN HELVITIA

Di susun Oleh Kelompok :

Agnes Natalia Siringo-ringo, S.Kep (24020201)

Citiek Sundari Zalukhu, S.Kep (24020207)

Desi Mawinda Habeahan, S.Kep (24020208)

Estovani Jesica Titania Saragi, S.Kep (240202011)

Fitri Laras Martanti Br.Zega (240202012)

Frans Santo Simbolon, S.Kep (240202013)

Glori Feby Zefanny, S.Kep (240202014)

Juli Jernih Hulu, S.Kep  (240202017)

(2)

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2025

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur,dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.

Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk ndone kerumah sakit atau puskesmas untuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan(Cahya, 2016).

World Health Organization (WHO), memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dinegara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

pertahun pada golongan usia balita. Pada tahun 2010,jumlah kematian pada balita Indonesia sebanyak 151.000 kejadian, dimana 14% dari kejadian tersebut disebabkan oleh pneumonia (Riskesdes, 2017). Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali

(3)

dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri menelan, pilek, batuk kering atau berdahak (Riskesdas, 2018).

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut menjadi Pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene (Siska, 2017)

Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak adalah bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga untuk itu petugas kesehatan perlu memfokuskan kepada keluarga dengan memperhatikan kemampuan dalam penanggulangan dini ISPA bukan pneumonia. Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA bukan pneumonia sangat sangat penting, karena penyakit ISPA bukan pneumonia merupakan penyakit yang sering didapatkan dimasyarakat atau keluarga (Kemenkes RI 2011 dalam Nugraheni dkk, 2013)

keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain., puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan mutu dan daya saing sumberdaya manusia di ndonesia maupun internasional. Puskesmas bertanggung jawab mengupayakan kesehatan pada jenjang tingkat pertama dan berkewajiban menanamkan budaya hidup sehat kepada setiap keluarga. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menyelenggarakan asuhan keperawatan keluarga.

(4)

Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik mengambil judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan DewasaDi Puskesmas Medan Helvetia”

1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan umum

Mahasiswa melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan Dewasa Di Puskesmas Medan Helvetia”

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan Dewasa Di Puskesmas Medan Helvetia

2. Mahasiswa mampu Menegakkan diagnose keperawatan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan Dewasa Di Puskesmas Medan Helvetia

3. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan DewasaDi Puskesmas Medan Helvetia

4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan Dewasa Di Puskesmas Medan Helvetia

5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan DewasaDi Puskesmas Medan Helvetia

6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan Keluarga Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Respirasi : Ispa Pada Tahap Perkembangan Dewasa Di Puskesmas Medan Helvetia

(5)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Keluarga

2.1.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2021).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2022). Sedangkan menurut Friedman keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga atau unit layanan perlu di perhitungkan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta

(6)

saling ketergantungan.

2.1.2 Fungsi Keluarga

Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu : a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah (Friedman, M.M et al., 2020) :

1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.

2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.

3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru.

b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah meneruskan

(7)

keturunan.

d. Fungsi Ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan, yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

2.1.3 Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga

Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi menjadi 8 :

1. Keluarga Baru (Berganning Family)

Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan menjadi orangtua dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orangtua).

2. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)

Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain yaitu adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan,

(8)

membagi peran dan tanggung jawab, bimbingan orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta konseling KB post partum 6 minggu.

3. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan pada Dewasa(sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.

4. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)

Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas perkembangan keluarga seperti membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas anak.

5. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan terhadap remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

6. Keluarga dengan anak dewasa

Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada dalam keluarganya.

7. Keluarga usia pertengahan (middle age family)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai, memulihkan hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.

8. Keluarga lanjut usia

Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup,

(9)

menerima kematian pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa lalu.

2.1.4 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan Adalah Sebagai Berikut :

1. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan

2. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan 3. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota

keluarga yang sakit

4. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan

5. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat

2.2 Konsep Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.2.1 Defenisi

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta adenaksanya. ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura. Pada umumnya suatu penyakit

(10)

saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal.

Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak di diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak- anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan. Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan perubahan dan struktur fungsi siliare.

Infeksi sluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari. ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulant atau berurutan. (Nurrijal, 2019). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernapasan, dan akut.

Dengan pengertian sebagai berikut: infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

(11)

menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus- sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru- paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Sesuai dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk saluran pernapasan. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. (Depkes, 2020).

2.2.2 Tanda Dan Gejala

Ispa merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernapasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrate peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mucus serta perubahan struktur fungsi siliare. (Muttaqim, 2018) Depkes RI membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu : a. Gejala dari ISPA ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung 4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C

b. Gejala dari ispa sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernapasan cepat ( fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk

(12)

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih untuk umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih padaumur 12 bulan-<5 tahun.

2) Suhu tubuh lebih dari 39°C 3) Tenggorokan berwarna merah

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga 6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) c. Gejala dari ispa berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah

4) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas

5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba 6) Tenggorokan berwarna merah

2.2.3 Penyebab

Depkes (2015) menyatakan penyakit ispa dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain- lainnya. Ispa bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ispa bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ispa antara lain adalah genus streptococcus, stapilococus, pneumococus, haemophyllus, bordetella dan corynobacterium. Virus penyebab ispa antara lain golongan paramykovirus (termasuk didalamnya virus influenza, virus

(13)

parainfluenza dan virus campak), adenovirus, coronavirus, picornavirus, herpesvirus, dan lain-lain. Di Negara-negara berkembang umumnya kuman penyebab ispa adalah streptococcus pneumonia dan haemopylus influenza.

2.2.4 Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ispa dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernapasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak keatas mendorong virus kearah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan aktfitas kelenjar mucus yang banyak terdapat pada dinding saluran napas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk sehingga pada tahap awal gejala ispa paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran napas sehingga timbul sesak napas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya factor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian

(14)

menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran napas, dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.

Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ketempat- tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar kesaluran napas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernapasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.

Penanganan penyalit saluran pernapsan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran napas terutama dalam hal bahwa system imun disaluran napas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan system imun sistemik pada umumnya. System imun saluran napas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran napas bawah, diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran napas.

2.2.5 Komplikasi

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.

a. Sinusitis paranasal

Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-

(15)

6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.

Nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.

b. Penutupan tuba eusthachii

Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Kadang- kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare.

Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT. Biasanya bayi dilakukan parasentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.

Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata

(16)

(OMP). Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :

1) Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret.

2) Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.

3) Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).

c. Penyebaran infeksi

Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.

2.2.6 Penatalaksanaan a. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada yang bersangkutan orangtua misalkan penderita ISPA pada anak- anak atau balita.

b. Klasifikasi ISPA dalam pencegahan

Program pemberantasanispa (P2 ISPA) mengklasifikasi ispa sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam.

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat 3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa

disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

Berdasrkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur

(17)

dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu:

1) Pneumonia berat: diisolasi dari cacing tanah oleh ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:

1) Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menagis atau meronta).

2) Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1-4 tahun 40 kali per menit atau lebih.

3) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

c. Pengobatan

a) Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan sebagainya.

b) Pneumonia: diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotic pengganti yaitu ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.

1) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic.

Diberikan perawatn di rumah, untuk batuk dapat

(18)

digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin bila deman diberikan obat.

2) Penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila ada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotic( penisilin) selama 10 hari.

2.3, Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam praktek keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada tatanan komunitas dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (WHO, 2014).

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian yang diberikan melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut (Heniwati, 2008) :

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga. Sumber informasi dari tahapan pengkaajian dapat menggunakan metode wawancara keluarga, observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik pada anggota keluarga dan data sekunder. Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah

(19)

:

1 Data Umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi : 1. Nama kepala keluarga

2. Alamat dan telepon 3. Pekerjaan kepala keluarga 4. Pendidikan kepala keluarga

5. Komposisi keluarga dan genogram 6. Tipe keluarga

7. Suku bangsa 8. Agama

9. Status sosial ekonomi keluarga 10. Aktifitas rekreasi keluarga

1. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi :

• Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dengan anak tertua dari keluarga inti.

• Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.

• Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman- pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

• Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.

• Pengkajian Lingkungan

• Karakteristik rumah

• Karakteristik tetangga dan komunitas RW

(20)

• Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

• Sistem pendukung keluarga

• Struktur keluarga

• Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.

• Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.

• Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal.

• Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengaan kesehatan.

• Fungsi keluarga :

• Fungsi afèktif, yaitu perlu dikaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

• Fungsi sosialisai, yaitu perlu mengkaji bagaimana berinteraksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku.

• Fungsi perawatan kesehatan, yaitu meenjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlu dukungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenal sehat sakit. Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan kesehatan pada anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatan kesehatan dan

(21)

keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat.

• Pemenuhan tugas keluarga. Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana kemampuan keluarga dalam mengenal, mengambil keputusan dalam tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

• Stres dan koping keluarga

• Stressor jaangka pendek dan panjang

• Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 5 bulan.

• Stressorr jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.

• Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor

• Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

• Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila menghadapi permasalah

• Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggotaa keluarga.

Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik. Harapan keluarga yang dilakukan pada akhir pengkajian, menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Dari pengkajian asuhan keperawatan keluarga di atas maka diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah :

1. Manajemen keluarga tidak efektif, yaitu pola penanganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga.

(22)

2. Manajemen kesehatan tidak efektif, yaitu pola pengaturan dan pengintegrasian penanganan masalah kesehatan ke dalam kebiasaan hidup sehari-hari tidak memuaskan untuk mencapai status kesehatan yang diharapkan.

3. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif, yaitu ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola dan atau menemukan bantuan untuk mempertahankan kesehatan.

4. Kesiapan peningkatan koping keluarga yaitu pola adaptasi anggota keluarga dalam mengatasi situasi yang dialami klien secara efektif dan menunjukkan keinginan serta kesiapan untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan klien.

5. Penurunan koping keluarga yaitu ketidakefektifan dukungan, rasa nyaman, bantuan dan motivasi orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang dibutuhkan klien untuk mengelola atau mengatasi masalah kesehatan.

6. Ketidakberdayaan, persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hati secara signifikan, persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.

7. koping keluarga, yaitu perilaku orang terdekat (anggota keluarga) yang membatasi kemampuan dirinya dan klien untuk beradaptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien.

Yang menjadi etiologi atau penyebab dari masalah keperawatan yang muncul adalah hasil dari pengkajian tentang tugas kesehatan keluarga yang meliputi 5 unsur sebagai berikut :

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA yang terjadi pada anggota keluarga

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi penyakit ISPA

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan ISPA

d. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA

(23)

e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan guna perawatan dan pengobatan ISPA 3.3.3 Membuat Perencanaan

Menurut Suprajitno perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab.

Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan standar. Perencanaan yang dapat dilakukan pada asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi ini adalah sebagai berikut :

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA yang terjadi pada keluarga.

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat mengenal dan mengerti tentang penyakit hipertensi.

Tujuan : Keluarga mengenal masalah penyakit ISPA setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang penyakit ISPA

Standar : Keluarga dapat menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala penyakit ISPA serta pencegahan dan pengobatan penyakit ISPA secara lisan.

Intervensi :

1) Jelaskan arti penyakit ISPA

2) Diskusikan tanda-tanda dan penyebab penyakit ISPA 3) Tanyakan kembali apa yang telah didiskusikan.

2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi penyakit ISPA .

(24)

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat mengetahui akibat lebih lanjut dari penyakit ISPA

Tujuan : Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan ISPA setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan dan dapat mengambil tindakan yang tepat dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

Standar : Keluarga dapat menjelaskan dengan benar bagaimana akibat ISPA dan dapat mengambil keputusan yang tepat.

Intervensi:

1) Diskusikan tentang akibat penyakit ISPA

2) Tanyakan bagaimana keputusan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang menderita ISPA

3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan ISPA

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita penyakit ISPA

Tujuan : Keluarga dapat melakukan perawatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita ISPA setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan cara pencegahan dan perawatan penyakit hipertensi

Standar : Keluarga dapat melakukan perawatan anggota keluarga yang menderita penyakit ISPA secara tepat.

Intervensi:

1) Jelaskan pada keluarga cara-cara pencegahan penyakit ISPA 2) Jelaskan pada keluarga tentang manfaat istirahat, diet yang tepat

(25)

dan olah raga khususnya untuk anggota keluarga yang menderita ISPA .

4. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA

berhubungan.

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang pengaruh lingkungan terhadap penyakit ISPA .

Tujuan : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat menunjang penyembuhan dan pencegahan setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang pengaruh lingkungan terhadap proses penyakit ISPA

Standar : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA .

Intervensi :

1) Ajarkan cara memodifikasi lingkungan untuk mencegah dan mengatasi penyakit ISPA misalnya :

a) Jaga lingkungan rumah agar bebas dari resiko kecelakaan misalnya benda yang tajam.

b) Gunakan alat pelindung bila bekerja Misalnya sarung tangan.

c) Gunakan bahan yang lembut untuk pakaian untuk mengurangi terjadinya iritasi.

2) Motivasi keluarga untuk melakukan apa yang telah dijelaskan.

5. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan guna perawatan dan pengobatan ISPA .

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.

(26)

Tujuan : Keluarga dapat menggunakan tempat pelayanan kesehatan yang tepat untuk mengatasi penyakit ISPA setelah dua kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan ke mana mereka harus meminta pertolongan untuk perawatan dan pengobatan penyakit ISPA .

Standar : Keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan secara tepat.

Intervensi : Jelaskan pada keluarga ke mana mereka dapat meminta pertolongan untuk perawatan dan pengobatan ISPA

BAB 3

TINJAUAN KASUS Format Pengkajian Keperawatan Keluarga

1. Identitas Umum Keluarga Nama : Tn. B Umur : 45Tahun Agama : Islam

Suku : Batak

Pendidikan : SLTA Perkerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl Istiqomah No Lk XI Komposisi keluarga

No. Nama L/P Umur Hub.Klg Pekerjaan Pendidikan Ket 1.

2.

3.

4.

5.

Tn.B Ny.Y Tn. K Ny. I An. M

L P L P L

45 th 50 th 23 th 20 th 2 th

Suami Istri Anak Anak Anak

Wiraswasta Pedagang Pedagang Pedagang

Tidak Berkerja

SLTA SLTA SLTA SLTA Tidak Sekolah

- Sakit

-

Genogram :

d d d

D

d d d

D

(27)

Keterangan :

: Laki-laki : Kepala Keluarga

: Perempuan : Hubungan

: Sedang Sakit : Satu Rumah : Balita 2 tahun : Meninggal dunia Ecomap Family :

Type keluarga

Jenis tipe keluarga : Keluarga Inti (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah, ibu,anak, Masalah yang terjadi dengan tipe tersebut : Tidak ada masalah dengan tipe keluarga tersebut karena keluarga tersebut rukun

Suku Bangsa :

1. Asal suku bangsa : Batak

An M

Ny.

Y Tn.

B

Keluarga Aktif Dalam beribadah

Antara Anggota Keluarga Terbina Hubutn Yang

Harnonis

Keluarga Termasuk Anggota Masyarakat Yang Aktif

Keluarga Menggunakan

Fasilitas Kesehatan Yang Tersedia Untuk Berobat

(28)

2. Budaya yang berhubungan dengan kesehatan : sering makan makanan yang manis dan kacang-kacangan

Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan : agama yang di anut adalah islam tidak ada yang mempengaruhi kesehatan

Status sosial ekonomi keluarga : kepala keluarga Tn. B yang mencari nafkah

Anggota keluarga yang mencari nafkah: sumber pendapatan keluarga diperoleh dari Tn.B sebagai kepala keluarga

Penghasilan : Rp 3.000.000

Harta benda yang di mililki :

Sepeda motor (1), kursi tamu (1 set), meja makan (1 set), TV (1), kipas angin (1), kampor (1), kulkas (1), lemari (5).

Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan : Listrik : Rp. 300.000/bulan

Air : Rp. 100.000/bulan

Kebutuhan pokok : Rp. 1.500.000/bulan Paket internet : Rp. 250.000/bulan

Aktivitas rekreasi keluarga : Kegiatan yang dilakukan keluargaa untuk rekreasi menonton TV dirumah dan kadang juga pergi ke rumah anaknya.

2. Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan : tahap perkembangan usia Dewasa

Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi : tahap perkembangan ini memiliki kendala ndividu yang merasa stagnan mungkin mengalami penurunan motivasi untuk menjaga kesehatan diri.

Mereka mungkin kurang peduli terhadap pola makan sehat, olahraga teratur, atau mencari pengobatan dini saat sakit, termasuk ISPA.

b. Riwayat kesehatan kelularga inti :

1) Riwayat kesehatan keluarga saat ini : di dalam keluarga yang sakit saat ini hanya Ny. Y yang menderita ISPA

2) Riwayat kesehatan keturunan : Tn. B memeliki riwayat hipertensi dan An. M memil

3) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga

(29)

No Nama Umur BB

Keadaan Kesehata

n

Imunisasi (BCG/Polio /DPT/HB/C

ampak)

Masalah kesehatan

Tindakan yang telah dilakukan

1 Tn.B 45 Tahun 70 Kg Sehat Lengkap

2 Ny.Y 50 Tahun 56 Kg Sakit Lengkap ISPA ISPA

3 an.M 2 Tahun 12 Kg Sehat Lengkap

4) Sumber pelayanan kesehatan yang di manfaatkan : anggota keluarga memanfaatkan pelayanan puskesmas terdekat.

5) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya : Ny.Y pernah mengalami ISPA, Tn.B memilki penyakit gastritis hingga sekarang dan An. M 2 minggu yang lalu mengalami ISPA

3. Pengkajian Lingkungan

d. Karakteristik Rumah : luas rumah yang ditempatin 7 x 10 meter dengan tipe rumah semi permanen terdiri dari ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi, dan WC. Keadaan lantai terbuat dari keramik, penerangan cahaya kurang baik, sinar matahari masuk melalui jendela dan ventilasi Kurang baik, sumber air minum yang digunakan air Galon, untuk mencuci dan mandi air PAM/sumur Bor, ventilasi rumah Kurang baik, atap rumah terbuat dari seng, pemanfaatan ruangan sesuai fungsinya, septi tank ada, terletak di samping dapur jarak 2 meter, tempat pembuangan sampah di belakang rumah dikumpulkan kemudian di bakar, kebersihan lingkuangan cukup baik.

Denah Rumah

TERAS Keterangan :

D WC

K 2 K 1

R.T

(30)

D : Dapur

R.T : Ruang Tamu WC : Kamar Mandi K 1 : Kamar Utama K 2 : Kamar Ke Dua

e. Karekteristik Tetangga dan komunitas

1. Kebiasaan : Masyarakat didesa ramah-ramah, hubungan dengan tetangga baik, masyarakat ikut aktif dalam kegiatan bersosial dengan tetangga

2. Aturan/ kesepakatan : Jika ada masalah didesa akan dimusyawarah mufakatkan

3. Budaya: masyarakat didedasa beraneka ragam ada Jawa 68,2%, melayu 5,4%, Batak 12,8%, Minang 0,7% dan Karo 2,7 %

f. Mobilitas geografis keluarga : Keluarga Tn. B sudah menempati rumah yang ditempatinya sejak 5 tahun terakhir di dalam sekolah

g. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat : Perkumpulan keluarga dirumah terkadang diteras rumah bercerita dengan tetangga dan interaksi dengan masyrakat berjalan dengan baik

h. System pendukung keluarga : keluarga Tn. B mendukung anggota keluarga yang sakit untuk cepat sembuh

4. Struktur Keluarga

a. Pola/cara komunikasi Keluarga : Kelurga bekomunikasi menggunakan bahasa Indonesia,berkomunikasi secara terbuka

b. Struktur kekuatan keluarga : Keluarga merupakan keluarga besar yang saling perhatian dan saling mendukung terhadap anggota keluarga c. Nilai norma keluarga : Tidak ada nilai norma dalam keluarga yang

mempengaruhi kesehatan, keluarga mengajarkan shalat 5 waktu, saling menghormati yang tua

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi afektif : Hubungan keluarga baik b. Fungsi sosialisasi :

1. Kerukunan dalam keluarga : keluarga Tn. B rukun satu sama lain 2. Interaksi dan hubungan keluarga :keluarga selalu berinteraksi

dengan baik

3. Anggota keluarga yang dominan dalam mengambil keputusan :Tn.

B dan Ny. Y yang mengambil keputusan

4. Kegiatan waktu senggang : Berkumpul dan menonton tv

5. Partisipasi dalam kegiatan sosial : keluarga ikut dalam kegiatan bergotong royong, wirid yasin

c. Fungsi perawatan kesehatan

1. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan : Keluarga belum mengetahui penyakit Ny. Y dengan penyakit ISPA

2. Kemampuan keluarga mengambil keputusan/tindakan kesehatan yang tepat : Keluarga Tn. B setiap ada masalah selalu dimusyawarahkan untuk mengambil keputusan

3. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit : Ny. Y merasakan sakit hanya dibuat istirahat

(31)

4. Kemampuan kelurga memelihara lingkungan yang mendukung kesehatan : Kelurga selalu menutup jendela

5. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia : Ny. Y diantar ibunya ke puskesmas atau klinik untuk berobat

d. Fungsi reproduksi

Keluarga tidak ada rencana menambah anak sebab Tn. B berumur 45 tahun dan Ny. Y berumur 50 tahun

e. Fungsi ekonomi

1) Upaya pemenuhan sandang pangan : keluarga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari

2) Pemanfaatan sumber dimasyarakat : tidak mendapat bantuan 6. Stres Dan Koping Keluarga

a. Stressor jangka pendek : Ny. Y cemas dengan keadaannya karena takut menulari kembali anaknya

b. Stressor jangka panjang : keluarga cemas Ny. Y selalu batuk sesak demam

c. Respon keluarga terhadap Stressor : bila ada masalah biasanya keluarga bermusyawara termasuk ketika Ny. Y mengeluh penyakitnya kambuh d. Strategi koping individu : Ny. Y selalu yakin dirinya akan sembuh dan

selalu berdoa untuk kesembuhannya

e. Strategi adaptasi fungsional : Ny. Y dapat menjalani kehidupan seperti biasanya

7. Harapan Keluarga

a. Terdapat masalah kesehatan : Ny. Y berharap agar penyakitnya tidak kambuh

b. Terhadap petugas kesehatan yang ada : berharap pelayanan kesehatan mampu menyelesaikan masalah

8. Pemeriksaan Fisik

No Variabel Nama Anggota Keluarga

Tn.B Ny.B An.M

1 Riwayat Penyakit

Saat Ini Tidak ada ISPA Flu

2 Keluhan Yang Dirasakan

Cepat lelah

Batuk

Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu

mengeluarkan

Pilek,

mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

(32)

suara

Pilek, mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C 3 Tanda Dan Gejala Tidak ada

Batuk

Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu

mengeluarkan suara

Pilek, mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C

Pilek

4 Riwayat Penyakit Sebelumnya

Gastritis ISPA ISPA

5 Tanda-Tanda

Vital TD:130/90

mmHg N: 80x/i P: 20x/i S: 36.5oc

TD:130/80 mmHg N: 78x/i

P: 22x/i S: 36.8oc

N: 80x/i P: 20x/i S: 37.9oc 6 Sistem

Cardiovaskular

Simestris tidak ada bunyi tambahan

Simestris tidak ada bunyi tambahan

Simestris tidak ada bunyi tambahan 7 Sistem Respirasi Simestris,suara

nafas veskuler Simestris,suara nafas

veskuler Simestris,suara

nafas ronki 8 Sistem Gi Tract Tidak ada

kelainan

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan 9 Sistem Abdomen Tidak ada

pembesaran hepar bising usus 35x/I,

Tidak ada pembesaran hepar bising usus 35x/I, tidak ada bekas luka operasi

Tidak ada pembesaran hepar bising usus 35x/I,

(33)

tidak ada bekas luka operasi

tidak ada

bekas luka operasi

10 Sistem

Muskuluoskeletal

Tidak ada kelainan pergerakan

Tidak ada kelainan pergerakan

Tidak ada kelainan pergerakan 11 Sistem Genetalia Tidak ada

kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan 9. Kebutuhan Dasar

No Nama Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Makan Minum BAB/BAK Pola Istirahat Activity 1. Tn. B Nasi, Sayur,

Ikan Makan 3x1

tidak ada pantangan

Air Putih Bab 2x sehari Bak 3-4x /

hari

8 jam/hari Kerja

2. Ny. Y Nasi, Sayur, Ikan Makan 3x1

tidak ada pantangan

Air Putih Bab 2x sehari Bak 3-4x /

hari

8 jam/ hari Mengurus rumah,

Jualan 3 An. M Nasi, Sayur,

Ikan Makan 3x1

tidak ada pantangan

Air Putih, Susu

Bab 2x sehari Bak 3-4x /

hari

8 jam/hari Tidak Sekola

10. Tipelogi Masalah Kesehatan No Daftar masalah kesehatan

1. ACTUAL

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Ispa b.d menejemen kesehatan tidak efektif

2. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Ispa b.d bersihan jalan nafas tidak efektif

3. Ketidakmampuan keluarga menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan b.d resiko cedera

2. ANCAMAN

1. Resiko terjadinya komplikasi bersihan jalan nafas tidak efektif dari ispa b.d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota

(34)

keluarga

3 DEFISIT

-

11. Pengkajian 5 Tugas Keluarga

No Kriteria Pengkajian

1 Mengenal masalah Keluarga Tn.B tidak mampu mengenal masalah tentang penyakit yang terjadi serta penanganan dari ISPA

2 Mengambil keputusan yang tepat

Keluarga Tn.B Setiap ada masalah selalu dimusyawarahkan kepada semua anggota

keluarganya. Karena kurang pengetahuan keluaga membawa untuk kepuskesmas dan menyiapkan makanan yang biasa

3 Merawat anggota keluarga yang sakit

Keluarga mengatakan tidak tau merawat Ny. Y dan masih menyiapkan makanan yang biasa dan tidak ada pantangan dan membiarkan Ny. Y sering minum air dingin dan tidur dilantai

4. Memodifikasi lingkungan

Keluarga masih belum mampu medodifikasi lingkungan karena jendela tidak dibuka, pencahayaan lampu redup ventilasi tertutp 5. Memanfaatkan

sarana kesehatan

Keluarga mengatakan bahwa mereka selalu mengantarkan kepuskesmas

12. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1. DS - Keluarga mengatakan belum mengetahui tentang serta penanganan dari Ispa DO - Klien bertanya tentang penyakitnya

Manajemen kesehatan tidak efektif

Ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah 2 DS – Keluarga mengatakan

batuk pilek demam

- Klien mengatakan pilek dan sesak

DO – klien tampak serak, gelisah demam sesak

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga

3 DS - Klien mengatakan lantai licin apabila habis hujan DO - Klien tampak

memegangi kakinya - Lutut klien tampak kemerahan- Suhu sekitar lutut teraba hangat

Resiko cedera Ketidakmampuan keluarga

menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan b.d

(35)

resiko cedera

13. Rumusan Diagnosa keperawatan

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

2. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan ISPA b.d Bersihan jalan nafas tidak efektif

3. Ketidakmampuan keluarga menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan b.d resiko cedera

14. Scoring Prioritas Masalah

KRITERIA HITUNGAN SKOR PEMBENARAN

Sifat

masalah:Aktual

3/3 x1 3

Ny. Y batuk ,pillek demam

memerlukan tindakan segera untuk mencegah

Potensi untuk diubah:sebagian

1/2 x2 1 Fasilitas kesehatan dapat dengan mudah

Pontensi masalah yang dicegah:

2/3 x2 2 dicegah bila keluarga mengetahui

Menonjolnya masalah :Menonj

2/2 x2 2 Ada masalah namun keluarga menganggap ada perlu ditangani

(36)

olnya masalah berat harus harus ditangani

Total skor : 4 1/6

15. Diagnosa prioritas

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

2. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan ISPA b.d Bersihan jalan nafas tidak efektif

3. Ketidakmampuan keluarga menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan b.d resiko cedera

(37)

16. Intervensi Keperawatan

No Masalah

Keperawatan

Tujuan Kriteria Intervensi

Umum Khusus Kriteria Standar

1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen

kesehatan tidak efektif

Setelah dilakukan beberapa

intervensi keluarga Keluarga mampu mengenal masalah tentang

pengetahuan kesehatan dan perilaku sehat

Setelah kunjungan rumah dan menjelaskan Keluarga mampu mengenal masalah

Verbal 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 2. Berikan pendidikan kesehatan tentang rematik

3. Evaluasi tingkat pengetahuan keluarga

 Jelaskan tentang penyakit Ispa

 Diskusikan dengan agar keluarga mampu mengenal masalah

(38)

2 Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Ispa b.d bersihan jalan nafas tidak efektif

Setelah dilakukan beberapa

intervensi keluarga Keluarga mampu merawat anggota keluarga

Setelah kunjungan rumah dan menjelaskan keluarga Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan intervensi keperawatan

Verbal demonstrasi

1. Monitor

status pernapasan Posisikan

pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2. Lakukan

fisioterapi dada sebagaimana mestinya 3. Pemberian

rebusan jahe dan madu

 Monitor

status pernapasan dan oksigenasi

sebagaimana mestinya

 Posisikan

pasien untuk memaksimalkan ventilasi

 Lakukan

(39)

fisioterapi dada sebagaimana mestinya

 Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender

 Ajarkan teknik nafas dalam

(40)

17. Implementasi Dan Evaluasi

No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

1 09 April 2025

Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

 Menjelaskan tentang penyakit ISPA

 Mendiskusikan dengan agar keluarga mampu mengenal masalah

1. Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

4. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah Mengetahui Tentang ispa

O: keluarga Tn. B mampu Sudah Mengetahui Tentang ispa

A: Masalah sebaian teratasi P : intervensi dilanjutkan

(41)

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Ispa b.d bersihan jalan nafas tidak efektif

1. Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

3. Pemberian rebusan jahe dan madu

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah Mengetahui perawatan ISPA

O: keluarga Tn. B mampu Sudah mendemonstrasikan Batuk efektif, fisoterapi dada

A: Masalah sebaian teratasi P : intervensi dilanjutkan 2 10 April 2022 Ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

 menjelaskan tentang penyakit ISPA

 Mendiskusikan dengan agar keluarga mampu mengenal masalah

1. Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

4. Buang secret dengan memotivasi pasien

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah Mengetahui perawatan ISPA

O: keluarga Tn. B mampu Sudah mendemonstrasikan Batuk efektif, fisoterapi dada

A: Masalah sebaian teratasi P : intervensi dilanjutkan

(42)

5. untuk melakukan batuk atau menyedot lender Ketidakmampuan

keluarga merawat anggota keluarga dengan Ispa b.d bersihan jalan nafas tidak efektif

4. Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

6. Pemberian rebusan jahe dan madu

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah Mengetahui perawatan ISPA

O: keluarga Tn. B mampu Sudah mendemonstrasikan Batuk efektif, fisoterapi dada

A: Masalah sebaian teratasi P : intervensi dilanjutkan 3 11 April 2022 Ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

Menganjurkan agar jendela dibuka saat pagi dan siang agar udara bisa masuk

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah membuka jendela

O: keluarga Tn. B mampu Sudah

Mengetahui pentingnya membuka jendela A: Masalah sebaian teratasi

P : intervensi dilanjutkan

(43)

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Ispa b.d bersihan jalan nafas tidak efektif

7. Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

8. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

9. Pemberian rebusan jahe dan madu

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah Mengetahui perawatan ISPA

O: keluarga Tn. B mampu Sudah mendemonstrasikan Batuk efektif, fisoterapi dada

A: Masalah sebaian teratasi P : intervensi dilanjutkan 12 April 2025 Ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

Menganjurkan agar jendela dibuka saat pagi dan siang agar udara bisa masuk

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah membuka jendela

O: keluarga Tn. B mampu Sudah

Mengetahui pentingnya membuka jendela A: Masalah sebaian teratasi

P : intervensi dilanjutkan

(44)

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Ispa b.d bersihan jalan nafas tidak efektif

10.Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

11.Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

12.Pemberian rebusan jahe dan madu

S : Keluarga Tn. B Mengatakan Sudah Mengetahui perawatan ISPA

O: keluarga Tn. B mampu Sudah mendemonstrasikan Batuk efektif, fisoterapi dada

A: Masalah sebaian teratasi P : intervensi dilanjutkan

(45)

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengkajian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, terutama di lingkungan pemukiman padat dan rumah tangga dengan kualitas udara yang buruk. Berdasarkan teori Nightingale, faktor lingkungan memiliki kontribusi besar dalam memunculkan dan memperburuk penyakit infeksi, termasuk ISPA. Dalam konteks ini, udara yang bersih, ventilasi yang memadai, serta kebersihan lingkungan menjadi elemen penting dalam mencegah munculnya penyakit maupun mendukung proses penyembuhan pasien (Nightingale, 2020, edisi modern). ISPA sendiri dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri, yang menyerang saluran pernapasan bagian atas seperti hidung, faring, dan laring, atau bagian bawah seperti bronkus dan alveoli. Penyakit ini menyebar melalui droplet saat penderita batuk atau bersin, dan dapat menjangkiti seluruh anggota keluarga bila tidak ada upaya pencegahan yang optimal.

Pada pengkajian kasus keluarga Tn. B, ditemukan bahwa istri beliau, Ny. Y, mengalami gejala ISPA berupa batuk berdahak, pilek, dan rasa nyeri tenggorokan yang sudah berlangsung selama lebih dari tiga hari. Gejala tersebut disertai demam ringan dan kelelahan yang menyebabkan terganggunya aktivitas harian dan istirahat malam. Dalam pengamatan langsung, Ny. Y tampak lemas dan sering menutupi mulut saat batuk, meskipun belum sepenuhnya menerapkan etika batuk dan bersin yang benar. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kondisi rumah keluarga ini memiliki ventilasi terbatas, kurangnya pencahayaan alami, serta adanya kebiasaan merokok dari anggota keluarga lain yang dilakukan di dalam rumah. Situasi ini sejalan dengan laporan WHO (2021) yang menyebutkan bahwa paparan terhadap asap rokok di dalam rumah secara signifikan

(46)

meningkatkan risiko terjadinya infeksi pernapasan, terutama pada perempuan dan anak-anak.

Dari sudut pandang teori kebutuhan dasar menurut Virginia Henderson, terdapat gangguan nyata pada kebutuhan bernapas bebas dan istirahat Ny.

Y. Batuk yang terus-menerus membuat Ny. Y sulit tidur dan merasa cepat lelah. Selain itu, gangguan pada nafsu makan dan asupan cairan juga mulai terlihat. Kebutuhan akan rasa nyaman terganggu akibat rasa panas di tenggorokan dan suara napas tambahan yang terdengar saat auskultasi.

Perawat memiliki peran penting dalam mengidentifikasi gangguan kebutuhan ini, serta memberikan intervensi baik secara langsung kepada pasien maupun tidak langsung melalui edukasi kepada keluarga agar mendukung proses pemulihan.

Aspek sosial dan psikologis juga menjadi bagian penting dalam pengkajian terhadap Ny. Y. Berdasarkan teori keperawatan keluarga menurut Friedman, keluarga merupakan sistem yang berpengaruh terhadap status kesehatan setiap anggotanya. Peran keluarga dalam pengambilan keputusan kesehatan, pola komunikasi, hingga dukungan emosional akan sangat memengaruhi respons pasien terhadap penyakit (Friedman et al., 2019). Dalam kasus ini, walaupun Tn. B menunjukkan kepedulian terhadap kondisi istrinya, terlihat bahwa pemahaman tentang cara pencegahan ISPA, waktu yang tepat untuk mencari bantuan medis, serta etika batuk dan bersin masih perlu ditingkatkan. Edukasi kepada keluarga mengenai bahaya ISPA, cara penularan, serta langkah-langkah preventif menjadi langkah awal dalam membangun peran aktif keluarga dalam pemeliharaan kesehatan rumah tangga.

Lebih jauh lagi, berdasarkan pendekatan model bio-psiko-sosial, pengkajian terhadap Ny. Y tidak hanya mencakup aspek biologis atau fisik, tetapi juga kondisi emosional dan lingkungan sosialnya. Ny. Y sempat menyatakan kekhawatirannya bila penyakitnya menular kepada cucu yang sering

(47)

bermain di dalam rumah. Rasa cemas ini, apabila tidak ditangani, dapat memengaruhi proses penyembuhan. Dalam hal ini, perawat memiliki tanggung jawab untuk memberikan ketenangan psikologis melalui pendekatan komunikasi terapeutik, serta menjelaskan langkah-langkah praktis untuk mencegah penularan, seperti mencuci tangan secara teratur, memakai masker saat batuk, dan menjaga jarak dengan anggota keluarga yang rentan.

Kondisi lingkungan juga menjadi perhatian dalam pengkajian ini. Rumah keluarga Tn. B memiliki ventilasi udara yang terbatas dan tidak memiliki jendela yang memadai untuk sirkulasi udara segar. Kondisi ini berpotensi menahan partikel polutan, termasuk virus dan bakteri penyebab ISPA.

Berdasarkan teori ekologi kesehatan, hubungan antara individu, keluarga, dan lingkungan saling berkaitan erat dalam menentukan status kesehatan seseorang (McMurray & Clendon, 2022). Oleh karena itu, dalam rencana intervensi keperawatan, penting untuk tidak hanya fokus pada pasien, tetapi juga melakukan modifikasi lingkungan rumah serta pemberdayaan keluarga untuk menciptakan kondisi hunian yang mendukung kesehatan.

Secara keseluruhan, pengkajian terhadap Ny. Y menunjukkan bahwa ISPA bukan hanya masalah infeksi pernapasan semata, melainkan merupakan hasil interaksi antara faktor individu, perilaku keluarga, dan kualitas lingkungan. Dengan menggunakan pendekatan keperawatan komunitas yang holistik dan berlandaskan teori Florence Nightingale, Virginia Henderson, dan Friedman, perawat dapat merancang asuhan keperawatan yang menyeluruh. Hal ini mencakup intervensi klinis, edukasi kesehatan, perubahan perilaku, serta peningkatan kapasitas keluarga dalam merawat anggota yang sakit dan mencegah penyebaran penyakit.

(48)

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan keluarga dapat didefinisikan sebagai kesimpulan klinis tentang respons anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan yang dialami oleh salah satu anggotanya. Menurut Friedman (2003), keluarga sebagai satu kesatuan merupakan klien dalam pelayanan keperawatan, sehingga setiap permasalahan kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga—termasuk istri Tn. B yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)—harus dianalisis sebagai bagian dari fungsi keluarga secara keseluruhan. Perawat memiliki peran penting dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah kesehatan keluarga agar dapat memberikan intervensi yang tepat sesuai kebutuhan.

keperawatan keluarga mencakup beberapa aspek, antara lain kemampuan keluarga mengenal masalah, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan. Menurut pendekatan teori sistem keluarga yang dikemukakan oleh Wright & Leahey (2009), interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya memiliki pengaruh terhadap keseimbangan dan ketahanan keluarga dalam menghadapi masalah. Maka, apabila salah satu anggota keluarga sakit dan anggota lainnya kurang tanggap atau tidak mengetahui cara penanganannya, ini bisa memengaruhi keberhasilan perawatan.

Berdasarkan diagnose keperawatan pada kasus .didapatkan data sebagaia berikut :

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ISPA b.d menejemen kesehatan tidak efektif

2. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan ISPA b.d Bersihan jalan nafas tidak efektif

3. Ketidakmampuan keluarga menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan b.d resiko cedera

(49)

4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan dalam asuhan keperawatan keluarga pada kasus Tn. B dengan anggota keluarga yang mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) berfokus pada peningkatan kemampuan keluarga dalam mengenali, merawat, dan mencegah penyakit, serta menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan. Berdasarkan teori Friedman, keluarga dipandang sebagai suatu sistem yang saling memengaruhi dan memiliki peran sentral dalam proses penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan anggotanya. Oleh karena itu, pendekatan keperawatan dalam kasus ini dilakukan secara menyeluruh dan berorientasi pada keluarga sebagai unit asuhan utama.

Keluarga Tn. B, dalam hal ini, menunjukkan ketidaktahuan mengenai penyebab, gejala, serta cara penanganan ISPA, khususnya pada Ny. Y yang mengalami batuk berdahak, demam, dan kelelahan. Masalah ini mengindikasikan adanya manajemen kesehatan yang tidak efektif dalam keluarga. Intervensi awal yang diberikan adalah pendidikan kesehatan secara verbal kepada seluruh anggota keluarga. Perawat menjelaskan pengertian ISPA, tanda dan gejala khas yang perlu diwaspadai, serta penyebab dan cara penularannya. Edukasi ini disampaikan menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami dan diterima oleh keluarga, serta dilengkapi dengan tanya-jawab untuk memastikan pemahaman.

Setelah itu, perawat juga mengarahkan perhatian pada ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota yang sakit. Ny. Y masih tidur di lantai tanpa alas memadai, sering minum air dingin, dan pola istirahatnya terganggu karena batuk berkepanjangan. Perawat memberikan pelatihan mengenai cara merawat pasien ISPA di rumah, seperti teknik batuk efektif, pentingnya posisi tidur semi-Fowler untuk memudahkan pernapasan, serta penggunaan terapi non-farmakologis seperti minuman hangat jahe dan madu. Selain itu, keluarga diajarkan teknik fisioterapi dada secara ringan, yang dapat membantu membersihkan jalan napas dan mengurangi produksi dahak.

Referensi

Dokumen terkait

Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yakni kebiasaan ibu dalam pencegahan primer penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak balita

Salah satu manfaat dari pemberian ASI eksklusif adalah dapat mengurangi angka kejadian berbagai macam penyakit infeksi pada bayi, termasuk Infeksi Saluran Pernapasan

Menurut penelitian Agustina Wiyatiningrum (2010) tentang “Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Kepala Keluarga Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita

Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Terjun, Kecamatan Medan Marelan,

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit menular yang sering mengakibatkan kematian pada balita di dunia.Penelitian ini akan memperkenalkan model dan

2 Resiko tinggi pada penularan penyakit ISPA berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga menata lingkungan dengan masalah ISPA Setelah dilakukan kunjungan keluarga diharapkan

Menyusun Serangkaian Aturan Dalam pembuatan sistem pakar diagnosis Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA, aturan merupakan sesuatu yang wajib ada dalam pembuatan sistem pakar,