• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT DIARE DAN ISPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENYAKIT DIARE DAN ISPA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENYAKIT DIARE DAN ISPA

Nurun Nikmah, SST., M.Kes

Ervi Suminar, S.Kep., Ns., M.Si

Penerbit

STKIP PGRI Bangkalan

Jl. Soekarno-Hatta No. 52 Telp/Fax (031) 3092325

(4)

PENYAKIT DIARE DAN ISPA

Copyright©2018

Penulis

Nurun Nikmah, SST., M.Kes Ervi Suminar, S.Kep., Ns., M.Si

Desain Sampul

Fathiyaturrohmah

Editor

Muharromah Mushaddaq Istiana Husen

Penanggung Jawab

Sakrim, M.Pd.

Tata Letak

Moh Ridlwan

Halaman: iv + 54 Ukuran: 14,8 cm x 21 cm Cetakan Pertama: Oktober 2018

ISBN 978-602-51778-5-9

Penerbit

STKIP PGRI Bangkalan

Jl. Soekarno-Hatta No.52 e-mail: stkippress@gmail.com Website: www.press.stkippgri-bkl.ac.id

Isi di luar tanggung jawab penerbit

Lingkup Hak Cipta Pasal 1

Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diw ujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana Pasal 113

1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (li ma ratus juta rupiah).

3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Pengguna Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5)

Dengan mengucapkan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menerbitkan Buku Ajar Diare dan ISPA. Buku ini merupakan penunjang mahasiswa pada pembelajaran tentang penatalaksanaan Diare dan ISPA. Buku ini diharapkan dapat memenuhi mahasiswa kebidanan dan keperawatan dalam memahami tentang penatalaksanaan Diare dan ISPA.

Tujuan penyusunan buku ajar ini yaitu membantu para pengajar atau dosen dan mahasiswa kesehatan dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif.

Mudah-mudahan dengan diterbitkannya buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan pendorong bagi para dosen untuk berkarya nyata dalam penyusunan buku-buku sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya.

Penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran perbaikan terhadap isi buku ini. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak terkait yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan buku ini.

Bangkalan, Oktober 2018

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul (i)

Kata Pengantar (ii)

Daftar Isi (iii)

BAB 1 Konsep Diare

1. Pengertian Diare (1) 2. Klasifikasi Diare (2)

3. Faktor-faktor terjadinya Diare (3) 4. Gejala Diare (6)

5. Patofisiologis Diare (7) 6. Komplikasi Diare (8) 7. Penatalaksanaan Diare (8)

8. Penatalaksanaan Diare Akut (9)

9. LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntas Diare) (10) 10. Pencegahan diare (14)

BAB 2 Konsep ISPA

1. Pengertian ISPA (16) 2. Etiologis ISPA (18) 3. Patogenesis ISPA (18) 4. Gejala ISPA (20)

5. Klasifikasi ISPA (22) 6. Cara penularan ISPA(23)

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA (24) 8. Diagnosa ISPA(24)

9. Penatalaksanaan ISPA (25) 10. Perawatan dirumah (26)

11. Pencegahan dan Pemberantasan ISPA (27)

BAB 3 Hasil Penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dan Kejadian Diare pada

Balita”(30)

(7)

BAB 1

DIARE

TIK:

Mahasiswa mampu mengetahui tentang:

1.Pengertian Diare 2.Klasifikasi Diare

3.Faktor-faktor terjadinya Diare 4.Gejala Diare

5.Patofisiologis Diare 6.Komplikasi Diare 7.Penatalaksanaan Diare

8.Penatalaksanaan Diare Akut

9.LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntas Diare)

10. Pencegahan Diare

1. Pengertian Diare

a.Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam feses. Secara epidemologik, biasanya diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses lunak atau cair tiga kali sehari atau lebih dalam sehari. (Sodikin, 2011)

b.Neonatus dinyatakan diare bia frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali dalam 24 jam. (FKUI, 2008)

(8)

d.Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. (Suharyono, 2008)

e.Diare (bahasa Inggris: diarrhea) adalah sebuah penyakit di saat tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. ("Diarrhoea: Why children are still dying and what

can be done", World Health Organization).

(image: http://doktersehat.com/diare-pada-anak-dan-balita/)

2. Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare berdasarkan waktu diare terdiri dari : a.Diare Akut

Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. (Ernawati, 2012)

b.Diare Persisten

(9)

faces dalam jumlah banyak dan berisiko mengalami diare (Sodikin, 2011).

Diare persisten dibagi menjadi dua yaitu diare persisten berat dan diare persisten tidak berat atau ringan. Diare persisten berat merupakan diare yang berlangsung

selama ≥ 14 hari, dengan tanda dehidrasi, sehingga

anak memerlukan perawatan di rumah sakit.

Sedangkan diare persisten tidak berat atau ringan merupakan diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih yang tidak menunjukkan tanda dehidrasi (Ariani, 2016).

c. Diare Kronis

Diare kronis adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai dengan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badannya. (Sodikin, 2011) d.Diare Malnutrisi Berat

Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi. Infeksi dapat menyebabkan anak mengalami malnutrisi

karena selama sakit,mengalami infeksi, anak

mengalami penurunan asupan makanan, gangguan pertahanan dan fungsi imun (Kuntari, 2013).

3. Faktor-Faktor Terjadinya Diare a.Faktor Infeksi

1) Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut: a)Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan

(10)

b)Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan

lain-lain.

c)Infeksi parasite : Cacing (Ascaris,

Strongyloides)Protozoa (Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia, Trichomonas hominis), Jamur

(Candida albicans)

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut

(OMA), tonsillitis atau tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b.Faktor Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat adalah disakarida

(intoleransi laktosa, membran dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa)

2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein

Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada system pencernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang. Biasanya bayi siap

untuk makan-makanan padat, baik secara

pertumbuhan maupun secara psokologis, pada usia 6-9 bulan. Bila makanana padat sudah mulai diberikan

sebelum system pencernaan bayi siap untuk

menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan

(11)

pencernaan, timbulnya gas, konstipasi) tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran dan bari dalam 3 sampai 4 bulan terakhir jumlahnya meningkat mendekati jumlah orang dewasa. Amylase, enzim yang diproduksi oleh pancreas belum mencapai jumalh yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim pencerna karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase sebelum mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah lipase dan bilesats dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum 6-9 bulan.

c. Faktor Makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

1) Faktor psikologis; Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada saat anak yang lebih besar).

2) Tidak memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan; Risiko menderita diare berat beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak mendapatkan ASI dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Risiko kematian karena diare juga lebih besar.

3) Menggunakan botol susu yang tidak bersih;

(12)

diminum, kuman dapat berkembang biak di dalamnya.

4) Menyimpan makanan matang pada suhu kamar;

Penyimpanan yang sudah dimasak untuk digunakan

kemudian memudahkan pencemaran, salah

satunya melalui kontak dengan permukaan peralatan yang terpajan. Jika makanaan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat berkembang biak di dalamnya.

5) Menggunakan air minum tercemar bakteri yang

berasal dari feses; Air mungkin terpajan pada sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi jika tempat penyimpanan tidak tertutup atau jika tangan tercemar kuman saat kontak dengan air sewaktu mengambil dari tempat penyimpanan.

6) Tidak mencuci tangan sesudah membuang air besar, sesudah membuang feses, atau sebelum memasak makanan.

7) Membuang feses (termasuk feses bayi) dengan tidak benar. (Sodikin, 2011).

4. Gejala Diare

a.Dehidrasi b.Gelisah

c. Mata cekung d.Nadi cepat

(13)

5. Patofisiologis Diare

a.Gangguan Osmotic

Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus

berlebihan sehingga merangsang usus

mengeluarkannya (diare). b.Gangguan Sekresi

Toksin pada dinding usus meningkat sekresi air dan elektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.

c. Gangguan Motalitas Usus

Hiperperistaltik menyebabkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan atau peristaltic yang menurun menyebabkab bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrilit meningkat. Hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare (Erich, 2008)

d.Gambaran Klinis

(14)

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, gelisah, nadi cepat, pernafasan cepat,ubun-bubun besar cekung, tonus dan turgor agak berkurang, mata cekung. Bedasarkan banyak cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Dan berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi isotonic, hipotonik, hipertonik (Sodikin, 2011)

6. Komplikasi Diare

a.Dehidrasi

b.Renjatan hipovolemik c. Hipokalemia

d.Hipoglikemia

e.Intoleransi laktosa sekunder f. Kejang

g.Malnutrisi

7. Penatalaksaan Diare

Menurut Sodikin, M.Kes 2011

a. Diare cair membutuhkan pergantian dan elektrolit tanpa menimbang etiologinya.

b.Makanan harus terus diberikan, bahkan harus ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.

(15)

termasuk dalam hal ini pada diare berat dan diare dengan panas, kecuali pada :

1) Disentri yang harus diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella. Penderita yang tidak berespons terhadap pengobatan ini harus dikaji lebih lanjut atau diobati untuk kemungkinan amoebiasis

2) Suspek kolera dengan dehidrasi berat

3) Diare persisten, jika ditemukan tropoziot atau kista G.Lamblia atau tropozit E. histolitica pada feses atau cairan usus, atau bila bakteri pathogen usus ditemukan dalam kultur feses.

8. Penatalaksanaan Diare Akut

a.Penggunaan rehidrasi elektrolit seimbang pada orang tua dengan diare berat atau setiap pelancong dengan kolera seperti diare cair dianjurkan. Kebanyakan individu dengan diare akut atau gastroenteritis dapat mengikuti cairan cairan dan garam dengan konsumsi air, jus, minuman olahraga, sup, dan biskuit asin.

b.Penggunaan probiotik atau prebiotik untuk pengobatan diare akut pada orang dewasa tidak dianjurkan, kecuali dalam kasus penyakit terkait postantibiotic.

c. Bismuth subsalicylates dapat diberikan untuk mengontrol tingkat pengeluaran tinja dan dapat membantu wisatawan, berfungsi lebih baik selama serangan ringan sampai sedang penyakit.

(16)

e.Penggunaan antibiotik untuk diare yang didapat dari masyarakat harus dihindari karena studi epidemiologi menunjukkan bahwa sebagian besar diare yang didapat oleh masyarakat adalah virus asal (norovirus, rotavirus, dan adenovirus) dan tidak diperpendek dengan penggunaan antibiotik.

9. LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )

a. Berikan Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat

dilakukan mulai dari rumah tangga dengan

memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi : 1) Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :

a) Keadaan Umum : baik b) Mata : Normal

c) Rasa haus : Normal, minum biasa d) Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb: a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak

(17)

b) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

c) Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

a) Keadaan Umum : Gelisah, rewel b) Mata : Cekung

c) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak

d) Turgor kulit : Kembali lambat 20

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit

seperti diare tanpa dehidrasi.

3) Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

a) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar b) Mata : Cekung

c) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari

2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.

b. Berikanobat Zinc

(18)

mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

1. Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari

2. Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

c. Pemberian ASI / Makanan :

(19)

yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). e. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :

1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a) Diare lebih sering b) Muntah berulang c) Sangat haus

d) Makan/minum sedikit e) Timbul demam

f) Tinja berdarah

(20)

10.Pencegahan Diare

a. Memberikan ASI eksklusif kepada bayi usia 4-6 bulan. b.Menghindari penggunaan susu botol

c. Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan

makanan pendamping ASI (untuk mengurangipajanan ASI terhadap bakteri dan perkembangbiaka bakteri). d.Menggunakan air bersih untuk minum.

e. Mencuci tangan denga baik sesudah buang air besar dan setelah membuang feses bayi, serta sebelum menyiapkan makanan atau sebelum makan.

f. Membuang feses (termasuk feses bayi) secara benar.

g.Konseling tingkat pasien pada pencegahan infeksi enterik akut tidak dianjurkan secara rutin tetapi dapat dipertimbangkan dalam kontak individu atau dekat dari individu yang berisiko tinggi untuk komplikasi. h.Individu harus menjalani konseling pretravel mengenai

menghindari makanan / minuman berisiko tinggi untuk mencegah diare.

(21)
(22)

BAB 2

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

( ISPA )

TIK:

Mahasiswa mampu mengetahui tentang:

1. Pengertian ISPA 2. Etiologis ISPA 3. Patogenesis ISPA 4. Gejala ISPA

5. Klasifikasi ISPA

6. Cara penularan ISPA

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA 8. Diagnosa ISPA

9. Penatalaksanaan ISPA 10.Perawatan dirumah

11.Pencegahan dan Pemberantasan ISPA

1. Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Atas dalam bahasa

Indonesia juga di kenal sebagai ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Atas) atau URI (Upper

Respiratory Tract Infection) dalam bahasa Inggris adalah

penyakit yang diakibatkan adanya infeksi pada sistem pernapasan atas.

a.Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections

(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu

(23)

menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus- sinus, rongga telinga tengah dan pleura.Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. (Depkes RI, 2004).

b.Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). (Kemenkes RI, 2011).

(24)

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus,

Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara

lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus,

Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus (Depkes RI,

2004).

3. Patogenesis ISPA

Menurut Baum (1974), saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi mauapun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu:

a.Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia. b.Makrofag alveoli terjadi.

c. Antibodi setempat.

Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu. Selain itu, hal-hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah:

a.Asap rokok dan gas SO₂ yang merupakan polutan utama dalam pencemaran udara

b.Sindrom immotil.

c. Pengobatan dengan O₂ konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

(25)

rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag

membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan

menurunkan mobilitas sel-sel ini (Baum,1974).

Antibodi setempat yang ada pada saluran

pernapasan ialah imunoglobulin A (IgA).Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini

akan memudahkan terjadinya infeksi saluran

pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti penderita yang mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas dan lain-lain (immunocompromised host) (Baum,1974). Menurut Baum (1974) gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung Pada:

1)Karakteristik inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik yang masuk. 2)Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya

sel epitel mukosa, gerak mukosilia, makrofag alveoli dan IgA.

(26)

4. Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru) (Halim, 2000).

Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua penelitian dan kegiatan program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama. Misalnya untuk

menentukan infeksi saluran pernafasan, WHO

menganjurkan pengamatan terhadap gejala-gejala,

kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek dan penyakit pada telinga dengan atau tanpa disertai demam.Efek pencemaran terhadap saluran pernafasan memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang meliputi radang tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas (Robertson, 1984 dalam Purwana, 1992).

(27)

insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala batuk. Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema mukosa dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran.

Menurut Putranto (2007), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan :

a.Batuk

Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga

timbul sekresi berlebih dalam saluran

pernafasan.Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.

b.Dahak

Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir

(mucus glands) dan sel goblet oleh adanya stimuli,

misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi.

c. Sesak nafas

Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena

penyempitan.Penyempitan dapat terjadi karena

saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena

sekret yang menghalangi arus udara.Sesak nafas dapat

(28)

d.Bunyi mengi

Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit

pernafasan yang turut diobservasikan dalam

penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

e.Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Desa Kibera Lindi, Nairobi, Kenya, mayoritas anak-anak ini mengalami batuk, pilek, dan demam. Penarikan dada dan kesulitan bernapas tidak umum terjadi pada anak-anak. Selain infeksi saluran pernafasan akut, anak-anak juga menderita sakit seperti diare, muntah, menolak makan, dan infeksi kulit (Sikolia, 2002).

5. Klasifikasi ISPA (WHO, 2003)

a.Klasifikasi Berdasarkan Umur

1)Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas : a)Pneumonia berat: bila disertai dengan

tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral(pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

b)Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.

2)Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :

(29)

tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

b)Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

c)Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa penarikan dinding dada. d)Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk

(atau kesulitan bernafas) tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

e)Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.

b.Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi

1)Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis media, faringitis.

2)Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.

6. Cara Penularan Penyakit ISPA

(30)

terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.Sebagian besar penularan melalui udara, dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (Halim, 2000).

7. Faktor-Faktor yang mempengaruhi ISPA

Berdasarkan studi kasus tentang ISPA pada 300 kasus balita di rumah sakit pedesaan India Tengah, (2010-2012) Bahwa ISPA dipengaruhi oleh faktor resiko yaitu sosiodemografi dan sosial-budaya, berbagai faktor risiko yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah kekurangan menyusui, kurang gizi, status imunisasi, menunda penyapihan, malnutrisi, berat lahir rendah dan prematuritas. Pada variabel lingkungan, ventilasi yang tidak memadai, kondisi rumah yang tidak tepat, paparan udara dalam ruangan, polusi dalam bentuk pembakaran dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak ditemukan sebagai faktor risiko yang signifikan untuk kejadian ISPA pada balita.

Jadi, untuk pencegahan ISPA, promosi kesehatan dasar, langkah-langkah seperti praktik pemberian makan bayi yang benar, nutrisi yang tepat dan perbaikan sosio-ekonomi. (Taksande, 2016)

8. Diagnosa ISPA

(31)

langsung.Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000).

Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum.Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non pnemonia lainnya (Halim, 2000).

9. Penatalaksanaan ISPA

Menurut Rasmaliah (2005) penatalaksanaan ISPA ada tiga:

a.Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

b.Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per

oral. Bila penderita tidak mungkin diberi

kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

demam diberikan obat penurun panas yaitu

(32)

pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

10.Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA:

a.Mengatasi Panas (Demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b.Mengatasi Batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian Makanan

(33)

d.Pemberian Minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e.Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika pilek, bersihkan hidung yang

berguna untuk mempercepat kesembuhan dan

menghindari komplikasi yang lebih parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

11.Pencegahan dan Pemberantasan ISPA

Pencegahan dapat dilakukan dengan : a.Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. b.Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

d.Menyusui

(34)

anak-anak yang tidak mendapatkan durasi menyusui yang sama. Penelitian terbaru laporan dari kohor longitudinal oleh Mihrshahi et al., melaporkan peningkatan risiko ISPA (risiko relatif = 2.3) di antara anak-anak tidak menyusui secara memadai. Menyusui termasuk salah satu tindakan yang menyelamatkan jiwa dalam pencegahan berbagai penyakit masa kanak-kanak. Sehingga, menyusui adalah salah satu rencana aksi global WHO / UNICEF untuk menghentikan pneumonia. Selain itu, cuci tangan, ditingkatkan nutrisi, dan pengurangan polusi udara dalam ruangan disarankan sebagai strategi utama untuk melindungi dari pneumonia pada anak-anak di bawah usia 5 tahun. e. Mencuci Tangan

Tinjauan sistematis kuantitatif dari studi yang dikembangkan negara-negara memperkirakan mencuci tangan mengurangi insiden infeksi pernafasan sebesar 24% (mulai dari 6% hingga 44%). Bukti-bukti dari negara berkembang masih kurang tentang masalah ini.

f. Polusi Udara Dalam Ruangan

(35)

g. Vaksin Pencegah ISPA

Keparahan dan penularan ISPA oleh patogen utama, ketersediaan laboratorium diagnostik terbatas, dan resistensi antibiotik untuk berbagai macam obat membuat vaksin sebagai intervensi potensial terhadap ISPA. Sementara kematian konvensional karena pertusis, difteri dan campak dikurangi dengan imunisasi rutin, infeksi karena organisme bakteri lainnya seperti H. influenza, Streptococcus pneumonia

(36)

BAB 3

Analisis Hasil Penelitian

Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Kejadian ISPA dan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Jaddih Kecamatan

Socah Kabupaten Bangkalan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA DAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA

JADDIH KECAMATAN SOCAH KEBUPATEN BANGKALAN

Nurun Nikmah, SST.,M.Kes1) Ervi Suminar, S.Kep.,Ns.,M.Si2)

Program Studi D-III Kebidanan, STIKES Insan Se Agung Bangkalan1)

Email : nurux@yahoo.co.id

Program Studi S-I Keperawatan, STIKES Insan Se Agung Bangkalan2)

Email : ervi_suminar@yahoo.co.id

ABSTRACT

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan diare merupakan masalah kesehatan pada Balita yang masih harus dijadikan fokus dalam mengatasi masalah kesehatan pada Balita. Penyakit ISPA dan diare masih menjadi masalah global dengan derajad kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi, sehingga penting untuk dilakukan

penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kejadian ISPA Dan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Jaddih

(37)

Desain penelitian ini analitik dengan menggunakan rancangan Cross Sectional. Sampel adalah ibu yang mempunyai balita sebanyak 146 orang. Variabel independen (status imunisasi, pemberian ASI eksklusif, sanitasi lingkungan, dan status gizi balita) dan variabel dependen (kejadian Diare dan ISPA). Pengumpulan data dengan sampel secara cross sectional. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik dengan tingkat kesalahan 0,05.

Hasil analisis data dengan uji Regresi Logistik diperoleh bahwa pengaruh status imunisasi terhadap kejadian diare p>α (0,854>0,05), pemberia ASI Eksklusif terhadap kejadian diare

p>α (0,286>0,05), sanitasi lingkungan dengan kejadian diare

p<α (0,02<0,05), status gizi balita dengan kejadian diare p<α (0,035<0,05). Dan pengaruh status imunisasi terhadap kejadian

ISPA p>α (0,224>0,05), pemberia ASI Eksklusif terhadap

kejadian ISPA p<α (0,014<0,05), sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA p<α (0,008<0,05), status gizi balita dengan kejadian ISPA p>α (0,144>0,05). Dari hasil analisa diatas dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara bersama sama antara status gizi (EXB=0,563) dan sanitasi lingkungan (EXB=0,383) dengan kejadian diare, serta ada pengaruh secara bersama sama antara ASI Eksklusif (EXB=0,288) Dan status gizi (EXB=0,452) dengan kejadian ISPA.

(38)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan diare merupakan masalah kesehatan pada Balita yang masih harus dijadikan focus dalam mengatasi masalah kesehatan. Penyakit ISPA dan diare masih menjadi masalah global dengan derajad kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi di berbagai Negara terutama di Negara berkembang. Penyakit ISPA dan diare juga merupakan penyakit yang utama meyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak di Dunia.

ISPA disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke saluran nafas. Asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak merupakan salah satu penyebab ISPA. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat masih ada yang menggunakan kayu bakar untuk aktifitas memasak terutama ibu-ibu rumah tangga, dan tanpa disadari asap tersebut telah mereka

hirup sehari-hari, sehingga menyebabkan timbulnya keluhan batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2008).

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam feses. Secara epidemiologic, biasanya diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses lunak atau cair tiga kali sehari atau lebih dalam satu hari (Sodikin, 2014).

Neonatus dikatakan diare jika frekuensi buang air besar lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi berusia lebih dari satu bulan dan pada anak dikatakan diare bila frekuensi lebih dari tiga kali dalam 24 jam (FKUI, 2008).

(39)

2015 di Jaddih tercatat sebanyak 182 bayi usia 0-12 bulan. Data kunjungan berobat pada bulan Februari 2016 didapatkan 11 bayi terkena ISPA dan 13 bayi terkena diare. Data kujungan pasien berobat untuk balita pada bulan Februari 2016 didapatkan 16 balita terkena ISPA dan 18 balita diantaranya terkena diare. (Bidan Desa Jeddih, 2016)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena pada penelitian ini ingin membuktikan dan mencari faktor (status imunisasi, pemberian ASI eksklusif, sanitasi lingkungan, dan status gizi balita) yang mempengaruhi 2 kejadian masalah kesehatan balita yaitu kejadian ISPA dan Diare pada balita. Harapannya yaitu mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dan Diare, sehingga upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian karena ISPA dan Diare pada balita bisa secara bersama-sama dilakukan.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin meneliti

lebih lanjut tentang “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kejadian ISPA Dan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Jaddih Kecamatan Socah

Kebupaten Bangkalan”.

Kajian Literatur

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

Faktor resiko timbulnya

ISPA menurut Dharmage

(2009) :

a. Faktor Demografi

(40)

1) Status gizi

Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misalnya dengan memperbanyak air putih dan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna, olah raga teratur serta istirahat cukup. Faktor rumah

Syarat-syarat rumah sehat diantarnya dari bahan bangunan, ventilasi, dan cahaya

c. Faktor Polusi

Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri :

1) Cerobong asap 2) Kebiasaan merokok

Faktor Penyebab ISPA pada Balita

1)Berat badan bayi rendah 2)Status gizi buruk

3)Status imunisasi tidak lengkap

4)Kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila

frekuensinya lebih dari 3 kali dalam 24 jam (FKUI, 2008) Faktor Penyebab Diare

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu (Depkes RI, 2007):

1.Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang diberi ASI resiko menderita diare lebih kecil daripada balita yang tidak diberi ASI.

2.Menggunakan botol susu. Penggunaan botol yang kurang bersih atau sudah dipakai terlalu lama dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol bisa tercemar oleh kuman/bakteri penyebab diare.

3.Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, makanan yang disimpan terlalu lama pada suhu kamar, makanan tersebut akan tercermar dan kuman mudah berkembang biak. 4.Menggunakan air minum

yang tercemar kuman/ bakteri/ virus.

(41)

atau sebelum makan serta menyuapi anak

6.Tidak membuang tinja dengan baik, beranggapan tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung bakteri atau virus dalam jumlah besar..

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Observasional analitik, menggunakan data kuantitatif. Data diperoleh dari sumbernya dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. (Sugiyono, 2009)

Pendekatan Waktu

Pengumpulan Data

Pendekatan waktu dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu desain penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara variabel cara pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya setiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan.(Sugiyono, 2009)

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi, menggunakan bantuan kuesioner terstruktur. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada ibu yang mempunyai Balita dan observasi kepada Balita.

Populasi penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas; objek/ Subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita Di Desa Jaddih Kecamatan Socah Kebupaten Bangkalan.

Prosedur Pemilihan sampel dan sampel penelitian

(42)

Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian

Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan kuesioner terstruktur dengan pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain.

Tehnik Pengolahan dan

Analisa Data

Tehnik Pengolahan Data yaitu dengan proses editing, entry sehingga dihasilkan informasi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dan menguji hipotesis. Hasil pengukuran pada variabel Independen dan variabel dependen dikategorikan menjadi 2 kategori.

Analisis data pada penelitian ini dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Analisis Univariat

Dilakukan uji normalitas kolmogorov smirnov terlebih

dahulu sebelum analisa univariat. Apabila nilai p > 0,05 maka data berdistribusi normal, bila nilai p < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

2) Analisa Bivariat

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Apabila data penelitian berdistribusi normal maka menggunakan uji statistik Pearson Product Moment, bila berdistribusi tidak normal maka menggunakan uji statistik Rank Spearman.

3) Analisis Multivariat

(43)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data Umum

a.Umur Ibu

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi umur ibu di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Umur Frekuensi Persentase (%) 20-30 tahun 78 53,4 31-41 tahun 57 39 42-52 tahun 11 7,5

Total 146 100,0

Dari hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa sebagian besar umur adalah 20-30 tahun yaitu sebanyak 78 orang (53,4%).

b.Pekerjaan

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pekerjaan ibu di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Ibu rumah

tangga 94 64,4 Swasta 40 27,4 PNS 12 8,2 Total 146 100

Dari hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa rata-rata adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 94 orang (64,4%).

c. Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pendidikan ibu di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD 70 47,9 SMP 47 32,2 SMA 17 11,6

PT 12 8,2

Total 146 100,0

Dari hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan responden adalah SD yaitu sebanyak 70 orang (47,9%)

d.Umur Balita

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi umur balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Umur balita Frekuensi Persentase (%) 1 tahun 38 26

Dari hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa sebagian

(44)

Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Status

Imunisai Frekuensi Persentase (%) Lengkap 127 87 besar status imunisasi lengkap yaitu sebanyak 127 orang (87%)

b. Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Pemberian ASI Eksklusif di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Pemberian

ASI Eksklusif Frekuensi Persentase (%) ASI Eksklusif 108 74 besar memberikan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 108 orang (74%).

c. Status Gizi Balita

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi Status Gizi balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Status Gizi Frekuensi Persentase (%) Baik 80 54,8 sebanyak 80 orang (48,8%)

d. Sanitasi Lingkungan

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi Sanitasi Lingkungan di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Sanitasi

Lingkungan Frekuensi Persentase (%) Sehat 112 76,7 Tidak Sehat 34 23,3 Total 146 100,0

Dari hasil pengumpuan data menunjukkan bahwa sebagian besar Sanitasi Lingkungan yaitu sebanyak 112 orang (76,7%)

e. Kejadian diare

Tabel 5.9 Distribusi frekuensi kejadian diare di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Kejadian diare frekuensi Persentase (%) Terjadi 93 63,7 Tidak terjadi 53 36,3 Total 146 100,0

Dari hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa sebagian besar balita pernah terjadi diare yaitu sebanyak 93 anak (63,7%).

f. Kejadian ISPA

(45)

wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

Kejadian

ISPA frekuensi Persentase (%) Terjadi 102 69,9 Tidak terjadi 44 30,1 Total 146 100,0

Dari hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa sebagian besar balita pernah terjadi ISPA yaitu sebanyak 102 anak (69,9%).

g.Tabulasi silang Status Imunisasi dan Kejadian Diare

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Status Imunisasi dengan Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

diare

Total terjadi tidak terjadi

status_ imunisasi

lengkap Count 80 47 127

% within status_imunisasi 63.0% 37.0% 100.0% % of Total 54.8% 32.2% 87.0% tidak

lengkap

Count 13 6 19

% within status_imunisasi 68.4% 31.6% 100.0% % of Total 8.9% 4.1% 13.0%

Total Count 93 53 146

% within status_imunisasi 63.7% 36.3% 100.0% % of Total 63.7% 36.3% 100.0%

(46)

h. Tabulasi silang ASI Eksklusif dan Kejadian Diare

Tabel 5.12 Tabulasi Silang ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

diare

Total terjadi tidak terjadi

asi_ eksklusif

eksklusif Count 66 42 108

% within asi_eksklusif 61.1% 38.9% 100.0% % of Total 45.2% 28.8% 74.0% tidak

eksklusif

Count 27 11 38

% within asi_eksklusif 71.1% 28.9% 100.0% % of Total 18.5% 7.5% 26.0%

Total Count 93 53 146

% within asi_eksklusif 63.7% 36.3% 100.0% % of Total 63.7% 36.3% 100.0%

Dari tabel 5.12 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian diare cenderung pada balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif yaitu 27 (71,1%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita yang mendapat ASI Eksklusif yaitu 42 (38,9%).

i. Tabulasi silang Status Gizi dan Kejadian Diare

Tabel 5.13 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

diare

Total terjadi tidak terjadi

status_

gizi baik Count % within status_gizi 41 51.2% 39 48.8% 80 100.0% % of Total 28.1% 26.7% 54.8%

cukup Count 32 5 37

% within status_gizi 86.5% 13.5% 100.0% % of Total 21.9% 3.4% 25.3%

kurang Count 20 9 29

% within status_gizi 69.0% 31.0% 100.0% % of Total 13.7% 6.2% 19.9%

Total Count 93 53 146

(47)

Dari tabel 5.13 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian diare cenderung pada balita dengan status gizi cukup yaitu 32 (86,5%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita dengan status gizi baik yaitu 39 (48,8%).

j. Tabulasi silang Sanitasi Lingkungan dan Kejadian Diare

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

diare

Total terjadi tidak terjadi

sanitasi_

lingkungan sehat Count 66 46 112 % within sanitasi_lingkungan 58.9% 41.1% 100.0% % of Total 45.2% 31.5% 76.7% tidak

sehat Count % within sanitasi_lingkungan 27 79.4% 7 20.6% 34 100.0% % of Total 18.5% 4.8% 23.3%

Total Count 93 53 146

% within sanitasi_lingkungan 63.7% 36.3% 100.0% % of Total 63.7% 36.3% 100.0%

Dari tabel 5.14 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian diare cenderung pada balita dengan sanitasi lingkungan yang tidak sehat yaitu 27 (79,4%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita dengan sanitasi lingkungan yang sehat yaitu 46 (41,1%).

k. Tabulasi silang Status Imunisasi dan Kejadian ISPA

Tabel 5.15 Tabulasi Silang Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

ispa

Total terjadi tidak terjadi

status_

imunisasi lengkap Count % within status_imunisasi 86 67.7% 41 32.3% 127 100.0% % of Total 58.9% 28.1% 87.0% tidak

lengkap Count % within status_imunisasi 16 84.2% 3 15.8% 19 100.0% % of Total 11.0% 2.1% 13.0%

Total Count 102 44 146

(48)

Dari tabel 5.15 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian ISPA cenderung pada balita dengan status imunisasi tidak lengkap yaitu 16 (84,2%), sedangkan balita dengan tidak terjadi ISPA cenderung pada balita dengan imunisasi lengkap yaitu 41 (32,3%).

l. Tabulasi silang ASI Eksklusif dan Kejadian ISPA

Tabel 5.16 Tabulasi Silang ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

ispa

Total terjadi tidak terjadi

asi_

eksklusif eksklusif Count % within asi_eksklusif 69 63.9% 39 36.1% 108 100.0% % of Total 47.3% 26.7% 74.0% tidak

eksklusif

Count 33 5 38

% within asi_eksklusif 86.8% 13.2% 100.0% % of Total 22.6% 3.4% 26.0%

Total Count 102 44 146

% within asi_eksklusif 69.9% 30.1% 100.0% % of Total 69.9% 30.1% 100.0%

Dari tabel 5.16 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian ISPA cenderung pada balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif yaitu 33 (86,8%), sedangkan balita dengan tidak terjadi ISPA cenderung pada balita yang mendapat ASI Eksklusif yaitu 39 (36,1%).

m.Tabulasi silang Status Gizi dan Kejadian ISPA

(49)

ispa

Total terjadi tidak terjadi

status_gizi baik Count 46 34 80 % within status_gizi 57.5% 42.5% 100.0% % of Total 31.5% 23.3% 54.8%

cukup Count 32 5 37

% within status_gizi 86.5% 13.5% 100.0% % of Total 21.9% 3.4% 25.3%

kurang Count 24 5 29

% within status_gizi 82.8% 17.2% 100.0% % of Total 16.4% 3.4% 19.9%

Total Count 102 44 146

% within status_gizi 69.9% 30.1% 100.0% % of Total 69.9% 30.1% 100.0%

Dari tabel 5.17 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian ISPA cenderung pada balita dengan status gizi cukup yaitu 32 (86,5%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita dengan status gizi baik yaitu 34 (42,5%).

n. Tabulasi silang Sanitasi Lingkungan dan Kejadian ISPA

Tabel 5.18 Tabulasi Silang Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian ISPA pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Mei 2017.

ispa

Total terjadi tidak terjadi

sanitasi_

lingkungan sehat Count % within sanitasi_lingkungan 75 67.0% 37 33.0% 112 100.0% % of Total 51.4% 25.3% 76.7% tidak

sehat Count % within sanitasi_lingkungan 27 79.4% 7 20.6% 34 100.0% % of Total 18.5% 4.8% 23.3%

Total Count 102 44 146

% within sanitasi_lingkungan 69.9% 30.1% 100.0% % of Total 69.9% 30.1% 100.0%

(50)

4. Hasil Uji Statistik Regresi Logistik Kejadian Diare

Tabel 5.19 Uji Regresi Logistik Ganda Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 1

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a status_imunisasi -.101 .551 .034 1 .854 .904 .307 2.663

asi_eksklusif -.454 .425 1.141 1 .286 .635 .276 1.462 status_gizi -.543 .244 4.965 1 .026 .581 .360 .937 sanitasi_lingkungan -1.007 .477 4.461 1 .035 .365 .143 .930 Constant 2.197 1.062 4.279 1 .039 9.001

a. Variable(s) entered on step 1: status_imunisasi, asi_eksklusif, status_gizi, sanitasi_lingkungan.

Dari hasil uji regresi logistic 1 didapatkan bahwa ada variabel independen yang nilai p>0,05 sehingga dilakukan uji regresi logistic step 2 dengan menghilangkan variabel status imunisasi dan asi eksklusif.

Tabel 5.20 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 1

No Variabel Sig.

1 Status Imunisasi 0,854

2 ASI Eksklusif 0,286

3 Status Gizi 0,026

4 Sanitasi Lingkungan 0,035

Tabel 5.21 Uji Regresi Logistik Ganda Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 2

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Step

1a

status_gizi -.574 .242 5.618 1 .018 .563 .350 .905 sanitasi_lingkungan -.960 .473 4.123 1 .042 .383 .152 .967 Constant 1.508 .691 4.765 1 .029 4.519

(51)

Tabel 5.20 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Diare pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 2

No Variabel Sig. Expt (B)

1 Status Gizi 0.018 0,563

2 Sanitasi Lingkungan 0.042 0,383

Tabel 5.20 menunjukkan bahwa hasil uji analisis multivariat tahap pertama dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Status Gizi dan Sanitasi Lingkungan secara bersama-sama terhadap Kejadian Diare.

Hasil Uji Statistik Regresi Logistik Kejadian ISPA

Tabel 5.21 Uji Regresi Logistik Ganda Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian ISPA pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 1

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step

1a

status_imunisasi -.835 .686 1.481 1 .224 .434 .113 1.665 asi_eksklusif -1.323 .538 6.056 1 .014 .266 .093 .764 status_gizi -.740 .281 6.937 1 .008 .477 .275 .828 sanitasi_lingkungan -.724 .496 2.131 1 .144 .485 .183 1.282 Constant 3.698 1.252 8.732 1 .003 40.382

a. Variable(s) entered on step 1: status_imunisasi, asi_eksklusif, status_gizi, sanitasi_lingkungan.

Dari hasil uji regresi logistic 1 didapatkan bahwa ada variabel independen yang nilai p>0,05 sehingga dilakukan uji regresi logistic step 2 dengan menghilangkan variabel Status Imunisasi dan Sanitasi Lingkungan.

Tabel 5.22 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian ISPA pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 1

No Variabel Sig.

1 Status Imunisasi 0,224

2 ASI Eksklusif 0,014

3 Status Gizi 0,008

(52)

Tabel 5.23 Uji Regresi Logistik Ganda Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian ISPA pada balita di Desa Jaddih wilayah kerja Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 2

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)

a. Variable(s) entered on step 1: asi_eksklusif, status_gizi.

Tabel 5.24 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor-faktor yang

mempengaruhi Kejadian

ISPA pada balita di Desa

Jaddih wilayah kerja

Puskesmas Jaddih Kabupaten Bangkalan Step 2

No Variabel Sig. Expt (B)

1 ASI Eksklusif 0.019 0,288 2 Status Gizi 0.005 0,452

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa hasil uji analisis multivariat tahap pertama dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh ASI Eksklusif dan Status Gizi secara bersama-sama terhadap Kejadian ISPA.

Pembahasan

Variabel yang berpengaruh terhadap Kejadian Diare yaitu: lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki status gizi baik.

Dari tabel 5.13 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian diare cenderung pada balita dengan status gizi cukup yaitu 32 (86,5%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita dengan status gizi baik yaitu 39 (48,8%).

(53)

perubahan pada perlindungan yang diberikan oleh kulit & selaput lendir serta menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh. Harohalli & Dona (2009) menyatakan pada malnutrisi terjadi penurunan fungsi absorbsi usus yang lingkungan mempunyai nilai Exp B sebesar 0,383 artinya apabila balita dengan kondisi sanitasi lingkungan tidak sehat maka kemungkinan terjadi diare 1/3 kali lebih besar dibandingkan dengan balita dengan kondisi sanitasi lingkungan sehat.

Dari tabel 5.14 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian diare cenderung pada balita dengan sanitasi lingkungan yang tidak sehat yaitu 27 (79,4%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita dengan sanitasi lingkungan yang sehat yaitu 46 (41,1%).

Menurut Word Health Organization (WHO) salah satu penyebab penyakit diare adalah sanitasi masih terlalu

buruk, sejalan dengan teori Bloom menyatakan bahwa faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor hereditas mempengaruhi derajat masyarakat. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan buruk yang menyebabkan balita mudah terserang diare.

3.Pengaruh Bersama-sama antara variabel bebas (status gizi dan sanitasi lingkungan) dengan variabel terikat (kejadian diare). Variabel yang mempunyai pengaruh terbesar adalah variabel Status Gizi kemudian dilanjutkan Sanitasi Lingkungan.

(54)

yang mendapatkan ASI Eksklusif.

Dari tabel 5.16 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian ISPA cenderung pada balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif yaitu 33 (86,8%), sedangkan balita dengan tidak terjadi ISPA cenderung pada balita yang mendapat ASI Eksklusif yaitu 39 (36,1%).

ASI Ekskusif mampu memberikan kekebalan tubuh yang lebih baik pada bayi sehingga tidak mudah terserang penyakit infeksi khususnya ISPA. ASI mengandung zat kekebalan sehingga dapat mencegah terhadap infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, zat kekebalan tersebut mengandung protein, laktoferin, imunoglobulin dan antibody. ASI Eksklusif memberikan perlindungan pada anak melalui antibody SigA sehingga terhindar dari infeksi kuman Haemophilus Influenza yang terdapat pada mulut dan hidung serta dapat menurunkan resiko terserang infeksi (Hull, 2008). lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki status gizi baik.

Dari tabel 5.17 menunjukkan bahwa balita dengan kejadian ISPA cenderung pada balita dengan status gizi cukup yaitu 32 (86,5%), sedangkan balita dengan tidak terjadi diare cenderung pada balita dengan status gizi baik yaitu 34 (42,5%).

Salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh pada balita adalah status gizi, sehingga balita mudah sakit. Keadaan gizi buruk merupakan faktor resiko yang menyebabkan terjadinya ISPA. Balita yang mendapat pola asuh gizi yang baik yaitu mendapat makanan yang baik juga serta seimbang maka tubuhnya dapat tumbuh sehat, sehingga anak tidak mudah diserang penyakit infeksi dan berat badan balita dapat dipertahankan.

Gambar

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Status Imunisasi dengan Kejadian
Tabel 5.13 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Kejadian Diare
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Sanitasi Lingkungan dengan
+2

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan bahan baku yang telah memiliki COA (Certificate of Analysis)  Mesin yang digunakan dalam proses produksi minuman ringan di Borobudur Citra. Perkasa yaitu double

BPR Bank Karanganyar kepada pelaku UMKM untuk mendukung upaya pengembangan UMKM di Kabupaten Karanganyar, dan (3) untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel

Kantor Operasioanal perlu diubah sebagai pelaksana implementasi kebijakan yaitu dengan cara memudahkan wajib pajak dengan cukup datang ke satu kantor saja untuk

Evaluasi mutu gizi, seperti kandungan amilosa pada padi dan jagung, kan- dungan HCN pada ubi kayu, kandungan protein dan lemak, asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada kedelai,

Secara umum maharah al-kalam bertujuan agar mampu berkomunikasi lisan secara baiok dan wajar dengan bahasa yang mereka pelajari. Secara baik dan wajar mengandung

The day before t he piercing candle appears, t he daily candle should ideally have a fairly large dark real body, signifying a st rong down day... Second, t ake part icular not e

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa kadar gula darah pada kelompok eksperimen pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di wilayah Ambarketawang

informasi berupa kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu ada diskusi kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah yang