• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian In

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian In"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian Internasional

Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa berikut ini.

a. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

b. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.

c. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

Berakhirnya Perjanjian Intenasional

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasionalmengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut in

a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu. b. Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.

c. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.

d. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.

e. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.

f. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.

g. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.

Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa

berikut ini.

a. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding. b. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain. c. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

Berlaku Dan Berakhirnya Perjanjian Internasional

Berikut ini adalah berlakunya dan berakhirnya perjanjian internasional yang perlu kita ketahui bersama.

Berlakunya perjanjian internasional

Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini.

Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.

Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.

(2)

masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

Berakhirnya perjanjian intenasional

Prof. Dr. Mchtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.

 Telah tercapai tujuan dan perjanjian internasional itu.  Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis.

 Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.

 Adanya persetujuan dan para peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.  Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan

perjanjian yang terdahulu.

 Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.

Peijanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.

Pelaksanaan perjanjian internasional Ketaatan terhadap perjanjian

Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servanda). Prinsip mi sudah merupakan kebiasaan karena merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan mengikat.

Kesadaran hukum nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan hukum nasionalnya. Perjanjian internasional merupakan bagian dan hukum nasionalnya. Penerapan perjanjian

Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya, suatu perjanjian dianggap mulai mengikat setelah diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian sudah dimulai sebelum ratifikasi.

Wilayah penerapan (teritorial scope). Suatu perjanjian mengikat wilayah Negara peserta, kecuali bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya berlaku pada bagian tertentu dan wilayah suatu negara, seperti perjanjian perbatasan.

Perjanjian penyusul (successive treaty). Pada dasarnya, suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya. Namun, bila perjanjian yang mendahului tidak sesuai lagi, maka dibuatlah perjanjian pembaruan.

Penafsiran ketentuan perjanjian

(3)

Metode dan aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan memanfaatkan pekerjaan persiapan.

Metode dan aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran menurut ahli yang umum dan kosa-katanya.

Metode dan aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.

Kedudukan negara bukan peserta

Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhuinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu.bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez, Panama, Selat Malaka, dan lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila:

Negara tersebut menyatakan din terikat terhadap perjanjian itu, dan Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.

Pembatalan perjanjian internasional

Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal antara lain sebagai berikut:

 Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuanketentuan hukum nasionalnya.

 Adanya Unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat.

 Adanya unsur penipuan dan negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu pembentukan perjanjian.

 Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melajuj kelicikan atau penyuapan.

 Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan

 Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

Berlaku dan Berakhirnya Perjanjian Internasional Perjanjian internasional dibuat di bawah hukum Internasional oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan. Perjanjian internasional berlaku pada saat seperti berikut:

1. Sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dan dituangkan dalam isi perjanjian.

2. Terdapat kesepakatan lain (di luar isi perjanjian) tentang mulainya perjanjian.

3. Setelah penandatanganan perjanjian. 4. Setelah diratifikasi

5. Menguntungkan pada suatu kejadian tertentu, dan 6. Setelah menyimpan dokumen persetujuan.

Dalam buku Pengantar Hukum Internasional, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. Mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.

1. Tujuan perjanjian internasional tersebut telah tercapai 2. Habis masa berlakunya

3. Hilang atau punahnya objek perjanjian itu

4. Peserta setuju untuk mengakhiri perjanjian yang telah dibuat 5. Adanya perjanjian baru

6. Telah terpenuhinya syarat berakhirnya perjanjian 7. Perjanjia diakhiri secara sepihak.

Sebuah perjanjian internasional dibuat dalam rangka memenuhi kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Selain berlaku dan berakhirnya perjanjian internasional, perlu diketahui bahwa perjanjian internasional dapat juga dibatalkan. Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, perjanjian internasional dapat batal karena beberapa hal, antara lain:

1. Adanya penyelenggaraan dari negara peserta atau wakil kuasa penuh terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.

(4)

3. Negara peserta perjanjian internasional melakukan penipuan terhadap negara peserta lain pada saat pembentukan perjanjian.

4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption) 5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta

6. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional Mulai berlakunya perjanjian tergantung atas ketentuan-ketentuan perjanjian itu atas apa yang disepakati negara-negara peserta perjanjian (Konvensi Wina Pasal 24 ayat 1). Banyak perjanjian-perjanjian yang berlaku sejak tanggal penandatanganannya, tetapi apabila diperllukan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, maka kaidah umum hukum internasional adalah bahwa perjanjian yang bersangkutan mulai berlalku hanya setelah pertukaran atau penyimpanan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh semua negara penandatangan. Saat ini perjanjian multilateral biasanya menentukan mulai berlakunya tergantung pada sejumlah ratifikasi dan persetujuan untuk terikat yang diisyaratkan biasanya mulai enam sampai tiga puluh lima, namun kadang-kadang waktu tepatnya tanggal mulai berlaku ditetapkan tanpa memperhatikan jumlah ratifikasi yang diterima. Juga kadang-kadang perjanjian itu mulai berlaku hanya didasarkan pada terjadinya peristiwa tertentu, misalnya setelah ratifikasi oleh semua negara penandatangan, Perjanjian Lonarco tahun 1925 mulai berlaku hanya setelah masuknya Jerman ke Liga Bangsa-Bangsa. (1). Pendaftaran dan Publikasi Charter Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Pasal 102 menetukan bahwa, semua traktat dan perjanjian interanional yang dibentuk oleh anggota PBB harus mungkin “sesegera mungkin” didaftarkan kepada Sekretariat Organisasi dan di publikasikan oleh secretariat. Tidak satu pesertapun dari traktat atau perjanjian yang tidak didafatrkan dengan cara ini “boleh mengemukakan traktat atau perjanjian tersebut dimuka suatu organ Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Hal ini berarti bahwa suatu negara pada traktat atau perjanjian

(5)

keistimewaan diplomatik Keistimewaan perwakilan diplomatik Dasar Teoritis dan Yuridis Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

MULAI DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL

Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih untuk suatu tujuan tertentu.

a. Berlakunya Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut:

 Berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.

 Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

 Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.

 Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

b. Berakhirnya Sebuah Perjanjian Internasional

Pada akhirnya suatu perjanjian internasional harus diakhiri, atau terpaksa diakhiri eksistensinya. Seperti halnya penundaan dan ketidakabsahan suatu perjanjian internasional, pengakhiran atas eksistensi

suatu perjanjian internasional juga ada penyebabnya, yang dalam beberapa hal sama seperti persoalan penundaan maupun ketidakabsahannya.

Menurut Konvensi Wina 1969, Perjanjian Internasional dapat BATAL karena hal – hal sebagai berikut:

a. Terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan hukum internasional oleh salah satu peserta Perjanjian Internsional → Pasal 46 dan 47

b. Jika terdapat unsur kesalahan berkenaan dengan suatu fakta atau keadaan pada saat perjanjian itu dibuat → Pasal 58

c. Jika terdapat unsur penipuan oleh salah satu peserta Perjanjian Internasional terhadap peserta lain → Pasal 49

d. Jika terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption) melalui kelicikan atau penyuapan terhadap mereka yang menjadi kuasa penuh dari Negara peserta Perjanjian Internasional → Pasal 50

e. Jika terdapat unsur paksaan kepada seorang peserta penuh baik dengan ancaman maupun kekuatan → Pasal 51 dan 52

f. Jika pada waktu pembuatan perjanjian tersebut ada ketentuan yang bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum Internasional umum (asas ius cogent) → Pasal 53

Pihak yang dapat mengusulkan untuk mengakhiri eksistensi suatu perjanjian internasional, adalah pihak yang merasa dirugikan atau pihak yang memandang, bahwa perjanjian itu tidak perlu dipertahankan lagi dan harus diakhiri. Selanjutnya pengakhiran ini juga akan menimbulkan konsekuensi hukum seperti halnya dengan penundaan maupun ketidakabsahannya yang harus diselesaikan oleh para pihak itu sendiri.

(6)

perjanjiannya, apakah itu perjanjian bilateral, multilateral, perjanjian yang jangka waktu berlakunya ditentukan ataukah tidak ditentukan, perjanjian terbuka atau tertutup, perjanjian yang merupakan pengkodifikasian dan pengembangan progresif hukum internasional, dan lain sebagainya.

Ø Alasan untuk Mengakhiri Eksistensi Suatu Perjanjian lnternasional Dalam praktek kehidupan masyarakat internasional, terdapat beberapa alasan untuk mengakhiri eksistensi suatu perjanjian internasional. Misalnya, untuk perjanjian internasional yang jangka waktu berlakunya sudah ditentukan secara pasti di dalam salah satu pasalnya, misalnya berlaku untuk waktu lima tahun, sepuluh tahun, dan lain sebagainya, maka perjanjian itu akan berakhir setelah terpenuhinya jangka waktu tersebut. Meskipun demikian, setelah jangka waktu itu terpenuhi, para pihak dapat bersepakat untuk memperpanjang masa berlakunya untuk suatu jangka waktu tertentu.

Kadang-kadang suatu perjanjian internasional semacam inipun dapat diakhiri eksistensinya, jika para pihak sepakat untuk mengakhirinya, meskipun jangka waktu berlakunya belum terpenuhi. Sedangkan untuk perjanjian internasional yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan, dapat diakhiri sebelum tujuan perjanjian itu tercapai, jika memang para pihak sepakat untuk mengakhirinya.

Ø Berakhirnya suatu Perjanjian Internasional Tidak Mengakhiri Kewajiban yang Berdasarkan atas Hukum Internasional Umum

Perjanjian-perjanjian internasional jenis tertentu, yakni, perjanjian yang substansinya (sebagian) merupakan formulasi dan kaidah hukum kebiasaan internasional, hak ataupun kewajiban yang semula berasal dari hukum kebiasaan internasional itu masih tetap berlaku. Tegasnya, salah

satu atau beberapa ketentuannya merupakan perumusan kernbali atau pengkodifikasian atas kaidah hukum yang sebelum berlakunya perjanjian itu sudah merupakan kaidah hukum kebiasaan internasional. Jika pada suatu waktu perjanjian itu diakhiri eksistensinya, hal ini tidaklah mengakhiri hak ataupun kewajiban negara-negara pesertanya yang bersumber dari hukum kebiasaan internasional tersebut.

Contoh lain, negara A dan negara B membuat perjanjian bilateral tentang kesepakatan untuk hidup berdampingan secara damai, yang salah satu pasalnya berisi ketentuan yang menyatakan bahwa kedua pihak tidak akan saling menyerang dan tidak akan menggunakan kekerasan dalam penyelesaian perselisihan antara mereka. Ketentuan semacam ini adalah merupakan kaidah hukum kebiasaan internasional yang berlaku umum, terlepas dari ada atau tidak adanya penegasan atau pengaturannya di dalam suatu perjanjian internasional. Apabila pada suatu waktu nanti, perjanjian itu diakhiri eksistensinya, ketentuan seperti tercantum di dalam perjanjian itu tetap berlaku terhadap kedua negara, sebab sudah merupakan kaidah hukum internasional umum yang mandiri.

Jadi, dengan kata lain, dengan berakhirnya perjanjian itu tidaklah berarti para pihak bisa saling menyerang ataupun menggunakan kekerasan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi diantara keduanya.

Ø Pengakhiran atas Eksistensi Perjanjian Internasional menurut Konvensi Wina 1969

(7)

Selanjutnya pasal 44 ayat 2 menegaskan, bahwa pada prinsipnya suatu kehendak untuk mengakhiri eksistensi atau berlakunya suatu perjanjian internasional hendaknya untuk keseluruhannya. Namun, dimungkinkan juga untuk mengakhiri sebagian dari perjanjian itu, apabila ada klausul yang memungkinkan melakukan pengakhirannya untuk sebagian atau untuk beberapa ketentuannya, seperti ditegaskan pada ayat 3.

Akan tetapi jika klausul demikian itu tidak ada, pengakhiran untuk sebagian juga dapat dilakukan jika hal itu tampak atau tersimpulkan dari perjanjian itu sendiri, dan pada umumnya pengakhiran atas sebagian dan perjanjian tersebut berkenaan dengan ketentuan yang bukan merupakan syarat yang esensial bagi terikatnya suatu negara pada perjanjian itu secara keseluruhan.

a. Dibuat Perjanjian Internasional Baru

Pasal 59 ayat 1 mengatur tentang pengakhiran suatu perjanjian internasional (lama/duluan) disebabkan karena dibuat perjanjian yang (baru/belakangan). Dalam hal ini, semua negara peserta pada perjanjian yang lama/duluan kemudian membuat perjanjian baru / belakangan, dan memang para pihak bermaksud untuk menerapkan perjanjian yang baru /belakangan untuk menggantikan perjanjian yang lama/duluan; dan juga karena substansi dari kedua perjanjian itu sangat berbeda bahkan bertentangan sehingga keduanya tidak mungkin untuk diterapkan secara bersamaan. Meskipun perjanjian yang baru/belakangan tidak secara tegas mengakhiri eksistensi atau berlakunya perjanjian yang lama/duluan dan hal seperti ini memang tidak lazim dalam hukum perjanjian internasional,tetapi karena keduanya tidak mungkin untuk diterapkan pada waktu dan tempat yang sama, maka salah satu harus dikesampingkan atau diakhiri.

Dalam hal ini perjanjian yang lama/duluanlah yang harus diakhiri, dan yang baru/belakanganlah yang harus diterapkan, jadi sesuai dengan asas hukum, lex posteriori derogat legi priori. Akan tetapi masalahnya menjadi lain, apabila negara-negara peserta pada perjanjian yang lama/duluan tidak semuanya negara yang juga menjadi peserta pada perjanjian yang baru/belakangan.

b. Pelanggaran oleh salah satu pihak

Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 60 ayat 1, pelanggaran atas substansi perjanjian oleh salah satu pihak dapat dijadikan alasan untuk mengakhiri berlakunya perjanjian, baik untuk keseluruhannya ataupun untuk sebagian. Atau seperti ditegaskan dalam ayat 2, pelanggaran atas suatu perjanjian internasional oleh salah satu pihak dapat dijadikan sebagai alasan bagi pihak lainnya untuk bersepakat secara bulat untuk mengakhiri berlakunya perjanjian itu, (i) baik dalam hubungan antara mereka pada satu pihak dengan pihak yang melakukan pelanggaran pada lain pihak, atau (ii) antara semua pihak.

Perlu ditegaskan, bahwa pengakhiran suatu perjanjian internasional berdasarkan alasan semacam ini bersifat fakultatif, artinya, para pihak dapat menempuh pilihan, apakah sepakat untuk mengakhiri perjanjian ataukah tetap melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut meskipun terjadi pelanggaran sebagaimana dinyatakan di dalam pasal 60 ini. Meskipun terjadi pelanggaran yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengakhirinya, tetapi jika para pihak sepakat untuk tetap meneruskan pelaksanaannya, maka perjanjian itu masih tetap eksis dan berlaku sebagaimana biasa.

(8)

pihak yang dirugikan, atau bisa juga dilakukan antara semua pihak, jika semua pihak sepakat untuk itu.

c. Ketidakmungkinan Untuk Melaksanakannya

Menurut pasal 61 ayat 3, salah satu pihak dapat menyatakan untuk mengakhiri berlakunya perjanjian dengan alasan bahwa perjanjian itu sudah tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan dan ketidakmungkinan itu sudah bersifat permanen atau ketidakmungkinan yang disebabkan karena kerusakan dan obyeknya yang ternyata tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan perjanjian tersebut.

Jadi ada dua macam ketidakmungkinan untuk melaksanakan suatu perjanjian, yakni pertama, ketidakmungkinan untuk melaksanakan perjanjian internasional itu sudah bersifat permanen, dan yang kedua, adalah karena kerusakan dan obyek perjanjian itu tidak dapat dipisahkan dan pelaksanaannya, atau dengan kata lain, kerusakan atas obyeknya itu sudah tidak memungkinkan lagi untuk tetap melaksanakan perjanjian tersebut.

Terjadinya perubahan keadaan yang fundamental (fundamental change of circumstances)

Konvensi mengatur tentang terjadinya perubahan keadaan yang fundamental secara negatif, dalam pengertian, hal ini tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri berlakunya suatu perjanjian internasional. Selain daripada itu, jika ada pihak yang menjadikannya sebagai alasan, disertai pula dengan pembatasan yang amat ketat dalam penggunaannya, sehingga sangat sempit atau sedikit sekali kesempatan yang dapat digunakan sebagai alasan untuk mengakhiri eksistensi atau berlakunya suatu perjanjian internasional.

Diaturnya secara negatif dan disertai dengan pembatasan yang amat ketat, disebabkan karena kekhawatiran akan disalahgunakannya alasan ini, misalnya negara-negara dengan mudah berlindung dibaliknya untuk mengakhiri eksistensi atau berlakunya suatu perjanjian internasional. Di samping itu, martabat (dignity) setiap perjanjian internasional supaya tetap dijunjung tinggi mengingat bahwa adanya perjanjian-perjanjian internasional yang mengatur masyarakat internasional masih jauh lebih baik daripada tidak ada atau hanya ada sedikit perjanjian internasional, sehingga masyarakat internasional menjadi hidup di dalam suasana yang tanpa hukum yang tegas. Dalam hal ini sudah lama diakui, bahwa peranan perjanjian internasional dalam mengatur masalah-masalah internasional semakin lama semakin bertambah penting.

Putusnya Hubungan Diplomatik dan/atau Konsuler

Hubungan diplomatik dan/atau konsuler yang baik antara negara-negara merupakan salah satu fondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan perjanjian-perjanjian internasional, sebab dengan hubungan semacam itulah negara-negara akan lebih mudah dan cepat melakukan pendekatan untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional dalam rangka mengatur masalah-masalah internasional pada umumnya dan masalah-masalah antara mereka pada khususnya.

(9)

yang memuncak sampai mengarah pada konflik bersenjata, atau sudah terjadi peperangan dahsyat antara kedua negara.

Bertentangan dengan Jus Cogens

Walaupun suatu perjanjian internasional merupakan hasil kesepakatan antara negara-negara yang menjadi pesertanya, sesuai dengan asas-asas dari hukum perjanjian itu sendiri, namun tidaklah berarti mereka bebas menentukan isi maupun obyek dan kesepakatannya. Ada beberapa pembatasan yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah, substansi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum umum atau universal yang bersifat kuat dan imperatif yang dalam pasal 53 Konvensi disebut dengan a peremptory norm of general international law atau di dalam hukum internasional dikenal sebagai jus cogens.

Apa yang dimaksud dengan jus cogens, ditegaskan dalam pasal 53, yakni, suatu kaidah hukum yang diterima dan diakui oleh seluruh anggota masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara sebagai suatu kaidah hukum yang tidak dibenarkan untuk dilakukan penyimpangan dan yang hanya dapat diubah oleh kaidah hukum internasional umumnya yang muncul belakangan yang memiliki sifat atau karakter yang sama. Sebagai contohnya, kewajiban setiap negara untuk menghormati kedaulatan teritorial sesama negara, kewajiban setiap negara untuk menghormati hak-hak asasi manusia, kewajiban negara untuk tidak melakukan tindakan agresi terhadap negara lain, dan lain-lainnya. Jika misalnya dua negara membuat suatu perjanjian bilateral yang subnal yang tergolong jus cogens seperti telah dikemukakan di atas, yakni kewajiban untuk menghormati kedaulatan sesama negara. Menurut pasal 53, perjanjian semacam ini adalah batal (void) dan demikian juga menurut pasal 64 adalah batal dan perjanjian yang batal sama artinya dengan berakhir eksistensinya.

Pecahnya perang antara para pihak

Pecahnya perang antara dua atau lebih negara akan mengakhiri eksistensi dari perjanjian yang dibuat sebelumnya?. Konvensi Wina 1969 sama sekali tidak mengaturnya, baik langsung ataupun tidak langsung, sehingga tidak bisa dicarikan rujukannya secara langsung pada Konvensi. Dalam hal ini masalahnya hampir sama dengan putusnya hubungan diplomatik antara dua negara. Pada prinsipnya, perang yang terjadi tidak mengakhiri eksistensi perjanjian yang sudah ada dan berlaku sebelumnya antara para pihak yang berperang. Akan lebih tepat dikatakan, bahwa perang itu hanyalah menunda pelaksanaan perjanjian antara para pihak yang bersangkutan. Jika kemudian perang sudah berakhir dan hubungan diplomatik normal kembali, maka perjanjian yang selama berlangsungnya perang tertunda pelaksanaannya, dapat dilaksanakan kembali sebagaimana biasa.

Konsekuensi Hukum dan Berakhirnya Eksistensi suatu Perjanjian Internasional

(10)

Akan tetapi dalam prakteknya, memang sangat jarang ada, bahkan mungkin tidak ada perjanjian internasional yang mengatur sampai sejauh ini, bahkan lebih banyak dijumpai perjanjian-perjanjian internasional yang sama sekali tidak mengaturnya. Jika tidak ada pengaturan tentang konsekuensinya, maka timbul pertanyaan, bagaimanakah konsekuensi dan berakhirnya eksistensi suatu perjanjian internasional. Dalam hal ini kemungkinan para pihak akan mengatur secara tersendiri.

Pengaturan ini merupakan kesepakatan antara para pihak tersebut merupakan kesepakatan tersendiri (di luar perjanjian) sebagai konsekuensi dan pengakhiran atas eksistensi perjanjian tersebut. Pengaturan semacam ini hanyalah mungkin, apabila pengakhiran atas eksistensi perjanjian internasional dilakukan atas dasar kesepakatan (secara damai) antara para pihak. Jika ada kesepakatan semacam ini, maka para pihak tentu saja harus menerapkan kesepakatan ini saja, dan jika semua berlangsung dengan baik dan lancar, maka berakhirlah semua masalahnya.

Ø Kesimpulan

Beberapa alasan untuk mengakhiri eksistensi suatu perjanjian internasional. Misalnya, untuk perjanjian internasional yang jangka waktu berlakunya sudah ditentukan secara pasti di dalam salah satu pasalnya, misalnya berlaku untuk waktu lima tahun, sepuluh tahun, dan lain sebagainya, maka perjanjian itu akan berakhir setelah terpenuhinya jangka waktu tersebut. Meskipun demikian, setelah jangka waktu itu terpenuhi, para pihak dapat bersepakat untuk memperpanjang masa berlakunya untuk suatu jangka waktu tertentu.

Konvensi Wina 1969 Pasal 42 ayat 2 menegaskan, bahwa tentang pengakhiran suatu perjanjian internasional pertama-tama harus dilihat pada bagaimana peraturannya di dalam perjanjian internasional itu sendiri, kalau memang perjanjian itu secara tegas mengaturnya.

Sedangkan jika tidak ada pengaturannya, pengakhiran itu dilakukan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan Konvensi. Suatu perjanjian internasional yang hendak diakhiri eksistensinya berdasarkan kehendak dari salah satu atau beberapa pihak, menurut pasal 65 ayat 1, pihak yang bersangkutan dapat mengajukan keinginannya itu kepada negara-negara peserta yang lainnya. Pengajuan usulnya itu haruslah dilakukan secara tertulis (pasal 67 ayat 1) disertai dengan alasan-alasannya dan langkah-langkah yang seyogianya ditempuh untuk mengakhiri eksistensi perjanjian tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

DUKUNGAN KEGIATAN PENGEMBANGAN KAWASAN  CABAI MERAH DI GORONTALO 2015‐2019 KEGIATAN TAHUN 2015 2016 2017 2018 2019 Hulu alat/ sistem irigasi  teknis

Bila masalah lingkungan kerja yang kurang baik pimpinan akan mencari. solusi agar

Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok

Berdasarkan hasil pengamatan karakter fenotipe kuantitatif (vigor, umur bunga 50%, umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, gabah isi, gabah hampa, bobot

Kota Palangka Raya dengan adanya produk kartu pembayaran elektronik berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). 2) Tingkat Penanggapan, masyarakat yang termasuk dalam tingkatan

Nadzir yang dimaksud terlebih dahulu harus mendaftarkan diri kepada Menteri Agama dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.109Sehingga nadzir tersebut memiliki izin untuk

Pengaturan kecepatan gerak kursi roda saat melintasi jalan menanjak dan menurun berbasis subject intention variable speed menggunakan sinyal bioelectrical impedance adalah

Reference Group atau Kelompok Acuan berpengaruh terhadap Perpindahan Merek ( Brand Switching) sesuai hasil penelitian Mantasari (2013).Hal ini didukung dengan