ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN PERSARAFAN
DI SUSUN OLEH :
LULUK HANDAYANI
14031
KATA PENGANTAR
Puji sukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
hidayahnya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan
Persarafan“ Adapun tujuan penyusunan makalah ini agar mahasiswa/i mengerti dan
memahami tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan persarafan.
Makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan daan bimbingan dari semua pihak. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih, terutama kepada :
1. Rita Wismajuwani, SKM., M.AP selaku Direktur Akper Hang Tuah Jakarta.
2. Elvy Oberty, S.Kp., M.Kep selaku Pudir I Akper Hang Tuah Jakarta.
3. Soeroso, AMKG selaku Pudir II Akper Hang Tuah Jakarta.
4. Ns. Sugeng Haryono, S.Kep selaku Pudir III Akper Hang Tuah Jakarta.
5. Ns. Handayani Sitorus, S. Kep sebagai koordinator mata ajar Gerontik.
6. Ns. Eni Susyanti, S.Kep, M.Kep Wali kelas tingkat III Akademi Keperawatan
Hang Tuah Jakarta.
7. Orang tua dan teman-teman angkatan XIX yang selalu memberi dukungan
dalam menyelasaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh karna itu kami mengharapkan
saran dan kritik kepada Mahasiswa/i yang bersifat membangun agar penyusunan
makalah ini menjadi lebih baik. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
Jakarta, 13 Juni 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI...
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...
B. Tujuan...
C. Ruang Lingkup...
D. Metode Penulisan...
E. Sistematika Penulisan...
BAB II : TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia...
B. Gangguan Persarafan Pada Lansia...
C. Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Persarafan...
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan...
B. Saran...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan bertambahnya usia, para lansia menyadari bahwa dirinya tidak dapat
mengingat dengan baik dibandingkan sebelumnya. Proses menua (aging proses)
adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia.
Penggolongan lansia menurut WHO meliputi : middle age (45 – 49 tahun), elderly
(60 - 74 tahun), old (75 - 79 tahun), very old (diatas 90 tahun). Penelitian yang
pernah dilakukan di Amerika menyatakan bahwa 11% laki - laki dan 18% wanita
pada lansia mengalami sindrom depresi. Selain kemunduran fisik, sering kali
munculnya depresi pada lansia terjadi karena kurangnya perhatian keluarga
terutama anak, dan orang-orang terdekat. Salah satunya adalah masalah dukungan
sosial, terutama dukungan dari orang-orang terdekatnya.
Sampai sekarang ini, penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia
Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050. Pada Hari
kesehatan Sedunia tanggal 7 April 2012, WHO mengajak negara-negara untuk
menjadikan penuaan 2 sebagai prioritas penting mulai dari sekarang. Rata-rata
usia harapan hidup di negara-negara kawasan Asia Tenggara adalah 70 tahun,
yaitu 71 tahun, berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011
(WHO,2012).
Indonesia adalah termasuk Negara yang memasuki era penduduk Berstruktur
lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60
tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun
2006 sebesar kurang lebih dari 19 juta, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun.
Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada
tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%)
sementara pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 Juta jiwa (9,51%), dengan
usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta
(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012).
Menurut Khasanah (2012), banyak hal yang menjadi penyebab munculnya
penyakit degeneratif (multifaktor), penyebab penyakit degeneratif tidak bisa
dilepaskan dari faktor penurunan fungsi tubuh atau penuaan. Penyakit degeneratif
memiliki hubungan yang sangat kuat dengan bertambahnya umur seseorang,
namun penyebab utama yang mempercepat munculnya penyakit degeneratif salah
satunya adalah perubahan gaya hidup, yaitu perubahan pola makan.
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, prevalensi
penyakit pada lanjut usia 55-64 tahun salah satunya adalah stroke 20,2%,
disamping penyakit lainnya seperti sendi 56,4%, hipertensi 53,7%, penyakit asma
7,3%, jantung 16,1%, diabetes 3,7% dan tumor 8,8%.
Salah satu penyebab kejadian stroke adalah sindroma metabolik yaitu sebuah
dislipidemia serta proses arterosklerosis. Angka kejadian sindroma metabolik
penyebab stroke semakin meningkat sejalan dengan terjadinya modernisasi,
perubahan pola makan yang tinggi lemak, kurangnya aktifitas fisik serta
pengerasan pembuluh darah akibat pengaruh rokok. Insiden sindroma ini terus
meningkat di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia (Karel,
2013).
Berbagai masalah kesehatan dan penyakit yang khas terdapat pada usia lanjut
akan meningkat. Salah satu masalah kesehatan yang akan banyak dihadapi
adalah gangguan persarafan yang bermanifestasi secara kronis berupa stroke.
Peran perawat sebagai tenaga kesehatan sangat penting sekali agar tercapainya
derajat kesehatan yang optimal, baik secara promotif, preventif, kuratif dan
rehabilittif. Berdasarkan uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Persarafan” yang
akan kami bahas dalam makalah ini.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu
memahami lebih mendalam tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Dengan Gangguan Persarafan”.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa
a. Memahami Konsep Lansia.
b. Memahami Gangguan Persarafan pada Lansia.
c. Mengetahui Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Persarafan.
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis meggunakan referensi buku-buku dan
internet tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan persarafan.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup dalam penulisan makalah ini mambahas teori tentang asuhan
keperawatan lansia dengan gangguan persarafan mencakup tentang konsep lansia,
gangguan persarafan pada lansia dan asuhan keperawatan lansia dengan
gangguan persarafan.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: BAB I :
PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode
penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORI terdiri dari
konsep lansia, gangguan kognitif pada lansia, dan asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan kognitif. BAB III : PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4) UU No. 13 tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).
Berikut ini beberapa pengertian lansia menurut para ahli :
a. Pengertian Lansia Menurut Smith (1999): Lansia terbagi menjadi tiga,
yaitu: young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old
(lebih dari 85 tahun).
b. Pengertian Lansia Menurut Setyonegoro: Lansia adalah orang yang
berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam 70-75 tahun
(young old); 75-80 tahun (old); dan lebih dari 80 tahun (very old).
c. Pengertian Lansia Menurut UU No. 13 Tahun 1998: Lansia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
d. Pengertian Lansia Menurut WHO: Lansia adalah pria dan wanita yang telah
mencapai usia 60-74 tahun.
e. Pengertian Lansia Menurut Sumiati AM: Seseorang dikatakan masuk usia
lansia jika usianya telah mencapai 65 tahun ke atas.
2. Batasan Lansia
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang
dikatakan lanjut usia tersebut dibagi kedalam tiga kategori yaitu :
1) Usia lanjut : 60-74 tahun
2) Usia tua : 75-89 tahun
3) Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun
b. Menurut Dep. Kes.RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia membaginya lanjut usia
menjadi sebagai berikut :
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan ini dikatakan
sebagai masa virilitas.
2) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa presenium.
3) Kelompok usia lanjut (> 65 tahun) yang dikatakan sebagai masa
senium.
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam, 2008).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tipe bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dnegan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh.
4. Perubahan fisiologis pada lanjut usia
Menurut Aspiani, Y.R (2014), perubahan fisiologis pada lanjut usia adalah
sebagai berikut :
a. Sel
lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah
cairan dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein
di otak, otot, ginjal, darah dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel dan otak menjadi atrofi beratnya
b. Sistem kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler antara lain :
1) Elastisitas jantung menebal dan menjadi kaku
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun yaitu menjadi 65 mmHg yang dapat mengakibatkan pusing
mendadak.
5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer : sistolis normal kurang lebih 170 mmHg,
diatolis normal kurang lebih 90 mmHg.
c. Sistem pernafasan
Perubahan yang terjadi pada system pernafasan antara lain :
1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
2) Menurunnya aktivitas dari silia
3) Paru-paru kehilangan elastisitas : kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman bernafas menurun.
5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) CO2 pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia.
d. Sistem persarafan
Perubahan yang terjadi pada system persarafan antara lain :
1) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
2) Cepatnya menurun hubungan persarafan
3) Lambat dalam respond an waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stress.
4) Mengecilnya saraf panca indra : berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
5) Kurang sensitive terhadap sentuhan.
e. Sistem gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal yaitu :
1) Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan
2) Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dan selaput
lendir, atropi indra pengecap (kurang lebih 80%), hilangya sensitivitas
dari indra pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensitivitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit.
3) Esofagus melebar
4) Lambung : rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul kontipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
7) Liver (hati) : makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
f. Sistem genitourinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria antara lain :
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui
urin darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil
dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus). Kemudian
mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, fungsi tubulus berkuramg akibatnya kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun
proteinuria, BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%,
nilai ambang ginjal terhadap gluosa meningkat.
Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria
susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkannya
retensi urin.
3) Pembesaran prostat kurang lebih 75% dialami oleh pria usia diatas 65
tahun.
g. Sistem endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin antara lain :
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi parathyroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Pituitari : pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di
dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH
(Adrenocortikotropic Hormone), TSH (Thyroid Stimulating
Hormone), FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan LH (Leutinezing
Hormone).
4) Menurunya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate)
dan menurunnya daya pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya : progesteron,
estrogen dan testosteron.
h. Sistem indera : pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecap dan
1) Sistem pendengaran
a) Presbiakusis (gangguan pendengaran). Hilangnya kemampuan
atau daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65
tahun.
b) Membrane timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
d) Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
2) Sistem penglihatan
a) Spingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar.
b) Lensa lebih buram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
c) Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan, lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
d) Hilangnya daya akomodasi.
e) Menurunnya lapang pandang, berkurangnya luas pandangannya.
f) Menurunnya daya membedakan warna biru/hijau pada skala.
Indera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang paling
mudah untuk menterjemahkan. Bila indera lain hilang, rabaan dapat
mengurangi perasaan sejahtera. Meskipun reseptor lain akan
menumpul dengan bertambahnya usia, namun tidak pernah
menghilang.
4) Sistem pengecap dan penghirup
Empat rasa dasar yaitu manis, asam, asin, dan pahit. Diantara
semuanya, rasa manis yang paling tumpul pada lansia. Maka jelas
bagi kita mengapa mereka senang membubuhkan gula secara
berlebihan. Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap
makanan yang asin dan banyak berbumbu. Harus dianjurkan
penggunaan rempah, bawang, bawang putih, dan lemon untuk
mengurangi garam dalam menyedapkan masakan.
i. Sistem integumen
Fungsi kulit meliputi proteksi, perubahan suhu, sensasi dan ekskresi.
Dengan bertambahnya usia, terjadilah perubahan intrinsic dan ekstrinsik
yang mempengaruhi penampilan kulit :
1) Kulit mengkerut atau keriput akibat hilangnya jaringan lemak.
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
4) Mekanisme proteksi kulit menurun : produksi serum menurun,
penurunan serum menurun, gangguan pigmentasi kulit.
5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
7) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi.
8) Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk dan kuku
menjadi pudar dan kurang bercahaya.
9) Kelenjar keringat berkurangnya jumlah dan fungsinya.
j. Sistem musculoskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum usia
40 tahun :
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis dan
osteoporosis.
2) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
3) Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang).
4) Persendian membesar dan menjadi kaku.
5) Tendon mengerut dan mengalami sclerosis.
6) Atrofi serabut otot : serabut otot mengecil sehingga seseorang
k. Sistem reproduksi dan seksualitas
1) Vagina
Orang-orang yang makin menua seksual intercoursemasih juga
membutuhkannya, tidak ada batasan umur terntentu. Fungsi seksual
seseorang berhenti, frekuensi seksual intercourse cenderung menurun
secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan
menikmati berjalan terus sampai tua.
2) Menciutnya ovari dan uterus
3) Atrofi payudara
4) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
5) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun.
6) Produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium menurun saat
menopause. Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita
meliputi penipisan dinding vagina dengan pengecilan dan ukuran dan
hilangnya elastisitas, penurunan sekresi vagina, mengakibatkan
kekeringan, gatal, dan menurunnya keasaman vagina, involusi (atrofi)
uterus dan ovarium, dan penurunan tonus pubokoksigius,
mengakibatkan lemasnya vagina dan nyeri saat bersenggama. Pada
pria lansia penis dan testis menurun ukurannya dan kadar androgen
berkurang.
5. Perubahan psikososial pada lansia
a. Pensiun
Bila seseorang pensiun, ia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara
lain : kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman/kenalan
atau relasi dan kehilangan pekerjaan/kegiatan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian.
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan, bergerak
lebih sempit.
d. Ekonomi, akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya biaya hidup
dan bertambahnya biaya pengobatan.
e. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
f. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
g. Gangguan saraf panca indera , timbul kebutaan dan ketulian.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap gambaran
diri dan perubahan konsep diri.
6. Perubahan mental pada lansia
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain :
a. Perubahan fisik terutama organ-organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
Perubahan kepribadian yang drastis, jarang terjadi. Lebih sering berupa
ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang. Kekakuan mungkin karena
factor-faktor lain seperti penyakit.
B. Gangguan persarafan pada lansia
Menurut Aspiani, Y.R (2014), Gangguan persarafan yang muncul pada lansia
yaitu :
1. Stroke
a. Pengertian
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran otak non traumatic.
b. Etilogi
1) Stroke Non Hemoragi
Jenis stroke ini disebabkan oleh thrombosis akibat plak
aterosklerosis dari arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada
otak atau suatu embolus dari pembuluh darah di luar otak yang
tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan stroke yang
2) Stroke Hemoragi
Sekitar 20% dari semua stroke diakibatkan oleh pecahnya
mikroaneurisma dari charcot atau etat crible di otak. Tergantung dari
tempat terjadinya dibedakan antara perdarahan intra serebral
subdural dan sub arachnoid.
Menurut Harsono (1999) membagi factor risiko yang dapat ditemui
pada klien dengan stroke yaitu :
1) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan penyempitan maupun pecahnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan
mengalami kematian.
2) Diabetes Melitus
Diabetes melitus mampu, menebalkan dinding pembuluh darah
otak yang berukuran besar, akan menyempitkan pembuluh darah
ke otak, dan akan mengganggu kelancaran aliran darah ke otak,
pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel-sel otak.
3) Penyakit Jantung
Beberapa penyakit jantung berpotensi menimbulkan stroke.
Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan
gangguan irama denyut jantung melepaskan sel-sel/
jaringan-jaringan yang telah mati ke aliran darah.
TIA dapat terjadi beberapa kali dalam 24 jam/ terjadi berkali-kali
dalam seminggu. Makin sering seseorang mengalami TIA maka
kemungkinan mengalami stroke semakin besar.
c. Patofisiologi
1) Stroke Hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat
terjadi d luar durameter (hemoragi ekstradural atau epidural), di
bawah durameter (hemoragi subdural), diruang subarachnoid atau di
dalam substansi otak.
Hemoragi ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur
tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
Hemoragi subdural (intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa klien mungkin mengalami hemoragi
subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri vena
kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat
aneurisma.
Hemoragi intraserebral paling umum pada kelayan dengan hipertensi
penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Pada
orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral
biasanya disebabkan oleh malformasi arteri vena, hemangioblastoma
dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu,
adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral,
amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal
ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila
hemoragi membesar, makin jelas deficit neurologic yang
terjadindalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada
tanda vital. Klien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
2) Stroke Non Hemoragic
Pada stroke tremobotik, okulasi disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang
makin lama menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancer.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemi yang akan berlanjut
menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan
mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi
yang paling tersering pada stroke thrombosis adalah percabangan
arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan
Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas
dari bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut
terjebak di pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada
daerah percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di
bagian tengah atau Middle Carotid Artery (MCA). Dengan adanya
sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemia.
d. Manifestasi Klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai deficit neurologic, bergantung pada
lokasi lesi, ukuran urea yang fungsinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral.
1) Kehilangan motorik : hemiplegia karena lesi pada sesi otak yang
berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
2) Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau
afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya).
3) Gangguan persepsi : disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan
visual spasial, kehilangan sensori.
4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.
5) Disfungsi kandung kemih
Gejala-gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala
itu antara lain bersifat:
a) Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut
Transient Ishemic Attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b) Sementara, namun lebih dari 24 jam
c) Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat
yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
(Aspiani, Y.R,2014)
e. Komplikasi
Menurut Aspiani, Y.R (2014) komplikasi dari stroke yaitu :
1) Komplikasi akut pada stroke
Kenaikan tekanan darah, kadar gula darah, gangguan jantung dan
gangguan respirasi.
2) Komplikasi kronis akibat stroke
Akibat baring ditempat tidur terlalu lama, bisa terjadi pnemonial,
decubitus, inkontinensia, rekurensi stroke, gangguan sosial ekonomi
dan gangguan psikologik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa stroke antara lain :
1) Angiografi : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
rupture.
2) CT-scan : CT-scan dapat menunjukkan lokasi perdarahan,
gelombang delta lambat di daerah yang mengalami gangguan.
3) EEG (Electro Encephalogram): dapat menunjukkan lokasi
perdarahan, gelombang delta lambat di daerah yang mengalami
gangguan.
4) Fungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan.
5) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
6) Ultrasonografi : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal. (Aspiani, Y.R, 2014)
g. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan medis dengan klien stroke adalah :
1) Stroke iskemik/stroke non hemoragik
a) Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang
berlangsung (3-6 jam pertama).
b) Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan
c) Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh
cepat-cepat diturunkan.
d) Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada klien
dengan tanda klinis atau radiologis.
e) Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi dengan
infark serebelum yang luas.
f) Pertimbangkan pemeriksaan darah.
2) Stroke hemoragik
a) Kendalikan hipertensi
b) Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila perdarahan
serebelum diameter lebih dari tiga sentimeter.
c) Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma.
d) Singkirkan kemungkinan koagulopati.
e) Berikan manitol 20% untuk klien dengan koma dalam atau
tanda-tanda tekanan intracranial yang meninggi.
f) Pertimbangkan fenitoin.
g) Perdarahan intraserebral : obati penyebabnya, turunkan tekanan
intracranial yang meninggi, berikan neuroprotektor.
h) Pertimbangkan terapi hipervolemik.
i) Perdarahan subarachnoid : nimodipin dapat diberikan untuk
mencegah vasospasme pada perdarahan subarachnoid primer
subarachnoid stadium I dan II akibat pecahnya aneurisma
sakular berry (celipping). (Aspiani, Y.R,2014)
h. Asuhan keperawatan
Menurut Aspiani, Y.R (2014) asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami gangguan persarafan yaitu :
1) Pengkajian
a) Identitas
Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem
persarafan adalah usia, karena ada beberapa penyakit persarafan
banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.
b) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit persarafan seperti : stroke adalah adanya penurunan
kesadaran tiba-tiba, disertai gangguan bicara dan kelemahan
ekstremitas.
c) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit
yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang
dirasakan sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah
pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain rumah sakit
umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit
hematologi sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang
berhubungan dengan adanya riwayat penyakit stroke,
penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alcohol dan
merokok.
e) Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluaega ada yang menderita
penyakit yang sama karena factor genetic/keturunan.
f) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : keadaan umum klien lansia yang
mengalami gangguan pesarafan biasanya lemah.
Kesadaran : kesadaran klien biasanya apatis sampai
somnolen
Tanda-tanda vital : suhu meningkat (>37oC), nadi
meningkat (N : 70-82x/menit), tekanan darah
meningkatndan pernafasan mengalami normal atau
meningkat.
Pemeriksaan Review Of System (ROS)
Sistem pernafasan : dapat ditemukan peningkatan frekuensi
nafas. Kadang disertai penumpukan secret, suara nafas
Sistem sirkulasi : didapatkan adanya peningkatan nadi,
sirkulasi perifer menurun, kaji adanya riwayat peningkatan
tekanan darah, riwayat penyakit jantung.
Sistem persarafan : adanya penurunan kesadaran, gangguan
persepsi sensori penglihatan, kehilangan sensori, gangguan
kognitif, disartia, dispasia.
Sistem perkemihan : kaji adanya perubahan pola berkemih,
seperti inkontinensia urin, dysuria, distensi kandung kemih,
warna dan bau urin.
Sistem pencernaan : kaji adanya konstipasi, konsisten feses,
frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia,
adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
Sistem musculoskeletal : didapatkan adanya hemiflegi,
hemiparesa atau kelemahan pada salah satu sisi, kaji adanya
nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlikalisasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi
otot, laserasi kulit dan perubahan warna.
g) Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi : menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan
penanganan kesehatan.
Pola nutrisi : menggambarkan masukan nutrisi, balance
cairan, dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet,
Pola eliminasi : menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung
kemih, defekasi, ada tidaknya masalah defekasi dan
pengguanaan kateter.
Pola tidur dan istirahat : menggambarkan pola tidur,
istirahat, dan persepsi terhadap energy, jumalah tidur pada
siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia.
Pola aktivitas dan istirahat : menggambarkan pola latihan,
aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit
jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.
Pola hubungan dan peran : menggambarkan dan
mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak
punya rumah, dan masalah keuangan.
Pola sensori dan kognitif : menjelaskan persepsi sensori dan
kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian
penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau. Pada
klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan
perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa
diruang gelap.
Pola persepsi dan konsep diri : menggambarkan sikap
tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan
konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri,
Pola seksual dan reproduksi : menggambarkan kepuasan
atau masalah terhadap seksualitas.
2) Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekresi
mucus.
Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d penurunan aliran
darah ke otak.
Hipertermi b/d peningkatan metabolisme, aktivitas yang
berlebih.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
klien mengungkapkan intake makanan yang kurang, tidak ada
nafsu makan.
Kerusakan mobilitas fisik b/d disfungsi neuromuskuler.
Kerusakan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi ke otak,
perubahan sistem saraf pusat.
Defisit perawatan diri b/ d kelemahan, adanya nyeri, gangguan
neurovaskuler.
Resiko infeksi b/d prosedur invasive.
3) Rencana tindakan keperawatan
N O
DIAGNOSA KEPERAWA
TAN
PERENCANAAN
Tujuan dan kriteria Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan, klien
b/d dengan pernafasan adekuat
KH :
k/ mudah untuk bernafas
tidak ada
sianosis, tidak ada dispneu sekresi secara efektif
k/ mempunyai
irama dan
frekuensi pernafasan dalam rentang normal ventilasi atau tidak adanya
dorong k/ untuk bernafas pelan, nafas dalam dan
atur posisi klien untuk
mengurangi dyspneu.
Suksion jalan nafas
auskultasi bunyi nafas sebelum dan sesudah suction.
Instruksikan k/ untuk bernafas pelan dan dalam selama insersi kateter suction nasotrakheal.
Monitor status oksigen klien dan status hemodinamik (MAP. Irama jantung),
dan setelah kepatenan jalan nafas
Monitor sekresi jalan nafas
Monitor adanya bunyi krepitasi sesuai
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, status sirkulasi serebral adekuat. konsentrasi dan orientasi
klien
menunjukkan memori jangka lama dan saat dengan dokter untuk
mempertahanka n parameter hemodinamik dalam rentang normal dan rektivitas pupil
pantau tingkat kesadaran dan orientasi
utuh
Klien
menunjukkan pupil yang sebanding dan reaktif
Klien terbebas dari aktivitas yang kejang
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, k/ dapat menujukkan termogulasi yang baik.
otot tidak nyeri
4 Ketidakseimb angan nutrisi kurang dari
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapkan
kebutuhan nutrisi adekuat.
hilangnya nafsu makan
tanyakan pada klien tentang alergi makanan
masukan kalori yang tepat sesuai dengan gaya hidup
informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jumlah kalori dan jenis zat
gizi yang
berikan obat antiemetic sebelum makan
tawarkan
hygiene mulut sebelum makan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapkan klien dapat menunjukkan bantuan untuk aktivitas
mobilisasi jika diperlukan
klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara untuk program latihan dalam latihan ROM rentang gerak sendi
klien/keluarga tentang maksud dan rencana latihan gerak sendi
bantu klien untuk mengatur posisi yang optimal dalam ROM aktif/pasif
motivasi klien untuk latihan ROM aktif/pasif
Setelah dilakukan tindakan bahasa tertulis, bicara atau non
berbeda dengan menggunakan alat bantu dengar
cek alat bantu dengar secara rutin
hindari
berteriak pada klien dengan gangguan komunikasi
dan tenang kalimat pendek sesuai ekspresi dari pikiran
gunakan
perilaku non verbal
dengarkan klien dengan penuh pujian positif pada klien yang
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, klien mampu
menunjukkan
Bantu perawatan diri
Kaji
gangguan secara verbal kepuasan perawatan diri secara mandiri perawatan diri klien
Letakkan sabun, handuk dan peralatan lain yang
Setelah dilakukan tindakan dalam rentang
normal
Status repirasi dalam rentang normal
Suhu tubuh dalam rentang normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi
tangan dengan tepat
Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah meninggalkan ruangan klien
Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dikatakan Usia lanjut adalah tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4) UU No. 13 tahun
1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Batasan Lansia Menurut WHO Badan
Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang dikatakan lanjut usia tersebut
dibagi kedalam tiga kategori yaitu : usia lanjut : 60-74 tahun, usia tua : 75-89
tahun, usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun. Ada beberapa tipe pada lansia
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental,
bijaksana, tipe mandiri, tipe pasrah, tipe bingung. Adanya 3 perubahan pada
lansia yaitu : perubahan fisiologis, psikologis dan mental. Gangguan persarafan
yang terdapat pada lansia yaitu stroke, penyebab dari stroke itu sendiri adalah
thrombosis akibat plak aterosklerosis dari arteri otak dan disebabkan oleh
pecahnya mikroaneurisma dari charcot atau etat crible di otak. Manifestasi klinis
dari stroke adalah kehilangan motorik, kehilangan komunikasi, gangguan
persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis. Pemeriksaan penunjang
yaitu angiografi, CT-scan, EEG, fungsi lumbal, MRI dan ultrasonografi.
Penatalaksanaan medis pada stroke adalah membatasi atau memulihkan iskemia
akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama), mencegah perburukan
neurologis yang berhubungan dengan stroke yang masih berkembang, tekanan
darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat diturunkan,
pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada klien dengan tanda klinis atau
radiologis, pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi dengan infark
serebelum yang luas dan pertimbangkan pemeriksaan darah.
B. Saran
1. Mahasiswa/i
Sebagai mahasiswa/I calon tenaga kesehatan kerja, diharapkan lebih
memperdalam tentang konsep lansia, memahami gangguan persarafan pada
lansia dan mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan gangguan persarafan
serta mengetahui bagaimana cara mendeteksi awal sampai dengan asuhan
2. Perawat
Peran perawat sangat diperlukan untuk mencapai taraf hidup kesehatan
masyarakat yang lebih baik, sehingga diharapkan perawat lebih meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan penanganan pada lansia dengan gangguan
persarafan.
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, Y.R. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jilid ke-1. Jakarta : TIM.