• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN IAIN MANADO

DALAM MENGANTISIPASI RADIKALISME BERAGAMA

Oleh: Dr. Muhammad Idris, M.Ag.

Peran IAIN Manado sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan hal yang sangat strategis dan generis guna mewujudkan kenyamanan, ketenangan dan kedamaian pada masyarakat luas. Sebagai lembaga pendidikan Islam sangat subtantif dan objektif dalam peningkatan kualitas sumberdaya umat (mahasiswa) yang unggul ke depan. Dengan kualitas

Mari kita melirik sejenak komplik yang masi hangat saat ini terjadi di daerah Temanggung Jawa Tengah, dan Pandeglang Banten, setiap kelompok agama dengan simbol-simbol agama dimanfaatkan untuk menyemangati umatnya masing-masing, mendorong semangat setiap umat untuk melakukan penyerangan, pembantaian bahkan pembakaran untuk penghancuran apa saja yang ditemuinya, anak-anak, dan wanita harus menjadi korban dari perilaku yang tidak lagi menghargai hak hidup setiap manusia.

Sebuah contoh yang tentunya tidak perlu menjadi contoh bagi generasi mendatang, baik di daerah Jawa Tengah dan Banten bahkan dimanapun di bumi ini. Saling menghargai dan melindungi bagi segenap manusia harus dikedepankan, khusunya Manado selalu menjadikan bumi nyiur melambai tempat yang damai bagi setiap manusia yang datang, bahkan makhluk hidup lainnya.

Al-Qur’ān mendidik kita untuk mengakui pluralitas dalam kehidupan manusia dan pluralitas syari’at di bawah kesatuan agama yang satu. Al-Qur’ān mengisyaratkan perbedaan syari‘at itu untuk mendapatkan keselamatan dengan prinsip-prinsip, 1) Keimanan kepada Tuhan Yang maha Esa. 2) Keimanan akan hari akhirat, pembangkitan, hisab dan pembalasan amal baik dan buruk, dan 3) Beramal shaleh dalam kehidupan dunia.1 seperti dinyatakan dalam Al-Qur’ān:

(2)

َو ِ ﱠ ﺎِﺑ َﻦَﻣاَء ْﻦَﻣ َﻦﯿِﺌِﺑﺎﱠﺼﻟا َو ىَرﺎَﺼﱠﻨﻟا َو اوُدﺎَھ َﻦﯾِﺬﱠﻟا َو اﻮُﻨَﻣاَء َﻦﯾِﺬﱠﻟا ﱠنِإ َﺪْﻨِﻋ ْﻢُھُﺮْﺟَأ ْﻢُﮭَﻠَﻓ ﺎًﺤِﻟﺎَﺻ َﻞِﻤَﻋ َو ِﺮ ِﺧ ْﻵا ِم ْﻮَﯿْﻟا

َنﻮُﻧ َﺰْﺤَﯾ ْﻢُھ َﻻ َو ْﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ ٌف ْﻮَﺧ َﻻ َو ْﻢِﮭِّﺑَر

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shābi’īn, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS. al-Baqarah/2:62)

Inti ajaran agama yang disampaikan kepada manusia adalah beriman kepada Allah SWT, walaupun kenyataan manusia berbeda-beda dalam agama-agama yang dibawa oleh para nabi utusan Allah swt. bagaimana membuat manusia beriman dengan mengalihkan perhatiannya kepada berbagai fakta yang ada disekelilingnya bahkan mengubah fakta-fakta menjadi sesuatu yang lebih mendekatkan manusia kepada Allah SWT. untuk mendapatkan kedamaian dan keselamatan, baik dunia dalam hubungan manusia sesama, maupun di akhirat sebagai tanggung jawab yang dijalaninya.

(3)

Tuhan (sombong), Maka Tuhan mengujinya melalui ciptaannya (manusia) untuk mengingatkannya akan kesalahan yang dilakukannya. Namun dia tidak menghiraukannya selalu merasa benar yang ujung-ujungnya masuk penjara atau jiwa terancam baru sadar akan fitrah Tuhan yang diberikannya.

Disinilah perang penting yang generis dan strategis kualitas pendidikan seseorang karena dapat memahami pandangan-pandangan seseorang. A.Malik Fadjar berpendapat bahwa “sumber daya umat sebagai panglima”.2 Diyakininya bahwa

pendidikan sebagai upaya yang paling mendasar dan strategis sebagai wahana penyiapan sumber daya umat dalam pembangunan di daerah dan kota. Umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia terutama kaum cendekiawan harus terpanggil untuk tampil sebagai pelopor.

Paling tidak ada tiga hal yang dapat dijadikan dasar pembenaran pemikiran A.Malik Fadjar dalam membuka wawasan keislaman yang lebih luas dan lues3 dalam

bingkai pendidikan Islam, yaitu:

Pertama, dari segi ajaran agama Islam telah menempatkan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai instrumen untuk meraih keunggulan hidup (the supremacy of life). Pandangan semacam ini diikuti oleh manusia modern dewasa ini, terutama mereka yang bukan Islam. Karena dengan keilmuan kita dapat memahami perbedaan

2 A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, h.38. Lihat Pula, Harun Nasution,

Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), h. 253-256. Lihat juga, Seyyed

Hossein Nasr, Theology, Philosophy and Spiriyuality, diterjemah oleh Suharsono dkk, Intelektual

Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis, (Yogyakarta: CIIS Press, 1995), h. 38. Bandingkan pula, A.M.

Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan, 1987), h. 126. Kategori kualitas manusia yang potensial dapat di lihat ciri-cirinya sebagai berikut: Memberi kedudukan akal yang tinggi; Kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan; Kebebasan berfikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur’an dan hadis yang sedikit sekali jumlahnya; Percaya adanya

sunnatullah dan kausalitas; Mengambil arti metaforis dari teks wahyu. Dengan demikian umat akan

mengalami akselerasi berfikir yang lebih maju dan produktif.

(4)

dari berbagai aspek, baik dari sisi kemanusiaan, keagamaan, kebahasaan dan lain sebagainya. Orang yang memahami hal tersebut dapat meraih kualitas kehidupan yang unggul dan damai. .

Kedua, Islam dalam perkembangan sejarahnya telah cukup memberikan acuan dan dorongan bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Terdapat mata rantai yang erat antara kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh dunia Barat dewasa ini dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang sebelumnya pernah dicapai oleh dunia Islam. Karena memang diyakini oleh dunia bahwa Islamlah yang mula-mula menyebarluaskan pemikiran Yunani klasik yang menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Barat dewasa ini.4

Di sini dapat dimaknai bahwa kualitas merupakan keharusan dalam mencerahkan dan mendamaikan umat. Hal ini dapat dilihat dan dicatat dalam sejarah di Amerika saat ini bahwa orang yang berkulit hitam dapat menjadi Presiden seperti Barrac Obama dan dapat memberikan keputusan yang tepat sesuai konstitusi meskipun sebagian rakyatnya menetang termasuk mendirikan Masjid di tengah Kota yang strategis. Langkah-langkah strtegis tersebut diputuskan secara objektif dan bertanggung jawab didasarkan dengan kualitas yang unggul dimilikinya. Kualitas yang unngul inilah membuat Barat mampu menggeser peradaban karena adanya arus "migrasi otak",5 yang dalam sejarah selalu mendahului terjadinya pergeseran

pera-daban dunia yang dinamis.

4 A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, h. 40.

5 A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, h. 40. Lihat pula, Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam Sebagai Paradigma Pembebasan”, Dalam Muslih Usa (Ed), Pendidikan Islam di

Indonesia: Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1991), h. 22. Posisi subordinat

(5)

Ketiga, umat Islam Indonesia cukup kaya dengan lembaga-lembaga pendidikannya. Lembaga yang dimiliki ini adalah "bank" sumber daya manusia yang tak ternilai harganya. Memang masalahnya terpulang kepada umat Islam sendiri, yaitu agar mampu mengangkat ajaran Islam dan sekaligus menjadikan lembaga-lembaga pendidikannya sebagai wahana penyiapan sumber daya pembangunan. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan Islam harus semakin menyadari akan posisinya dalam upaya membuat satu komitmen strategis, yaitu menjadikan dirinya sebagai "bank" sumber daya manusia untuk mengukur kemajuan manusia.

Untuk menciptakan kriteria riil dalam menilai sukses atau tidaknya sistem pendidikan Islam yang damai adalah tumbuhnya pemikiran Islam yang asli, orisinal dan mencukupi (adequate).6 Pemikiran itu mampu menjadi perangsang secara aktif

dalam mencari ide-ide baru, gagasan baru, solusi yang tepat terhadap problem-problem yang dihadapi masyarakat saat ini. Pemikiran itu selalu mencari celah-celah untuk mendapatkan jawaban terhadap persoalan yang dihadapi seseorang. Pemikiran Islam yang senantiasa dikembangkan akan mampu mendinamisasikan dan memajukan peradaban Islam melalui al-Qur’ ān sebagai sumber pendidikan.

6 Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, dari Metode Rasional hingga Metode

Kritik, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 235. Dalam kontek pendidikan Islam tumbuhnya pemikiran

(6)

Al-Qur’ān, pada dasarnya adalah kitab keagamaan, namun isi informasi yang terkandung di dalamnya tidak terbatas pada bidang-bidang keagamaan semata, tetapi meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Pembahasan Al-Qur’ān terhadap berbagai aspek atau masalah tidak tersusun secara sistimatis, sebagaimana layaknya sebuah buku ilmiyah, Al-Qur’ān jarang menginformasikan suatu masalah secara rinci, dan global, lebih pada prinsip-prinsip pokok. Hal tersebut tidak mengurangi nilai Al-Qur’ān, justru disanalah letak keunikan sekaligus keistimewaannya. Dengan demikian, Al-Qur’ān sebagai sumber insfirasi yang mendidik manusia, menjadi obyek kajian yang tidak pernah kering dari para ilmuan muslim maupun non muslim, sehingga ia tetap aktual sejak diturunkan sampai kini.7

Al-Qur’ān berulangkali menamakan dirinya sebagai sebuah peringatan atau yang memperingatkan manusia agar tetap berada dalam suasana damai dan membahagiakan. Sebagai individu, manusia harus menyadari bahkan merenungkan dari mana asal kejadian dan akan kearah mana dia akan berjalan di alam ini, dan untuk apa semua yang dilakukan berupa kebaikan dan keburukan menguntungkan maupun merugikan. Dari mana akan menyadarkan manusia pada proses penciptaannya, bahwa manusia diciptakan Allah SWT. dalam bentuk yang paling indah dan sempurna ٍﻢﯾِﻮْﻘَﺗ ِﻦَﺴْﺣَأ ﻲِﻓ َنﺎَﺴْﻧِ ْﻹا ﺎَﻨْﻘَﻠَﺧ ْﺪَﻘَﻟ , ayat ini menyatakan bahwa manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik ٍﻢﯾِﻮْﻘَﺗ. Ayat tersebut dengan bentuk lahiriah manusia , kemampuan berkehendak dan berbuat, serta keindahan dan kecerdasannya.8

Penjelasan yang telah dikemukakan di atas memberi pemahaman bahwa manusia memiliki keunggulan dibandingkan dengan makhluk lain, baik fisik maupun kemampuan intelektual yang dimiliki, memberi kemampuan manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Harus didukung dengan prinsip manusia diciptakan

7 Lihat, Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur’ān suatu kajian teologis dengan

Pendekatan Tafsir Tematik,(Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 5.

(7)

dengan memperoleh kemuliaan dan keutamaan dibanding dengan makhluk-makhluk lain. Sebagaimana disebutkan pada ayat Al-Qur’ān:

َﻤَﺣ َو َمَداَء ﻲِﻨَﺑ ﺎَﻨْﻣﱠﺮَﻛ ْﺪَﻘَﻟ َو ِﻀْﻔَﺗ ﺎَﻨْﻘَﻠَﺧ ْﻦﱠﻤِﻣ ٍﺮﯿِﺜَﻛ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُھﺎَﻨْﻠﱠﻀَﻓ َو ِتﺎَﺒِّﯿﱠﻄﻟا َﻦِﻣ ْﻢُھﺎَﻨْﻗَزَر َو ِﺮْﺤَﺒْﻟا َو ِّﺮَﺒْﻟا ﻲِﻓ ْﻢُھﺎَﻨْﻠ

ًﻼﯿ

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.(QS. al-Isrā’/17:70)

Secara eksplisit ayat di atas mengungkapkan bahwa manusia telah diberi kemuliaan (karāmah) dan diciptakan dengan kodrat melebihi makhluk lainnya. Selain itu juga menegaskan karunia Tuhan berupa kemampuan mengarungi lautan dan daratan dan dijadikannya segala yang baik sebagai rezeki bagi manusia.9 Dengan

begitu manusia harus dapat bekerjasama untuk menciptakan kedamaian dalam hidup bersama, antara umat manusia.

Sesungguhnya inti agama yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul adalah sama ِﱠ ﺎِﺑ ْﻦِﻣْﺆُﯾ َو ِتﻮُﻏﺎﱠﻄﻟﺎِﺑ ْﺮُﻔْﻜَﯾ ْﻦَﻤَﻓ dan َتﻮُﻏﺎﱠﻄﻟا اﻮُﺒِﻨَﺘْﺟا َو َ ﱠ ا اوُﺪُﺒْﻋُا ِنَأ yaitu Keimanan.10

Pendidikan keagamaan memiliki peran yang sangat strategis dalam mempertahankan posisi manusia supaya tidak jatuh ketingkat yang lebih rendah sesuai dengan fitrah manusia potensial dan energik luar biasa yang memungkinkan dikembangkan atau menjadi sesuatu yang tak berarti bagi manusia itu sendiri.

Kehidupan manusia pada era globalisasi dan teknolgi informasi modern yang semakin maju dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bahkan batas-batas wilayah, maka manusia diperhadapkan kepada serangkaian tantangan baru, seperti bebas mengeluarkan pendapat, keterbukaan dan demokratisasi. Hal tersebut membuktikan bahwa kita telah ditakdirkan hidup dalam suatu bangsa yang

9 Lihat, Abdul Muin Salim Fitrah Manusia Dalam Al-Qur’ān, Makassar: Lembaga Studi Kebudayaan Islam(LSKI) Ujungpandang yang sekarang Makassar 1990, h. 24

(8)

masyarakatnya dapat dikatakan sangat pluralistik,11 bahkan dikalangan

bangsa-bangsa lain dinilai sebagai keunikan, penangannya pun memerlukan keunikan. Pandangan lain dikatakan bahwa pluralisme bukanlah keunikan suatu masyarakat atau bangsa tertentu. Sebab dalam kenyataan tidak ada suatu masyarakat pun yang benar-benar tunggal, tanpa ada perbedaan di dalamnya.

Kemajemukan sebagai suatu realitas alami, atau dalam bahasa agama disebut sunnatullah,12 tetapi apapun namanya manusia dalam perkembangannya tidak bisa melepaskan diri dari lingkungan pergaulan yang dimungkinkan untuk terjadinya pengaruh, sehingga dapat dilihat manusia telah tererosi oleh perkembangan pemikiran dan kebudayaan, atas nama memenuhi kebutuhan hidup manusia, sebagaimana telah diperingatkan Allah SWT. bahwa telah terjadi kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan-tangan manusia.13

Pluralisme tidak semata menunjuk kepada kenyataan adanya kemajemukan, tetapi juga keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan.”Dalam tiga dekade terakhir, agama muncul sebagai sumber penting imperatif moral yang diperlukan untuk memelihara kohesi sosial. Komitmen religius tidak sekedar memobilisasi rasa amarah rakyat dalam melawan kekuatan otokratis negara, melainkan juga memainkan peranan konstruktif dalam pembangunan bangsa dan rekonsiliasi nasional”14

11 Kita di negeri ini biasa menyebut bahwa masyarakat Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural) dalam kenyataan tidak jarang terselip kesan, seolah-olah kemajemukan masyarakat adalah suatu keunikan dikalangan masyarakat lain. Dan karena keunikannya, maka masyarakat memerlukan perlakuan yang unik pula yaitu, perlakuan berdasarkan paham kemajemukan pluralisme, Lihat, Nurchalis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakap Paramadina, 1992), h. 159

12 Nurcholis Madjid, berpandangan bahwa sistem nilai plural adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak mungkin berubah, diubah, dilawan, dan diingkari, barangsiapa yang mengingkari hukum kemajemukan budaya, maka akan timbul penomena pergolakan yang tiada berkesudahan. Lihat, M.Quraish Shihab dkk. Atas Nama Agama Wacana Agama dalam Dialog Bebas

Komplik. (kemudian disebut Bebas Komplik), (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), h. 66

13 Lihat, QS. Al-Rūm/30:41

ْﻢُﻬﱠﻠَﻌَﻟ اﻮُﻠِﻤَﻋ يِﺬﱠﻟا َﺾْﻌَـﺑ ْﻢُﻬَﻘﻳِﺬُﻴِﻟ ِسﺎﱠﻨﻟا يِﺪْﻳَأ ْﺖَﺒَﺴَﻛ ﺎَِﲟ ِﺮْﺤَﺒْﻟاَو ِّﺮَـﺒْﻟا ِﰲ ُدﺎَﺴَﻔْﻟا َﺮَﻬَﻇ َنﻮُﻌ ِﺟْﺮَـﻳ

14 Lihat, Abdulaziz Sachedina, Kesetaraan Kaum Beriman, Akar Pluralisme Demokratis

Dalam Islam, terjemahan dari: The Islamic Roots of Demokratic, Pluralism,(2001) Penerjemah: Satrio

(9)

Pluralisme agama dapat dijumpai di mana-mana, baik di tingkat rejional, nasional terlebih dalam pergaulan internasional, yang dapat dilihat di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, perkantoran tempat bekerja, di sekolah tempat belajar, dan tempat-tempat lainnya. Setiap pemeluk agama dituntut untuk tidak saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi juga berusaha mengalami dan memahami perbedaan dan persamaan untuk terciptanya kerukunan dalam kebinekaan. Hal ini sebagaimana digambarkan Al-Qur’ān:

ْﻢُﻛ َﻮُﻠْﺒَﯿِﻟ ْﻦِﻜَﻟ َو ًةَﺪ ِﺣا َو ًﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻜَﻠَﻌَﺠَﻟ ُ ﱠ ا َءﺎَﺷ ْﻮَﻟ َو ﺎًﺟﺎَﮭْﻨِﻣ َو ًﺔَﻋ ْﺮِﺷ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ﺎَﻨْﻠَﻌَﺟ ٍّﻞُﻜِﻟ ِتا َﺮْﯿَﺨْﻟا اﻮُﻘِﺒَﺘْﺳﺎَﻓ ْﻢُﻛﺎَﺗاَء ﺎَﻣ ﻲِﻓ

.

Tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang, sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya umat yang satu, tetapi Allah hendak menguji terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.(QS.al-Mā‘idah/5:48)

Ketika menjelaskan kata ًةَﺪ ِﺣا َو ًﺔﱠﻣُأ mufassir banyak menghubungkan dengan penjelasan terhadap surah Yūnus/10:19, bahwa manusia pada dasarnya hanya satu umat dalam kepercayaan tauhid, tetapi setelah itu tidak lagi demikian, karena mereka berselisih.15 Mereka sejak dahulu hingga kini baru dapat hidup jika bantu-membantu

sebagai satu umat, yaitu kelompok yang memiliki persamaan dan keterikatan.16

Olehnya manusia harus berlomba-lomba berbuat kebajikan, sebagai tanggung jawab kepada Allah SWT.

15 Lihat,M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol, 1, h. 425, kita perlu tahu lebih sungguh-sungguh lagi dalam menghayati tanggung jawab mondial atau prinsip kemanusiaan bersama: “satu dunia untuk semua.” Sehingga, keterpecahan hampir menjadi kendala terbesar yang siap menghadang tugas kita untuk menciptakan era baru bagi sistem dunia yang benar-benar beradab. Dunia yang bergerak serempak menuju tatanan yang saling menghormati dan melindungi, saling membantu dan mendukung, guna terbentuknya “komonitas internasional” yang beradab, adalah dunia yang kita rindukan bersama. Lihat, Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan

Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h.372.

(10)

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.(Lihat QS. al-Mu’minūn/23:52) Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya.(QS. al-Zuhruf/43:33)

Kenyataan menunjukkan perbedaan pendapat terkadang meruncing sampai pada titik terendah, yaitu terjadinya konflik horisontal antara umat beragama, saling membantai, menjarah dan membakar apa saja yang ditemukan, tidak terkecuali rumah ibadah sekalipun.17 Semua itu dilakukan dengan alasan mempertahankan umat

masing-masing.

Kualitas manusia sangat menentukan dalam memahami agama tersebut. Maka yang sangat berperan disini adalah Tuhan sebagai sumber pendidik maka manusia pasrah untuk memohon agar dapat selalu diberi pemahaman yang berkualitas untuk memahami Tuhan, dirinya, orang lain dan alam disekitarnya. Dengan demikian akan fokus untuk meningkatkan kualitas kehidupannya melalui semangat etos kerja yang tinggi yang akan membawa perubahan yang damai dan hal itu sebagai cerminan hamba Allah yang bertaqwa.

Menurut Azyumardi Azra, Islam memberikan perhatian dan penekanan yang kuat kepada etos kerja (work ethics). Bahkan dapat dikatakan, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai kerja. Islam menghargai semua bentuk pekerjaan yang

17 Dapat diamati konflik Maluku, menyebabkan konflik yang sangat multi demensional sehingga konflik relatif sulit diselesaikan akibat konflik begitu lama menyebabkan korban besar, baik korban nyawa maupun harta benda, menyebabkan terjadinya pengungsian besar ditempat yang dianggap aman yang menimbulkan dendam antara dua komunitas yang berhadapan di Maluku dan menjadikan simbol-simbol agama sebagai pemicunya. Lihat, Maluku Baru Satu wujud Ideal

Masyarakat Maluku Pasca Konflik, Hasil Rumusan Pokja Maluku yang di Edit oleh: Suaidi

(11)

halal; sejak dari mereka yang bekerja dengan ilmunya (ulama, cendekiawan, ilmuwan), penguasa dan birokrat (ulu al-amri), pedagang, petani, tukang, perajin dan sebagainya. Semua pekerjaan ini dipandang baik; tingkatan manusia bahkan dalam Islam, tidak didasarkan pada status pekerjaan, tetapi pada ketaqwaan.18

Lebih lanjut Azyumardi Azra menyatakan bahwa dalam Islam setiap manusia diberikan kebebasan berusaha dan bekerja untuk kepentingan hidupnya dengan sebaik-baiknya. Tetapi, di samping menekankan hak dan kebebasan individu, Islam juga mementingkan semangat kebersamaan (jama’ah). Karena itu setiap individu tadi harus mengelola kegiatan-kegiatan hidupnya dalam semangat kerja sama dan tolong-menolong (ta’awun), dan sebaliknya Islam tidak menyukai semangat kompetisi yang tidak sehat atau rivalitas yang tak terkendali. Muslim yang baik, karena itu, seyogianya tidak menanamkan semangat pertarungan bebas (laissez faire) dengan mengorbankan kebersamaan (jama’ah) tadi, sehingga pada akhirnya hanya mereka yang kuat yang akan bertahan (survival of the fifttes), sebagaimana menjadi prinsip dari banyak masyarakat Barat.19

18 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokrasi, h.229. Lihat pula, Azhar Arsyad, Dimensi Budaya Kerja dan Paham Teologi: Hubungannya dengan

Pendidikan dan Implikasinya terhadap Manajemen Kerja,(Disertasi PPs. IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 1999), h.66. Allah telah menjadikan manusia fii ahsani taqwim. Ini mengandung suatu pengertian bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik; mempunyai perawakan tegap, bertulang tumit indah, mampu mencapai maksud yang diinginkannya dengan tangannya; tidak seperti hewan yang memungut segala sesuatu dengan mulutnya. Terlebih lagi, Allah mengistimewakan manusia dengan akal, kesanggupan membedakan dan kesanggupan menerima ilmu serta berbagai pengetahuan, sehingga mampu melahirkan gagasan-gagasan baru, yang sekaligus menjadikannya mampu menguasai alam wujud. Di samping itu manusia juga mempunyai kemampuan dan jangkauan untuk meraih segalanya.

(12)

Deliar Noer berpendapat bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah kemandirian (independency) dalam bentuk kemampuan membuat dan mengambil keputusan sendiri setelah matang memperhitungkan berbagai situasi dan kondisi lingkungan. Dilihat dari proses pendidikannya, nilai inti dari kemandirian dalam meningkatkan kreatifitas kerja berpijak pada pemberdayaan.20 Sesungguhnya

kemandirian baik di tingkat individu, kolektif maupun di tingkat nasional hanyalah tejadi dengan dukungan kualitas SDM.21 Dengan matang dan mapannya kualitas

sumber daya manusia maka akan membangkitkan semangat kreativitas kerja yang inovatif dan produktif.

Nilai inti yang ideal untuk masa depan manusia adalah keunggulan (excellence). Filosuf besar Socrates (469-399), sebagaimana dikutip Syaukani HR. 22

mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya telah mempunyai pengetahuan dan yang perlu dilakukan adalah bagaimana menggali pengetahuan yang ada itu, sehingga melahirkan kreativitas kerja yang tinggi. Atas dasar itu, kemajemukan berfikir menjadi dialektika tersendiri dalam kehidupan guna menemukan kebenaran. Dengan metode ini diyakini bahwa kita akan menemukan kebenaran dalam diri setiap orang. Socrates memandang orang lain bukan sebagai "bejana kosong", melainkan subjek yang berpengetahuan.

20 Deliar Noer, Kadernisasi Kepemimpinan Umat, (Jakarta: Titian Ilahi, 1993), h. XX. Lihat juga Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, (Yogyakarta: Adicita Karya, 2000), h.25. Pemberdayaan merupakan proses pembekalan isi dan perluasan wawasan yang dikembangkan melalui pendidikan, kreativitas individu dan satuan social yang ditumbuhkan sehingga secara jeli dan cerdas mampu mekondisikan dan mewarnai lingkungannya ke arah yang lebih baik. Profil manusia seperti ini anatara lain adalah: mandiri, kritis, berpijak pada kebenaran dan menegakkannya, mempunyai pendirian yang teguh (istiqamah), peduli terhadap masyarakat, ini berarti bahwa kualitas itu (intelektual) tidak mesti berorientasi ke atas, tidak ikut arus, tidak tergiur oleh berbagai godaan dunia, pangkat, kedudukan harta wanita dan fasilitas, menghargai pendapat orang lain.

21 Dengan semangat SDM dapat melahirkan kesadaran akan kemampuan diri, pemahaman yang sehat terhadap realitas kehidupan. Pola kehidupan yang sehat dan nyaman, bebas dari perasaan takut dari manpun datangnya. Kemampuan untuk berfikir dan bertindak, memiliki informasi yang memadai dan menyampaikannya orang senag hati dalam menjalani hidup, dan memiliki keteguhan pendirian.

22 Syaukani HR., Pendidikan Paspor Masa Depan; Prioritas Pembangunan Dalam Otonomi

Daerah, h. 44-45. Otonomi pendidikan bermuara pada wilayah bebas dari budaya verbal yang serba

(13)

Oleh karena itu penting melakukan penelitian dan menelaah peran STAIN Manado dalam merespon tantangan globalisasi dan otonomisasi pada masyarakat majemuk agar dapat mengantisipasi terjadinya konflik antar agama, etnis, bahasa suku, dan semacamanya. Mahasiswa sebagai kaderisasi dan harapan umat, bangsa dan negara kedepan diupayakan agar dapat unggul dalam kualitas dan dewasa menyikapi perbedaan. Karena pemikiran tersebut menggeliat secara nasional dan sangat kompatibel saat ini untuk diriset guna menemukan model-model baru agar umat dapat hidup rukun, damai dan harmonis dalam berbangsa dan bernegara.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang diteliti dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1) Visi dan Misi STAIN agar mahasiswa menjadi unggul dan dewasa

2) Pengembangan wawasan Ketuhanan agar mahasiswa semakin sadar akan keberadaannya di bumi

3) Peningkatan Manajemen Ketauladanan

4) Penataan kurikulum yang kompetitif dan saling menyapah antar umat beragama

5) Membangun etos kerja agar dapat mewujudkan kebersamaan dan kehadiran Tuhan dalam kehidupan

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada visi pengembangan STAIN yang akan memprodak mahasiswa lebih unggul, kompetif dan santun dalam pengembangan pendidikan Islam. Sedangkan sumbernya dibatasi pada wilyah pendidikan Islam yang relevan dengan obyek penelitian.

(14)

dimaksudkan di sini terutama di arahkan pada visi pengembangan wawasan teologis, filosofis dan sosiologis beragama. Dengan pendidikan Islam diharapkan umat Islam memiliki kemandirian dan selalu memiliki komitmen dalam membangun perbedaan dan kebersamaan sehingga akan melahirkan manusia yang kreatif dalam mengisi kemerdekaan agar bangsa dan agama ini lebih maju. Dalam rangka memajukan bangsa dan agama ini, wahana yang representatif dan efektif dalam membangun dan mengembangkan ilmu adalah lembaga pendidikan. Pengembangan lembaga pendidikan merupakan tumpuan harapan bangsa ke depan karena pendidikan akan mengalami dinamika seiring dengan kemajuan zaman.

Oleh karena itu penting direkonstruksi elemen-elemen yang berada di lembaga pendidikan Islam baik dari aspek, wawasan teologisnya, manajemen ketauladanannya, SDM-nya, dan kurikulumnya. Dengan demikian lembaga pendidikan akan selalu eksis mengembangkan kualitas yang unggul dan kompetitif sebagai cerminan masyarakat muslim yang memiliki nilai-nilai luhur yang damai dan humanis di masa depan.

Hanya pengembangan lembaga pendidikan dan kualitas yang unggul dan kompetitif, yang akan menjaga dan membawa bangsa ini maju dan berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di era global. 23

3.Perumusan Masalah

Pendidikan Islam diharapkan mampu merespons kebutuhan masyarakat luas yang penuh perbedaan dan dinamika. Namun masalah yang dihadapi lembaga pendidikan untuk sampai ke sana tidak semudah membalik telapak tangan. Dalam kaitan itu, berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan Islam seperti, manajemen ketauladanan, sumber daya manusia, kreativitas kerja, dan kurikulum, perlu segera tata dan dibenahi.

Sistem pendidikan Islam masih mengidap berbagai persoalan yang krusial, sehingga kita dituntut berfikir kreatif dan inovatif dalam melakukan perubahan yang

23 A.Malik Fadjar, Kata Pengantar dalam Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang

(15)

diikuti dengan pertumbuhan dan pembaruan atau perbaikan serta peningkatan secara terus menerus untuk dibawa ke arah yang lebih baik. Dari mana perubahan dimulai dan aspek-aspek mana yang perlu diinovasi agaknya memerlukan perenungan dan penyikapan yang konstruktif dan positif.

Oleh karena itu dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan menganalisis visi pengembangan STAIN agar mahasiswa semakin unggul dalam

kualitas dan dewasa dalam perbedaan. Hal tersebut tentunya memerlukan informasi

dari berbagai sumber guna melengkapi data dari penelitian ini.

Maka dapat dipahami bahwa objek masalah yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah Mengapa konflik keberagamaan pada masyarakat majemuk dapat terjadi, bukankah keberagaman itu indah dan damai serta mendapatkan sudut pandang ilmu yang baru ?

C. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu kepada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan bentuk pengembangan pendidikan Islam yang kompetitif, etis dan harmonis pada masyarakat di Manado.

D. Manfaat/ Signifikansi Penelitian

Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi peneliti khususnya dan bagi dunia keilmuan pada umumnya. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat mengungkap visi dan sisi kekuatan pendidikan Islam dalam pengembangan keilmuan untuk mewujudkan kedamaian.

(16)

E. Metodologi Penelitian

1. Sumber Data

Metode utama yang dipakai untuk menghimpun data yang dibutuhkan penelitian ini adalah metode penelitian lapangan sesuai dengan objek penelitian dan dilengkapi dengan informasi dari data-data kepustakaan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada kaitannya dengan masalah pokok penelitian yang telah dirumuskan baik sumber primer maupun sumber sekunder. Sebagai sumber primer yang digunakan adalah karya-karya yang telah membahas aspek pendidikan dalam penigkatan kualitas keberagamaan baik ketuhanan, kemanusiaan, dan lingkungan kemasyarakatan. Penulis juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan keagamaan dan birokrat. Sebagai bahan analisa perbandingan dalam melihat visi pengembangan pendidikan Islam digunakan data-data dari sumber sekunder berupa tulisan atau karya orang lain yang relevan dengan pengembangan pendidikan.

2. Analisis Data

Dalam penulisan ini diperlukan penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif24 sehingga memerlukan pendekatan deskriptif analisis dan

preskriptif analisis sehingga kajian ini seutuhnya menghendaki telaah terhadap karya-karya dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam dan komparasi dengan para pakar dalam bidang pendidikan Islam. Studi teks dalam makna studi pustaka ini memerlukan olahan uji kebermaknaan empirik di lapangan melalui hasil penelitian yang telah ada, dan studi pustaka yang lebih menekankan olahan filosofik dan teoritik daripada uji empirik. Kedua model studi pustaka ini digunakan dalam kajian ini. Kajian pustaka ini akan dipandu dengan menggunakan pendekatan transdisipliner25 yang menyatukan pendekatan interdisipliner26 dan

24 Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 3.

(17)

multidisipliner27 dengan studi Islam teologik.28 Pada akhirnya telaah visi

pendidikan Islam bukan saja yang bersumber dari sistem pendidikan Islam, melainkan juga dari sistem pendidikan lainnya. Untuk mendukung hal itu diperlukan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi melalui content analysis yang mempunyai tiga syarat yaitu obyektifitas, sistimatis dan generalisasi. Objektifitas dengan berlandaskan aturan yang dirumuskan secara eksplisit. Sistematis, karena kategorisasi isi harus menggunakan kriteria tertentu. Sedangkan generalisasi artinya temuannya haruslah mempunyai sumbangan teoretik. Temuan yang hanya deskriptif rendah nilainya.29 Di samping itu

digunakan pula studi kontekstual30 dengan tiga model. Pertama, kontekstual

sebagai upaya pemaknaan menanggapi masalah kini yang umumnya mendesak (situasional). Kedua, kontekstual dengan melihat keterkaitan masa lalu, kini dan mendatang. Dalam hal ini uraian akan menampilkan suasana yang lalu kemudian melahirkan temuan-temuan baru dalam kerangka pendidikan Islam. Pendekatan transdisipliner ini secara kontekstual dikemukakan para ahli antara lain Mukti Ali, “Penelitian Agama di Indonesia” dalam Muljanto Sumardi (ed.), Penelitian Agama Masalah dan Pemikiran, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), h. 23, Mattulada, “Studi Islam Kontemporer” dalam Taufik Abdullah dan Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian

Agama Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), h. 9-10. Secara tekstual dikemukakan Noeng

Muhajir dalam Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 182.

26 Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan yang digunakan dengan mengaitkan disiplin ilmu tertentu dengan satu disiplin ilmu lain seperti pendidikan dengan teori sosiologi. Lebih lanjut dapat dibandingkan Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, h. 182.

27Multidisipliner adalah pendekatan yang dipakai dengan menghubungkan disiplin ilmu tertentu dengan berbagai disiplin ilmu lainnya misalnya studi pendidikan dengan titik tekan pendidikan Islam hendaknya mengaitkan dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik, bandingkan Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, h. 182.

28 Studi Islam teologik merupakan studi Islam dengan pendekatan monodisipliner, pendekatan satu ke cabang ilmu pengetahuan dalam hal ini pendidikan. Lihat Noeng Muhajir, Metode Penelitian

Kualitatif, h. 173.

29 Content analysis ini mempunyai upaya membuat prediksi yang oleh Kraucer menyatakan,

bahwa content analysis kualitatif lebih mampu menyajikan nuansa dan lebih mampu melukiskan prediksinya secara lebih baik. Lihat Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, h. 49.

30 Studi kontekstual ini diterapkan juga oleh Mukti Ali khususnya model ketiga yang disebutnya pendekatan ilmiah cum doktriner; pendekatan scientific cum suigeneris dengan metode sintetis yang dalam membahas masyarakat dan budayanya digunakan metode historik-sosiologik ditambah dengan metode

doktriner. Lihat kembali Taufik Abdullah & Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah

(18)

dikontekskan dalam suasana kekinian. Ketiga, pemaknaan kontekstual berarti mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yang perifer.31

Adapun teknik interpretasi data dengan berpikir induktif seperti argumentasi, kausalitas atau perbandingan dan berpikir deduktif seperti analogi terjadi secara reflektif dan terus menerus selama proses menuangkan pikiran-pikiran dan hasil bacaan berlangsung.32 Namun hendaknya pemahaman intelektual dan kemampuan

berargumentasi secara logik perlu didukung dengan data empirik yang relevan agar produk ilmu yang melandaskan diri pada rasional adalah ilmu bukan fiksi.

3. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan riset ini yaitu menginventarisasi konsep-konsep visi pendidikan Islam serta segala yang berkaitan dengan pembahasannya, mengkategorisasi, menggabungkan, mendiskripsikan data. Sesudah itu diinterpretasi dan dianalisis kemudian disimpulkan berdasarkan pemaknaan penulis.

Langkah pertama yang dilakukan setelah membaca semangat STAIN Manado yang mencoba mewujudkan mahasiswa yang unggul dalam kualitas dan dewasa dalam meyikapi perbedaan dan buku-buku lain yang relevan dengannya adalah dengan merumuskan permasalahan dan judul penelitian serta mengemukakan hal-hal yang mendorong untuk melakukan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menetapkan metode yang digunakan.

Selanjutnya pokok-pokok pikiran dalam pengembangan kebersamaan dan kedamaian dam satu rumpun beragama yang terkait dengan pendidikan dikaji secara mendalam untuk kemudian dielaborasi secara deskriptif, analitis, dan kritis untuk melihat keutuhan konseptual teori pendidikan yang dimilikinya. Kemudian dilanjutkan dengan kajian terhadap pemikiran pendidikan dalam pengembangan pendidikan Islam.

(19)

Guna mempertajam analisa, pendapat-pendapat dalam pengembangan pendidikan keberagamaan di Manado juga akan dibandingkan dengan lembaga pendidikan di luar Manado. Dengan demikian diharapkan akan tampak saling melengkapi dalam pengembangan pendidikan, maupun relevansi pemikirannya dengan pengembangan dunia pendidikan di Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Studi ini terdiri dari enam bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang pemikiran yang melandasi penelitian, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan, serta sistematika penulisan.

Bab kedua membahas visi pengembangan Pendidikan Islam (STAIN Manado). Untuk itu terlebih dahulu diuraikan visi, misi dan tujuan dalam pengembangan Pendidikan Islam, pola dasar pendidikan Islam, transformasi pendidikan Islam, dan diakhiri dinamika pendidikan Islam di masyarakat.

Bab ketiga membahas Tantangan pendidikan Islam. Bab ini dibagi atas empat bagian. Bagian pertama membicarakan tentang Globalisasi Pendidikan Islam, Modernisasi Pendidikan Islam, Dualisme Pendidikan Islam dan Otonomisasi Pendidikan Islam

Bab, keempat membicarakan refleksi pendidikan keagamaan. Hal ini terdiri dari enam bagian. Bagian pertama fokus pada teologi pendidikan, tahudisasi pendidikan, liberalisasi pendidikan, fikih keberagamaan, pendidikan etis dan dinamis dan pendidikan kedamaian.

Bab kelima membahas rekonstruksi lembaga pendidikan Islam. Bagian pertama membahas tentang pengembangan manajemen ketauladanan, kurikulum yang berobsesi keberagamaan, peningkatan sumber daya manusia dan peningkatn etos kerja.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk tingkat kecerdasan naturalis rendah, kelompok yang mengikuti metode experiential learning lebih tinggi dalam meningkatkan pengetahuan konsep ekosistem siswa

Hasil tersebut menunjukan tidak ada variabel bebas yang memiliki tolerance lebih besar dari 1 dan tidak ada variabel bebas yang memiliki niali VIF lebih besar

 Perkiraan Gelombang dengan periode ulang; Fungsi distribusi probabilitas, Periode ulang dan interval keyakinan  Pembangkitan Gelombang; Angin, Fetch dan Peramalan

Setelah menerima LKPD yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep relasi dan fungsi, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui hal-hal yang dibutuhkan dalam penyusunan media komputer dalam usaha membantu siswa memahami konsep integral tentu, (2) menyusun

brand image dari STIKES PemKab Jombang dari investasi sistem informasi akademik.. Hasil dari studi kelayakan investasi informasi akademik pada STIKES

Kebudayaan Kota Batam melakukan upaya massif dan berkesinambungan dalam kegiatan sosialisasi dan promosi destinasi wisata pada masyarakat agar terciptanya

Defenisi tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (Kartono, 1990). Dalam hal ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap,dan