• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak dan Kewajiban pasien dalam pelayanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hak dan Kewajiban pasien dalam pelayanan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perawat wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum. Hal ini menyangkut privasi klien yang berada dalam asuhan keperawatan karena disisi lain perawat juga wajib menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Perawat wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Pelaksanaan gawat darurat yang sangat membutuhkan pertolongan segera dapat dilaksanakan dengan baik yaitu di rumah sakit yang tercipta kerja sama antara perawat serta tenaga kesehatan lain yang berhubungan langsung, sedangkan untuk daerah yang jauh dari pelayanan kesehatan modern tentunya perawat kebanyakan menggunakan seluruh kemampuannya untuk melakukan tindakan pertolongan, demi keselamatan jiwa klien.

Kewajiban lain yang jarang diperhatikan dengan serius yaitu menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalsme. Beberapa faktor-faktor yang membuat kita malas mengembangkan ilmu keperawata banyak sekali.

(2)

bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

Jadi di dalam makalah ini akan membahas hak dan kewajiban seorang perawat dalam menjalankan kewajibannya terhadap klien/pasien. Agar dalam pelayanan kesehatan perawat bisa mengurangi kelalaian.

1.2 TUJUAN

Membantu Perawat untuk melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan Standart Praktek Keperawatan sehingga terhindar dari kelalaian dalam menjalankan profesinya.

Tujuan Khusus

1 Mahasiswa keperawatan mengetahui dan mampu menerapkan Standart Praktek Keperawatan

2 Mahasiswa Keperawatan mengetahui Hukum-hukum tentang Malpraktik Keperawatan

3 Mahasiswa / Perawat dapat menghindari sedini mungkin kelalaian dalam menjalankan profesinya

1.3 BATASAN MASALAH

(3)

BAB II PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu Hak Pasal 4

Setiap orang berhak atas kesehatan.

Pasal 5

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.

(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan

terjangkau.

(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang

diperlukan bagi dirinya.

Pasal 6

Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

Pasal 7

Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung

(4)

Pasal 8

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Bagian Kedua Kewajiban

Pasal 9

(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan,

upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.

Pasal 10

Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi,

maupun sosial.

Pasal 11

Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan

yang setinggi-tingginya.

Pasal 12

(5)

Pasal 13

(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana

(6)

2.1 Pengertian Hak Dan Kewajiban

1. Hak adalah kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hokum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.

2. Kewajiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau harus dilakukan seseorang atau suatu badan hukum.

2.2 Hak Dan Kewajiban Pasien Dalam Pelayanan Kesehatan

Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk perawatan tercantum pada UU Kesehatan no 23 tahun 1992 yaitu :

 Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan

kesehatan optimal.

 Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia

kedokteran, dan hak opini kedua.

 Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi

karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

2.2.1 HAK PASIEN

1. Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan standar profesi kedokteran.

2. Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan dokter/ suster.

3. Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien.

(7)

yang akan dilakukan pada pasien. 6. Hak untuk menghentikan pengobatan.

7. Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah Sakit lain.

8. Hak atas isi rekaman medis / data medis.

9. Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis. 10. Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya

yang

dikenakan / dokumen pembayaran / bon /bill.

11. Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan tindakan yang tidak mengikuti standar operasi profesi kesehatan.

2.2.2 KEWAJIBAN PASIEN

1. Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan penyakit kepada petugas kesehatan.

2. Mematuhi nasihat dokter dan perawat 3. Harus ikut menjaga kesehatan dirinya. 4. Memenuhi imbalan jasa pelayanan.

Sedangkan menurut Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien, yaitu :

a. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

b. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.

(8)

d. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

e. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.

f. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku.

g. Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik yg akan dilakukan thd dirinya.

h. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

i. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

j. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad dan atau masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).

k. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.

l. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit m. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit

terhadap dirinya

n. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran). o. Hak akses /’inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam

medis miliknya.

p. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter yang merawat.

q. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam pengobatanya.

(9)

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN

Seringkali ketika Anda menjadi pasien dari seorang dokter hanya bisa menerima apa yang disampaikan oleh dokter tentang penyakit kita serta tindakan yang akan diambil untuk penyembuhan penyakit tersebut. Namun apakah lantas dokter dan tenaga medis lain dapat bertindak semena-mena terhadap tubuh Anda ? Apakah Anda mempunyai hak dan kewajiban sebagai pasien ? Bagaimana Anda mendapatkannya ?

Tentu saja jawabnya adalah tidak. Karena pada dasarnya para dokter dalam melakukan praktek kedokteran berada di bawah sumpah dokter dan kode etik kedokteran yang mengharuskan mereka memberikan pelayanan terbaik bagi pasien sebagai umat manusia.

Di samping itu, kepentingan dan hak-hak pasien juga terlindungi sejak diberlakukannya Undang-undang nomo 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatan.

Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat penyakit pasien.

(10)

orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini kedua. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada akhir Oktober 2000 juga telah berikrar tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter, yang wajib untuk diketahui dan dipatuhi oleh seluruh dokter di Indonesia. Salah satu hak pasien yang utama dalam ikrar tersebut adalah hak untuk menentukan nasibnya sendiri, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, serta hak atas rahasia kedokteran terhadap riwayat penyakit yang dideritanya.

Hak menentukan nasibnya sendiri berarti hak memilih dokter, perawat dan sarana kesehatannya dan hak untuk menerima, menolak atau menghentikan pengobatan atau perawatan atas dirinya, tentu saja setelah menerima informasi yang lengkap mengenai keadaan kesehatan atau penyakitnya.

Sementara itu, pasien juga memiliki kewajiban, yaitu memberikan informasi yang benar kepada dokter dengan i’tikad baik, mematuhi anjuran dokter atau perawat -baik dalam rangka diagnosis, pengobatan maupun perawatannya-, dan kewajiban memberi imbalan jasa yang layak. Pasien juga mempunyai kewajiban untuk tidak memaksakan keinginannya agar dilaksanakan oleh dokter apabila ternyata berlawanan dengan kebebasan dan keluhuran profesi dokter.

Proses untuk ikut menentukan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap tubuh kita sendiri sebagai pasien setelah mendapatkan cukup informasi, dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah kesepakatan yang jelas (informed consent). Di Indonesia ketentuan tentang informed consent ini diatur lewat Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia nomor 319/PB/A4/88. Pernyataan IDI tentang informed consent ini adalah :

(11)

melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

2. Semua tindakan medis memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.

3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang cukup tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.

4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.

5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Tidak boleh menahan informasi, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat atau paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

(12)

2.3 Sanksi Hukum Dalam Keperawatan 1. Hukum dalam keperawatan

Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-kaidah-kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).

Hukum adalah ” A binding custom or practice of acommunity: a rule of conduct or action, prescribed or fomally recognized as binding or enforced by a controlling authority “ (Webster’s, 2003).

Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi yang penting adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hukum dalam keperawatan adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung jawabkan.

Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:

a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan apa yang legal dalam merawat pasien.

b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan

keperawatan

d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan membuat perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku.

2. Kelalaian (Negligence)

Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.

(13)

Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.

Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).

Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

3. Jenis-jenis kelalaian

Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:

1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat

2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat

Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur

3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya.

(14)

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:

1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban

3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.

4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”

5. Liabilitas dalam praktek keperawatan

Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.

(15)

mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991). 6. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.

Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:

a. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan) b. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen

c. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit

d. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.

e. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/ SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.

(16)

dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)

7. Tanggung jawab profesi perawat

Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan yang sesuai dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah memiliki standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban. Karena Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki, dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan tingkat sosial (Kozier,1991)

Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239. sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001).

(17)

etika profesi dan standar pelayanan profesi. Oragnisasi profesi atau representatif dari masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-disciplining, dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.

Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai standar profesi, dan diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalanankan profesi secara baik dan benar.

(18)
(19)

KASUS

Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.

Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak ada pengangan pad temapt tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”.

(20)

PEMBAHASAN KASUS Analisa Kasus

Kasus Tn.T merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.

Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril, sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.

Seharusnya sebagai perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan, perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek. Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri, dalam hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang hukum.

(21)

1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance.

Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:

a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya) b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP

c. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan d. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap

e. Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan dengan baik

f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan

g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.

h. Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan

2. Dampak – Dampak Kelalaian

Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.

a. Terhadap Pasien

1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah keperawatan baru

(22)

3) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah kesehatan/ keperawatan lainnya.

4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan sesuai dengan standar yang benar.

5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.

b. Perawat sebagai individu/pribadi

1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara lain:

a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan pasien

b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai

kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.

d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan kepada pasien.

2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.

c. Bagi Rumah Sakit

(23)

2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi misi Rumah Sakit

3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien

4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara administrasi dan prosedural

d. Bagi profesi

1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.

2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan

3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:

1) Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :

a. Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak ceroboh.

b. Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi profesi dengan jelas dan tegas.

c. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan praktek keperawatan.

(24)

administrasi dan hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.

2) Bagi Rumah Sakit dan Ruangan

a. Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan

b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.

c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.

d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.

e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan standar praktek keperawatan.

f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat yang melakukan kelalaian.

g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.

Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.

(25)

Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.

Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.

Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS terhadap perawat tersebut.

Hak-hak pasien juga dijelaskan pada Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Pasal 14 UU tersebut mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini kedua. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

4. Hukum dalam keperawatan :

1. Apabila perawat melakukan kelalaian tapi tidak membuat cedera dan tidak merugikan pasien maka masalah akan diselesaikan diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri, dalam hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi. Dan sanksi yang akan diberikan berupa teguran secara lisan dan dilakukan pembinaan dan ditegur secara tertulis dan dilakukan pembinaan atau perawat tersebut dikeluarkan dari tempat kerjanya.

(26)

keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang hukum. Pertanggungjawaban perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan tiga (3) bentuk pembidangan hukum yakni pertanggungjawaban secara hukum keperdataan, hukum pidana dan hukum administrasi.

Gugatan keperdataan terhadap perawat bersumber pada dua bentuk yakni perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata dan perbuatan wanprestasi (contractual liability) sesuai dengan ketentuan Pasal 1239 KUHPerdata. Dan Pertanggungjawaban perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUHPerdata maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat) prinsip sebagai berkut:

a) Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability) berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366 BW. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan kesalahan dalam menjalankan fungsi independennya yang mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib memikul tanggungjawabnya secara mandiri.

b) Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious liability atau let's the master answer maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship melalui Pasal 1367 BW. Bila dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi perawat maka kesalahan yang terjadi dalam menjalankan fungsi interdependen perawat akan melahirkan bentuk pertanggungjawaban di atas. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien.

c) Pertanggungjawaban dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 BW.

(27)

Perlindungan hukum dalam tindakan zaarwarneming perawat tersebut tertuang dalam Pasal 10 Permenkes No. 148 Tahun 2010. Perawat justru akan dimintai pertanggungjawaban hukum apabila tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dalam Pasal 10 tersebut.

Gugatan berdasarkan wanprestasi seorang perawat akan dimintai pertanggungjawaban apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi yaitu:

a) Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila seorang perawat tidak mengerjakan semua tugas dan kewenangan sesuai dengan fungsinya, peran maupun tindakan keperawatan.

b) Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewajiban sesuai fungsi tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian pada pasien. Contoh kasus seorang perawat yang tidak membuang kantong urine pasien dengan kateter secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari sekali dengan ditunggu sampai penuh. Tindakan tersebut megakibatkan pasien mengalami infeksi saluran urine dari kuman yang berasal dari urine yang tidak dibuang.

c) Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang perawat yang mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari hanya karena tidak mau terganggu istirahatnya.

d) Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus padahal dirinya belum terlatih.

Apabila seorang perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka pertanggungjawaban itu akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan sesuai personal liability.

(28)

hal ini apabila perawat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang tertuang dalam Pasal 8 Permenkes No. 148/2010, kedua; mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien, ketiga; adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau karena kealpaan (culpa), ketiga; tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suatu tindakan, ataupun tidak ada alasan pembenar.

Secara prinsip, pertanggungjawaban hukum administrasi lahir karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi terhadap penyelenggaraan praktik perawat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Permenkes No. 148/2010 telah memberikan ketentuan administrasi yang wajib ditaati perawat yakni:

a) Surat Izin Praktik Perawat bagi perawat yang melakukan praktik mandiri. b) Penyelengaraan pelayanan kesehatan berdasarkan kewenangan yang telah

(29)

BAB III PENUTUPAN 3.1 Kesimpulan

Dengan perubahan paradigma perawat dari yang dulunya vokasional menjadi professional maka perawat dan mahasiswa sebagai calon perawat harus memahami betapa pentingnya standart praktik keperawatan sehingga membantu dalam kelancaran memberikan asuhan keperawatan

Dan dengan konsekuensi tersebut perawat dan mahasiswa harus mampu mengembangkan kemampuan kognitif maupun psikomotornya serta juga mengerti dengan hokum – hokum yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan, sehingga bias terhindar dari kesalahan dan dapat melaksanakan pelayanan sesuai dengan standart, sehingga menghasilkan pelayann yang bermutu.

3.2 Saran

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Nila, Hj. Ismani (2001). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Potter, Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn Practice 1st Edition. Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

 Sel mikroba secara kontinyu berpropagasi menggunakan media segar yang masuk, dan pada saat yang bersamaan produk, produk samping metabolisme dan sel dikeluarkan dari

Disk stripping dengan Parity (RAID 5) : data ditulis dalam strip-strip lewat satu array disk yang didalam strip-strip tersebut terdapat informasi parity yang dapat

(9) Strategi pembangunan Fasilitas Kepariwisataan yang mendorong pertumbuhan, meningkatkan kualitas dan daya saing Parangtritis-Depok- Kuwaru dan sekitarnya sebagaimana

Penelitian yang dilakukan berdasar pada masalah budak dan perbudakan di Indonesia dalam karya sastra dan dilakukan dengan menggunakan teknik dekonstruksi ini memiliki

Pengkajian dilaksanakan bersamaan dengan kegi- atan pembinaan kemampuan pengelolaan perpustakaan yang meliputi penataan koleksi, penataan ruang per- pustakaan, pengaturan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pinjaman dana bergulir dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang dapat membantu meningkatkan produk, omzet penjualan,

Bahwa kegiatan usaha grup Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dan OMG Kokkola Chemicals OY, OMG Japan Inc dan OMG Europe GmbH tidak berada pada pasar yang

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)