• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Stratigrafi Berdasarkan Data Lo (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Stratigrafi Berdasarkan Data Lo (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Stratigrafi Berdasarkan Data Log

Alva Kurniawan

Depertemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013

[email protected]

Abstraksi

Analisis stratigrafi berdasarkan data log merupakan kunci untuk eksplorasi dan eksplotasi sumberdaya geologi terutama airtanah dan petroleum. Karya ilmiah ini disusun untuk menjelaskan tentang bagaimana analisis stratigrafi dengan menggunakan data log dilakukan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data gamma ray (GR) dan spontanous potential (SP) dari sumur EM Price River Coal. Interpretasi dilakukan dengan melihat pola pada kurva GR dan SP kemudian dilakukan analisis stratigrafi untuk melihat reservoar potensial.

Kata kunci: analisis, data, log, stratigrafi

1. Pendahuluan

Airtanah dan petroleum, merupakan sumberdaya geologi yang

keberadaannya berkaitan erat dengan stratigrafi dan proses sedimentasi (Bjørlykke,

2010; Fetter, 2001; Hiscock, 2005). Eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya geologi

tersebut memerlukan analisis stratigrafi agar diperoleh hasil optimum. Analisis

stratigrafi secara umum dilakukan dengan menggunakan data log di hampir

sebagian besar basin di seluruh dunia (Campion, 2011). Interpretasi data log

menjadi metode utama dalam mengembangkan kerangka kerja stratigrafi yang

digunakan untuk pemetaan dan prediksi reservoar (Campion, 2011). Karya ilmiah

ini disusun untuk menjelaskan tentang bagaimana analisis stratigrafi dengan

menggunakan data log dilakukan.

2. Logging dan Data Log

a. Pengertian Logging dan Data Log

Logging atau downhole merupakan penentuan sifat fisika pada material

yang ada pada sekeliling lubang bor (Sheriff, 2002). Lubang bor disebut juga

sebagai borehole atau lebih umum disebut sebagai sumur (well). Data yang

diperoleh dari hasil logging pada sumur disebut sebagai data log atau well log

(2)

Data log merupakan kurva yang diperoleh dari pengukuran lubang bor

(logging) yang menggambarkan variasi sifat batuan (Boggs, 2006) yang bisa

digunakan untuk interpretasi geologi (Catuneanu, 2006), misalnya resistivitas,

transmisivitas gelombang sonic, serta emisi material radioaktif pada batuan.

Variasi dari sifat batuan tersebut menunjukkan perubahan litologi, mineralogi,

kandungan fluida, porositas (Boggs, 2006), dan korelasi stratigrafi (Catuneanu,

2006).

Berdasarkan Boggs (2006), data log yang sering digunakan secara umum

adalah Electric Log, Gamma Ray Log, Sonic Log, dan Formation Density Log.

Electric Log merupakan data log yang berisi sifat kelistrikan dari batuan.Gamma

Ray Log merupakan data log yang berisi radiasi gamma alami pada batuan. Sonic

Log merupakan data log yang berisi variasi kecepatan suara saat menembus

batuan. Formation Density Log merupakan data log yang berisi porositas,

litologi, geokimia, serta magnetisme batuan. Tipe data log, sifat yang diukur,

satuan dan interpretasi geologi secara lebih detail dideskripsikan oleh

Catuneanu (2006) pada Gambar 1.

b. Interpretasi Data Log

Interpretasi data log dilakukan dengan korelasi data log dan data bor

(Boggs, 2006; Catuneanu, 2006; Van Wagoner et al., 1990). Jika korelasi sudah

didapatkan maka data geofisika pada area sekitar lubang bor bisa diinterpretasi Gambar 1. Deskripsi tipe data log, sifat yang diukur, satuan, dan interpretasi gelogi

(3)

berdasarkan data bor yang ada dengan tingkat kesalahan yang bisa ditolerir.

Contoh korelasi adalah saat pengeboran diperoleh lapisan air asin dan data log

pada lapisan tersebut menunjukkan nilai resistivitas yang rendah, pada sekitar

lubang bor tersebut berdasarkan pengukuran geofisika diperoleh lapisan yang

memiliki nilai resistivitas yang rendah pada kedalaman yang sama maka lapisan

tersebut bisa diinterpretasi sebagai lapisan air asin (Boggs, 2006). Contoh lain

dari interpretasi data log adalah pada sumur diperoleh bahwa pasir memiliki

gamma ray yang rendah, sedangkan lempung memiliki gamma ray yang tinggi,

pengukuran geofisika pada area disekeliling sumur menunjukkan nilai gamma

ray yang rendah sehingga bisa diinterpretasi bahwa daerah tersebut tersusun

oleh material pasir (Middleton, 2003).

(4)

3. Parameter Analisis Stratigrafi pada Data Log a. Stacking pattern

Stacking pattern atau disebut juga sebagai arsitektur merupakan susunan

spasial dari komponen individual pada sekumpulan massa batuan di suatu

kompleks massa batuan (Miall, 1985; dalam Middleton, 2003). Siklus dari

stacking pattern merupakan produk dari perubahan sistematis rasio

accomodation space dan suplai sedimen (Van Wagoner et al., 1990; Sonnenfeld &

Cross, 1993; Sonnenfeld, 1996; dalam Middleton, 2003).

Pada dasarnya terdapat tiga macam stacking pattern (Van Wagoner et al.,

1990; dalam Middleton, 2003) yaitu progradasi, retrogradasi, dan agradasi

(Gambar 3). Progradasi adalah stacking pattern yang terbentuk saat

accomodation space < dari suplai sedimen. Retrogradasi merupakan stacking

(5)

b. Flooding Surface, Maximum Flooding Surface, dan Sequence Boundary

Flooding surface adalah lapisan yang menggambarkan terjadinya

peningkatan accomodation space secara tiba-tiba dengan terjadinya genang laut

(Boggs, 2006; Middleton, 2003). Flooding surface dicirikan dengan banyaknya

kandungan lempung, berkurangnya kandungan debu, banyak fauna laut dalam

dan nutrien organik (Middleton, 2003). Flooding surface yang berurutan

membentuk batas yang disebut parasequence (Van Wagoner, 1985; Van Wagoner

et al., 1988; dalam Van Wagoner et al., 1990; Middleton, 2003). Flooding surface

dengan lapisan yang paling tebal dari serangkaian flooding surface yang ada

disebut sebagai maximum flooding surface (Middleton, 2003). Maximum flooding

surface menunjukkan kondisi genang laut tertinggi yang dicirikan dengan

endapan tegal dari sekuen yang padat (Selley, 2000). Sequence boundary

merupakan lapisan yang menggambarkan terjadinya pengurangan accomodation

space secara tiba-tiba dengan terjadinya surut laut (Middleton, 2003). Sequence

boundary dicirikan oleh lapisan subaerial unconformity yaitu material berbutir

lebih kasar misalnya pasir dan debu pasiran yang mengendap diatas lapisan

berbutir halus atau lempung (Middleton, 2003).

(6)

c. System tracts

System tracts merupakan unit stratigrafi genetis yang menggabungkan

strata yang terdeposisi dalam suatu sistem sedimen dispersal yang serempak.

Sistem sedimen dispersal merupakan sistem yang menggambarkan bagaimana

sedimen terdistribusi dalam basin berada dalam kondisi stabil selama proses

sedimentasi beralngsung. Sistem tracts dibatasi oleh stacking pattern yang

spesifik, berkaitan erat dengan perubahan garis pantai, dan respon sedimen

akibat interaksi antara suplai sedimen, fisiografi, energi pengendapan, dan

perubahan accomodation space (Catuneanu, 2006).

System tracts terbagi menjadi empat yaitu low stand (sedimen terdeposisi

pada kondisi surut laut hingga awal genang laut mulai terjadi), transgressive

(sedimen terdeposisi saat proses genang laut terjadi), high stand (sedimen

terdeposisi pada kondisi genang laut), dan shelf-margin systems tracts (sedimen

terdeposisi saat terjadi proses surut laut) (Vail, 1987; Vail, 1988; Posamentier et

al., 1988; dalam Catuneanu, 2006; Boggs, 2006). System tracts tersebut

didefinisikan berdasarkan fluktuasi eustasi. Saat faktor tektonika

dipertimbangkan bersama dengan faktor fluktuasi eustasi (dua faktor tersebut

mencerminkan perubahan relatif muka air laut), system tracts didefinisikan

menjadi dua tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2 (Catuneanu, 2006). Tipe 1 menunjukkan

sekuen yang tersusun oleh lowstand-transgressive-highstand sedangkan tipe 2

menunjukkan sekuen yang tersusun oleh kombinasi

shelf-margin-transgressive-highstand (Catuneanu, 2006). Tipe 1 terbentuk saat kecepatan surut laut >

kecepatan subsidensi pada tepi paparan (shelf edge). Tipe 2 terbentuk saat

kecepatan surut laut < kecepatan subsidensi pada tepi paparan (shelf edge).

(7)

d. Reservoar Potensial

Potensi batuan terdapatnya lapisan yang menjadi reservoar pada suatu

stratigrafi ditinjau dari dua aspek yaitu aspek hidrogeologi dan aspek petroleum.

Kedua aspek tersebut melihat prospek sumberdaya geologi dalam sudut

pandang yang berbeda walaupun kedua aspek tersebut memiliki kriteria yang

sama tentang reservoar yang baik (Selley, 2000). Kriteria lapisan batuan yang

merupakan reservoar yang potensial dari sudut pandang hidrogeologi dan

petroleum adalah lapisan porus dan permabel atau memiliki porositas dan

permeabilitas yang tinggi (Bjørlykke, 2010; Fetter, 2001; Hiscock, 2005). Kedua

sudut pandang tersebut berbeda saat berkaitan dengan proses pengisian fluida

dalam lapisan batuan tersebut.

Berdasarkan sudut pandang hidrogeologi, sumber airtanah dapat

terbentuk saat dibawah lapisan yang porus dan permeabel terdapat suatu

lapisan impermeabel (impervious rock) yang menahan air agar tidak mengalami

perkolasi (Fetter, 2001; Hiscock, 2005; Selley, 2000). Menurut pandangan

petroleum, sumber petroleum dapat terbentuk saat diatas lapisan yang porus

dan permeabel terdapat suatu lapisan impermeabel (cap rock/seal rock) yang

menahan petroleum agar terjebak dan terakumulasi serta tidak lepas ke

permukaan (Bjørlykke, 2010; Selley, 2000). Stacking pattern yang menunjukkan

progradasi merupakan reservoar yang potensial bagi petroleum karena

mengakomodir terbentuknya cap rock, sedangkan stacking pattern yang

retrogradasi merupakan reservoar potensial bagi airtanah karena

mengakomodir terbentuknya impervious rock (Selley, 2000).

4. Spesifikasi Data Log yang Digunakan dan Metode Interpretasi

Data log yang digunakan adalah data gamma ray (GR) dan spontanous

potential (SP) dari SOLAR (System of Log Analysis Reseources). Nama sumur adalah

EM Price River Coal, lokasi sumur di Utah, USA; kedalaman logging pada sumur

hingga 400 feet (Gambar 6). Interpretasi dilakukan dengan melihat pola kurva GR

dan SP. Pola kurva GR digunakan untuk mengetahui tingkat kandungan shale,

sedangkan pola kurva SP digunakan untuk mengetahui zona impermeabel dan zona

permeabel (Asquith & Gibson, 1982). Semakin besar nilai GR, pola kurva akan

(8)

memiliki sifat yang semakin mendekati material shale. Semakin kecil nilai GR, pola

kurva akan semakin melengkung ke arah kiri yang berarti material memiliki sifat

yang mendekati material pasir atau karbonatan (Asquith & Gibson, 1982). Pola

kurva SP yang lurus menunjukkan bahwa material adalah shale sedangkan pola SP

yang mengalami defleksi (defleksi negatif maupun positif) menunjukkan bahwa

terdapat zona permeabel (Asquith & Gibson, 1982). Interpretasi data log ini

menggunakan asumsi bahwa resistivitas dari mud filtrate jauh lebih besar dari

resistivitas air formasi (Rmf >>> Rw) karena tidak tersedianya data perbandingan

antara resistivitas mud filtrate (Rmf) dan air formasi (Rw).

(9)

5. Interpretasi Data Log

Berdasarkan data log, pada kedalaman 400 hingga 380 ft, pola kurva GR

tampak memiliki kecenderungan melengkung ke arah kanan. Pada kedalaman 380

hingga 225 ft kurva GR secara perlahan menunjukkan kecenderungan melengkung

ke arah kiri. Kecenderungan pola tersebut berubah menjadi pola yang dominan

melengkung ke kiri material yang dominan memiliki sifat yang mendekati pasir atau

karbonatan (coarse material), sedangkan saat pola kurva GR melengkung ke kanan

maka material yang dominan memiliki sifat mendekati shale atau fine material.

Interpretasi SP pada data log didasarkan juga pada Asquith & Gibson (1982).

Pada kedalaman 400 hingga 380 ft pola kurva SP menunjukkan defleksi positif. Pada

kedalaman 380 hingga 200 ft kurva SP tampak tidak menunjukkan defleksi yang

signifikan. Mulai kedalaman 200 hingga 75 ft defleksi baik positif maupun negatif

terjadi pada kurva SP. Defleksi tersebut mulai tampak tidak signifikan pada

kedalaman 75 hingga 20 ft namun pada kedalaman kurang dari 20 ft terjadi defleksi

positif yang signifikan. Saat defleksi terjadi pada kurva SP menunjukkan bahwa

material memiliki kecenderungan bersifat permeabel sedangkan saat defleksi tidak

terjadi secara signifikan maka material cenderung bersifat impermeabel.

Kurva GR dan SP memiliki hubungan yang erat dimana interpretasi dari

masing-masing kurva memberikan gambaran sifat lapisan yang saling melengkapi

satu dengan yang lain. Pada kedalaman 400 hingga 380 terdapat lapisan berbutir

halus yang permeabel yang ditunjukkan oleh kurva GR yang melengkung ke kanan

dan adanya defleksi pada kurva SP. Pada kedalaman 380 hingga 200 ft, terdapat

defleksi yang tidak signifikan yang menunjukkan bahwa lapisan merupakan zona

impermeabel. Pada kedalaman tersebut kurva GR memperlihatkan kecenderungan

melengkung ke arah kanan sehingga material dominan adalah shale. Pada

kedalaman 380 hingga 200 ft kurva SP yang terbentuk dapat dikatakan sebagai shale

baseline. Mulai kedalaman 200 hingga 75 ft defleksi terjadi baik secara positif

(10)

tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pada kedalaman 200 hingga 75 ft,

material yang dominan adalah material berbutir kasar dan permeabel. Pada

kedalaman 75 ft hingga 20 ft defleksi pada kurva SP secara tidak signikan kembali

terjadi yang menunjukkan material yang cenderung bersifat impermeabel. Data dari

kurva GR memperlihatkan kecenderungan material yang berbutir halus pada

kedalaman 75 hingga 20 ft yang tampak dari pola kurva GR yang melengkung ke

kanan. Pola kurva GR pada kedalaman kurang dari 20 ft melengkung ke arah kiri

bersamaan dengan defleksi yang terjadi pada kurva SP. Pola tersebut memberikan

gambaran bahwa terdapat material berbutir kasar yang permeabel. Secara lebih

detail hasil interpretasi dari kurva GR dan SP tampak pada gambar 6.

6. Analisis Stratigrafi pada Data Log

a. Pembagian dan Representasi Unit Litologi

Unit litologi pada data hasil interpretasi data log secara umum

dikelompokkan dalam dua unit utama yaitu unit material berbutir kasar dan unit

material berbutir halus. Batas dari material berbutir kasar dan halus adalah shale

baseline. Agar analisis yang dicapai lebih detail maka unit tersebut dibagi lagi

menjadi 4 yaitu unit material berbutir kasar (UMBK), unit material berbutir

sedang (UMBS), unit material berbutir halus (UMBH), dan unit material berbutir

sangat halus (UMSH) (Gambar 6). Zona bagian kanan dan bagian kiri dari shale

baseline juga dibagi masing-masing menjadi 2 bagian untuk membatasi unit

litologi yang lebih detail. Sifat permeabilitas ditunjukkan dengan menggunakan

kode i dan p. Kode i menunjukkan bahwa material impermeabel, sedangkan kode

p menunjukkan bahwa material permeabel.

b. Stacking Pattern

Stacking pattern dari hasil interpretasi data log (Gambar 6) terbagi

menjadi 5 fase dari lapisan bawah ke lapisan atas yaitu fase retrogradasi

(bawah), progradasi (bawah), aggradasi, retrogradasi (atas), progradasi (atas).

Fase retrogradasi yang pertama atau retrogradasi bawah terjadi paling tua dan

dicirikan oleh terbentuknya endapan berbutir sangat halus dan berbutir halus

yang tebal pada kedalaman 400 hingga 360 ft. Fase selanjutnya adalah fase

(11)
(12)

ukuran butir semakin besar. Fase ini terjadi pada kedalaman 360 hingga 215 ft.

Fase selanjutnya adalah fase agradasi dimana terbentuk perselingan endapan

material berbutir kasar dan berbutir sedang dengan trend ketebalan yang sama

pada kedalaman 215 hingga 75 ft. Fase retrogradasi kedua (atas) terjadi dengan

terbentuknya perselingan endapan dengan butir sedang hingga sangat halus

pada kedalaman 75 ft hingga 40 ft. Fase progradasi atas yang merupakan fase

akhir terjadi dengan terbentuknya endapan material berbutir sedang hingga

kasar pada kedalaman kurang dari 40 ft.

c. Flooding Surface, Maximum Flooding Surface, dan Sequence Boundary Flooding surface (FS) yang merupakan penciri terjadinya penambahan

accomadation space secara tiba-tiba diperoleh pada 7 kedalaman yang berbeda

pada data log (Gambar 6). Flooding surface yang pertama terdapat pada

kontak antara material berbutir sedang dan material berbutir halus. Flooding

surface keenam dan ketujuh berada pada kedalaman 70 ft dan 46 ft, keduanya

dicirikan oleh perubahan ukuran butir material dari ukuran halus menjadi

sangat halus.

Maximum flooding surface (MFS) pada data log terdapat pada kedalaman

380 ft (Gambar 6). Maximum flooding surface dicirikan dengan lapisan paling

tebal material berukuran sangat halus pada data log ini. Tebalnya lapisan

material berukuran sangat halus menunjukkan terjadinya kondisi arus yang

sangat tenang dan stabil yang terjadi pada kondisi saat kondisi genang laut

maksimum.

Sequence boundary pada data log terdapat pada kedalaman 310 ft dan 40

ft (Gambar 6). Sequence boundary dicirikan oleh hilangnya tipe endapan berbutir

sangat halus yang terdapat pada kedalaman 375 ft dan endapan berbutir sangat

halus yang kembali muncul pada kedalaman 40 ft. Pada kedalaman 375 hingga

(13)

retrogradasi. Pola tersebut menunjukkan suatu sekuen sehingga sequence

boundary ditentukan berada pada kedalaman 375 ft dan 40 ft.

d. System tracts

System tracts pada data log dari bawah ke atas terdiri atas high stand,

shelf-margin (bawah), low stand, transgressive, dan shelf-Margin (atas) (Gambar

6). High stand terdapat pada kedalaman 400 hingga 365 ft, endapan yang

terbentuk adalah material berbutir sangat halus dan material berbutir halus,

dengan dominasi material berbutir sangat halus yang tebal. Terbentuknya

endapan berbutir sangat halus yang tebal menunjukkan kondisi arus yang

tenang yang tercapai saat pengendapan terjadi pada kondisi genang laut.

Shelf-margin bagian bawah terdapat pada kedalaman 365 hingga 310 ft. Terbentuk

endapan berbutir halus yang tebal dengan sisipan endapan berbutir sedang dan

endapan berbutir sangat halus. Terbentuknya endapan tersebut menunjukkan

bahwa proses surut laut mulai terjadi dengan mulai terbentuknya endapan

berbutir sedang dan mulai menipisnya endapan berbutir sangat halus. Low stand

terdapat pada kedalaman 310 hingga 70 ft. Terdapat perselingan endapan

berbutir kasar hingga halus dengan ketebalan yang bervariasi dengan trend

dominasi dari material berbutir sedang hingga kasar. Terdapatnya endapan

tersebut menunjukkan kondisi bahwa endapan terbentuk pada saat surut laut.

Transgressive terbentuk pada kedalaman 70 hingga 40 ft. Hal tersebut

dicirikan dengan terbentuknya perselingan tipis dari material berbutir sedang

hingga sangat halus, dengan trend ke arah material yang semakin berukuran

halus. Perselingan yang tipis ke arah material yang lebih halus menunjukkan

bahwa material terendapkan pada saat proses genang laut mulai terjadi.

Shelf-margin bagian atas terdapat pada kedalaman kurang dari 40 ft yang dicirikan

oleh perselingan tipis material dengan besar butir sangat halus hingga kasar,

dengan trend ke arah material yang berbutir lebih kasar. Trend ke arah material

yang berbutir kasar dengan lapisan perselingan yang tipis menunjukkan kondisi

pengendapan material saat proses surut laut mulai terjadi.

(14)

e. Reservoar Potensial Airtanah

Berdasarkan analisis data log (Gambar 6) reservoar potensial untuk

air tanah terbagi menjadi 2 yaitu reservoar untuk airtanah dangkal (shallow

groundwater/SGW) dan reservoar untuk airtanah dalam (deep

groundwater/DGW). Reservoar airtanah dangkal (SGW) terdapat pada

kedalaman 0 hingga 10 feet. Reservoar tersebut dicirikan oleh terdapatnya

defleksi kurva SP yang mencerminkan lapisan yang permeabel dan ukuran

butir material yang kasar. Lapisan material dibawah dengan kedalaman

10-71 ft menjadi lapisan impervious rock (IR) yang menahan agar airtanah tidak

mengalami perkolasi lebih dalam. Konfigurasi reservoar airtanah dimana

lapisan permeabel berada diatas lapisan impermeabel menunjukkan ciri tipe

unconfined aquifer (Delleur, 1999).

Reservoar untuk airtanah dalam (DGW) terdapat pada kedalaman 71

hingga 205 ft. Reservoar tersebut dicirikan oleh perselingan material

berbutir kasar hingga halus. Reservoar tersebut berada diantara dua lapisan

impervious rock, yaitu lapisan impervious rock di kedalaman 10-71 ft dan

impervious rock pada kedalaman 205-310 ft. Konfigurasi aquifer yang

demikian menunjukkan ciri tipe confined aquifer. Dari segi kualitas dan

kuantitas confined aquifer jauh lebih unggul dari unconfined aquifer sehingga

reservoar pada kedalaman 71 hingga 205 memiliki nilai ekonomis yang lebih

tinggi dibandingkan reservoar pada kedalaman 0 hingga 10 ft.

Petroleum

Reservoar yang baik menurut kriteria petroleum terdapat pada lebih

dari 390 ft (Gambar 6). Reservoar tersebut dicirikan oleh defleksi kurva SP

yang menunjukkan terdapatnya lapisan yang permeabel. Lapisan permeabel

tersebut terletak dibawah lapisan impermeabel yang tebal yang sangat cocok

menjadi cap rock (CR). Selain itu berdasarkan stacking pattern lapisan

dibawah 400 ft kemungkinan memiliki pola retrogradasi dengan lapisan

berbutir sangat halus yang tebal dan permeabel. Melihat kenampakan secara

menyeluruh stacking pattern pada data log maka dapat diperkirakan bahwa

(15)

mungkin berukuran butir sedang ke halus dan dibawah lapisan progradasi

kemungkinan terdapat lapisan retrogradasi dengan berbutir sangat halus.

Lapisan terakhir dapat menjadi source rock petroleum bagi lapisan

progradasi dan retrogradasi diatasnya sehingga berdasarkan stacking pattern

yang ada kedalaman prospektif petroleum berada pada lebih dari 390 ft.

7. Kesimpulan dan Penutup a. Kesimpulan

Proses sedimentasi yang membentuk stratigrafi dapat dianalisis melalui

data log. Pada data sumur EM Price River Coal, Utah, USA, hasil interpretasi GR

dan SP menunjukkan bahwa material penyusun berbutir kasar lebih dominan

dibandingkan material berbutir halus. Stacking pattern menunjukkan dinamika

deposisi yang didominasi oleh progradasi hal tersebut ditunjukkan dengan

dominasi material yang berbutir kasar serta maximum flooding surface yang

berada pada lapisan bagian bawah. Endapan berbutir sangat halus yang menjadi

sequence boundary juga menunjukkan bahwa secara umum dinamika yang

terjadi adalah progradasi yang ditunjukkan oleh endapan berbutir sangat halus

yang menipis pada sequence boundary bagian atas jika dibandingkan sequence

boundary pada bagian bawah. Perselingan lapisan yang tipis menunjukan bahwa

pengendapan berlangsung dalam kondisi yang tidak stabil sedangkan

perselingan lapisan yang tebal menunjukkan bahwa pengendapan berlangsung

pada kondisi yang stabil. Potensi material menjadi reservoar minyak terdapat

pada zona dengan kedalaman > 390 ft sedangkan potensi material menjadi

aquifer yang ekonomis terdapat pada zona dengan kedalaman 71 hingga 205 ft.

b. Data Lain yang Dibutuhkan

Hasil penelitian dalam karya ilmiah ini memerlukan tambahan data dan

penelitian lebih lanjut untuk melengkapi, menyempurnakan, atau bahkan

menyanggah hasil penelitian ini. Tambahan data yang diperlukan antara lain:

 Data perbandingan nilai resistivitas mud filtrate (Rmf) dan air formasi (Rw),

data ini sangat berguna untuk membantu interpretasi data SP agar lebih

akurat.

(16)

 Data biostratigrafi untuk menentukan umur batuan dalam kaitannya dengan

petroleum sources.

c. Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kepada Ir. Budianto Toha, M.Sc. yang telah berkenan

untuk sharing data log yang digunakan sebagai sumber data utama untuk

penelitian ini.

8. Daftar Pustaka

Asquith, G. B., & C. R. Gibson. (1982). Basic Well Log Analysis for Geologist. Oklahoma:

AAPG.

Bjørlykke, K. (2010). Petroleum Geoscience: From Sedimentary Environment to Rock

Physics. Oslo: Springer.

Catuneanu, O. (2006). Principles of Sequence Stratigraphy. Amsterdam: Elsevier.

Delleur, J. W. (1999). The Handbook of Groundwater Engineering. Boca Raton: CRC

Press LCC.

Fetter, C. W. (2001). Applied Hydrogeology, 4th Edition. New Jersey: Pearson Prentice

Hall.

Hiscock, K. M. (2005). Hydrogeology, Principles and Practice. Oxford: Blackwell

Publishing.

Middleton, G. V. (2003). Encyclopedia of Sediments and Sedimentary Rocks. Boston:

Kluwer Academic Publishers.

Selley, R. C. (2000). Applied Sedimentology. San Diego: Academic Press.

Sheriff, R. E. (2002). Encyclopedic Dictionary of Applied Geophysics. Houston: SEG.

Van Wagoner, J. C., & R. M. Mitchum, K. M. Campion, V. D. Rahmanian. (1990).

Siliciclastic Sequence Stratigraphy in Well Logs, Cores, and Outcrops: Cncept for

Gambar

Gambar 1. Deskripsi tipe data log, sifat yang diukur, satuan, dan interpretasi gelogi (Catuneanu, 2006)
Gambar 2. Korelasi gamma ray (GR) dan data bor (Van Wagoner et al., 1990)
Gambar 3. Suplai Sedimen vs Accomodation Space (Middleton, 2003)
Gambar 4. Sequence Boundary (subaerial unconformity) dan maximum flooding surfaces (Catuneanu, 2006)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi pra-perlakuan jamur dan gelombang mikro menyebabkan terjadinya kehilangan berat pada sampel (Gambar 4.1), dengan kehilangan berat pada inokulum 10% lebih

Kelompok ini mencakup usaha penyiapan lahan untuk kegiatan konstruksi yang berikutnya, seperti pelaksanaan pembersihan dan pematangan lahan konstruksi, pembersihan semak

dari peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Di mana adanya suatu peraturan maka apabila ada yang melanggar peraturan yang telah dibuat harus

Seperti terlihat pada gambar 10 dengan kecepatan gerak piston yang sama tetapi lubang aliran oli berbeda akan memberikan efek peredaman berbeda pula, gambar 10a (mempunyai

Metode pendekatan yang ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan partisipasi masyarakat dalam membangun desa agar tercipta kader-kader desa yang memiliki pengetahuan,

Strategi Project Portfolio Management (PPM) umumnya digunakan pada ranah bisnis dan diaplikasikan oleh perusahaan atau organisasi skala besar yang telah memiliki banyak

Dalam tugas akhir ini akan dibuat suatu alat untuk menampilkan data-data vital sign pasien sekaligus menyimpan data ke cloud storage. Dengan vital sign monitoring, data vital

Perubahan Karakteristik Kimia Kopi Luwak Robusta In Vitro dengan Variasi Lama Fermentasi dan Dosis