• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis, bentuk, dan faktor penyebab campur kode dalam perbincangan pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Jenis, bentuk, dan faktor penyebab campur kode dalam perbincangan pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV - USD Repository"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

i

JENIS, BENTUK, DAN FAKTOR PENYEBAB CAMPUR KODE DALAM PERBINCANGAN PENGISI ACARA “INI TALKSHOW

DI NET TV

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Kristina Dewi Arta Setyaningrum NIM: 141224008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Januari 2019 Penulis,

(5)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Kristina Dewi Arta Setyaningrum Nim : 141224008

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

JENIS, BENTUK, DAN FAKTOR PENYEBAB CAMPUR KODE DALAM PERBINCANGAN PENGISI ACARA “INI TALKSHOW

DI NET TV

Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai pemilik.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 14 Januari 2019 Yang menyatakan,

(6)

vii

Motto

“janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,

tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada

Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”

(Filipi 4:6)

Tidak ada yang lebih baik dari rencana Tuhan

(penulis)

Percaya aja, rasa capek kalian akan kebayar suatu saat

nanti. Jadi jangan berhenti untuk bermimpi, berusaha dan

terus melangkah

(7)

viii

PERSEMBAHAN

Puji Tuhan penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, penulis mempersembahkan karya tulis ini kepada:

1. Kedua orang tua saya Bapak Bernardinus Realino Yuliantoro dan Ibu Veronika Sri Sugiyanti. Terima kasih atas doa restu, dukungan, dan perjuangan Bapak dan ibu yang selalu maksimal diberikan kepada penulis 2. Saudari perempuan saya Bernadeta Dwiki Anggraeni yang telah

memberikan doa, dukungan, dan motivasi yang kepada penulis.

(8)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, rahmat, dan mukjizat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi yang berjudul “Jenis, Bentuk, dan Faktor Peyebab Campur Kode dalam

Perbincangan Pengisi Acara “Ini Talkshow” di Net TV”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan dan prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungannya baik secara langsung maupun tidak langsung dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Dr. B. Widharyanto, M. Pd. terima kasih atas dukungan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;

(9)

x

5. Segenap dosen Program Studi Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dengan sepenuh hati;

6. Karyawan sekretariat Program Studi Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membatu dan melayani penulis dalam berbagai macam urusan administarsi baik akademik maupun non-akademik.

7. Kedua orang tua saya, BR. Yuliantoro dan V. Sri Sugiyanti yang telah memberikan semangat juga dukungan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar IG. Sagiyo Siswoharjono dan PC. Suwondo Siswoharjono yang selalu mengingatkan, mendoakan, dan memberikan semangat untuk penulis agar dapat menyelesaikan skripsi.

9. Sahabat setia saya Enlelia Gismiyati S.Pd., terima kasih untuk semangat dan kerja samanya selama kuliah dan pengerjaan skripsi.

10.Teman-teman Riski Agus Heryanto, Elisabeth Inosensia Marlin, Johanes Bakti Indra Tama, Raden Gregorius A. W S.Pd., Agustinus Poga dan Patrisia Arum Puspaningtyas terima kasih semangatnya selama kuliah dan mendukung pengerjaan skripsi.

(10)

xi

12.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan serta doa restu kepada penulis selama penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila terjadi hal-hal yang menjadi kekurangan baik secara teknis maupun non-teknis dalam skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan terutama pada ilmu kebahasaan.

Yogyakarta, 14 Januari 2019

(11)

xii ABSTRAK

Setyaningrum, Kristina Dewi Arta. 2018. Jenis, Bentuk, dan Faktor Penyebab Campur Kode dalam Perbincangan Pengisi Acara “Ini

Talkshow” di Net TV. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.

Masyarakat Indonesia termasuk masyarakat bilingual. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat Indonesia berbicara di dalam kehidupan sehari-hari yang mencampur kedua bahasa ke dalam percakapan dengan lawan bicaranya. Campur kode dapat terjadi dimana saja salah satunya adalah media elektronik seperti televisi acara talkshow.

Penelitian ini membahas mengenai jenis, bentuk, dan faktor penyebab campur kode dalam perbincangan pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan jenis campur kode yang digunakan dalam perbincangan pengisi acara pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV, (2) mendeskripsikan bentuk campur kode yang digunakan dalam perbincangan pengisi acara pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV, dan (3) mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya campur kode yang digunakan dalam perbincangan pengisi acara pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data berupa perbincangan yang dilakukan oleh pengisi acara Ini Talkshow mendeskripsikan jenis campur kode yang digunakan dalam perbincangan pengisi acara pengisi acara “Ini Talkshow” di Net TV, dengan data berupa kata dan frasa. Total data keseluruhan berjumlah enam puluh tujuh data. Metode penyediaan data menggunakan metode simak, dan teknit catat. Untuk menganalisis data menggunakan teknik bagi unsur langsung dan teknik baca markah.

Hasil penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, peneliti menemukan jenis campur kode, yaitu (1) campur kode kedalam menggunakan bahasa daerah dan (2) campur kode keluar menggunakan bahasa asing. Kedua, peneliti menemukan bentuk campur kode, yaitu (1) kata dasar, (2) kata bentukan, (3) kata berimbuhan, (4) kata ulang dan (5) frasa. Ketiga, peneliti menemukan faktor penyebab campur kode yangdapat diklasifikasikan mejadi dua yaitu (1) dari segi penutur dan (2) dari segi kebahasaan. Segi penutur (a) Menggunakan bahasa Ibu bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa Inggris dan (b) penutur kaum terpelajar (c) Sekadar gengsi. Segi kebahasaan yang terbagi menjadi (a) Keterbatasan kode, (b) Istilah yang lebih populer, (c) Pembicara dan pribadi pembicara, (d) Mitra bicara, (e) Fungsi dan tujuan, dan (f) Membangkitkan rasa humor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan mengenai jenis, bentuk, dan faktor penyebab campur kode dalam perbincangan di televisi.

(12)

xiii

ABSTRACT

Setyaningrum, Kristina Dewi Arta. 2018. Types, Forms, and Causal Factors of Code Mixing in Guest Star’s Conversation at “Ini Talkshow” on Net TV. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

Indonesian’s society is belong into bilingual’s society. It can be seen from the way the people make a conversation with other people. Code mixing can be happened in the electronic media television program.

This research discusses about the types, forms, and causal factors of code mixing inside guest star’s conversation at “Ini Talkshow” on Net TV. The research goals are (1) describing the types of code mixing used inside guest stars’ conversation at “Ini Talkshow” on Net TV, (2) describing the forms of code mixing used inside guest stars’ conversation at “Ini Talkshow” on Net TV, and (3) describing the causal factors of code mixing used inside guest stars’ conversation at “Ini Talkshow” on Net TV.

The research was included into descriptive qualitative research. The data sources taken were from the conversations performed by guest stars at “Ini Talkshow” on Net TV in the form of words and phrases. The researcher found sixty seven data in total. The researcher employed data providing technique such as reefer method and note method. In order to analyze the data, researcher used direct element distribution technique and marking reading technique.

First result showed that the researcher found the kind of code mixing. (1) inner code mixing with local language, (2) outer code mixing with foreign language. Second result, the researcher found the shape of code mixing. (1) basic word, (2) formation word, (3) affixed word, (4) repeat word, and (5) phrase. The third result, the researcher found the causes that can be clasified into two parts. The first one was the speaker’s aspects. There were (a) using sundanese language, javanese language, and english. (b) educated speaker and (c) prestige. The second was the language aspects. There were (a) code limiitations, (b) popular terms, (c) the speakers and personal speakers, (d) partner of the speaker, (e) function and goal, (f) arouse a sense of humor. Moreover, this research can contribute and educate the audience about kind, shape, and the causes of code mixing in the conversation, especially in the television program.

(13)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Batasan Istilah ... 7

1.6Sistematika Penyajian ... 8

BAB II : LANDASAN TEORI ... 9

2.1Pengertian Sosiolingustik ... 9

2.2Variasi Bahasa ... 10

2.3Kedwibahasaan... 16

2.4Peristiwa Tutur ... 18

2.5Campur Kode ... 21

2.6Jenis Campur Kode ... 22

2.7Bentuk Campur Kode... 23

(14)

xv

2.10 Ini Talkshow ... 34

2.11 Penelitian yang Relevan ... 35

2. 12 Kerangka Berpikir ... 36

BAB III : METODE PENELITIAN ... 38

3.1Metode Penelitian ... 38

3.2Data dan Sumber Data ... . 39

3.3Teknik Pengumpulan Data ... ... 39

3.4Instrumen Penelitian ... 40

3.5Teknik Analisis Data ... 42

3.6Triangulasi... ... 43

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Deskripsi Data ... 47

4.1.1 Jenis Campur Kode ... 47

4.1.2 Bentuk Campur Kode ... 48

4.1.3 Faktor Penyebab Campur Kode ... 50

4.2 Analisis Data ... 52

4.2.1 Jenis Campur Kode ... 52

4.2.3 Bentuk Campur Kode ... 62

4.2.8 Faktor Penyebab Campur Kode ... 78

4.3 Catatan Triangulator ... 95

4.4 Pembahasan ... 96

BAB V: PENUTUP ... 103

5.1 Kesimpulan ... 103

5.2 Saran-saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(15)

xvi

DAFTAR GAMBAR

(16)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jenis Campur Kode ke Dalam ... 47

Tabel 4.2 Jenis Campur Kode ke Luar ... 48

Tabel 4.3 Bentuk Campur Kode... 48

(17)

xviii

DAFTAR ISTILAH

JCKD : Jenis Campur Kode ke Dalam

JCKL : Jenis Campur Kode ke Luar

BCKKD : Bentuk Campur Kode Kata Dasar

BCKKBK: Bentuk Campur Kode Kata Bentukan

BCKKB : Bentuk Campur Kode Kata Berimbuhan

BCKKU : Bentuk Campur Kode Kata Ulang

BCKF : Bentuk Campur Kode Frasa

FCKSP : Faktor Campur Kode Segi Penutur

FCKLP : Faktor Campur Kode Lebih Populer

FCKSG : Faktor Campur Kode Sekadar Gengsi

FCKKK : Faktor Campur Kode Keterbatasan Kode

FCKPP : Faktor Campur Kode Pembicara dan Pribadi Pembicara

FCKFT : Faktor Campur Kode Fungsi dan Tujuan

FCKMH : Faktor Campur Kode Membangkitkan Humor

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia termasuk masyarakat bilingual (menguasi dua bahasa atau lebih dengan baik) bahkan mulitilingual (mampu menguasai lebih dari dua bahasa), yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah bahkan bahasa asing (bahasa Inggris, bahasa Mandarin, bahasa Arab, dan lain-lain). Menurut Rahardi (2010:6) bilingualisme adalah penguasaan dua bahasa, yakni bahasa pertama dan bahasa kedua. Hal ini menunjukan bahwa adanya percampuran bahasa. Jika masyarakat mampu menguasain kedua bahasa sekaligus hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat Indonesia berbicara di dalam kehidupan sehari-hari.

(19)

Campur kode adalah jika dalam suatu peristiwa tutur klausa-klausa dan frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran dan setiap klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri (Thelander dalam Chaer dan Agustina, 1995: 115).

Campur kode dapat terjadi dimana saja dan bukan menjadi hal yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi. Di Indonesia campur kode sudah menjadi hal yang biasa dan sudah menjadi sebuah kewajiban di masyarakat, hal ini dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti: Di Kantor Pemerintaham, di sekolah, di kampus, di keluarga, di lingkungan tempat tinggal, tempat bekerja, maupun media cetak dan media elektronik. Salah satunya adalah media elektronik seperti televisi acara talkshow.

(20)

dalam membawakan sebuah acara di televisi nasional yang di lihat seluruh lapisan orang yang ada di Indonesia.

Ini Talkshow tayang setiap hari Senin  Jumat, pukul 19.00  21.00 WIB di Net TV. Acara ini Talkshow adalah acara yang sangat unik, khas, dan memiliki pengisi acara yang bertingkah lucu karena memiliki latar belakang komedian, masih sangat jarang ditemukan acara serupa di televisi Indonesia. Memalui lawakan para komedian Sule dan Andre yang bertugas sebagai pembawa acara yang menjadi pusat bagi para penonton, sebagai pembawa acara mereka dituntut supaya mampu berkomunikasi secara baik dengan bintang tamu dan para penonton yang ada di studio.

Pembawa acara harus mampu berkomunikasi secara baik menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami oleh para bintang tamu. Para pengisi acara sudah menguasai bahasa daerah masing-masing. Bahasa daerah digunakan secara bergantian sehingga sangat memungkinkan terjadinya kedwibahasaan yang menimbulkan alih kode dan campur kode. Seringkali sule dan pengisi acara yang lain melakukan campur kode. Sering sekali sule dan pengisi acara yang lain melakukan alih bahasa. Seperti peralihan bahasa Indonesia ke bahasa daerah dan bahasa asing lainnya pada saat-saat tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan oleh beberapa faktor-faktor tertentu.

Perhatikan contoh campur kode yang terdapat dalam percakapan berikut ini.

Sule :Kan mereka gak bisa berakting, kalau urusan berakting antagonis mah ini Valerie jagonya Claudia juga

(21)

Penutur pada peristiwa tersebut adalah Sule dan Saswi. Topik yang dibicarakan adalah keinginan Saswi yang ingin membuat sebuah film, namun kebingungan mencari pemeran yang cocok, Sule memberikan saran bawa tamunya pintar berakting, namun Saswi menolak karena bayaran artis tersebut mahal tidak sesuai dengan uang yang disediakan saswi. Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa yang santai. Selain menggunakan bahasa Indonesia Saswi adalah orang yang berasal dari Sunda, namun penutur tersebut sering menggunkan bahasa asing karena bahasa tersebut untuk sekedar gengsi didepan penonton bahwa Saswi pandai menggunakan bahasa asing sehingga Saswi melakukan campur kode. Campur kode yang yang terdapat pada peristiwa tutur tersebut terdapat pada tuturan Saswi. Saswi menyisipkan kata budget dari bahasa Inggris yang artinya anggaran belanja. Kata budget adalah kata dasar dari bahasa Inggris.

Campur kode merupakan suatu kebiasaan dan faktor tuntutan peran yang di bawakan dalam penggunaan bahasa. Ada berbagai macam bentuk campur kode dalam interaksi pengisi acara Ini Talk Show. Sesuai dengan fungsi, tujuan, atau kepentingan masing masing

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, disusunlah dalam tiga rumusan masalah sebagai berikut:

1. Jenis campur kode apa saja yang terdapat dalam acara Ini Talkshow di NET TV ?

(22)

3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam acara Ini Talkshow di NET TV ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut ini.

1. Mendeskripsikan jenis campur kode yang terdapat dalam acara Ini Talkshow di NET TV.

2. Mendeskripsikan bentuk campur kode yang terdapat dalam acara Ini Talkshow di NET TV

3. Mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya campur kode yang terdapat dalam acara Ini Talkshow di NET TV.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu berbahasa, khususnya dalam bidang sosiolingustik terutama yang berkaitan dengan campur kode yang terdapat di lingkup media pertelevisian Indonesia.

(23)

Penelitian ini memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu sosiolingustik yang berkaitan dengan komunikasi di masyarakat khususnya dalam campur kode. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang alih kode dan campur kode dalam studi sosiolingustik.

3. Manfaat pendidikan

Bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hasil penelitian ini menggambarkan fenomena campur kode yang termasuk dalam kesalahan berbahasa yang dapat menjadi referensi guru bahasa Indonesia untuk membandingkan penggunaan bahasa Indonesia yang benar dan yang salah dalam proses pembelajaran. Selain itu, program televisi dapat digunakan sebagai sumber belajar pada pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, guru harus paham mengenai fenomena kebahasaan yang terjadi supaya dapat membandingkan dan membenarkan pamakian bahasa Indonesia.

1.5 Batasan Istilah

1. Sosiolingustik

Sosiolingustik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitakan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi) menurut Sumarsono dan Paina 2002 : 1).

(24)

Variasi bahasa mengemukakan dalam hal variasi terjadi sebagai akibat dari adanya keberagaman sosial dan keberagaman fungsi bahasa menurut Chaer dan Agustina (2004: 61)

3. Kedwibahasaan

Kedwibahasaan diartikan sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarakat bahasa. Kedwibahasaan adalah berkenaan dengan pemakaian dua bahasa oleh seseorang penutur dalam aktivitas sehari-hari. (Suandi, 2014: 13)

4. Campur kode

Campur kode adalah percampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu (Nababan, 1991: 32) 5. Ini Talkshow

(25)

1.6 Sistematika Penyajian

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa bab. Karena hal ini memiliki tujuan untuk mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini. Bab satu adalah bab pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penelitian.

Bab dua berisi tentang kajian pustaka. Bab ini berisi tentang tinjauan terhadap penelitian yang sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang saat ini sedang dilakukan oleh peneliti ini.

Bab tiga adalah metodologi penelitian. Bab ini membahas seputar pendekatan penelitian, data, dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab empat adalah deskripsi data, hasil penelitian, dan pembahasan penelitian. Pada bab ini dilakukan dengan deskripsi data, cara menganalisis data dan pembahasan hasil penelitian.

(26)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sosiolingustik

Sosio adalah masyarakat, dan lingustik adalah kajian bahasa. Jadi, sosiolingustik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitakan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi) menurut Sumarsono dan Paina 2002:1) rumusan yang dipaparkan di atas mengatakan bahawa bahasa didapatkan dan diperoleh dari kondisi masyarakatnya sendiri.

Halliday (1970 dalam Sumarsono dan Paina, 2002: 2) menyebut sosiolingustik sebagai lingustik institusional (institutional linguistics), berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu (deals with the relation between a language and tehe people who use it). Sosiolingustik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakian bahasa. Dalam kajian sosiolingustik memang ada kemungkinan orang memulai dari masalah kemasyarakatan kemudian mengaitkan dengan bahasa, teteapi bisa pula berlaku sebaliknya: memulai dari bahasa kemudia mengaitkan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.

(27)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sosiolingustik adalah kajian bahasa yang dilihat dari tuturan masyarakat dalam berkomunikasi, karena masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam-macam bahasa yang membuat tuturan yang terjadi menjadi memiliki berbagai macam.

2.2 Variasi Bahasa

Pandangan sosiolingustik, bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala individu, tetapi merupakan gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor lingustik, tetpai juga oleh faktor-faktor nonlingustik. Faktor nonlingustik yang mempengaruhi pemakaian bahasa, yaitu faktor-faktor sosial (status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya). Faktor-faktor situasional menyangkut siapa pembicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa. Karena faktor-faktor di atas, maka timbul keanekaragaman bahasa yang dimiliki oleh seluruh umat manusia, atau biasa kita sebut variasi bahasa. Bahasa dalam praktiknya pemakaiannya, pada dasarnya memiliki bermacam-macam ragam.

(28)

tidak homogeny, tetapi juga karena kegiatan interksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam, Chaer dan Agustina (2004: 61)

Dalam hal ini variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan, petama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keberagaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keberagaman sosial dan keberagaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interkasi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam (Chaer dan Agustin, 2004: 62).

Masyarakat bilingual atau multilingual yang memiliki latar belakang bahasa atau lebih harus memilih bahasa atau variasi bahasa mana yang akan digunakan dalam sebuah kondisi dan situasi yang ada. Hal tersebut terjadi dalam acara talkshow yang ada di televisi. Hal ini disebabkan oleh mayarakat Indonesia telah menguasai bahasa ibu (bahasa daerah) sebelum menguasai bahasa Indonesia, sehingga dari hal tersebut masyarakat Indonesia memiliki ragam bahasa yang bervariasi. Sejalan dengan hal tersebut, Mansoer Pateda (1987: 53-71) mengemukakan variasi bahasa dapat dibagi menjadi enam segi sebagai berikut.

1. Variasi Bahasa Dilihat dari Segi Tempat

(29)

2. Variasi Bahasa Dilihat dari Segi Waktu

Variasi bahasa berdasarkan waktu diistilahkan dengan kronolek atau dialek temporal. Variasi bahasa ini yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, sejarah perkembangan bahasa Indonesia pada masa tahun tisa puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada tahun ini.

3. Bariasi Bahasa Dilihat dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa dari segi pemakian adalah variasi bhasa yang bersifat individu yang berada pada satu tempat/wilayah atau rea tertentu. Pembagian variasi bahasa dari segi penutur meliputi idiolek, dialek, seks/jenis kelamin, dan usia.

4. Variasi Bahasa Dilihat dari Segi Pemakaiannya

Variasi bahasa berkenaan dengan pemakian atau fungsinya disebut fungsiolek. Fungsiolek adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang tertentu. Misalnya jurnalistik, sastra, militer, perdagangan, dan sebagainya.

5. Variasi bahasa dilihat dari segi situasi

(30)

resmi. Ciri dari dua raga mini adalah tingkat kebakuan pada bahasa yang digunakan. Dengan demikina ragam resmi ditandai dengan pemakian unsur-unsur kebahasaan yang menunjukan tingkat kebakuannya yang tinggi.

6. Variasi bahasa dilihat dari segi statusnya

Variasi bahasa juga dapat didasarkan pada status sosial seorang. Status sering ditentukan oleh keanggotaan kelas sosial, tingkat pendidikan, profesi, tingkat kebangsawanan, dan tingkat ekonomi.

Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam mesyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogeny, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi (catatan: variasi sebagai padanan kata Inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.

(31)

keragaman itu tidak akan ada; artinya, bahasa itu menjadi seragam. Kedua,variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interkasi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Chaer dan Agustin membagi variasi bahasa menjadi empat bagian yaitu, variasi dari segi penutur, variasi dari segi pemakaian, variasi dari segi keformalan, variasi dari segi sarana.

2.2.1 Variasi dari Segi Penutur

Dalam variasi bahasa dari segi penutur ini memiliki berberapa macam ragam di dalamnya, keragamana ini langsung berkaitan dengan penuturnya. Ada empat variasi dari segi penuturnya yaitu, idiolek, dialek, kronolek, sosiolek.

1. Idiolek

Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang memiliki ideolek sendiri. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat. Sehinggal hal itu dapat digunakan untuk mengenali seseorang tanpa melihat wajahnya, karena sudah terdengar dari “warna” suaranya.

2. Dialek

(32)

berkomunikasi dengan baik dengan para penutur bahasa Jawa dialek lainnya. Karena dialek-dialek tersebut masih termasuk bahasa yang sama, yaitu bahasa Jawa.

3. Kronolek

Kronolek atau dialek temporal merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluh, variasi yang digunkan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunkan pada masa kini. Variasi pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis.

4. Sosiolek

Sosiolek atau dialek sosial merupakan variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kedewasaan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita bisa melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh kanak-kanak, para remaja, orang dewasa, dan orang-orang yang tergolong lansia (=lanjut usia). 2.3 Kedwibahasaan

Pada umumnya masyarakat Indonesia menggunakan bahasa lebih dari satu. Mereka menguasai dan mengenal bahasa pertama adalah bahasa “ibu” atau

(33)

tersebut. Menurut Mackey (dalam Aslinda dan Leni 2007: 24) kedwibahasaan adalah alternative use of two language by the sane individual (kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang). Kedwibahasaan adalah native like control of two languages (penguasaan yang sama baiknya terhadap dua bahasa) Blommfield (1958: 50 dalam Aslinda dan Leni 2007: 23). Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan dua bahasa dalam komunikasi termasuk dalam keadaan kedwibahasaan.

Istilah bilingualism dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan kedwibahasaan. Dari istilah secara harafiah sudah dapat dipahami apa yang dimakasud dengan bilingualism itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolingustik secara umum, kedwibahasaan diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962: 12 dan fishman 1973: 73 dalam Chaer dan Agustina 2004: 84)

Kedwibahasaan terbentuk karena adanya keberadaan masyarakat bahasa yang berarti masyarakat yang menggunakan bahasa yang dispakati sebagai alat komunikasi. Semakin tinggi pemakaian dua bahasa dalam kepentingan tertentu aspek fungsi tersebut dapat digunakan untuk mengukur penguasaan dua bahasa tersebut. Semakin tinggu tingkat pemakaian dua bahasa yang dimiliki akan semakin tinggi pula fungsi kedwibahasan yang dikuasai oleh seseorang.

Meurut Hougen (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 86), “seseorang

(34)

kalau bisa memahami saja, selanjutnya dalam mempelajari bahasa kedua, apalagi bahasa asing, tidak dengan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya”. Lagi pula seorang yang akan mempelajari bahasa asing, maka

kemampuan bahasa asingnya atau B2-nya, akan selalu berada pada posisi di bawah penutur asli bahasa itu.

Dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah digunakan dua buah bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulan dengan orang lain secara bergantian, tentunya dalam seseorang tersebut haus menguasai kedua bahasa tersebut, bahasa pertam (B1) dan bahasa yang lain yang menjadi bahasa kedua (B2) hal tersebut dapat dikatakan orang yang mampu menggunakan kedua bahasa disebut sebagai bilingual. Contohnya ketika seorang pelajar atau mahasiswa yang memang penduduk asli Bali dan tentu fasih berbahasa Bali berbicara dengan temannya di sekolah atau di kampus saat tidak ada jam pelajaran atau perkulihan menggunakan bahasa Bali, tetapi saat Ia berada di ruang kelas atau situasi formal, yakni menggunakan dua bahasa sesuai konteks dan tidak mencampuradukan kedua bahasa itu. Jadi, seseorang bisa menempatkan bahasa sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi, Suandi (2014: 16).

2.4 Peristiwa Tutur

(35)

pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah peristiwa tutur.

Dell Hymes (1972), seorang pakar sosiolingustik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah (diangkat dari Wadhaugh 1990):

S (= Setting and scene) P (= Participants)

E (= Ends : purpose and goal) A (= Act sequences)

K (= Key : tone or spirit of act) I (= Instrumentalities)

N (= Norms of interaction and interpretation) G (= Ganres)

Setting and scene. Di sisni setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara pada saat pertandingan bola dilapangan akan jauh berbeda saat berbicara di dalam perpustakaan.

(36)

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun, para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan anatara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengece, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, ragam, atau register.

(37)

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Dari yang dikemukakan Hymes itu dapat kita lihat betapa kompeksnya terjadinya peristiwa tutur yang kita lihat, atau kita alami sendiri dalam kehidupan kita sehari-hari. Komponen tutur yang diajukan Hymes itu dalam rumusan lain tidak berbeda dengan yang oleh Fishman disebut sebagai pokok pembicaraan sosiolingustik, yaitu “who spek, what language, to whom, when, and what end”.

2.5 Campur Kode

Seseorang yang menguasai banyak bahasa akan lebih banyak mempunyai kesempatan campur kode dalam berkomunikasi daripada seseorang yang hanya menguasai satu bahasa atau dua bahasa. Namun, tidak semua seseorang yang menguasai banyak bahasa akan melakukan campur kode.

(38)

Menurut Nababan (1986: 32), ciri yang paling menonjol dalam campur kode ini ialah kesantaian atau situasi informal. Berdasarkan definisi menurut beberapa pakar, dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa (varian) atau lebih dalam tindak tutur dengan penyusupan unsur-unsurbahasa yang satu ke dalam yang lain, unsur itu berupa kata, frasa, atau klausa.

Menurut Muysken, 2000 (dalam jurnal Yuliana, Nana dkk) campur kode dibagi menjadi tiga tipe yaitu:

1. Memasukan (kata atau frasa) adalah proses kode-mixing yang dipahami sebagai sesuatu yang mirip untuk meminjam: penyisipan asing leksikal atau phrasal kategori ke dalam struktur yang diberikan.

2. Pergiliran (klausa) itu terjadi antara klausa berarti bahwa pergantian digunakan ketika pembicara campuran nya bahasa dengan frasa

3. Dialek adalah pengaruh dialek dalam menggunakan bahasa.

2.6 Jenis-Jenis Campur Kode

Berdasarkan asal unsur serapannya, campur kode dapat dibedakan menjadi tiga jenis menurut Suandi (2014: 140-141) campur kode ke dalam (Inner code mixing), campur kode ke luar (outer kode mixing), dan campur kode campuran (hybrid kode mixing).

1. Campur kode ke dalam (Inner code mixing)

(39)

di dalamnya unsur-unsur bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan bahasa daerah lainnya.

2. Campur kode ke luar (outer code mixing)

Campur kode ke luar (outer code mixing) adalah campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing, misalnya gejala campur kode pada pemakaian bahasa Indonesia terdapat sisipan bahasa Belanda, Inggris, Arab, bahasa Sansekerta, dll.

3. Campur kode campuran (hybrid code mixing)

Campur kode campuran (hybrid code mixing) ialah campur kode yang di dalamnya (mungkin klausa atau kalimatnya) telah menyerap unsur bahasa asli (bahasa-bahasa daerah) dan bahasa asing.

2.7 Bentuk-Bentuk Campur Kode

Menurut Jendra (dalam suandi 2014: 141) mengatakan bahwa campur kode juga bisa diklasifikasikan berdasarkan tingkat perangkat kebahasaan. Berdasarkan kategori tersebut campur kode juga dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu campur kode kata, frasa, dan klausa. Berdasarkan bentuk-bentuk yang dipaparkan oleh para ahli, peneliti mengacu bentuik campur kode yang telah dipaparkan oleh Jendra. Bentuk-bentuk tersebut adalah:

1. Campur kode para tataran kata

(40)

pada tataran kata bisa berwujud kata dasar (kata tunggal), bisa berupa kata kompleks, kata berulang, dan kata majemuk.

Menurut bentuknya kata dapat dibagi menjadi 4 kategori. Empat kategori itu sebagai berikut:

1. Kata dasar

Kata dasar adalah satuan terkecil yang mendasari pembentukan kata yang lebih kompleks (Tarigan, 1985: 19 dalam Dewantara). Contohnya “main” dalam kata “bermain”, kata dasar “sandar” memperoleh afiks –menjadi “sandaraan”.

2. Kata berimbuhan

Kata berimbuhan yaitu kata yang mengalami perubahan bentuk akibat melekatnya afiks (imbuhan) baik di awal (prefiks) ditengah (infiks), di akhir (sufiks). Prefiks adalah suatu unsur yang diletakan di depan kata dasar. Infiks adalah morfem diselipkan ditengah kata dasar. Sufiks adalah morfem terikat yang diletakkan dibelakang kata dasar, dalam Dewantara 2015: 29.

(41)

sufiks.Selain kata berimbuhan terdapat pula kata bentukan. Kata bentukan adalah kata yang terbuat dari dua kata dasar yang berbeda (English Language Education Study Program).

3. Kata Ulang

Kata ulang adalah pengulangan satuan gramatik baik seluruhnya maupun sebagian, baik fonem mupun tidak (Ramlan, 1981: 83 dalam Dewantara). Pengulangan kata dapat dibagi menjadi empat, yaitu (1) kata ulang seluruh, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar, seperti meja-meja, kursi-kursi, pohon-pohon, dan sebagainya; (2) kata ulang sebagaian, yaitu pengulangan sebagai dari bentuk dasarnya, seperti melambai-lambai, bernyanyi-nyanyi; (3) kata ulang kombinasi dengan afiks yaitu kata ulang dasar yang dikombinasi dengan afiks seperti, sepeda-sepedaan, mobil-mobilan; (4) kata ulang perubahan fonem seperti bolak-balik, gerak-gerik, serba-serbi.

4. Kata Mejemuk

Ramlan (2009: 76 dalam Dewantara) mengatakan bahwa kata majemuk adalah gabungan dua kata yang berimbuhan suatu kata baru. Kata yang terjadi gabungan dua kata itu lazim dengan kata majemuk. Misalnya rumah sakit, meja makan, kepala batu, keras hati, tangan panjang, mata kaki, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya.

(42)

yaitu kata benda yang berwujud (konkret) sebab dapat diamati melalui pacaindra seperti macan. Kemudian, kata benda tidak berwujud (abstrak) karena tidak dapat diamati secara langsung, dan hanya bisa dijangkau dengan pikiran, seperti katentreman.

2. Campur Kode pada Tataran Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang gabungan kata yang bersifat nonpredikat (Chaer, 2012: 222). Penyisipan frasa adalah penyisispan unsur frasa yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah yang masuk ke dalam tuturan yang menggunakan suatu bahasa pokok tertentu. Berikut ini adalah cintoh penyisipan unsur-unsur frasa.

(1) Oh Q and A itu artinya question and answer

Contoh pada nomor (1) question and answer merupakan bahasa Inggris yang masuk ke dalam bahasa pokok (nasional) yang berarti (tanya dan jawab)

Menurut Suwito dalam Reni (2017: 38-41) bentuk campur kode terdiri atas berberapa bentuk. Berikut merupakan bentuk campur kode:

1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata

(43)

Perhatikan contoh bentuk campur kode berikut ini:

1) Andre : kalau gitu langsung opening dulu lah

Sule : oh iya tidak usah opening kita langsung tanya aja penonton ini dari mana?

Penyisipan yang terjadi pada campur kode tersebut adalah bentuk campur kode penyisipan kata benda. Karena kata opening adalah kata kerja yang dikombinasikan dengan suffix –ing berubah kelas katanya menjadi noun atau kata benda. Setiap kata dalam bahasa Inggris jika diberi –ing pada akhir kalimat akan menjadi kata benda.

2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer 2012: 222). Frasa hanya terdiri dari subjek saja atau predikat saja sehingga tidak memenuhi syarat untuk menjadi sebuah kalimat. Kalimat harus terdiri atas subjek dan predikat.

3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata

(44)

2.8 Faktor-Faktor Penyebab Campur Kode

Jendra (dalam Suandi, 2014: 142) latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) peserta pembicara, (2) media bahasa yang digunakan, dan (3) tujuan pembicara.

Ketiga hal tersebut masih dapat diperas lagi menjadi dua bagian pokok, misalnya peserta pembicara menjadi (1) penutur dan dua faktor yang lain, yaitu media bahasa dan tujuan pembicaraan disatukan menjadi (2) faktor kebahasaan. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dan mengisi atau sama lain.

1. Faktor Penutur

Seorang penutur yang berlatar belakang bahasa ibu bahasa Bali yang memiliki sikap bahasa yang positif dan kadar kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa Bali bila ia berbicara bahasa Indonesia tentu akan terjadi campur kode ke dalam. Artinya, bahasa Indonesianya akan sering disisipi unsur bahasa Bali. Bisa juga karena ia kurang menguasai bahasa Indonesia dengan baik, maka bahasa Indonesia yang digunakannya sering tercampur dengan kode bahasa Bali atau ragam bahasa Indonesianya kurang tepat pada situasi. Contoh lain ditunjukkan ketika orang terpelajar sering kali memasukan kata-kata asing dalam tuturannya.

(45)

Faktor penyebab campur kode sekedar gengsi berarti sebagai penutur ada yang melakukan campur kode sekedar untuk bergengsi. Hal ini terjadi apabila faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosiosituasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan penutur untuk melakukan campur kode atau dengan kata lain, naik fungsi kontekstualnya maupun situasi relevansialnya.

2. Faktor Kebahasaan

Penutur dalam memakai bahasanya sering berusaha untuk mencampur bahasanya dengan kode bahasa lain untuk mempercepat penyampaian pesen.

Adapun beberapa faktor kebahasaan yang menyebabkan campur kode diuraikan sebagai berikut: Satu hal yang menonjol dari campur kode adalah kesantaian atau dalam keadaan situasi informal. Namun, hal tersebut bukan menjadi hal utama terjadinya campur kode, karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa yang tidak ada persamaanya, sehingga hal tersebut terpaksa dalam menggunakan bahasa lain, walaupun memiliki fungsi yang sama.

(46)

1. Keterbatasan Penggunaan Kode

Faktor keterbatasan kode terjadi apabila penutur melakukan campur kode karena tidak mengerti padanan kata,frasa, atau klausa dalam bahasa dasar yang digunakannya. Campur kode karena faktor ini lebih dominan terjadi ketika penutur bertuturan dengan kode dasar BI dan BJ.

2. Penggunaan Istilah yang Lebih Populer

Dalam kehidupan sosial, terdapat kosakata tertentu yang dinilai mempunyai padanan yang lebih popular. Seperti contoh di bawah ini: Kalau mau pakai yang original yang mahal, lagian juga paling-paling nggak ada yang jual dibontang.

3. Pembicara dan pribadi pembicara

Pembicara terkadang sengaja melakukan campur kode terhadap mitra bahasa karena dia memiliki maksud dan tujuan tertentu. Dipandang dari pribadi pembicara, ada berbagai maksud dan tujuan melakukan campur kode antara lain pembicara ingin mengubah situasi pembicaraan, yakni dari situasi formal yang terikat ruang dan waktu. Pembicara juga terkadang melakukan campur kode dari suatu bahasa ke bahasa lain karena faktor kebiasaan dan kesantaian.

4. Mitra bicara

(47)

5. Modus pembicara

Modus pembicara merupakan sarana yang digunakan untuk berbicra. Modus lisan (tatap muka, melalui telepon atau audio visual) lebih banyak menggunakan ragam nonformal dibandingkan dengan modus tulisan (surat dinas, surat kabar, buku ilmiah) yang biasanya menggunakan ragam formal. Dengan modus lisan sering terjadi campur kode dibandingkan dengan modus tulis.

6. Topik

Campur kode dapat disebabkan karena faktor topik. Topik ilmiah disampaikan dengan menggunakan ragam formal. Topik nonilmiah disampaikan dengan “bebas” dan “santai” dengan menggunakan ragam

nonformal. Dalam ragam nonformal terkadang terjadi “penyisipan” unsur bahasa lain, di samping itu topik pembicara nonilmiah (percakapan sehari-hari) menciptakan pembicaraan yang santai. Pembicara yang santai tersebutlah yang kemudian mendorong adanya campur kode.

7. Fungsi dan Tujuan

(48)

adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasional yang relevan dalam pemakian dua bahasa atau lebih.

8. Ragam dan Tingkat Tutur Bahasa

Pemilihan ragam dan tingkat tutur bahasa banyak didasarkan pertimbangan pada mitra bicara. Pertimbangan ini menunjukan suatu pendirian terhadap topik tertentu atau relevansi dengan situasi tertentu. Campur kode lebih sering muncul pada penggunakan ragam nonformal dan tuturan bahasa daerah jika di bandingkan dengan penggunaan ragam bahasa tinggi.

9. Hadirnya Penutur Ketiga

Dua orang yang berasal dari etnis yang sama pada umumnya saling berinterkasi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan tersebut dan orang tersebut memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda, maka bisanya dua orang yang pertama beralih kode ke bahasa yang di kuasai oleh orang ketiga tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menetralisasi situasi dan sekaligus menghormati hadirnya orang ketiga.

10.Pokok pembicara

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor dominan menentukan terjadinya campur kode. Pokok pembicaraan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi golongan besar yaitu:

(49)

11.Untuk Membangkitkan Rasa Humor

Campur kode sering dimanfaatkan pemimpin rapat untuk menghadapi ketegangan yang mulai timbul dalam memecahkan masalah atau kelesuan karena telah cukup lama bertukar pikiran, sehingga memerlukan rasa humor. Bagi pelawak hal tersebut berfungsi untuk membuat penonton merasa senang dan puas.

Menurut Nababan (1991: 32) faktor penyebab terjadinya campur kode dapat dilihat dari kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal., jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam, keadaan demikian, itu disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing, dalam bahasa tulisan, hal ini kita nyatakan dengan mencetak mirng atau menggaris bawahi kata/ungkapan bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bisa pembicara ingin memamerkan kemampuan berbahasa lain. Menurut Nababan dalam Dewantara (2015) campur kode dapat terjadi karena beberapa hal. Berikut ini faktor penyebab campur kode.

1. Penutur dan mitra tutur sedang dalam situasi yang santai 2. Pembicara/penutur ingin memamerkan keterpelajarannya

3. Tidak ada bahasa yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing.

(50)

1. Untuk menandai anggota suatu kelompok tertentu (Myers-Scotton, 1993: Gumperz dan Hernandez, 1978).

2. Ketidakmampuan untuk mencari padanan kata atau ekspresi kata dalam suatu bahasa (Scotton, 1979).

3. Hubungan suatu bahasa adegan topik yang dibicarakan (Lance, 1979)

2.9 Ini Talkshow

Ini Talkshow adalah program talk show masa kini yang menghadirkan tamu-tamu yang seru, unik dan menginspirasi. Program ini mengambil latar belakang rumah dengan interkasi para karakter-karakter yang ada di dalam rumah tersebut sehingga menjadikan sebuah tayangan yang menghibur dan penuh kejutan. Ini Talkshow didukung oleh Sule sebagai host, Andre Taulany sebagai Consultant-host, Sas Widjanarko sebagai Om nya sule, Maya Septha sebagai Asisten Rumah Tangga, Nunung sebagai tetangga, Haji Bolot sebagai Pak RT, dan para pemeran top lainnya.

(51)

2014 dan mengudara mulai tanggal 29 Maret 2014, maka dari itu tanggal 29 Maret 2014 dijadikan hari lahirnya Ini Talkshow, acara ini masih sangat aksis hingga saat ini, karena konsep yang sangat menghibur dan di tambah pengisi acara yang memiliki tingkat humoris yang tinggi sehingga acara tersebut tidak membosankan.

2.10 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang terdahulu masih relevan untuk dilaksanakan oleh peneliti sekarang ini sebagai berikut. Penelitian pertama dilakukan Fajar Prasetya yang berjudul “Campur Kode dalam Rubrik Pikiran Pembaca Surat Kabar harian Kedaulatan Rakyat Bulan Oktober 2011”. Penelitian ini membahas tentang faktor

penyebab campur kode yang terdapat dalam rubrik Pikiran Pembaca surat kabar Kedaulatan Rakyat. Kedua, dilakukan oleh Sinung Lebda Wisesa Sunarwan yang berjudul “Campur Kode dalam Iklan Majalah Hai Edisi Januari-Agustus 2008

Dilihat dari Asal Bahasa dan Satuan Lingual”. Skripsi ini membahas tentang jenis dan bentuk campur kode yang sering muncul dalam iklan majalah HAI terbitan Januari-Agustus 2008.

Penelitian pertama dapat di simpulkan bahwa dalam rubrik Pikiran Pembaca faktor penyebab campur kode berupa faktor pribadi pembicara, mitra bicara, topik, fungsi dan tujuan, ragam dan tingkat tutur bahasa, pokok pembicara, dan gengsi.

(52)

dalam dan campur kode ke luar. bahasa yang digunakan di dalam campur kode ke dalam adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dialek Jakarta, sedangkan bahasa yang digunakan dalam gejala campur kode ke luar adalah bahasa Inggris. Unsur tercampur yang berasal dari bahasa Inggris merupakan undur yang paling banyak ditemukan. Bentuk campur kode yang tedapat penelitian tersebut terdapat penyisipan kata, frasa, dan klausa. Unsur tercampur paling sering terjadi pada tataran kata berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaanya, yaitu baik penelitian ini maupun penelitian yang telah disebutkan mendeskripsikan tentang jenis, bentuk, dan faktor penyebab campur kode. Perbedaan penelitian ini dengan yang disebutkan yaitu penelitian yang disebutkan menggunakan majalah dan surat kabar dan penelitian ini menggunakan jejaring sosial Youtube.

2.11 Kerangka berpikir

(53)

penggunaan kode 2. Penggunaan istilah

popular

(54)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian adalah kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelituan misalnya perilaku, persepsi, bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006: 6). Suharsimi Arikunto (2003: 310 dalam Prastowo 2014: 186) menegaskan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala, dan keadaan. Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan dengan jalan menganalisis data yang sudah dikumpulkan berupa kata-kata lisan (ujaran) langsung dari objek yang diamati (Moleong, 2006: 6).

(55)

3.2 Data dan Sumber Data

Menurut Loflan (dalam Moleong 2011: 157), data dalam penelitian deskriptif kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data dalam penelitian ini berupa kalimat yang mengandung kata dan frasa yang berasal dari tuturan yang terjadi pada perbincangan pengisi acara Ini Talkshow di Net TV. Sumber data penelitian ini adalah acara Ini Talkshow di Net TV. Sumber data diperoleh dengan cara mengunduh tayangan Ini Talkshow melalui Youtube. Ini Talkshow tayang setiap hari Senin sampai Jumat, pukul 19.00  21.00 WIB.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah teknik simak dan teknik catat. Teknik simak digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik catat adalah teknik yang selanjutnya dilakukan setelah teknik simak itu dilakukan menurut Mahsun (2005: 90-91).

Objek penelitian ini adalah fenomena campur kode serta faktor-faktor penyebab campur kode dalam acara Ini Talkshow. Peneliti menyimak dan mecermati perbincangan yang dilakukan oleh seluruh pengisi acara Ini Talkshow dari situ peneliti mencatat gejala campur kode yang terjadi dalam perbicangan yang dilakukan oleh pengisi acara Ini Talkshow.

(56)

disimak, dilihat, selama peneliti mengumpulkan data. Peneliti mencatat perbincangan yang terdapat campur kode dalam acara Ini Talkshow. Peneliti menggunakan kamus Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, dan Bahasa sunda untuk membuktikan campur kode. Selain itu untuk mempermudah klasifikasi data dan analisis data, dalam proses pencatatan ini peneliti menggunakan kode sesuai rumusan masalah. Kode untuk jenis campur kode mengunakan JCKD/5518/1 (Jenis Campur Kode ke Dalam/ tanggal tayang/ nomor urut), kode untuk bentuk campur kode mengunakan BCK/E1/5518 (Bentuk Campur Kode/tanggal tayang/ nomor urut), kode untuk faktor campur kode mengunakan FCK/5518 (Faktor Campur Kode/ tanggal tayang/ nomor urut).

3.5 Instrumen Penelitian

Penelitian adalah human instrument. Artinya peneliti bertugas sebagai perencana, pengumpul data, analis, hingga menyajikan hasil penelitian. Peneliti menggunakan tabel-tabel sebagai alat untuk mengumpulkan data. Berikut ini adalah tabel yang digunakan peneliti sebagai instrument pengumbulan data.

Tabel 3.3.1 Instrumen Pengambilan Data Bentuk Campur Kode

No Kode

Bentuk Campur Kode Keterangan

Dasar Berimbuhan

Bentukan

ulang Frasa

(57)

Tabel data 3.3.1 merupakan tabel yang digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan data dan klasifikasi data berupa bentuk kata campur kode dalam acara Ini Talkshow episode tahun 2017-2018.

Tabel 3.3.2 Instrumen Pengambilan Data Jenis Campur Kode

No. Kode

Jenis Campur Kode

Keterangan Kedalam Keluar Campuran

1.

2.

Tabel data 3.3.2 merupakan tabel yang digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan data dan klasifikasi data berupa jenis campur kode dalam acara Ini Talkshow episode tahun 2017-2018

Tabel 3.3.3 Instrumen Pengambilan Data Faktor Campur Kode

No. Kode

Faktor Penyebab

Keterangan Faktor

Penutur

(58)

Tabel data 3.3.3 merupakan tabel yang digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan data dan klasifikasi data berupa faktor penyebab gejala campur kode dalam acara Ini Talkshow episode tahun 2017-2018.

2.1 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, data-data ini diklasifikasikan berdasarkan jenis, bentuk, dan faktor penyebab terjadinya campur kode. Data yang sudah diklasifikasikan lalu diberi kode. Selanjutnya, pada data yang sudah diklasifikasikan dan diberi kode dilakukan analisis. Peneliti menggunakan teknik bagi unsur langsung untuk menentukan bentuk campur kode. Menurut Mastoyo (2007: 55), teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur dan bagian-bagian atau unsur-unsur yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud. Selain itu, Peneliti juga menggunakan teknik baca markah pada analisis jenis dan faktor penyebab campur kode. Menurut Mastoyo (2007: 66) teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara “membaca pemarkah” dalam suatu konstruksi. Peneliti menggunakan tanda “i” untuk memberikan markah pada analisis jenis

campur ke dalam kode dan tanda “ii” untuk memberikan markah pada jenis

campur kode ke luar. Peneliti menggunakan tanda “iii” untuk memberikan markah

(59)

3.6 Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong 2006: 330). Peneliti melakukan tabulasi data campur kode dan mengklasifikasikan serta mendeskripsikan data berdasarkan jenis, bentuk, dan faktor dalam tabel data. Data yang sudah diklasifikasikan dan dideskripsikan tersebut kemudian akan di-rechek oleh dosen triangulator.

Triangulasi dilakukan oleh A. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A. Dosen triangulator akan membaca dan mencermati data selanjutnya trianggulator juga membaca dan mengomentari hasil analisis data yang disajikan peneliti dengan cara memberikan tanda centang pada kolom “Ya” jika data yang diklasifikasikan

dan dideskripsikan benar, dan memberukan tanda centang pada kolom “Tidak”

(60)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Data penelitian ini berupa kalimat yang mengandung kata dan frasa campur kode yang terdapat dalam tuturan pengisi acara Ini Talkshow. Data dikumpulkan selama Januari 2017 sampai Juni 2018. Data dikumpulkan menggunakan teknik simak dan teknik catat menurut Sudaryanto (2005: 90-91). Data terkumpul berjumlah enam puluh tujuh data. Data penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan jenis, bentuk, dan faktor campur kode yang terdapat dalam tuturan perbincangan pengisi acara Ini Talkshow.

4.1.1 Deskripsi Jenis campur kode dalam Tuturan Pengisi Acara Ini Talkshow

Berikut ini merupakan contoh data jenis campur kode ke dalam yang disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jenis Campur Kode ke dalam

No Data Kode

1. Ya ngomong, kamu kalau ngomong ini kolu. JCKD/1117/1

2. Bojo kok di bagi-bagi. JCKD/15117/2

3. Hoo katanya kelindes sepur. JCKD/21317/4 4. Ya engak, Cuma rumah saya mepet ini, karena

tulisannya terlalu gedhe jadi gandengan.

JCKD/18417/5

5. Aduh Ndre jangan di habisin, nanti keburu seep. JCKD/3618/21

(61)

Berikut ini merupakah contoh data jenis campur kode ke luar yang disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jenis campur kode ke luar

No .

Data Kode

1. Sebenernya simple yang pertama kali gua bayanganin yang pertama kali ya Net, gak sekarang ini kita harus aku bahwa sekarang era digital semakin berkembang

jadi….

JCKL/8 1017/32

2. Buat om Firman nih, selama main di PERSIB, yang paling berkesan itu saat bertemu dengan team mana ?

JCKL/2 11017/3 4 3. Kang saya mau nanya nih, berbagi pengalaman, kang

emil kan dulu basic nya adalah seorang arsitek design terus jadi ke wali kota itu gimana ceritanya itu kang ?

JCKL/5 118/45

4. Budget saya gak masuk. JCKL/9

118/49 5. Nih gua asih tau ada videonya nih gua save kemarin gua

download

JCKL/1 8118/51

Data jenis campur kode ke luar yang di beri kode JCKL/1117/1 sampai dengan JCKL/6618/46 disajikan pada lampiran halaman seratus tujuh.

4.1.2 Deskripsi Bentuk campur kode dalam Tuturan Pengisi Acara Ini Talkshow

Berikut ini disajikan contoh data bentuk campur kode yang disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Bentuk campur kode yang diperoleh dari tuturan pengisi acara ini talkshow

No Data kode

1. Gaya yang snake BCKKD/25117

/5 2. Sebenernya simple yang pertama kali gua bayanganin

yang pertama kali ya Net, gak sekarang ini kita harus

(62)

aku bahwa sekarang era digital semakin berkembang

jadi… /6

3. …dan dia ini sebagai icon di animal fashion, ini tina mau ngajak kerjasama untuk sandal jepit

BCKKD/19118 /34

4. Di siarkan langsung dari studio satu Jakarta kita sambut host paling kece Sule dan Andre !

BCKKD/12418 /35

5. Kan saya follow instagramnya sofie ya, olah raga terus yoga dan gak cuma di ruangan tapi di outdoor di mana-mana selalu yoga, benar ya ?

BCKKD/18118 /30

6. aku beli online… BCKKBK/121

117/43 7. …aku kepengen pakai baju backless, yang belakangnya

bukaan.

BCKKBK/211 17/44

8. kalau dulu mah update status kayak anak-anak alay

galau-galau gitu, sekarang digunakan untuk

menginformasikan kegiatan pemkot menjawab

pertanyaan-pertanyaan.

BCKKBK/241 117/45

9. Kan saya follow instagramnya sofie ya, olah raga terus yoga dan gak cuma di ruangan tapi di outdoor di mana-mana selalu yoga, benar ya ?

BCKKBK/181 18/47

10. Kalau gitu langsung opening dulu lah BCKKB/12117

/48

11. Saya dulu tukang megawe gitu… BCKKB/15117

/49 12. Dan Agnes ini orangnya sangat fashionable. Nah ini

kan kebetulan Agnes sangat jago dalam hal fashion, pakiannya itu oke-oke lah…

BCKKB/20517 /53

13. Gua lagi dengerin orang pada meeting. BCKKB/20517

/54

14. Ini denger-denger ANYE mau nyari designer ? BCKKB/20517

/55

15. Offair-offair itu masih ? BCKKU/13418

/61 16. Besok ini, jadi memang saya ada surprise project yang

memang selama ini kita enggak ngomong-ngomongin tiba-tiba aja gitu, seru aja gitu kan ngeget-ngegetin orang.

BCKF/20517/6 2

(63)

4 18. Kalau sekarang kan beauty influence iya ? main film

juga iya ? susah gak sih bagi waktunya gitu ?

BCKF/3618/65 19. Insiprasinya sih bisa dari mana aja ya, dari personal

inspiration aku sendiri…

BCKF/3618/66

20. Ohhh Q and A itu question and answer. BCKF/3618/67

Data yang lain, yakni yang di beri kode BCKKD/1117/1 sampai BCKF/3618/67 disajikan dalam lampiran halaman seratus sepuluh.

4.1.3 Desripsi Data Faktor Penyebab Campur Kode dalam Tuturan Pengisi Acara Ini Talkshow

Berikut ini merupakan contoh data faktor penyebab campur kode yang diambil dari tuturan pengisi acara Ini Talkshow. Data yang ditemukan berjumlah enam puluh tujuh data. Berikut disajikan contoh-contoh data faktor penyebab campur kode.

Tabel 4.4 Data Faktor Penyebab Campur Kode

N0. Data Konteks Situasi Kode

1. Ya ngomong, kamu kalau ngomong ini

kolu.

O1: Jawa Barat (Sunda) O2: Sumatra Barat (Padang)

Situasi malam hari. Acara tersebut bercanda ingin memberikan penghargaan kepada bintang tamu yang telah datang ke acara Ini talkshow selama satu tahun kemarin. O1 meminta untuk O2 membuka dan membacakan kategori yang akan dibacakan, namun O1 dan O2 dalam membacakan sedikit dengan nada bercandaan karena O1 dan O2 dituntut untuk menghibur para penonton dari kelucuannya.

dilakokke yang

punya sawah lalu kesleo, lalu saya

pijitin sembuh,

lalu ada orang

O1: Jawa Barat (Sunda) O2: Jawa Tengah (Megelang)

O1 bertanya kepada O2 tentang awal menjadi pemijat sapi yang sakit, suasana santai penuh tawa, karena dilakukan dengan canda dan tawa karena situasi bukan situasi yang formal. Penutur sudah

Gambar

Gambar 2.1: Kerangka Berpikir ......................................................................
Tabel 4.1 Jenis Campur Kode ke Dalam .........................................................
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.3.1 Instrumen Pengambilan Data Bentuk Campur Kode
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu, faktor penurut karena Tukul Arwana dalam berkomunikasi menggunakan berbagai bahasa yaitu bahasa Indonesia,

Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya campur kode kata jadian berbahasa Indonesia masuk ke dalam satu bahasa inti yaitu

Peristiwa di samping adalah peristiwa campur kode klausa bentuk dialog yang dilakukan tokoh Fadhil, masuknya unsur bahasa Arab ‗jazakallah‘ ke dalam tuturan bahasa

Soewito (1983:78) juga menyimpulkan bahwa campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan atau siapa yang memakai bahasa dan fungsi

Dan pada peristiwa campur kode terjadi campur kode ke dalam (inner code-mixing) berupa bahasa daerah yang menyisip pada bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia, dan campur kode

Dan pada peristiwa campur kode terjadi campur kode ke dalam (inner code-mixing) berupa bahasa daerah yang menyisip pada bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia, dan campur kode

Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode dan Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa di Pasar Gagan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali ... Faktor yang Melatarbelakangi Alih

Data CK/06/15042021 diatas merupakan tindak komunikasi yang mengalami peristiwa campur kode yang terjadi pada tuturan mitra tutur siswa kelas XI saat menjawab pertanyaan dari penutur