• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNG JAWABAN TINDAKAN DISKRESI KEP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERTANGGUNG JAWABAN TINDAKAN DISKRESI KEP"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 PERTANGGUNGJAWABAN TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN OLEH ANGGOTA

POLRI DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN KEWENANGAN

(Study Kasus di Polsek Padang Ulak Tanding (PUT) dan Detasemen A Pelopor Curup)

Henricus Marwanto Yanto Sufriadi

Ashibly

Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Prof.Dr.Hazairin, SH Bengkulu E-mail : henricusmarwanto.35@gmail.com

Abstract

Law is a political product that becomes a collective agreement to organize, supervise and sanction in order to realize a social order and prevent the occurrence of conflict of interest which ultimately aimed to achieve prosperity. While in the Indonesian state Police is part of the implementer and bodyguard of various rules of law (legal products) and legal policies generated by the legislator. In accordance with Article 18 paragraph (1) of Law No.02 of 2002 on the Police of the Republic of Indonesia, in the public interest of the Police officers of the State of the Republic of Indonesia in carrying out its duties and authorities may conduct a police discretion, namely to act freely in its sole discretion and be responsible for its actions . With this great discretionary authority the author examines how the relationship between police discretion and Police performance, the legal consequences and accountability of the actions of the discretion it takes and the effectiveness of police discretion by members of the INP in the execution of its duties and authorities.The approach used in this research is the method of approach that is normative-empirical. This approach is used because of issues that will be discussed related to the reality of the field and the attitude or action taken by law enforcement officers in the implementation of duties and authority. But also based on the laws and legislation applicable to provide perspective on the thing studied. Research conducted in Polsek PUT and Detachment A Pioneer, because the legal area of PUT Police is a "red area" that is prone to crime and prone to social conflict and Brimob Den A Pelopor is a pembeck-up troop that is a battering unit that provides police strengthening assistance in the legal area of PUT Polsek.There are two kinds of discretionary actions by members of the PUT and Brimob Den A Pelopor. The first discretionary action taken with consideration in order to speed up the process of settling the case, prevent the accumulation of cases, the litigants require the completion of mediation to be completed with the win-win solution so that the police performance will increase. The second discretion is carried out in urgent situations, or needs immediate situational action, as well as situations of social conflict or circumstances that require decisions to take repressive or non-action action. So that with the effectiveness of discretion, make the performance of Police become increasing, but for mistake of analysis so that discretionary action can not be accounted or error of procedure and abuse of authority will make a disciplinary violation and for the perpetrator will be punished discipline according to Government Regulation No.2 year 2003 about Rule Discipline Member of Police or processed by law if it is a crime.

(2)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 Abstrak

Hukum merupakan produk politik yang menjadi kesepakatan bersama untuk menata, mengawasi dan memberikan sanksi agar terwujud suatu keteraturan sosial dan mencegah terjadinya konflik kepentingan yang pada akhirnya ditujukan untuk mencapai kesejahteraan.Sedangkan di negara Indonesia Polri merupakan bagian dari pelaksana dan pengawal dari berbagai aturan-aturan hukum (produk hukum) dan kebijakan hukum yang dihasilkan oleh pembentuk Undang-undang. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU No.02 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat melakukan diskresi kepolisian, yakni bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri dan bertanggungjawab atas tindakannya tersebut. Dengan wewenang diskresi yang besar ini penulis meneliti bagaimanakah hubungan antara diskresi kepolisian dengan kinerja Polisi,terhadap konsekwensi hukum dan akuntabilitas tindakan diskresi yang diambilnya serta efektifitas diskresi kepolisian oleh anggota Polri dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat normatif-empiris. Pendekatan ini digunakan karena masalah yang akan dibahas berkaitan dengan realitas dilapangan dan sikap atau tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.Tetapi juga berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk memberikan perspektif terhadap hal yang diteliti.Penelitian dilaksanakan di Polsek PUT dan Detasemen A Pelopor, karena wilayah hukum Polsek PUT merupakan “daerah merah” yaitu daerah rawan kriminalitas dan rawan konflik sosial dan Brimob Den A Pelopor merupakan pasukan pembeck-up yakni satuan pemukul yang memberikan bantuan perkuatan kepolisian di wilayah hukum Polsek PUT.Terdapat dua macam pelaksanaan tindakan diskresi oleh anggota Polsek PUT dan Brimob Den A Pelopor. Yang pertama tindakan diskresi yang dilakukan dengan pertimbangan dalam rangka mempercepat proses penyelesaian kasus, mencegah penumpukan perkara, pihak berperkara menghendaki penyelesaian mediasi agar selesai dengan solusi terbaik (win-win solution) sehingga kinerja kepolisian menjadi meningkat. Yang kedua diskresi yang dilaksanakan dalam situasi mendesak, atau perlu tindakan situasional segera, seperti halnya situasi konflik sosial atau keadaan yang membutuhkan keputusan untuk mengambil tindakan represif atau tidak melakukan tindakan. Sehingga dengan efektifitas diskresi, menjadikan kinerja Polri menjadi meningkat, tetapi atas kesalahan analisa sehingga tindakan diskresi tidak bisa dipertanggungjawabkan atau kesalahan prosedur dan penyalahgunaan wewenang akan menjadikan suatu pelanggaran disiplin dan bagi pelakunya akan dikenakan hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri atau diproses hukum bila merupakan tindak pidana.

Kata Kunci : Diskresi, Tangungjawab, Produk Hukum

(3)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 Pendahuluan

Bangsa Indonesia didirikan oleh para pendiri bangsa dengan tujuan tercapainya kedamaian dan kesejahteraan , hal tersebut dapat kita lihat dalampembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, alenia ke-4 yang antara lain berbunyi :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Untuk memajukan kesejahteraan umum,

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,

4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,

Seiring waktu bangsa ini ditempa melalui berbagai gejolak dan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi dan politik. Semenjak Indonesia merdeka pada masa Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi hingga sekarang pasca reformasi, telah berkali-kali bangsa ini melakukan perbaikan system pemerintahan, system hukum dan bahkan konstisusi. Namun keamanan dan ketertiban, selalu saja menjadi pokok persoalan yang berkembang seiring dengan berkembangnya peradaban dan tekhnologi. Dari semenjak berdirinya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian, pemerintah di negeri ini berusaha mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat di Negara Indonesia. Hingga akhirnya keluarlah TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 dan TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 yang memisahkan Kepolisian dan TNI sehingga memiliki kewenangannya masing-masing yang dapat memperjelas tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga tersebut, yakni; TNI bertanggungjawab dalam pertahanan negara sedangkan POLRI bertanggungjawab dalam menciptakan dan memelihara keamanan dalam negeri (Kamdagri). Namun keduanya dapat pula saling membantu dalam tugas dan tanggungjawabnya tersebut dengan cara yang diatur dalam undang-undang.1

Berdasarkan konstitusi yaitu Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakatpenegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.2

Hukum merupakan produk politik yang menjadi kesepakatan bersama untuk menata, mengawasi dan memberikan sanksi agar terwujud suatu keteraturan sosial dan mencegah terjadinya konflik

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bab VII, Pasal 41

3

2

(4)

kepentingan yang pada akhirnya ditujukan untuk mencapai kesejahteraan.3Seperti ungkapan yang sering kita dengar bahwa “ubi societes ibi ius” sehingga hukum akan selalu berjalan seiring

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 perkembangan peradaban manusia. Lebih lanjut diungkapkan bahwa :"Hukum dan penegakannya merupakan symbol peradaban dalam memanusiakan manusia.”4

Dalam suatu negara yang menganut system Trias Politica , dimana system pemerintahannya terdiri dari Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, tentu keserasian dan keselarasan akan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi ketiga lembaga tersebut dalam menentukan nasib bangsa. Indonesia yang menganut sistem penegakan hukum terpadu (Integrated Criminal Justice System) yang merupakan legal spirit dari KUHAP. Keterpaduan tersebut secara filosofis adalah suatu instrumen untuk mewujudkan tujuan nasional dari bangsa Indonesia yang telah dirumuskan oleh The Founding Father dalam UUD 1945, yaitu melindungi masyarakat (social defence) dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial (social welfare.).5 Sedangkan di negara Indonesia Polri merupakan bagian dari

pelaksana dan pengawal dari berbagai aturan-aturan hukum (produk hukum) dan kebijakan hukum yang dihasilkan oleh pembentuk Undang-undang. Sesuai dengan UU No.02 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat melakukan diskresi kepolisian, yakni bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri dan bertanggungjawab atas tindakannya tersebut.6 Atau diskresi ini dapat pula dalam bahasa lain diartikan; suatu wewenang untuk bertindak atau tidak bertindak atas dasar penilaiannya sendiri dalam menjalankan kewajiban hukum.7

Dengan kewenangan yang sedemikian besarnya, maka seorang pejabat Polri memiliki kerentanan sekaligus efektifitas dalam dirinya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Polri.Disatu sisi dapat bertindak cepat menyikapi keadaan yang urgent, tetapi disisi yang lainnya juga berpotensi terjadinya pelanggaran hukum apabila tindakan diskresi yang diambilnya tersebut setelah dilaksanakan ternyata tidak bisa dipertanggungjawabkannya. Apabila terdapat indikasi pelanggaran maka akan dilakukan pemeriksaan oleh Provost, atau Pengamanan Internal (Paminal) Polri/Divisi Profesi dan Pengamanan (Div.Propam), maka setelah mendapatkan perintah dari atasan Ankum (atasan yang berhak menghukum) maka akan dilaksanakan dalam sidang disiplin anggota Polri atau bila terdapat pelanggaran kode etik maka setelah mendapatkan perintah dari atasan Ankum dapat

2Ibid, bagian menimbang

3Badrodin Haiti dalam Kuliah umum UMJ, Peran Polri Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia, http://umj.ac.id, 25 April 2017, 18.15 wib

4 ibid

5Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana ; Perspektif Eksistensialisme dan Abilisionisme, Cet II revisi, Bina Cipta, Bandung, 1996, Hlm 9-10.

(5)

diselenggarakan sidang kode etik yaitu Sidang Kode Etik Profesi Polriuntuk menentukan sanksi disiplin ataupun sanksi hukum.

Suatu diskresi haruslah dipahami sebagai suatu pandangan dan pemahaman yang sama antarapejabat Polri yang satu dan yang lainnya, jangan sampai dengan tujuan baik justru karenanya menjadikan Polri jadi takut bertindak karena takut mendapatkan sanksi,

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 atau juga sebaliknya menjadikan Polri arogan dalam bertindak dilapangan sehingga merugikan dirinya sendiri dan masyarakat.

Seperti halnya kejadian yang sempat menjadi topik bahasan hangat di berbagai media beberapa waktu lalu, yaitu :Peristiwa penembakan kendaraan yang menerobos razia Polisi pada hari Selasa 18 April 2017 yang lalu, di Lubuk Linggau, Sumatra Selatan, ketika dilaksanakan “Razia Gabungan” antara Satuan Sabhara, Lantas dan Polsek Lubuk Linggau Timur. Di Jl.Fatmawati Lingkar Timur Lubuk Linggau, terdapat mobil jenis sedan Honda City warna hitam no.Pol BG 1488 ON yang dikendarai oleh Indra melintas di lokasi Razia diberhentikan tetapi malah menerobos dan tidak mau berhenti, kemudian dilakukan pengejaran oleh petugas Kepolisiantetapi tetap tidak mau berhenti bahkan menerobos lampu merah. Aksi kejar-kejaran pun terjadi, diberikan tembakan peringatan dan akhirnya diberikan tembakan terarah, baru kendaraan “terhenti.” Dengan kejadian tersebut jatuh korban dari pengendara dan penumpang kendaraan Sedan Honda City BG 1488 ON, lima orang penumpang mengalami luka tembak (termasuk anak kecil berumur 3 tahun) dan satu orang (pengemudi) meninggal dunia.8

Dari contoh nyata kejadian tersebut dalam keadaan insidentil petugas Polisi yang melakukan pengejaran akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan tembakan terarah kepada kendaraan yang dikejar. Namun dari kejadian tersebut telah mengakibatkan jatuhnya korban luka dan korban meninggal dunia, serta tidak ditemukan barang terlarang atau yang dicurigai melanggar hukum.Dalam contoh kasus tersebut Polisi dalam keadaan terdesak memiliki pilihan untuk melakukan tembakan terarah atau tidak melakukan tembakan, tetapi petugas tersebut dengan pertimbangan pribadinya memilih untuk melakukan tembakan mengarah ke mobil yang dikejarnya. Bagaimanakah proses penegakan hukumnya, dari sisi pelanggaran disiplin, hukum pidana ataupun dari sudut pandang akuntabilitas diskresi yang diambil petugas kepolisian tersebut? Serta bagaimanakah efek dari penjatuhan sanksi pidana maupunkelembagaan petugas kepolisisn tersebut terhadap penegakan hukum oleh para penegak hukum dilapangan khususnya aparat Kepolisisan?

Dalam contoh lain, kejadian aksi heroik seorang anggota Polri yang menggagalkan aksi penyanderaan di dalam angkot di Jakarta Timur yaitu pada hari Minggu 9 April 2017 ketika seorang petugas kepolisian sedang melintas di Jl. I Gusti Ngurah Rai dan melihat adanya kejadian penyanderaan di sebuah angkot, Petugas kepolisian tersebut dengan sigap menghampiri angkot

8Tribun news.com, Polisi Mengaku Kejar Mobil Korban Hingga 1 Km,www.trbunnews.com, Rabu, 19 April 2017, 05:44 WIB

(6)

tersebut yang didalamnya terdapat seorang ibu bersama bayinya yang sedang ditodong seorang pelaku kejahatan dengan menodongkan pisau dan menuntut untuk dipenuhi permintaannya. Polisi tersebut melakukan negosiasi tetapi gagal dan sambil mencari kelengahan pelaku dan bernegosiasi ulang Polisi tersebut mencari celah untuk melumpuhkan pelaku. Ketika

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 dirasa tepat untuk melakukan tindakan kepolisian, akhirnya Polisi tersebut melakukan penembakan pelumpuhan pelaku penyanderaan dan berhasil mengenai bahu pelaku sehingga sandera bisa segera diselamatkan dan bahkan menyelamatkan pelaku dari amuk masa serta membawanya ke Pos Kepolisian terdekat untuk diamankan dan diproses lebih lanjut.9 Dari kisah nyata tersebut Polantas melakukan tindakan diskresi yakni dengan pertimbangan sendiri untuk melakukan tembakan pelumpuhan kepada pelaku penodongan dengan berbagai resiko baik terhadap dirinya maupun orang lain yang harus nantinya dipertanggungjawabkannya. Tetapi akhirnya petugas Polantas tersebut berhasil menyelamatkan sandera dan dengan tepat melakukan tembakan melumpuhkan tersangka/pelaku penodongan tersebut.Dari tindakkan heroic-nyatersebut Polantas tersebut mendapatkan apresiasi yang baik oleh pimpinan tertinggi Polri yakni Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dengan diberikan penghargaan.

Dari dua contoh kasus diatas terdapat dua situasi yang berbeda dari diskresi yang diambil oleh petugas kepolisian dilapangan.Yang pertama; menimbulkan korban bahkan korban meninggal dunia, dan yang kedua; suatu keberhasilan penyelamatan sandera dan pelumpuhan pelaku kejahatan. Tentunya akan ada proses pertanggungjawaban terhadap tindakkan diskresi yang diambil oleh petugas kepolisian tersebut, baik secara internal Polri; yaitu peraturan disiplin Polri dan Kode Etik Profesi Polri, maupun dari sisi hukumnya.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat normatif-empiris. Pendekatan ini digunakan karena masalah yang akan dibahas berkaitan dengan realitas dilapangan dan sikap atau tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.Tetapi juga berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk memberikan perspektif terhadap hal yang diteliti.

Pendekatan normatif-empiris ini digunakan dengan harapan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai latar belakang dan seluk beluk pelaksanaan diskresi kepolisian terhadap tindak pelanggaran atau pidana dalam pelaksanaan diskresi tersebut oleh Polri, dan atau semakin efektifnya pelayanan publik oleh kepolisian dalam tugas dan wewenangnya karena tindakan diskresi yang dilakukannya sekaligus juga untuk mengetahui hubungannya dengan kinerja aparat penegak hukum Polri. Disamping itu juga ingin diungkapkan kondisi yang sesungguhnya dari personil Polri

(7)

dilapangan dalam penggunaan diskresinya serta akibat dari tindakan diskresi tersebut terhadap aturan interen dan aturan eksteren Polri.

Lokasi penelitian dalam penulisan ini adalah di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding (PUT) Kabupaten Rejang Lebong. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini adalah karena pertimbangan wilayah hukum

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong merupakan wilayah yang rentan terjadi gesekan-gesekan kepentingan, serta adanya beberapa kasus mediasi karena tindakan hukum oleh aparat penegak hukum di “daerah merah” (daerah rawan konflik) yang mengakibatkan keributan dan tindakan anarkis. Sehingga tindakan diskresi kemungkinkan besar telah dilakukan oleh aparat Polri dilapangan.

Menurut Bambang Sunggono, bahwa Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda hidup atau mati, kejadian kasus-kasus, waktu atau tempat, dengan sifat atau cirri yang sama.10

Sedangkan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa Populasi atau universe adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai cirri-ciri karakteristik yang sama.11

Sehubungan penelitian ini dilaksanakan di Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong, maka populasi penelitan ini meliputi seluruh personil Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong, Brimob Detasemen A Pelopor sebagai pasukan pem-back-up Polres Rejang Lebong pada saat kejadian anarkis.

Lebih lanjut J.Supranto.S mengemukakan bahwa : “Sampling adalah suatu macam cara pengumpulan data yang sifatnya tidak secara menyeluruh, artinya tidak mencakup seluruh obyek penyelidikan (Populasi universe), akan tetapi hanya sebagian dari populasi saja, yaitu mencakup sampel yang diambil dari populasi tersebut”12.

Selanjutnya sampel dalam penelitian ini, mengingat dan pertimbangan keterbatasan waktu dan dana yang dimiliki oleh penulis, maka pengambilan sampel dari populasi penelitian ini ditentukan secara langsung sebagai responden (Purposive sampling), yang terdiri dari :

a. Kapolsek Padang Ulak Tanding;

b. Kanit Reskrim Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong c. Kepala Detasemen A Pelopor/Brimob Curup Rejang Lebong;

d. Dua orang Provost Brimob Detasemen A Pelopor;

Adapun teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan caraPurposive Sampling yaitu dengan penunjukan langsung oleh peneliti untuk dijadikan sebagai sampel penelitian.

10Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2007, Hlm118. 11Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

12J.Supranto, Soemitro, Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran,Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1986.

(8)

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data yang diperoleh langsung di lapangan yang berkaitan dengan diskresi kepolisian dan sikap personil Polri terhadap konsekwensi hukum dari diskresi yang diambilnya.Sedangkan data sekunder meliputi peraturan perundang-undangan, pendapat para pakar hukum pidana dan hukum acara pidana, serta bahan-bahan

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 kepustakaan lainnya. Untuk mendapatkan data tersebut diperoleh melalui :

a) Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan bertujuan untuk memperoleh data sekunder, mencari teori-teori, pandangan-pandangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun data sekunder ini mencakup norma atau kaidah dasar, Peraturan Dasar, Peraturan Perundang-undangan, serta bahan-bahan hukum lainnya yang digunakan untuk mendukung data primer. b) Observasi

Pengumpulan data primer dengan mendatangi lokasi penelitian, kemudian melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian guna mengetahui pelaksanaan tugas dan wewenang yang menggunakan diskresi kepolisian personil Polri Polsek Padang Ulak (PUT) Tanding Kabupaten Rejang Lebong.

c) Wawancara (Interview)

Teknik wawancara dilakukan langsung kepada sampel penelitian yaitu polisi yang pernah mengalami langsung proses upaya paksa tindakan kepolisian atau menghadapi tindakan anarki atau dalam fungsi kepolisian lainnya yang melakukan diskresi kepolisian di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong.

Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraiandasar.13 Pendapat di atas pada intinya menghendaki bahwa analisis data bermaksud pertama- tama mengorganisasikan data.Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya.

Selanjutnya setelah dilakukan penelaahan terhadap seluruh data yang diperoleh dari pelbagai sumber, yaitu dari wawancara dan pengamatan (observasi) di lapangan, dokumen, untuk kemudian dilakukan reduksi data14 display data dan berakhir dengan simpulan.

Di dalam praktiknya analisis akan mengikuti prosedur berpikir analitis dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) data primer maupun sekunder yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan diarahkan kepada informasi seputar realitas terfokus terkait model dan mekanisme penerapan diskresi polisi dalam penyidikan tindak pidana yang bertolak

13J.Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, Hlm103 14Mattew B Miles dan A Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI Press, 1992, Hlm16

7

(9)

pada data yang diperoleh dari pelbagai sumber, baik individu atau personil polisi, Kapolsek dan Kaden A sebagai pemangku kepentingan (2) realitas yang berhasil dideskripsikan secara padat dan akurat akan diinterpretasikan, dengan mempertimbangkan pemikiran yang berkembang saat ini dan pemahaman

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 masyarakat tentang hukum dan keadilan,sehingga diharapkan dapat dicarikan/ ditemukan hubungan diskresi kepolisian dengan kinerja kepolisian serta efektifitasnya terhadap realitas penegakan hukum diskresi polisi.

Untuk menetapkan keabsahan(trustworthiness) data dilakukan dengan triangulasi.15 Triangulasi data tersebut meliputi 16:

1) Triangulasi sumber, artinya data dikumpulkan dari tahun 2015, 2016, baik yang diperoleh di tingkat Polsek, Detasemen A Pelopor dan masyarakat pencari keadilan, dengan jalan :

a) Membandingkan hasil data pengamatan dengan data hasil wawancara;

b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi;

c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang dalam situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu;

d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, orang berada dan sebagainya;

2) Triangulasi metode, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu meliputi:derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).17

3) Triangulasi teori, artinya fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian akan diperiksa derajat kepercayaan dengan beberapa teori hukum.

Setelah seluruh data dianggap valid dan dijamin realibilitasnya, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.

Dengan langkah demikian diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih komprehensif tentang diskresi polisi untuk kemudian perlunya dicarikan alternatif pemikiran yang lebih baik agar realitas model penegakan hukum diskresi polisi berjalan efektif dan meningkatkan kinerja kepolisian sehingga tercapai keamanan, ketertiban dan kesejahteraan di masyarakat.

15Triangulasi atau juga dikenal dengan multi-metode adalah suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti.Triangulasi bukanlah alat atau strategi untuk pembuktian, tetapi hanyalah suatu alternatif terhadap pembuktian.

(10)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Satuan Brimob Detasemen A Pelopor

Satuan Brimob Detasemen A Pelopor Curup, merupakan bagian dari Satuan Brimob Polda Bengkulu. Satuan Brimob Daerah

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 Bengkulu merupakan satuan pamungkas Polri pada Polda Bengkulu yaitu satuan polri yang dilatih dengan kelengkapan dan kemampuan khusus untuk mendukung satuan kewilayahan dengan tugas pokok, bersama unsur kepolisian lainnya menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah Polda Bengkulu dan sekitarnya, utamanya dalam penanggulangan huru-hara, menanggulangi kejahatan berintensitas tinggi, kejahatan terorganisir, bersenjata api, bom dan penanggulangan terorisme.

Sat. Brimobda Bengkulu terdiri dari 3 (tiga) Detasemen, yaitu Detasemen Gegana, Detasemen A Pelopor dan Detasemen B Pelopor. Setiap Detasemen terdiri dari 4 (empat) Sub Detasemen yang masing-masing memiliki kualifikasinya sendiri-sendiri. Detasemen Gegana bermarkas di Bengkulu, Detasemen A di Curup, Kabupaten Rejang Lebong, sedangkan Detasemen B Pelopor bermarkas di Dusun Kandang, Bengkulu.

Setiap Detasemen di Sat Brimobda Bengkulu memiliki wilayah hukum sebagai daerah yang menjadi tanggungjawab hukumnya, sebagai berikut :

1. Detasemen Gegana bertanggungjawab untuk penanggulangan kejahatan Terorisme, fungsi SAR, JIBOM dan anti Anarkisme di seluruh Provinsi Bengkulu.

2. Detasemen A Pelopor Curup yang terdiri dari Subden 1A dan Subden 4A bertanggungjawab untuk memberikan bantuan perkuatan kepolisian terhadap Kepolisian Resort (Polres Benteng) di Kabupaten Bengkulu Tengah, sedangkan Subden 2A dan Subden 3Abertanggungjawab untuk memberikan bantuan perkuatan kepolisian terhadap wilayah hukum Polres Rejang Lebong, Polres Lebong dan Polres Kepahiang.

3. Detasemen B Pelopor yang terdiri dari 4 (empat) Subden bertanggung jawab memberikan perkuatan kepolisian terhadap Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara dan Bengkulu Kota.

Dari keterangan diatas dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Detasemen A Pelopor Curup yang merupakan salah satu sampel dalam penelitian ini, adalah satuan polri dalam fungsi Brimob sebagai pasukan yang secara administratif membeck-up kesatuan pada tingkat Polres pada wilayah Kab.Bengkulu Tengah, Kab.Kepahiang, Kab.Rejang Lebong, dan Kab.Lebong.

Sedangkan dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada tugas kepolisian dalam tindakan diskresi di Polsek PUT dan pada Brimob Detasemen A Pelopor, dalam tindakan kepolisiannya membantu perkuatan pada satuan kerja Polres Rejang Lebong, utamanya pada Polsek Padang Ulak Tanding. Karena dari pengamatan penulis daerah Padang Ulak Tanding

9

(11)

merupakan daerah yang paling rentan dan rawan dalam tindakan kepolisian sehingga perlu adanya tindakan diskresi kepolisian.

Dari hasil wawancara penulis dengan Kepala Detasemen A Pelopor yang diwakilkan oleh Pasi.Ops Detasemen A Pelopor Iptu Michael Sadar mengenai pelaksanaan tugas bantuan kepada Polres Rejang Lebong

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 khususnya Polsek PUT, yang dilaksanakan penulis pada tanggal 20 Juni 2017, beliau menjelaskan bahwa selama ini Detasemen A Pelopor, telah melaksanakan giat bantuan perkuatan kepolisian bersama Polres Rejang Lebong dan Polsek PUT dalam rangka meningkatkan keamanan serta menjaga ketertiban, di wilayah Rejang Lebong utamanya dalam menekan tindakan kriminalitas di wilayah Lembak (jalur lintas Curup-Lubuk Linggau) utamanya di daerah PUT dan sekitarnya. Diantaranya berupa :

1. Gatur (Penjagaan dan Pengaturan) lalulintas

Dilaksanakan dalam membantu satuan lalulintas (Sat Lantas) Polres Rejang Lebong, pada waktu pagi di persimpangan yang kekurangan tenaga pengatur lalulintas, rawan kecelakaan dan ramai serta berpotensi terjadinya Curas.Pelaksanaan Fungsi Lantas oleh Brimob bersenjata lengkap dan rompi anti pluru diharapkan dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan serta mengantisipasi terjadinya tindak kejahatan. Pelaksanaan pada jam 07.00 s/ d selesai yakni jam sibuk masuk sekolah dan perkantoran. Dilaksanakan di Simpang Pasar Atas, simpang SMEA Talang Ulu Curup dan Bundaran Simpang Nangka Curup, dengan kekuatan 1 (satu) Regu, masing-masing sasaran tiga personil, dan tiap persimpangan wajib terdapat anggota berpangkat bintara, guna pengambilan keputusan cepat bila diperlukan. 2. Patroli Daerah Rawan dengan Roda 2 (dua)

Dilaksanakan di sepanjang jalan lintas Curup-Lubuk Linggau dan cipta kondisi pada Obyek Vital (Obvit) seperti perkantoran dan bank, dengan senjata lengkap, helm Kevlar dan rompi anti peluru serta menggunakan kendaraan Trail. Pelaksanaan dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan kesatuan wilayah (Polsek-Polsek setempat)

3. Pos Pengamanan (Pos PAM)

Pos PAM dilaksanakan dengan mendirikan tenda regu atau tenda pleton yang didirikan di beberapa tempat yang di tentukan, antara lain di Desa Tanjung Aur dan Desa Talang Gunung yang merupakan jalur rawan curas di jalur lintas Curup-Lubuk.

Personil berjaga dan berpatroli secara periodik, bersenjata lengkap, helm kevlar, rompi anti peluru, kendaraan patroli, sarana komunikasi dan pencatatan kegiatan tertulis guna pelaporan terhadap pimpinan/atasan.

(12)

Operasi tertentu maksudnya adalah, kegiatan bantuan perkuatan Brimob Detasemen A Pelopor kepada kesatuan kewilayahan (Polres atau Polsek) Seperti ; bantuan pendampingan Razia, bantuan pengamanan PHH untuk Pemilu, bantuan kemanusiaan SAR dan bencana alam, serta bantuan pengamanan insidentil ketika terjadi gejolak keamanan diwilayah tertentu.

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 Agenda rutin tahunan yang selalu dilaksanakan dalam pengamanan jalur lintas Curup-Lubuk Linggau oleh Detasemen A Pelopor bersama jajaran Polres Rejang Lebong dan Polsek jajarannya dilaksanakan menjelang dan pasca hari Lebaran. Dilaksanakan 7 (tujuh) hari sebelum (H-7) hingga 7 (tujuh) hari setelah (H+7) Idhul Fitri. Hal tersebut dilaksanakan setiap tahun karena tingkat kerawanan selalu meningkat dan bentuk pelayanan kepada masyarakat perlu dilaksanakan guna memberi rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan yang intensitasnya meningkat secara signifikan.

Selain pada pengamanan (PAM) Lebaran, Brimob juga diterjunkan dalam pendampingan kegiatan kepolisian Polres Rejang Lebong dan Polsek Jajaran. Seperti penjagaan dan pengaturan lalu-lintas jalan, patroli daerah rawan dan operasi-operasi khusus penangkapan dan Razia kendaraan, khususnya di daerah Lembak dan PUT.

Berdasarkan wawancara penulis terhadap Bintara Provost Detasemen A Pelopor dan Bintara Provost Subden 2 A Pelopor, Brigadir Polisi Eldo dan Brigadir Polisi Luhu Avianto pada tanggal 22 Juni 2017, mereka menyatakan bahwa pergerakan pasukan Brimob yang dilakukan dalam rangka perintah dinas dan dilaksanakan di luar markas, selalu didasarkan atas perintahh tertulis yang akan menjadi pegangan dan dasar legalitas hukumnya, dan selama kegiatan tersebut wajib selalu didampingi minimal satu anggota Provost, dan dikendalikan oleh seorang Perwira Pengendali (Padal). Ini berarti bahwa setiap pelaksanaan tugas di lapangan anggota Brimob Detasemen A Pelopor, akan selalu diawasi secara melekat agar dapat terpantau dan dikendalikan. Dan apabila terjadi suatu pelanggaran akan dapat diketahui untuk selanjutnya diproses secara internal sebagai wujud pertanggungjawaban jabatannya.

Lebih lanjut Brigpol Luhu Avianto menerangkan tentang beberapa kejadian, yang menurutnya merupakan tindakan diskresi yakni bahwa tindakan tersebut dilakukan insidentil dan diambil secara sepontan atas penilaian sendiri sebagai langkah mendesak. Contohnya adalah ketika kejadian pendampingan razia kendaraan yang dilakukan bersama Polres Rejang Lebong dan Polsek PUT di wilayah PUT, pada tanggal 12 Juli 2012 yang ternyata atas perintah Wakapolres Kompol Andi Hermawan selaku Padal, razia dilanjutkan dengan razia dari rumah-kerumah, sehingga anggota dilapangan melaksanakannya dan banyak kendaraan roda dua yang terjaring tanpa kelengkapan surat ataupun tidak layak jalan. Ketika hari mulai gelap, terjadilah perlawanan dari warga yang menuntut agar kendaraan mereka dibebaskan dan diserahkan kepada mereka, hingga masyarakat lain terprovokasi dan terjadilah kerusuhan yang mengakibatkan pembakaran kendaraan dinas truk Polres, dan truk pengangkut karet yang sedang melintas di berhentikan paksa dan dilintangkan dijalan serta di

11

(13)

bakar. Masyarakat menyerang Polisi dengan melempari batu-batu besar secara beramai-ramai, sehingga anggota Brimob yang bersenjata mengambil tindakan tegas dengan

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 melakukan tembakan terarah langsung kemasyarakat karena sudah terdapat anggota yang luka parah dan untuk menyelamatkan anggota yang lainnya diambilah langkah tersebut, termasuk penyelamatan kepada Wakapolres yang saat itu berada dilapangan dan juga terluka. Dari kejadian tersebut seorang warga terkena tembakan polisi dan meninggal dunia. Sehingga warga marah dan memblokir jalan dengan pohon dan batu besar. Pelaku penembakan diperiksa, diproses hukum, tetapi dinyatakan tidak bersalah karena dinilai melakukan diskresi kepolisian dan secara dinas Kepolisian Daerah Bengkulu bertanggungjawab serta memberikan pernyataan maaf dan turut berbela sungkawa serta menjelaskan bahwa tersangka penembakan telah diproses hukum.

Brigpol Luhu Avianto menjelaskan contoh lain ketika pelaksanaan Pos PAM dijalur rawan Curup-Lubuk Linggau yang dilaksanakan oleh gabungan Brimob dan Polsek PUT menjelang hari Lebaran tahun 2015. Ketika anggota Brimob Brigpol A dan anggota Polsek PUT Brigpol H sedang berpatroli di jalan lintas Binduriang menemukan kasus curas, terhadap pengguna jalan. Dan dilakukan pengejaran hingga masuk ke wilayah perkampungan. Saat dilakukan pengejaran ke perkampungan petugas dihadang oleh warga setempat yang tidak terima dan marah serta tidak mengijinkan penangkapan diwilayah tersebut. Sehingga polisi bernegosiasi dan memanggil Kades dan perangkat desa, anggota koramil PUT (babinsa) dan tokoh masyarakat. Karena polisi telah mengetahui identitas tersangka, maka polisi mengambil kebijakan dengan mengambil jalan tengah dengan memberikan kesempatan kepada Kades agar mengusahakan motor korban diserahkan ke Polsek PUT ditunggu hingga batas jam 00.00wib, jika itu dilakukan maka kasus akan dinyatakan selesai, tetapi jika tidak bisa maka terpaksa akan tetap dilaksanakan penangkapan. Dan ternyata pada malam hari kira-kira jam 21.30wib Kades bisa menyerahkan motor korban ke Polsek sehingga kasusu dinyatakan selesai. Dalam hal ini Polisi dilapangan mengesampingkan proses hukum yang ada tetapi mengambil tindakan lain diluar hukum untuk kepentingan umum sehingga keadaan tetap aman dan kondusif dan motor korban juga dapat dikembalikan. Ini oleh Provost dipandang sebagai tindakan diskresi.

(14)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 melakukan diskresi, tetapi dalam pemeriksaan pimpinan , hal tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai tindakan diskresi, tetapi semata-mata untuk kepentingan pribadi dan diluar wewenang perintah dan jabatannya. Sehingga Bripda BS dan ke-4 rekannya dinyatakan melakukan pelanggaran disiplin dan dijatuhi sanksi disiplin, penempatan diruang tertentu selama 6(enam) hari dan tindakan disiplin.

Kecamatan Padang Ulak Tanding dan kecamatan Binduriang merupakan salah satu daerah yang dikenal memiliki karakteristik masyarakat yang keras dan dipandang sebagai daerah yang kejadian kriminalitasnya menonjol. Daerah tersebut dikenal sebagai “daerah merah” (daerah rawan kejahatan) oleh polisi dan masyarakat, sehingga masyarakat sering menyebutnya dengan istilah “daerah texas”. Tingkat kerawanan yang cukup tinggi pada laporan kejadian pencurian dengan kekerasan (curas) dan pencurian dengan pemberatan (curat) yang dialami dan dilaporkan oleh masyarakat sebagai korban tindak pidana tersebut, yakni pengguna jalan.

Polsek Padang Ulak Tanding Polsek PUT) Polres Rejang Lebong terdiri dari 5 (lima ) Polsek (Kepolisian Sektor), yaitu Polsek Curup, Polsek Sindang Kelingi, Polsek Sindang Jati, kejahatan dan juga tingkat kerawanan yang paling menonjol diantara Polsek-polsek yang lainnya. Selain itu wilayah ini merupakan jalur lintas Curup-Lubuk Linggau yang merupakan akses perlintasan utama dari kota besar di luar Provinsi Bengkulu menuju ke Provinsi Bengkulu dan sebaliknya.

Secara geografis Polsek PUT merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki jalan yang berliku-liku dan terdapat banyak sungai di sisi kanan-kiri jalan, serta jurang dan tebing disisi lainnya. Perkebunan atau ladang-ladang kopi, karet dan tanaman-tanaman lainnya juga banyak terdapat di wilayah ini. Sehingga daerah Padang Ulak Tanding, merupakan daerah rawan kriminal, rawan bencana alam longsor dan banjir, serta rawan kecelakaan laulintas.

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 Polsek PUT merupakan kepolisian pada sektor terdepan yang langsung berhubungan dengan

12 Kekerasan dalam rumah tangga 3 1 2 4

(15)

-kriminalitas di jalur lintas dan daerah sekitar PUT. Polisi bertanggung jawab memberikan rasa aman dan tertib bukan hanya kepada warga PUT tetapi juga kepada pengguna jalan lintas yang sedang melintasi daerah tersebut. Polsek PUT yang dipimpin oleh kepala kepolisian sektor (Kapolsek) yang saat ini dijabat oleh Iptu Jarkoni bertanggungjawab atas 3 (tiga) wilayah hukumnya yaitu Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kecamatan Sindang Beliti Ulu, dan Kecamatan Binduriang.

Dari Kasium Polsek PUT Aiptu Purnomo, penulis mendapatkan data dalam dua tahun yang lalu, sebagai berikut:

Tabel III.1.Data jumlah tindak pidana (JTP) danPenyelesaian tindak pidana (PTP) Polsek PUT

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa, tindak pidana yang paling menonjol di wilayah hukum Polsek PUT adalah Curas dan Curat. Dari hal ini pulalah, wajar bila secara khalayak masyarakat menganggap wilayah hukum Polsek PUT yakni pada jalur lintas Curup-Lubuk Linggau merupakan jalur rawan kriminalitas, hal tersebut terbukti dari data diatas.

Menurut Kanit Reskrim Aiptu Ahmad Firdaus, sebuah tindakan penyelesaian perkara tidak harus menuntut tentang prosesnya tetapi juga memperhatikan tujuannya, artinya bahwa penyelesaian perkara pidana tidak harus selalu dengan proses hukum saja tetapi harus memiliki tekhnik lain yang merupakan kebijakan sebagai penyelesaian perkara dengan tidak melanggar hukum yang ada (diskresi). Contohnya menurut beliau bahwa sebuah kasus penipuan tentang hutang piutang, tidak selalu diselesaikan secara pidana guna terselesainya kasus tersebut, tetapi ketika dimediasi dan tersangka dapat mengembalikan nominal uang yang disangkakan sebagai penipuan, dan korban menerima dan keduanya berdamai, maka korban bisa mencabut laporan dan penyidik bisa menghentikan penyidikan, sehingga kasus terselesaikan. Hal tersebut berlaku juga pada kasus-kasus lain yang sering dijumpai dilapangan yang kadang terbentur dengan hukum adat, sehingga diselesaikan secara hukum adat dan tidak diselesaikan secara pidana.

Dengan demikian penulis mengartikan bahwa diskresi sangat diperlukan dalam meningkatkan kinerja polisi khususnya dalam menyelesaikan perkara-perkara dilapangan.

Dari hasil penelitian dan wawancara penulis dengan Kanit Reskrim Polsek PUT Aiptu Ahmad Firdaus dan Kasium Polsek PUT Aiptu Pramono pada tanggal 26 Juni 2017 tentang tindakan diskresi dan pertanggungjawabannya, beliau memberikan data tentang terjadinya tiga kasus yang berdalih diskresi tetapi ternyata setelah diperiksa dan diproses hukum tindakan tersebut merupakan pelanggaran disiplin.

Tabel III.2 Daftar Pelanggaran Disiplin Anggota.

(16)

Dari data tersebut dapat diterangkan bahwa diskresi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja ternyata dapat pula menjadikan salah satu bentuk pelanggaran, apabila anggota polisi dilapangan salah dalam menganalisis dan mengambil tindakan.

Namun ketika ditanya secara spesific tentang diskresi dan kinerja anggota Polsek, mengenai kinerja anggota dengan adanya wewenang diskresi, menurut Kanit Reskrim, hal tersebut (diskresi) dapat menunjang kinerja anggota polisi dilapangan, tetapi lebih signifikan lagi dan lebih berhubungan erat dengan kedisiplinan anggota. Dengan kata lain bahwa kinerja anggotanya akan meningkat ketika disiplin anggotanya tinggi, sedangkan tindakan diskresi merupakan sarana

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 peningkatan kinerja secara khusus dalam penyelesaian perkara atau situasi insidentil.

Penulis selama penelitian juga menemukan adanya keseriusan pejabat pemerintah daerah kabupaten Rejang Lebong, yang membentuk semacam suatu satuan tugas khusus, yaitu menunjuk tokoh masyarakat dijalur rawan jalur lintas Curup-Lubuk Linggau dan mengangkatnya menjadi aparatur pengamanan swakarsa, memfasilitasi dengan kendaraan dinas serta mendapatkan honor bulanan dengan tanggungjawab; bersama aparat dan masyarakat mencegah warganya atau orang dari tempat lain untuk melakukan aksi kejahatan diwilayahnya. Dan cara ini secara tekhnis berhasil bersama kepolisian dan masyarakat yang saling berkoordinasi secara berkelanjutan, menurunkan angka curas dan curat di wilayah ini.

(17)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 dengan mengutamakan tujuan penegakan hukum, yaitu tercapainya keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal tersebut penulis terjemahkan sebagai tindakan diskresi kepolisian.

TINDAKAN DISKRESI DAN KINERJA POLSEK PUT DAN DETASEMEN A PELOPOR DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN WEWENANGNYA

Hubungan Tindakan Diskresi dan Kinerja Anggota Polsek PUT dan Satuan Brimob Detasemen A Pelopor dalam Tugas dan Wewenangnya.

Geografis wilayah Kabupaten Rejang Lebong yang terdiri dari perbukitan dan perkebunan, menjadikan sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani atau bercocok tanam (perkebunan).Sedangkan potensi kerawanan yang disebabkan geografis tersebut meliputi kerawanan bencana alam dan kerawanan tindak kriminalitas.

Kepolisian Sektor Padang Ulak Tanding merupakan salah satu Polsek di wilayah hukum Polres Rejang Lebong, yang meliputi tiga kecamatan yaitu kecamatan Padang Ulak Tanding, kecamatan Sindang Beliti Ulu dan kecamatan Binduriang.

Tugas dan tanggungjawab Polsek PUT adalah melaksanakan tugas pokok dan wewenang Polri di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding. Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya Polri mendasarkan pada Undang-undang Kepolisian No.02 Tahun 2002, meliputi upaya preventiv dan represif.Dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya Polsek PUT dalam upayanya (preventiv dan represif) sering kali dihadapkan pada situasi yang sulit dan dilematis antara penegakan hukum, penindakan dan menjaga situasi tetap kondusif. Dalam beberapa contoh kasus yang ditemukan pada bab sebelumnya, pada data Tabel III.1, yang paling menonjol adalah pencurian dengan kekerasan dan pemberatan (curas dan curat). Dalam datar Tabel III.1 diatas curas mencapai 20 kasus ditahun 2015 dan 2 kasus ditahun 2016, sedangkan curat mencapai 3 kasus ditahun 2015 dan 4 kasus ditahun 2016. Dalam data tersebut terdapat pengurangan jumlah kasus yang sangat signifikan dari 20 kasus menjadi 2 kasus, hal tersebut tak lepas dari usaha keras peningkatan kinerja kepolisian, masyarakat dan pemerintah daerah.

(18)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Namun dilapangan ternyata tidak sedikit persoalan tindak pidana yang diselesaikan dengan tindakan diskresi dan mediasi.

Wewenang yang diberikan secara atributif kepada Polri menjadikan Polri berwenang secara legal untuk memeriksa, menangkap dan menahan tersangka tindak pidana, begitu juga hak untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Hal itu jugalah yang mendasari tindakan kepolisian di Polsek PUT dan Brimob Detaemen A Pelopor.Bantuan perkuatan oleh Brimob kepada Polsek PUT juga dengan memperhatikan azas legalitas yakni harus berdasarkan Perintah tertulis yang berupa Surat Perintah Tugas (Sprintgas). Dengan dasar taktis tersebut Brimob bergerak dalam ikatan tertentu (regu, Pleton, Subden atau Detasemen)

Dalam beberapa hal tertentu meskipun Polri mempunyai kewajiban penegakan hukum, dan wewenang untuk menangkap dan memeriksa seseorang yang dicurigai, tetapi berdasarkan Pasal 18 Undang-undang No.02 Tahun 2002 tentang Polri dan Pasal 7 ayat(1) Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Polri juga dalam keadaan tertentu untuk kepentingan umum dapat bertindak sesuai penilaian sendiri. Hal tersebut merupakan tindakan diskresi, karena sesuai dengan penjelasan atas pasal 18 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 2002, yang menyatakan bahwa ;

“Yang dimaksud dengan bertindak menurut penilaian sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.”18

Sehingga tindakan mediasi dalam beberapa kasus, atau kebijakan lainnya yang diambil Polsek PUT dan Brimob Detasemen A Pelopor, merupakan sesuatu yang dilakukan secara legal dan dilindungi oleh Undang-undang.Tentu saja tindakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; tindakan tersebut adalah untuk mempertahankan ketertiban, ketentraman dan keamanan; dan tindakan itu untuk melindungi hak-hak seseorang.19

Namun tidak semua tindakan diskresi tepat sasaran, atau dengan kata lain tidak semua anggota Polri dapat menganalisa dengan tepat situasi serta mengambil tindakan yang sesuai ketentuan yang ada, walaupun dengan tujuan untuk penegakkan hukum, atau melindungi masyarakat lainnya. Hal tersebut menjadi suatu pelanggaran atas kedisiplinan, atau penyalahgunaan wewenang kepolisiannya. Maka dari itu menurut Soebroto Brotodiredjo yang dikutip Faal, perlu diperhatikan azas-azas Freies Ermessen berikut ini sebelum melakukan tindakan diskresi, yakni :

1. Azas keperluan, yaitu setiap tindakan harus betul-betul diperlukan dalam arti tanpa tindakan itu maka tugas tidak akan terlaksana.

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017

18 Lok.cit.Penjelasan UU No.2 Tahun 2002.Pasal 18 ayat (1) 19Op.cit.M.Faal dalam Yogie Raharjo.

(19)

2. Azas kelugasan, yaitu tindakan tidak boleh didorong oleh motif-motif pribadi.

3. Azas tujuan sebagai ukuran, yaitu tindakan betul-betul dilakukan untuk mencapai tujuan, misalnya keamanan dan ketertiban.

4. Azas keseimbangan, yaitu adanya keseimbangan antara komponen tindakan, tujuan dan sasaran.20

Berdasarkan data Tabel III.1 yang menunjukkan penurunan jumlah tindak pidana dari tahun 2015 ke tahun 2016.Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan kinerja kepolisian yang patut untuk diapresiasi.

Walau sesungguhnya pencapaian tersebut bukannlah semata-mata merupakan usaha Polri saja, tetapi hasil dari kerja keras semua pihak.Yakni merupakan gabungan dari kepolisian, TNI, pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang mulai terbuka dan semakin maju dalam pandangan dan kesadaran hukumnya.

Dari hasil penelitian terungkap bahwa, penegakan hukum yang dilaksanakan Polsek Padang Ulak Tanding dan Detasemen A Pelopor tidak kaku tetapi harus luwes yang artinya bahwa dalam segala upaya penegakan hukum telah terdapat tindakan diskresi demi tujuan penegakan hukum yaitu keamanan dan ketertiban. Dengan demikian berarti bahwa kinerja kepolisian semakin baik dalam penyelesaian kasusu-kasus dilapangan karena adanya keluwesan dan tindakan lain sesuai penilaian sendiri oleh petugas dilapangan (tindakan diskresi).

Efektifitas Tindakan Diskresi Anggota Polsek PUT dan Satuan Brimob Detasemen A Pelopor dalam Tugas dan Wewenangnya.

Dalam contoh kasus yang telah tersebut sebelumnya yaitu Adanya Razia Gabungan antara Polres Rejang Lebong, Polsek PUT dan di bantu Brimob Detasemen A Pelopor di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding. Yang kemudian berkembang menjadi kerusuhan dan mengarah ke konflik sosial.

Hal tersebut dipicu dari kegiatan razia yang dengan perintah wakapolres Kompol Andi Hermawan yang kemudian berkembang dan berubah pola menjadi razia dari rumah-kerumah, sehingga banyak kendaraan roda dua yang terjaring, warga tidak terima dan terjadi protes dan kerusuhan sehingga terjadi bentrok fisik antara masyarakat dan polisi. Dan penyerangan besar-besaran oleh masyarakat kepada aparat dengan menggunakan batu sehingga terdapat aparat polisi yang luka parah dan dibalas dengan tembakan peringatan dengan harapan akan menghentikan serangan warga, tetapi justru sebaliknya yang terjadi, warga makin brutal dan tembakan terarah pun dilakukan oleh Brimob sebagai pasukan pendamping Razia tersebut yang sedari awal dipersenjatai. Tembakan mengakibatkan seorang warga meninggal dunia, sehingga eskalasi meningkat dan aparat dengan membalas serangan sebagai bentuk pertahanan atau membela diri dari serangan warga, melakukan pengunduran berusaha untuk meninggalkan lokasi agar situasi menjadi terkendali.Masyarakat

(20)

memblokir jalan dengan batu besar dan kayu serta besi di sepanjang jalan lintas.Selanjutnya dilakukan mediasi oleh

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 pejabat terkait, yaitu Kapolres beserta Kapolda, Bupati dan warga/keluarga korban.

Peran kepolisian dalam tahap krisis tersebut sangatlah vital. Keterampilan penyelidikan, kecepatan dan ketepatan analisia situsional dan kecepatan serta ketepatan pengambilan keputusan menjadi sangat diperlukan dalam pengendalian kerusuhan di masa konflik. Di dalam tubuh kepolisian terdapat beberapa elemen sekaligus yang membantu menjalankan peran kepolisian dalam melaksanakan tugasnya menjaga ketertiban, yakni Samapta/ Dalmas, Brimob, Reskrim dan Intelkam. Dalam tahapan ini merujuk pada Protap 01 tahun 2010 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian , kepolisian dapat mengambil sikap represif bila diperlukan dengan catatan tetap menghindari terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Apabila kondisi kritis terus memuncak maka kepolisian dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk meminta bantuan tambahan kekuatan.

Dari kejadian tersebut terdapat tindakan mendesak yang dilakukan aparat yaitu melepaskan tembakan peringatan dan tembakan pelumpuhan.Karena pada saat itu terdapat aparat yang luka parah, dan beberapa luka sedang dan ringan, sehingga diambilah keputusan spontan penembakan tersebut.Akan tetapi penembakan tersebut mengakibatkan seorang warga meninggal dunia.

Disini terdapat perbedaan sudut pandang dengan contoh kasus yang sebelumnya, yaitu tentang situasi mendesak dan situasi aman.Diskresi efektif saat tindakan tersebut benar-benar diperlukan dan sebagai jawaban insidentil dan mendesak artinya situasi sangat perlu. Hal ini senada dengan syarat diperlakukannya diskresi dalam pasal 16 KUHAP, bahwa tindakan diskresi dilakukan dengan syarat :

1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; 3. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

4. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; danMenghormati Hak Azasi Manusia.21

Sedangkan dalam penyelesaian kasus-kasus pidana seperti yang terdapat pada Tabel.III.1, terkait penerapan diskresi kepolisian dalam menyelesaikan kasus pidana, adalah dengan mempertimbangankan hal yang umum dijadikan pegangan, antara lain:

1. Mempercepat proses penyelesaian perkara. Hal ini dilakukan mengingat melalui jalur formal, perkara yang sedang diperiksa akan selesai dalam jangka waktu lama.

2. Menghindarkan terjadinya penumpukan perkara. Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh aparat kepolisian dari hari ke hari semakin bertambah, sehingga tindakan diskresi dapat digunakan sebagai

21Op.cit.Sadjijono, Hlm.121

(21)

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017 3. sarana yang efektif untuk mengurangi beban pekerjaan.

4. Adanya keinginan agar perkara selesai dengan solusi terbaik (win-win solution), mengingat melalui cara-cara formal dapat dipastikan akan ada pihak yang kalah dan ada yang menang;

5. Adanya perasaan iba (belas kasihan) dari pihak korban, sehingga korban tidak menghendaki kasusnya diperpanjang.22

Sehingga efektifitas tindakan diskresi adalah terletak pada taraf kecerdasan atau kemampuan pejabat kepolisian yang mengambil tindakan diskresi dalam menilai situasi dilapangan, atau menganalisa keadaan dan pengetahuan atau penguasaan hukumnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian tindakan tersebut dapat digunakan dalam rangka meningkatkan pencapaian kinerja atau pelaksanaan tugas dan wewenangnya sebagai Polri menjadi lebih baik.

Pelaksanaan diskresi dilapangan tidak selalu pengambilan tindakan hukum tetapi kadang juga pemakluman tindakan atau keputusan untuk tidak bertindak. Karena dalam arti lain diskresi juga adalah wewenang untuk bertindak atau tidak bertindak dalam kewajiban hukumnya.

Pelaksanaan tindakan represif oleh Polri merupakan tindakan penegakan hukum sebagai pelaksanaan wewenangnya. Tetapi walau begitu cakupan yang besar dari tindakan diskresi sangat berbahaya bila dilakukan oleh aktor yang tidak mempunyai kapasitas yang cukup. Semangat penegakan hukum tidak selalu sesuai dengan dengan tujuan hukumnya, yang dimaksud disini dalam kaitannya dengan tindakan diskresi adalah, bahwa tindakan diskresi dalam niat baik oleh aktor dilapangan tidak selalu berbuah kebaikan, bahwa kesalahan tindakan dapat merugikan petugas dan masyarakat. Jadi bagaimanakah institusi Polri dapat menjamin seluruh anggota Polri memiliki kapasitas yang cukup baik sedangkan wewenang secara atributif telah diberikan kepada semua personil Polri tanpa terkecuali. Cukup hebatkah tahap rekruitmen penerimaan calon anggota Polri sehingga dapat menjamin bahwa semua yang lulus seleksi memiliki kapasitas yang mampu mengemban tanggungjawab diskresi yang sedemikian besarnya.

Dalam contoh kasus diatas terdapat hasil tidak baik yang diakibatkan dari tindakan diskresi Polri dilapangan, baik terhadap petugas maupun terhadap masyarakat. Bagi anggota Polri terdapat korban luka berat dan beberapa petugas menjalani hukuman disiplin sedangkan terhadap masyarakat mengakibatkan kerugian materiel bahkan hingga korban meninggal dunia. Hal tersebut menjadi bukti nyata betapa besarnya akibat dari tindakan diskresi yang salah, sedangkan secara positif tindakan diskresi dapat menyelesaikan banyak kasus dan meredakan situasi konflik serta meningkatkan kinerja Polri.

Dengan penerapan diskresi tersebut hukum menjadi fleksibel namun progresif dan Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

ISSN 2407-4233 Volume 4 Nomor 2 Desember 2017

22Op.cit.yosadadmaja.blogspot.com

(22)

berorientasi pada tujuan hukumnya (filosofi hukum progresif)

Menurut Prof Sutjipto Raharjo bahwa, seyogyanya hukum harus ditempatkan pada dimensi hakiki atau filosofisnya, sehingga hukum bisa menjadikan dirinya sebagai anak yang tidak durhaka atas masyarakat yang melahirkan serta membesarkannya.23 Lebih lanjut Prof Sutjipto mengemukakan bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya.Hukum progresif harus memiliki landasan nilai yang tidakterjebak ke dalam semangat legal formal semata, namun memihak kepada semangat kemanusiaan (spirit of humanity).24

Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian dan analisa dari pembahasan, penulis dalam tindakan dan akuntabilitas diskresi kepolisian di Polsek Padang Ulak Tanding dan Detasemen A Pelopor serta efektivitas dari tindakan diskresi tersebut dalam tugas dan tanggungjawabnya, sehingga dari 2 (dua) permasalahan yang dibahas, penulis dapat kesimpulan sebagai berikut :

1. “Untuk kepentingan umum Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri” Dan dalam penjelasannya disebutkan “ Yang dimaksud dengan “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang boleh dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum”. Tindakan diskresi telah dilakukan diberbagai kasus yang terjadi di wilayah hukum Polsek PUT baik oleh anggota Polsek maupun Brimob Detasemen A Pelopor. Penerapan diskresi meliputi dua aspek yaitu diterapkan pada keadaan insidentil dan memaksa sebagai reaksi cepat-tanggap guna mengatasi/mengendalikan keadaan, sedangkan pada aspek penyelesaian kasus diterapkanguna mempercepat proses penyelesaian perkara, menghindari terjadinya penumpukan perkara dan adanya keinginan agar perkara selesai dengan solusi terbaik (win-win solution) diantara yang berperkara.Kinerja kepolisian dapat dilihat dari indikator kinerja utama kepolisian sesuai dengan Perkap Nomor 18 Tahun 2012, Tentang Penyusunan Indikator Kerja Utama di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, tetapi sayangnya belum semua satuan kerja kepolisian membuat atau menyususn indikator kinerja utama (IKU) termasuk diantaranya adalah pada satuan kerja

23Rizal Mutansyir, Landasan Pilosofis Mashab Hukum Progresif : Tinjauan Hukum,Jurnal UGM,Jogjakarta,https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/viewFile/3512/10267 diakses pada29/8/2017, 16.48 wib.

24Eko Budi, Penerapan Hukum Progresif Dalam Penegakan Hukum di

Indonesia,http://ditpolairdajambi.blogspot.co.id/2015/01/penerapan-hukum-progresif-dalam.html, diakses pada 29/08/2017, 18.12 wib.

(23)

2. yang penulis teliti. Tetapi dari data selama penelitian dan wawancara dapat penulis simpulkan bahwa dengan adanya diskresi maka banyak kasus dapat terselesaikan, pada situasi mendesak untuk kepentingan umum suatu konflik dapat direda dan bahkan diselesaikan. Sehingga kinerja petugas kepolisian dilapangan dapat berjalan dengan lebih lancar. Dengan kata lain diskresi dapat meningkatkan kinerja anggota kepolisian.

3. Bahwa efektivitas dari diskresi adalah terletak pada “si” pelaksana diskresi yang dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, pengetahuan, dan kemampuan manajemen konflik. Jika pengambil tindakan diskresi kurang memadahi dalam hal tersebut maka maksud dan tujuan diskresi bisa berujung pada pelanggaran disiplin atau bahkan tindak pidana.

Saran

1. Kewenangan diskresi yang begitu luas harus diimbangi oleh aktor (Polri) yang mempunyai kapasitas yang baik agar diskresi tidak disalahgunakan dan menghindari kesalahan analisa dan tindakan dilapangan, maka dari itu; proses rekruitmen dan seleksi penerimaan Polri perlu dikaji ulang serta revisi regulasi dalam hal ini Undang-undang Polri, perlu membatatasi aktor (polri) yang berwenang melakukan tindakan diskresi kelembagaan (bukan perorangan), sehingga kebijakan perintah kepada bawahannya tidak berdampak tidak baik dan atau mengarah pada penyalahgunaan wewenang.

2. Diperlukan regulasi ulang tentang indikator kenerja kepolisian yang memuat suatu kewajiban dan sanksi, karena yang ada sekarang adalah regulasi pedoman pembuatan indikator saja, dengan tujuan agar memiliki keseragaman bila suatu satuan kerja dilingkungan Kepolisian akan membuat suatu indikator kinerja.Sehingga semua satuan kerja kepolisian akan wajib memiliki standar indikator kinerja dan mengetahui tingkat pencapaian kinerja satuan kerjanya serta dapat mengevaluasi kinerja , termasuk evaluasi tindakan diskresi sebelumnya. Dan apabila tidak dibuat akan ada sanksinya. Evaluasi tersebut nantinya dapat sebagai acuan perbaikan kinerja dan anev (atensi perbaikan) yang diharapkan dapat memacu efektifitas kinerja kepolisian.

Daftar Pustaka Buku

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2007 J.Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002

J.Supranto, Soemitro, Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran,Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1986.

Mattew B Miles dan A Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI Press, 1992 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana ; Perspektif Eksistensialisme dan

23

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

(24)

Abilisionisme, Cet II revisi, Bina Cipta, Bandung, 1996

Sadjijono,Memahami Hukum Kepolisian, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Internet

Akhdi Martin Pratama, Cerita Heroik Polantas yang Gagalkan Aksi Penodongan di dalamAngkot,http:/megapolitan.kompas.com, 10 April 2017, 14.32 wib.

Badrodin Haiti dalam Kuliah umum UMJ, Peran Polri Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia,

http://umj.ac.id, 25 April 2017, 18.15 wib

Eko Budi, Penerapan Hukum Progresif Dalam Penegakan Hukum di Indonesia,http://ditpolairdajambi.blogspot.co.id/2015/01/penerapan-hukum-progresif-dalam.html, diakses pada 29/08/2017, 18.12 wib.

Rizal Mutansyir, Landasan Pilosofis Mashab Hukum Progresif : Tinjauan Hukum,JurnalUGM,Jogjakarta,https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/viewFile/3512/10267 diakses pada29/8/2017, 16.48 wib.

Tribun news.com, Polisi Mengaku Kejar Mobil Korban Hingga 1 Km,www.trbunnews.com, Rabu, 19 April 2017, 05:44 WIB

24

Jurnal

Jendela Hukum dan Keadilan

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan prestasi yang telah dicapai dan untuk mengantisipasi restrukturisasi lanjutan di bidang telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah, TELKOM terus

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Bupati dapat

Sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap tumbuhan mangrove terutama spesies R apiculata yang berasal dari kawasan hutan mangrove Bontang Kaltim mengenai

Berdasarkan paparan data tentang aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas IX- E SMP Negeri 1 Pogalan, peneliti melakukan refleksi dari hasil temuan kegiatan penelitian sebagai

Berlandaskan tujuan Universitas Mercu Buana, yaitu menjadi lembaga pendidikan tinggi yang unggul untuk menghasilkan tenaga professional berjiwa wirausaha yang menguasai

negara berkembang pre'alensi g(n(re menempati tempat teratas dari semua jenis PMS. &alam kaitann!a dengan in#eksi H)*+A)&S$ ,nited States Bureau (# -ensus pada //5

Pada tabel 3 di atas dapat dilihat, untuk mencapai posisi sebagai perusahaan yang beretika dan bertanggung jawab maka salah satunya harus melaksanakan program CSR yang

Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Eka Rusnani Fauziah (2013). Hasil yang dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh game online terhadap