LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Kritis pada Program Studi DIII Keperawatan Purwokerto
Prapti Wiji Wahyuni NIM. P1337420214047
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN
LAPORAN PENDAHULUAN gangguan pernapasan seperti asma. Penyakit asma adalah penyakit kongenital atau keturunan yang dibawa orang tua yang karier pada anaknya. Namun akhir- akhir ini penyakit asma karena keturunan bukanlah penyebab utama asma, tetapi karena pola hidup individu dan masyarakat itu sendiri yang menjadi faktor penyebab asma dan lingkungan yang kurang sehat seperti polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar juga merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma (Nilawati, 2008).
Asma atau obstruksi jalan napas secara umum terjadi ketika bronkhi mengalami inflamasi atau peradangan akibat suatu rangsangan atau alergen. Penyakit ini menyebabkan penyempitan pada saluran pernapasan sehingga menimbulkan kesulitan dalam bernapas, batuk, dan suara nafas yang mengi, asma dapat terjadi pada siapa saja sembarang golongan usia.
Beberapa cara perlu dilakukan dalam menangani asma. Gejala asma memerlukan pengobatan yang bertujuan untuk meminimalkan gejala kronis yang mengganggu aktifitas normal, mencegah eksaserbasi berulang, meminimalkan perujukan ke rumah sakit, dan untuk mempertahankan fungsi normal paru. Oleh karena itu dalam penanganan terapi harus memperhatikan keamanan pengobatan, potensi ADR (Adverse Drug Reaction) dan biaya pengobatan untuk mencapai tujuan. Kejadian atau kemungkinan kejadian adverse event yang melibatkan terapi baik bersifat aktual atau potensial dapat mengganggu hasil akhir suatu terapi, salah satunya adalah ADR atau reaksi obat yang tidak diinginkan. Salah satu usaha untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan adalah dengan studi farmakovigilans oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang telah dicanangkan dalam peraturan Kepala BPOM RI nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tahun 2011, untuk menerapkan farmakovigilans yang merupakan kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan ADR atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Tujuan farmakovigilans adalah untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien terkait pengobatan yang didapatnya, dari kemungkinan kejadian ADR, yang bersifat individual.
2. Definisi
dan gejala berupa batuk, mengi atau wheezing, dada terasa terikat dan sesak napas.
3. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) dan Widjaya (2010) faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma yaitu: Genetik, alergennfeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga atau kegiatan berlebih, obat-obatan, iritan, lingkungan kerja. Selain itu factor pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi ( infeksi virus RSV), iklim (perubahan suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), aspirin, kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Nurarif dan Kusuma, 2015).
4. Tanda dan Gejala
Menurut Plottel (2012), Ringel (2012), dan Saputra (2010) tanda dan gejala asma bronkhial yaitu : Batuk, bising mengi (wheezing), napas pendek, dada terasa terikat atau sesak napas (dipsneu), pernapasan yang tidak nyaman, peningkatan produksi mukus.
5. Patofisiologi
7. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah: a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada tahun 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20% menunjukkan diagnosis asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh. c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat.
B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian
a. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya, serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asma.
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 & Asmadi 2008). 2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen. d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih. g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 3. Perencanaan tindakan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan: Jalan napas menjadi efektif. Kriteria hasil:
1) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas.
2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan.
3) Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
4) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat Rasional: Membantu mempermudah pengeluaran sekret. 5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional: Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea, mengeluarkan sekret.
6) Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional: Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme Tujuan: Pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil:
1) Pola napas efektif.
2) Bunyi napas normal kembali. 3) Batuk berkurang.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional: Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas.
2) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas. 3) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional: Memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan. 4) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional: Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas. c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen
Tujuan: Dapat mempertahankan pertukaran gas. Kriteria hasil:
1) Tidak ada dispnea. 2) Pernapasan normal. Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk bernapas
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.
5) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
6) Palpasi Fremirus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
7) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional: Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
8) Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Rasional: Dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
Tujuan: Tidak mengalami infeksi nosokomial. Kriteria hasil:
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi. 2) Mukosa mulut lembab.
3) Batuk berkurang. Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi. 2) Observasi warna, karakter, jumlah sputum
3) Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh. 4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional: Antibiotik dapat mencegah masuknya kuman kedalam tubuh. e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan: Kecemasan pasien berkurang.
Rasional: Mengetahui skala kecemasan pasien. 2) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional: Menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas.
3) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional: Mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.
4) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional: Mengurangi rasa cemas yang dialami pasien f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan: Pola tidur terpenuhi. Kriteria hasil:
1) Pola tidur 6-7 jam per hari.
2) Tidur tidak terganggu karena batuk. Intervensi:
1) Kaji pola tidur setiap hari
Rasional: Mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi. 2) Beri posisi yang nyaman
3) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: Menciptakan suasana yang tenang.
4) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai Rasional: Menciptakan suasana yang tenang.
5) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk penyembuhan
Rasional: Menambah pengetahuan.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan: Aktivitas normal
Kriteria hasil:
1) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas.
2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri. Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional: Mengetahui tingkat aktivitas pasien.
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien Rasional: Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari.
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional: Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri. asuhan keperawatan dimana pada tahap ini membandingkan antara kriteria hasil dengan hasil yang dicapai setelah dilakukan implementasi.
b. Pola napas kembali efektif.
c. Pertukaran gas dapat dipertahankan. d. Terhindar dari infeksi nosokomial. e. Kecemasan pada pasien berkurang. f. Pola tidur terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Mahardika, Aisah, & Pohan. (2013). Perbedaan frekuensi kekambuhan asma berdasarkan kebiasaan mengikuti senam asma pada penderita di balai kesehatan paru masyarakat semarang. Jurusan keperawatan. (online). (jurma.unimus.ac.id/index.php/perawat/article/viewFile/168/168, diakses pada tanggal 1 Februari 2017).
Khamdan, M. (2013). Asuhan keperawatan keluarga tn.t dengan masalah utama sistem pernapasan: asma pada ny.t di desa pucangan wilayah kerja puskesmas kartasura sukoharjo. (online). (eprints.ums.ac.id/25465/15 /NASKAH_PUBLIKASI.pdf, diakses pada tanggal 1 januari 2017).
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda (north american nursing diagnosis association) NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction publishing.
http://serpihanilmuku.blogspot.co.id/2014/05/pathway-asma-pohon-masalah-asma.html, diakses pada tanggal 1 Februari 2017.