i
KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI
DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Progam Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Monica Alusiana Karisa Putri
NIM: 121124004
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii S K R I P S I
KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI
DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017
Oleh:
Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
iii S K R I P S I
KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI
DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 27 Februari 2017
Dan dinyatakan memenuhi syarat SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda tangan
Ketua :Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. ...
Sekertaris : Y. Kristianto, SFK, M.Pd. ...
Anggota : 1. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ, M.Ed. ...
2. F. X. Dapiyanta, SFK, M.Pd ...
3. Dr. I.L. Madya Utama, SJ. ...
Yogyakarta, 27 Februari 2017 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Kedua Orang Tuaku
Bapakku, Aloysius Sunarta dan Mamaku, Anastasia Sulastri
Adikku Tercinta
Bripda. Robertus Bima Adhi Nugraha
Nenekku Tersayang Maria Poniyem Pawiro Diharja
Penyemangat dan Kekasihku Bripda. Yohanes Prasetyo Nugroho
Sahabat Seperjuanganku
Heronimus Galih Priambada, Sheilla Putri Nur Sagita, Andreas Sigit Kurniawan, dan Lidya Putri Herawati
Teman-temanku
Teman-teman Seperjuangan Angkatan 2012 & Mas Drajad Aji Y.
v MOTTO
“Iman Bukan Keyakinan Badai Pasti Berlalu, tapi Percaya Tuhan Selalu
Besertamu.”
(Christoper Tapi Heru)
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta,
menerima dan setiap orang yang mencari, mendapatdan setiap orang yang
mengetok, baginya pintu dibukakan.”
(Mat 7: 7-8)
“Memayu Hayuning Diri, Memayu Hayuning Kulawarga,
Memayu Hayuning Sesami, Memayu Hayuning Bawana.”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan kesungguhan bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 27 Februari 2017
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:
Nama : Monica Alusiana Karisa Putri
Nomor Mahasiswa : 121124004
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 27 Februari 2017 Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “KEMAMPUAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017.” Penulis memilih judul ini berdasarkan kesan pada saat PPL PAK SD dan PPL PAK Menengah terhadap kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik terutama dalam kegiatan belajar mengajar yang terkadang membuat siswa kurang termotivasi untuk belajar. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki tugas untuk mewartakan Kabar Gembira kepada siswanya, maka dibutuhkan kemampuan melakukan komunikasi interpersonal yang memadai. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para guru Pendidikan Agama Katolik seringkali kurang dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya.
Persoalan pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah sejauh mana kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Menanggapi persoalan tersebut, penulis menjelaskan pengertian komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik, pengertian motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik, dan hubungan antara keduanya melalui kajian pustaka. Kajian pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni pandangan para ahli. Skripsi ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penulis mengumpulkan data dengan trianggulasi tehnik yaitu dengan: wawancara dengan seorang guru Pendidikan Agama Katolik dan 5 orang siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu, observasi komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa, dan dengan kuesioner yang dibagikan kepada siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu sudah melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, namun komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik masih harus ditingkatkan lagi supaya setiap siswa semakin bersemangat untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik.
Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh untuk meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Kemampuan komunikasi interpersonal guru membuat guru Pendidikan Agama Katolik dapat mengenal siswanya lebih mendalam sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar Pendidikan Agama Katolik. Penulis
memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan lokakarya demi
ix ABSTRACT
This thesis is entitled as “THE INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION TEACHER AND ITS AFFECTION TOWARDS MOTIVATION TO LEARN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL’S STUDENTS BATCH 2016/2017”. The writer decides to choose this title based on the impression of joining PPL PAK SD and PPL PAK PM towards interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teacher, especially in teaching and learning activities which sometimes make the students bored and less enthusiastic to learn. Catholic Religious Education teacher has a responsibility to proclaim The Good News to the students. In that matter, the teacher needs an adequate interpersonal communication. However, the reality shows that Catholic Religious Education teachers are often lack of doing the interpersonal communication with their students.
The main issue that is discussed in this thesis is how far Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication skill affects motivation to learn Catholic Religious Education for the students. In order to respond the issue, the writer elaborates the definition of Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication, the definition of Catholic Religious Education’s learning motivation, and the relation between both definitions through literature review. The literature review is conducted by qualitative approach with descriptive method. The writer gathers the data with triangulation techniques, which are: an interview with a Catholic Religious Education teacher and five seventh grader students at Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School; an observation about Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication and the students’ motivation to learn Catholic Religious Education’s subject; and a questionnaire that is distributed to the seventh grade students of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School. The result shows that Catholic Religious Education teacher of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School has done interpersonal communication with the students, however the teacher’s interpersonal communication should be improved, so that every student will be more enthusiastic to learn Catholic Religious Education’s subject.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena telah
membimbing, menguatkan, dan menerangi penulis dengan kasih karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KEMAMPUAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK DAN PENGARUHNYA UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI
DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS TAHUN AJARAN
2016/2017. Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai sumbangan pemikiran dan
inspirasi bagi para guru, terutama guru Pendidikan Agama Katolik untuk dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guna meningkatkan motivasi
belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat
pendampingan, dukungan, bimbingan, motivasi, dan doa dari berbagai pihak.
Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M. Ed., selaku dosen utama yang
telah mendampingi, menuntun, mengembangkan ide, memberikan motivasi
dengan penuh kasih dan kesabaran.
2. F. X. Dapiyanta, SFK., M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji yang telah memberikan perhatian, memberikan semangat, dan
xi
3. Dr. I. L. Madya Utama, SJ selaku dosen penguji yang telah memberikan
semangat dan memberikan masukan demi penyelesaian skripsi ini.
4. Segenap staf dosen Prodi PAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis
selama belajar sampai terselesaikannya skripsi ini.
5. Segenap staf sekretariat, perpustakaan Prodi PAK, dan seluruh karyawan
yang telah mendukung penulis selama penulis belajar.
6. Celsius Suhartanta, S. Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur St.
Vincentius Sedayu yang telah memberikan ijin dan mendukung penulis untuk
dapat menjalankan penelitian di sekolah.
7. B. Budi Harsiwiyanti, S. Ag., selaku guru Pendidikan Agama Katolik di SMP
Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu yang telah membantu, mendukung, dan
mendoakan penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh siswa-siswi kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu
yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner
dalam penelitian.
9. Kedua orang tuaku dan adikku atas segala motivasi, doa, dan semua
dukungan yang membuatku terus bersemangat dalam belajar hingga akhirnya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Yohanes Prasetyo Nugroho yang telah membantuku, mendukungku, dan
selalu mendoakan aku hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
11.Sahabat-sahabatku seperjuangan yaitu: Lidya Putri Herawati, Heronimus
xii
atas motivasi, bantuan, doa, dan semua dukungan sehingga aku dapat
menyelesaikan studiku di Prodi PAK.
12.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat
dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
13.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan, dukungan, dan doa sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari keterbatasan pengalaman dan pengetahuan dalam
menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
para membaca yang bersifat membangun. Penulis berharap, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 10 Februari 2017
Penulis
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... vi
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 8
E. Metode Penulisan ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI BELAJAR 11 A. Komunikasi Interpersonal ... 12
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 12
a. Pengertian Komunikasi ... 12
b. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 14
2. Pendekatan Komunikasi Interpersonal ... 15
a. Pendekatan Dialogis ... 16
b. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup ... 17
c. Pendekatan Persuasif ... 19
xiv
4. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 23
5. Sikap yang Mendukung Komunikasi Interpersonal ... 25
6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik . 26 a. Guru ... 28
b. Guru Pendidikan Agama Katolik ... 29
c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik ... 31
B. Motivasi Belajar ... 33
1. Pengertian Motivasi Belajar ... 33
a. Pengertian Motivasi ... 33
b. Pengertian Motivasi Belajar ... 34
2. Motivasi Belajar Berdasarkan Sifatnya ... 34
a. Motivasi Ekstrinsik ... 34
b. Motivasi Intrinsik ... 35
3. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 37
4. Pentingnya Motivasi Belajar dalam Mempelajari Pendidikan Agama Katolik... 38
C. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa ... 40
BAB III GAMBARAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU ... 46
A. Gambaran Umum SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu .... 47
1. Sejarah SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 48
2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50
a. Visi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50
b. Misi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50
c. Tujuan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50
xv
a. Lingkungan Fisik ... 51
b. Lingkungan Administratif Sekolah ... 53
c. Lingkungan Akademis ... 56
d. Lingkungan Sosial ... 58
4. Gambaran Guru SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu .. 59
5. Gambaran Siswa SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu . 61 B. Penelitian tentang Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 62
1. Latar Belakang Penelitian ... 62
2. Variabel Penelitian ... 65
3. Definisi Konseptual ... 66
4. Tujuan Penelitian ... 66
5. Jenis Penelitian ... 67
6. Responden Penelitian ... 68
7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69
8. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data 69 a. Wawancara ... 71
b. Observasi ... 71
c. Kuesioner ... 73
9. Kisi-kisi ... 75
C. Laporan Penelitian Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 80
1. Laporan Hasil Wawancara ... 81
2. Laporan Hasil Observasi ... 91
3. Laporan Hasil Kuesioner ... 96
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109
xvi
2. Gambaran Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII di SMP Pangudi
Luhur St. Vincentius Sedayu ... 113
3. Gambaran Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi Kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 116
E. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 118
BAB IV UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA ... 121
A. Pentingnya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Rangka Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Para Siswa... 122
B. Usulan Program Lokakarya untuk MGMP Pendidikan Agama Katolik di Kabupaten Bantul ... 125
C. Rincian Usulan Program Lokakarya ... 131
BAB V PENUTUP ... 151
A. Kesimpulan ... 151
B. Saran ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 157
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Sudah Penelitian ... (2)
Lampiran 3: Jadwal Penelitian ... (3)
Lampiran 4: Panduan Pertanyaan Wawancara untuk Guru Pendidikan Agama Katolik ... (5)
Lampiran 5: Panduan Pertanyaan Wawancara untuk Siswa ... (7)
Lampiran 6: Panduan Observasi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran ... (9)
Lampiran 7: Panduan Observasi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Saat Jam Pelajaran ... (10)
xvii
Lampiran 9: Kuesioner ... (12)
Lampiran 10: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Guru Pendidikan Agama Katolik ... (16)
Lampiran 11: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 1 .... (21)
Lampiran 12: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 2 .... (24)
Lampiran 13: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 3 .... (27)
Lampiran 14: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 4 .... (30)
Lampiran 15: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 5 .... (33)
Lampiran 16: Hasil Observasi Behavioral Checklist I: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran 1 ... (36)
Lampiran 17: Hasil Observasi Behavioral Checklist I: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran 2 ... (37)
Lampiran 18: Hasil Observasi Behavioral Checklist II: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Saat Jam Pelajaran 1 ... (38)
Lampiran 19: Hasil Observasi Behavioral Checklist II: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Saat Jam Pelajaran 2 ... (39)
Lampiran 20: Hasil Observasi Behavioral Checklist III: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII C ... (40)
Lampiran 21: Hasil Observasi Behavioral Checklist III: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII A ... (41)
Lampiran 22: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII A ... (42)
Lampiran 23: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII B ... (43)
Lampiran 24: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII C ... (44)
Lampiran 25: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII A/No 6 ... (45)
Lampiran 26: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII A/No 11 ... (48)
Lampiran 27: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII B/No 5 ... (51)
Lampiran 28: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII B/No 21 ... (54)
xviii
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1: A-A Procedure ... 21 Tabel 2: Kisi-kisi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik ... 85 Tabel 3: Kisi-kisi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik ... 91 Tabel 4: Kuesioner I: Hasil Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga formal pendidikan di Indonesia mengacu pada
UU No. 20 tahun 2003. Dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertanggung
jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yang membantu
setiap siswanya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara utuh.
Kegiatan utama yang diselenggarakan di sekolah adalah belajar. Hamzah
(2006: 11) menjelaskan arti belajar sebagai suatu usaha yang dilakukan para
pembelajar untuk memperoleh tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai hasil
dari pengalamannya sendiri. Maka, diharapkan apabila siswa belajar dengan baik
di sekolah, ia dapat berkembang secara utuh baik itu dari segi kognitif, segi
afektif, segi psikomotorik, maupun segi spiritual. Usaha untuk mencapai tujuan
belajar tidak dapat lepas dari peran guru, oleh karena itu guru harus mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa.
Pada dasarnya proses belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang
mengungkapkan bahwa siswa tidak bersemangat belajar jika tidak termotivasi
untuk belajar. Siswa tidak dapat dipaksa untuk belajar. Artinya, untuk dapat
belajar, setiap siswa haruslah memiliki keinginan untuk belajar. Siswa harus
memiliki motivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual yang peranannya khas
dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk belajar.
Oleh karena itu, motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
proses belajar seseorang. Seorang siswa dapat belajar secara efisien jika siswa
memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari
luar dirinya.
Moh. Uzer (1989: 29) mengatakan bahwa siswa saat melakukan kegiatan
belajar dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Uzer motivasi
intrinsik adalah keinginan siswa untuk belajar yang berasal dari dalam diri sendiri
tanpa paksaan dan dorongan dari orang lain, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
keinginan siswa untuk belajar sebagai akibat pengaruh dari luar yaitu karena
adanya ajakan maupun suruhan. Siswa akan belajar dengan baik apabila motivasi
belajar yang timbul dari dalam dan luar harus berjalan dengan seimbang dan
saling melengkapi sehingga motivasi siswa untuk belajar dan kegiatan belajar
mengajar akan berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan.
Motivasi belajar menurut Samana (1994: 70) adalah “alasan, pertimbangan,
dan dorongan yang menjadikan seseorang berkegiatan belajar.” Berdasarkan
Agama Katolik melihat bahwa motivasi belajar siswa pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Katolik cenderung masih rendah dibandingkan dengan
motivasi untuk mempelajari mata pelajaran lainnya. Rendahnya motivasi untuk
mengikuti pelajaran maupun mempelajari pendidikan Agama Katolik disebabkan
banyak faktor baik faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa.
Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah
diduga faktor dari dalam diri siswa yang menyebabkan rendahnya motivasi untuk
mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah siswa mengganggap bahwa
pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional lebih penting dibandingkan mata
pelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga siswa cenderung meremehkan.
Siswa sering kali belum mengetahui tujuan atau manfaat dari mempelajari
pelajaran Pendidikan Agama Katolik, atau siswa sedang sakit sehingga tidak
bersemangat dalam belajar. Faktor lain dari dalam diri siswa yang mempengaruhi
rendahnya motivasi belajar adalah siswa bersikap pasif sehingga saat tidak bisa
memahami pelajaran, siswa tidak mau bertanya dan membuat semakin banyak
pengetahuan tertinggal. Banyak faktor dari dalam diri siswa yang membuat siswa
merasa kurang termotivasi untuk belajar, maka di sinilah tugas seorang guru untuk
membantu siswa termotivasi untuk belajar dengan lebih baik.
Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah
diduga salah satu faktor dari luar diri siswa yang menyebabkan rendahnya
motivasi siswa untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah dari faktor
guru. Hal ini bisa terjadi karena guru Pendidikan Agama Katolik hanya
semata. Guru sering kali kurang kreatif dalam menyajikan pelajaran sehingga
membuat siswa merasa bosan. Guru tidak secara jelas menyampaikan tujuan
belajar. Sering kali, guru belum bisa membangun suasana belajar yang
menyenangkan. Guru juga sering bersikap kurang menyenangkan dan kurang
bersemangat, contohnya: guru tidak ramah dan juga volume suara guru terlalu
kecil. Guru juga sering kali kurang memiliki empati pada setiap siswa.
Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah
diduga faktor dari sisi guru yang lainnya adalah guru belum mampu melakukan
komunikasi interpersonal secara baik dengan setiap siswanya sehingga cenderung
guru yang lebih aktif dalam berbicara yang membuat siswa kurang memiliki
kesempatan untuk berpendapat atau mengungkapkan perasaannya. Guru juga
sering kali belum bisa untuk mendengarkan siswa baik itu: pertanyaan,
pernyataan, maupun pengalaman yang dialami siswa. Guru sering kali kurang
sabar dalam menjawab pertanyaan siswa. Pelajaran Pendidikan Agama Katolik
akan menjadi kurang mengesankan apabila guru belum bisa mengkomunikasikan
pengalaman atau pergulatan hidupnya dalam terang iman akan Yesus Kristus.
Guru yang belum bisa mengkomunikasikan atau membagikan pengalaman
hidupnya akan kasih Allah kepada siswanya akan membuat pelajaran Pendidikan
Agama Katolik menjadi teori-teori semata, tanpa adanya keteladanan iman dalam
hidup konkret. Seluruh faktor eksternal dari sisi guru Pendidikan Agama Katolik
ini sangat berpengaruh pada motivasi belajar siswa.
Idealnya melalui Pendidikan Agama Katolik siswa dapat tumbuh dan
untuk mencapai tujuan ini dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik sangat
diperlukan adanya motivasi belajar dari diri siswa supaya mereka bersemangat
dalam mengenal Yesus Kristus dan berkomitmen setia kepada Tuhan Yesus
Kristus, dan siap terlibat aktif dalam mewujudkan nilai-nilai cinta kasih di tengah
masyarakat. Namun, ketika siswa kurang bersemangat dalam belajar maka di
sinilah peran seorang guru Pendidikan Agama Katolik untuk memotivasi siswa.
Moh. Uzer (1989: 24) menjelaskan mengenai tugas guru adalah membangkitkan
motivasi anak sehingga siswa bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar.
Motivasi belajar merupakan hal utama yang harus dimiliki siswa karena
dengan motivasi belajar siswa tergerak untuk semangat dalam belajar Pendidikan
Agama Katolik dan demi mewujudnyatakan tujuan UU No 20 tahun 2003 tentang
pembentukan manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tanpa adanya motivasi belajar pada diri siswa, maka siswa tidak akan optimal
dalam melakukan aktivitas belajar. Tujuan dari pendidikan akan tercapai bila
setiap siswa memiliki motivasi intrinsik. Namun, bagi siswa yang kurang
memiliki motivasi intrinsik, peran guru dalam memberikan motivasi ekstrinsik
sangatlah dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat diterapkan guru dalam rangka
memotivasi siswa secara ekstrinsik yaitu dengan mengusahakan komunikasi
interpersonal yang efektif.
Kesuksesan berjalannya Pendidikan Agama Katolik di sekolah salah
satunya sangat bergantung pada kualitas guru Pendidikan Agama Katolik. Inti dari
pelajaran yang disampaikan guru Pendidikan Agama Katolik kepada siswa adalah
kata-kata, melainkan juga dengan tindakan yang dijiwai oleh Roh Ilahi (Komisi
Pendidikan KWI, 1991: 25). Tindakan yang dapat dilakukan guru Pendidikan
Agama Katolik dalam meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik
bagi siswa adalah dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa.
Komunikasi interpersonal digambarkan sebagai komunikasi yang dekat dan
mendalam yang dapat membantu orang lain untuk memperbaiki sikap menjadi
lebih baik menuju perubahan citra diri yang lebih baik pula. Komunikasi yang
dekat dan mendalam dilakukan supaya antara komunikator dan komunikan dapat
saling memahami dan berbagi mengenai apa yang menjadi harapannya (Ruben,
Brent D & Lea P. Stewart, 2013: 268). Komunikasi interpersonal akan
mempererat hubungan antara guru dengan siswa yang sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran, baik pada saat di dalam maupun di luar kelas.
Proses pembelajaran memerlukan sebuah komunikasi yang mampu
mendorong serta mengarahkan siswa pada tujuan pembelajaran. Karena itu, perlu
menciptakan komunikasi yang mampu merangsang siswa untuk aktif dalam
kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, seorang guru Pendidikan Agama
Katolik mempunyai peranan memotivasi siswa dalam belajar dengan melakukan
komunikasi interpersonal dengan para siswa secara lebih personal dan mendalam.
Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh guru dapat dilakukan dengan
tujuan untuk mengajak dan mempengaruhi siswa untuk lebih bersemangat dalam
belajar termasuk saat belajar Pendidikan Agama Katolik. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Kemampuan Komunikasi
Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi SMP Pangudi Luhur St.
Vincentius Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017.”
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah yang akan
diteliti sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal Guru Pendidikan
Agama Katolik dan apa pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan
Agama Katolik?
2. Bagaimana gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama
Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama
Katolik siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu?
3. Usaha apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal Guru
Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi belajar
Pendidikan Agama Katolik.
2. Untuk mengetahui gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan
Agama Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan
3. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoretis:
a. Hasil penulisan ini, diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan gagasan
bagi peningkatan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik pada jenjang
pendidikan SMP, sehingga diharapkan para guru Pendidikan Agama Katolik
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran tersebut.
b. Memberikan sumbangan alternatif tentang pengaruh kemampuan komunikasi
interpersonal guru terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik.
2. Manfaat Praktis:
Melalui penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
guru dalam memotivasi siswa agar serius dalam mempelajari Pendidikan Agama
Katolik.
E. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian kualitatif yang
menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif dipilih untuk menjelaskan
pengertian komunikasi interpersonal guru dan pengaruhnya untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa. Herdiansyah (2012: 13) menjelaskan pendekatan
kualitatif berorientasi pada situasi alamiah sehingga peneliti tidak memanipulasi
mengumpulkan data akan menggunakan trianggulasi tehnik dengan wawancara,
observasi, dan menyebarkan kuesioner untuk para siswa. Wawancara akan
dilaksanakan dengan guru dan beberapa siswa guna mengetahui bagaimana
komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa dan bagaimana motivasi
belajar siswa berdasarkan fakta dan situasi yang ada di lapangan. Penulis juga
akan melakukan observasi terkait dengan komunikasi interpersonal guru
Pendidikan Agama Katolik saat jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran,
serta mengobservasi mengenai motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik
siswa. Kuesioner akan dibagikan kepada siswa gunanya untuk melengkapi dan
melakukan cross check data hasil wawancara dan observasi. Hasil penelitian
akan dibahas dan dijelaskan. Pada bagian akhir, penulis akan memberikan
sumbangan berdasarkan hasil dari kajian pustaka dan hasil dari penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai tulisan ini, penulis akan
menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB II : Dalam bab ini, penulis akan menuliskan mengenai tinjauan
pustaka yang berisikan pengertian komunikasi interpersonal dan
sejauh mana komunikasi interpersonal berpengaruh bagi
BAB III : Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai gambaran
komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik
dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama
Katolik pada siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius
Sedayu.
BAB IV : Dalam bab ini penulis akan menyampaikan usaha yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik.
BAB II
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI BELAJAR
Pada bab sebelumnya, penulis telah menyampaikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan. Dalam Bab ini penulis akan menindaklanjuti
dengan memberikan gambaran mengenai komunikasi interpersonal dan motivasi
belajar siswa secara lebih mendalam. Bab ini berisi kajian pustaka mengenai
komunikasi interpersonal, motivasi belajar siswa dari teori dan pendapat para ahli,
dan memaparkan komunikasi interpersonal dan pengaruhnya untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam
penulisan skripsi ini.
Bab II ini menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal sebagai
komunikasi antarpribadi yang sering dilakukan dengan frekuensinya cukup tinggi
dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi interpersonal merupakan
interaksi antarpribadi yang memandang orang lain sebagai subjek sehingga
tercipta rasa saling menerima dan saling menghargai. Komunikasi interpersonal
memberikan jawaban pada kebutuhan manusia yaitu dengan saling memberikan
kasih sayang dan perhatian. Pada bagian pertama bab ini penulis akan membahas
mengenai komunikasi interpersonal secara umum dilanjutkan dengan komunikasi
interpersonal dalam konteks guru Pendidikan Agama Katolik yang meliputi
pemahaman yang menguraikan pengertian komunikasi dan pengertian komunikasi
interpersonal, tujuan komunikasi interpersonal, sikap yang mendukung
komunikasi interpersonal, dan komunikasi interpersonal bagi guru Pendidikan
Agama Katolik. Bagian kedua akan menguraikan mengenai pengertian motivasi
dan motivasi belajar, motivasi belajar berdasarkan sifatnya, fungsi motivasi
belajar dalam pelajaran, dan pentingnya motivasi belajar dalam mempelajari
Pendidikan Agama Katolik. Bagian ketiga atau bagian terahir penulis akan
menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik
dan pengaruhnya untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Pendidikan
Agama Katolik.
A. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal
a. Pengertian Komunikasi
Riswandi (2009:1-2) juga menjelaskan etimologi kata komunikasi yang
berasal dari bahasa Inggris yaitu communication yang berarti “berbagi atau
menjadi milik bersama.” Untuk melengkapi definisi komunikasi, Riswandi juga
mengutip pandangan beberapa ahli antara lain Bernard Berelson & Gary A.
Steiner yang menjelaskan komunikasi sebagai “suatu proses penyampaian
informasi, gagasan, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol
seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-lain.” Dari kedua ahli tersebut, penulis
memahami komunikasi sebagai suatu proses memberitahukan dan berbagi
kata-kata, gambar, angka, maupun simbol supaya dapat dipahami atau dimengerti
oleh orang lain.
Tubbs L., Steward & Sylvia Moss (2001: 4-5) menjelaskan komunikasi
sebagai proses berbagi pengalaman. Dalam proses berbagai pengalaman terdapat
pelaku komunikasi yaitu komunikator sebagai orang yang bersedia
menyampaikan pengalaman dan komunikan yaitu orang yang berperan sebagai
pendengar. Komunikasi sebagai proses berbagi perngalaman antara komunikator
dengan komunikan dilakukan supaya komunikan dapat memahami pengalaman
yang disampaikan oleh komunikator.
Burhan Bungin (2006: 57) menjelaskan arti komunikasi sebagai proses
seorang komunikan memaknai informasi, sikap, dan perilaku dari komunikator
yang disampaikan dalam bentuk pengetahuan, gerak-gerik (gesture), perilaku,
maupun perasaan. Dari pengetahuan, gerak-gerik (gesture), perilaku, maupun
perasaan maka komunikan dapat memberikan reaksi balik atas apa yang telah
didengarnya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya.
Komunikasi dapat disimpulkan sebagai tindakan komunikator
memberitahukan dan berbagi pengalaman, perasaan, informasi, gagasan, maupun
keahlian yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata, gambar, angka,
maupun simbol yang lainnya kepada komunikan yang kemudian akan dipahami
dan dimaknai oleh komunikan. Reaksi akan diberikan komunikan setelah ia dapat
memahami dan memaknai hal yang telah disampaikan oleh komunikator
b. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Suranto (2011: 3-4) menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai
komunikasi antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka mengungkapkan pesan
secara verbal (menggunakan kata-kata) ataupun non verbal (gesture, seperti:
melambaikan tangan, tersenyum, dan lain sebagainya) dan bersifat dua arah.
Supratiknya (2012: 38) menjelaskan komunikasi yang bersifat dua arah sebagai
komunikasi di mana pengirim pesan terbuka dalam menerima umpan balik atau
tanggapan dari penerima pesan sehingga kedua pihak dapat saling memahami
dengan baik. Komunikasi interpersonal bersifat dua arah ditandai dengan antara
pengirim pesan dan penerima pesan memiliki kedudukan yang sama sebagai
subjek sehingga tercipta rasa saling diterima, suasana saling terbuka, saling
menghargai, dan saling mendengarkan.
Komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011: 4-5) bersifat dua arah
yang ditandai adanya reaksi langsung dari komunikan. Adanya reaksi langsung
dari komunikan sebagai gambaran adanya dialog yang bertujuan untuk berbagi
informasi. Informasi yang dikomunikasikan oleh komunikator kepada komunikan
maupun sebaliknya akan saling memperkaya pengetahuan kedua belah pihak.
Komunikasi interpersonal juga bertujuan untuk saling berbagi perasaan diawali
dengan menunjukkan perasaan saling percaya, terbuka, dan jujur.
Brent D. Ruben & Lea P. Stewart (2013: 268) menjelaskan komunikasi
interpersonal sebagai komunikasi yang dekat dan mendalam untuk membantu
orang lain dalam memperbaiki sikap yang kurang baik menjadi lebih baik dari
pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Komunikasi interpersonal yang
dilakukan antara komunikator dan komunikan yang bertujuan untuk dapat saling
memahami dan berbagi apa yang menjadi harapan mereka. Apabila komunikasi
interpersonal antara komunikator dan komunikan diawali dengan saling
memahami secara dekat dan mendalam maka keduanya dapat saling membantu
dalam mewujudkan harapan yang ingin dicapai.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan
antara dua orang atau lebih yang memiliki kedudukan sama sebagai subjek.
Komunikasi interpersonal dilakukan secara verbal atau dengan kata-kata, maupun
non verbal atau dengan bahasa tubuh (gesture). Komunikasi bersifat dua arah
sering disebut sebagai dialog. Komunikasi interpersonal sebagai wujud sebuah
hubungan pribadi manusia yang paling erat, mendekatkan, mendalam, dan pribadi
memungkinkan para pelaku untuk dapat saling berbagi pengalaman, informasi,
maupun perasaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal ini
akan terbuka untuk saling menerima, menghargai, dan mendengarkan apa yang
menjadi harapan satu sama lain serta bersama-sama saling membantu untuk
mewujudkan harapan yang dicita-citakan.
2. Pendekatan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal memiliki beberapa pendekatan. Pendekatan inilah
yang nantinya akan mempengaruhi proses komunikasi interpersonal itu sendiri.
a. Pendekatan Dialogis
Suranto (2011: 114) menjelaskan pendekatan dialogis dalam komunikasi
interpersonal memiliki ciri adanya percakapan atau dialog untuk saling berbagi
informasi sehingga antara para pelaku komunikasi interpersonal berada dalam
posisi yang sejajar. Pendekatan dialogis memungkinkan pihak-pihak yang
melakukan komunikasi interpersonal bersedia untuk mengubah pandangannya
karena adanya rasa saling terbuka, saling menghargai, dan saling percaya untuk
menerima gagasan maupun ide dari teman bicaranya.
Yusup Pawit (1990: 10) mengungkapkan bahwa “proses belajar adalah
suatu proses komunikasi.” Lebih lanjut, Pawit menjelaskan bahwa adanya
komunikasi yang bersifat dua arah yang berarti para pelaku komunikasi memiliki
kedudukan yang sama. Komunikator dan komunikan bebas mengemukakan
gagasan mereka dalam suasana yang bebas dan netral. Pawit mengutip pandangan
Berlo yang menjelaskan mengenai proses belajar sebagai proses komunikasi
dalam konteks personal. Proses belajar dapat terjadi apabila ada umpan balik
secara berkelanjutan dari komunikan kepada komunikator dan dari komunikator
kepada komunikan.
Pendekatan Dialogis
Keterangan Singkat:
Su = Sumber
M = Media
Gambar di atas menunjukkan gambaran proses komunikasi interpersonal
dengan pendekatan dialogis antara guru dengan siswa yang diawali dari sumber
yaitu guru sebagai komunikator dengan media ataupun tanpa media
menyampaikan pesan kepada sasaran yaitu siswa dan terjadi umpan balik dari
siswa kepada guru. Proses komunikasi interpersonal dengan pendekatan dialogis
ini terjadi secara berkesinambungan dan dapat menimbulkan perubahan dalam
segi kognitif, afektif, dan psikomotorik baik itu siswa maupun guru.
b. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antarpribadi. Agus M.
Hardjana (2009: 107-109) menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal
sebagai komunikasi antarpribadi dapat menggunakan pendekatan sharing
pengalaman hidup. Pendekatan sharing pengalaman hidup memungkinkan
pribadi-pribadi yang terlibat dalam komunikasi dapat saling bertukar pengalaman
hidup (life experience) dan tujuannya adalah untuk saling memperkaya
pengalaman hidup pribadi. Dalam pendekatan sharing pengalaman hidup dibagi
menjadi empat tahapan, yaitu:
1) Tahap Pertama dari Mulut ke Mulut
Komunikasi pada tahap mulut ke mulut adalah bersifat dangkal dan sekedar
dilakukan untuk memenuhi kebiasaan sopan santun. Komunikasi dari mulut ke
mulut biasanya dilakukan oleh orang yang belum sangat kenal satu sama lain.
Pada komunikasi tahap mulut ke mulut, terkadang orang bertanya hanyalah untuk
2) Tahap Kedua dari Kepala ke Kepala
Komunikasi dari kepala ke kepala menunjukkan saling bertukar pikiran,
gagasan, maupun ide. Komunikasi dari kepala ke kepala ini sering disebut sebagai
komunikasi dari otak ke otak sehingga dalam komunikasi ini perasaan tidak
menjadi bahan sharing. Komunikasi dari kepala ke kepala biasanya dilakukan
antarkenalan ataupun dengan teman. Komunikasi dari kepala ke kepala biasanya
digunakan mengungkapkan ide-ide, gagasan, maupun pendapat.
3) Tahap Ketiga dari Hati ke Hati
Komunikasi dari hati ke hati berlangsung ketika orang yang terlibat dalam
komunikasi saling berbagi perasaan. Hal yang dibicarakan dalam komunikasi hati
ke hati adalah mengenai masalah atau keprihatinan, kekhawatiran, kegembiraan,
harapan, bahkan cita-cita. Dalam komunikasi hati ke hati ini, para pelakunya
saling terbuka untuk menyampaikan perasaan mereka karena adanya sikap saling
percaya dan saling mendukung. Komunikasi dari hati ke hati biasa dilakukan
bersama sahabat atau dengan orang yang dianggap dekat dan dapat dipercaya.
4) Tahap Keempat dari Iman ke Iman
Komunikasi dari iman ke iman menggambarkan para pelakunya untuk
saling berbagi pengalaman hidup mengenai apa yang telah dialami, apa yang
dirasakan, dan hikmah apa yang dapat dipetik dari pengalaman itu. Komunikasi
dari iman ke iman mengungkapkan pandangan hidup, keyakinan, dan iman.
Tahap komunikasi interpersonal dari iman ke iman inilah yang menjadi
pokok dalam menjalin komunikasi interpersonal antarpribadi guru Pendidikan
Tahap komunikasi dari iman ke iman memberikan kesempatan bagi guru maupun
siswa untuk saling berbagi pengalaman hidup berdasarkan iman akan Yesus
Kristus.
c. Pendekatan Persuasif
Pendekatan persuasif menurut Suranto (2011: 116) dilakukan dengan cara
membujuk atau memberikan dorongan yang bertujuan untuk membantu individu
dalam mengubah sikap dan tingkah laku berlandaskan kerelaan dan dengan
senang hati. Tujuan utama pendekatan persuasif adalah untuk mengubah sikap
maupun mempengaruhi orang lain dengan gagasan yang dikehendaki komunikator
dengan cara membujuk ataupun meyakinkan komunikan. Dalam pendekatan ini
komunikator berusaha meyakinkan komunikan bahwa ide komunikator sangat
masuk akal dan memberikan manfaat bagi komunikan. Pendekatan persuasif ini
akan membuat komunikan merasa seolah-olah dalam melakukan perubahan baik
itu sikap maupun gagasan berdasarkan kemauannya sendiri, tanpa paksaan.
Suranto (2011: 117) menjelaskan prosedur pendekatan persuasif dengan
menggunakan A-A procedure atau from attention to action procedure, melalui
formula AIDDA yang berarti dari Attention (perhatian), Interest (Minat), Desire
(hasrat), Descision (Keputusan), dan Action (Tindakan).
Tabel 1 A-A Procedure
Fase Tujuan
Interest Membangun minat komunikan dengan menjelaskan
manfaat yang sesuai dengan logika maupun emosinya.
Desire Menunjukkan keinginan atau hasrat dengan menunjukkan
bahwa ide yang dikemukakan sebagai solusi yang baik
bagi komunikan.
Decision Mempersilahkan komunikan untuk mengambil keputusan
terhadap solusi rasional untuk menyelesaikan masalah.
Action Membangkitkan keinginan yang kuat dalam diri
komunikan untuk mengambil tindakan.
3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal
Julia T. Wood (2013: 23-28) mengungkapkan mengenai ciri-ciri komunikasi
interpersonal yang dipandang sebagai sebuah proses transaksi yang berkelanjutan.
Komunikasi interpersonal memiliki enam ciri yaitu:
a. Selektif
Selektif dalam komunikasi interpersonal berarti bahwa seseorang tidak
mungkin dapat menjalin komunikasi yang akrab dengan semua orang. Seseorang
melakukan komunikasi interpersonal dengan dekat dan mendalam hanya kepada
orang yang dapat dipercaya dengannya sehingga seseorang tidak ragu untuk
membuka diri seutuhnya dengan orang yang ia kenal dengan baik dan mendalam.
b. Unik
Komunikasi interpersonal sangat unik karena setiap pribadi manusia adalah
menjalin keakraban dengan orang lain. Komunikasi Interpersonal melibatkan
orang-orang yang memiliki keunikan dan saling mengenal secara dekat serta
mendalam sehingga masing-masing orang dapat berkomunikasi secara unik sesuai
pribadi yang diajak berkomunikasi.
c. Prosesual
Komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah proses yang
berkelanjutan, saling terkait, dan selalu berkembang dari masa ke masa.
Komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah proses yang berkelanjutan
maka segala yang telah diucapkan atau dikomunikasikan sudah menjadi bagian
dari proses komunikasi yang kata-katanya tidak dapat ditarik kembali sehingga
dibutuhkan etika dan tanggung jawab dalam melakukan komunikasi dengan orang
lain.
d. Transaksional
Komunikasi interpersonal melibatkan minimal dua orang atau lebih untuk
saling menyampaikan pesan, gagasan, maupun perasaannya. Transaksional dalam
proses komunikasi interpersonal ditandai dengan adanya umpan balik dari
penerima pesan baik itu berupa pesan verbal maupun non verbal.
e. Pengetahuan personal
Komunikator dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan
komunikan saling mendapatkan pengetahuan personal yang semakin lama dan
semakin mendalam dalam mengenal orang lain. Melalui komunikasi
interpersonal, baik itu komunikator maupun komunikan dapat semakin memahami
komunikasi yang nyaman dilandasi kepercayaan yang baik. Komunikasi
interpersonal memungkinkan orang lain dapat memahami diri kita lebih baik
dibandingkan dengan diri kita sendiri. Komunikasi interpersonal membuka
pemahaman tentang kepribadian orang lain karena melibatkan unsur kepercayaan
dan kedalaman relasi.
f. Menciptakan makna
Inti dalam melakukan komunikasi interpersonal adalah untuk berbagi makna
dan informasi. Seseorang yang berkomunikasi dengan orang lain akan
menciptakan makna sebagai hasil dari tanggapan berupa kata-kata maupun
perilaku (gesture) orang yang diajak berkomunikasi.
Melalui komunikasi interpersonal, komunikator dalam menyampaikan
pesannya kepada komunikan akan membuat komunikan mampu memaknai baik
itu isi pesan dari komunikator maupun memaknai hubungan yaitu apakah pesan
yang disampaikan komunikator menunjukkan adanya komunikasi yang sejajar
atau seimbang. Contohnya: Seorang ibu berkata kepada anaknya, “bersihkan
kamarmu sekarang!” Hal ini menunjukkan hubungan yang timpang karena posisi
seorang ibu yang berhak untuk memerintahkan anaknya, tetapi ketika ibu berkata
kepada anaknya, “dapatkah kamu membersihkan kamarmu?” Maka komunikasi
yang terjadi akan lebih positif dan seimbang. Pemaknaan isi dalam komunikasi
interpersonal hanya berisi sejauh mana komunikan memahami informasi yang
disampaikan komunikator, sedangkan pemaknaan yang lebih mendalam adalah
4. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Suranto mengungkapkan tujuh tujuan komunikasi interpersonal (2011:
19-22), yaitu untuk:
a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
Berkomunikasi dengan menyapa, tersenyum, melambaikan tangan,
membungkukkan badan, menanyakan kabar, dan lain sebagainya, yang
menunjukkan adanya perhatian. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kesan
dingin ataupun tertutup. Memberikan perhatian seperti ini terkadang hanya untuk
dapat lebih dekat dengan orang lain dan sebagai pembuka pembicaraan menuju
topik yang lebih serius atau pembicaraan inti.
b. Menemukan diri sendiri
Komunikasi interpersonal bertujuan untuk mengetahui dan mengenali
karakteristik diri berdasarkan informasi dari orang lain. Seseorang yang terlibat
dalam proses komunikasi interpersonal akan belajar untuk mengenali diri sendiri
maupun orang lain karena tidak mudah bagi seseorang untuk melihat kesalahan
yang dilakukannya, namun sangat mudah bagi seseorang menemukan kesalahan
yang dilakukan oleh orang lain. Maka, seseorang yang melakukan komunikasi
interpersonal dengan orang lain akan mendapatkan informasi maupun masukan
dari orang lain untuk dapat semakin mengenal dirinya dengan lebih mendalam
baik itu mengenai sifat, bakat, kesalahan yang dilakukannya, dan lain sebagainya.
c. Menemukan dunia luar
Komunikasi interpersonal dapat membuat pihak-pihak yang terlibat di
Informasi ini didapat sebagai hasil dari melakukan komunikasi dengan orang lain.
Jadi, dengan melakukan komunikasi interpersonal, orang akan memperoleh
informasi yang baru untuk diketahui hingga pada akhirnya ia dapat menemukan
keadaan dunia luar yang sebelumnya tidak diketahuinya. Komunikasi adalah
“jendela dunia” karena melalui berkomunikasi orang akan mengetahui dunia luar
yang baru dan lebih luas.
d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis
Membangun dan memelihara hubungan baik adalah kebutuhan manusia
karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan perlu bekerja sama dengan orang
lain. Hubungan baik yang terbangun dan terpelihara akan menumbuhkan kerja
sama yang baik. Apabila kerja sama dapat tumbuh dengan baik maka kegiatan
sehari-hari dapat dilaksanakan semakin lancar. Jadi, setiap orang dalam hidupnya
sehari-hari telah menggunakan banyak waktunya untuk melakukan komunikasi
interpersonal dengan orang lain untuk dapat saling memahami dan bekerja sama
demi terbangun dan terpeliharanya hubungan antarpribadi yang harmonis.
e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal adalah proses seseorang menyampaikan pesan
kepada orang lain untuk memberitahu maupun untuk mengungkapkan pendapat
supaya orang lain bersedia untuk mengubah sikap dan tingkah lakunya dari yang
belum sesuai dengan nilai dan norma menjadi sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku. Pada dasarnya proses komunikasi sebagai sebuah pengalaman yang akan
ditandai dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku supaya semakin sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku.
f. Menghilangkan kerungian akibat dari salah komunikasi
Komunikasi interpersonal memungkinkan adanya pendekatan secara
langsung sehingga memungkinkan terjadinya umpan balik lebih cepat dan dapat
mengurangi terjadinya kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Pendekatan secara
langsung dapat membuat komunikator dan komunikan dapat lebih cepat
mengklarifikasi apabila terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
g. Memberikan bantuan konseling
Banyak orang dalam berbagai profesi sering bertindak sebagai konselor
dalam komunikasi interpersonal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti
seseorang yang menceritakan masalahnya kepada orang lain dengan tujuan untuk
mendapatkan bantuan pemikiran ataupun solusi dari orang lain. Konsultasi adalah
kegiatan strategis untuk menjalankan komunikasi interpersonal untuk memberikan
bantuan dan bimbingan. Komunikasi intepersonal sangat sering dilaksanakan oleh
banyak orang dalam berbagai profesi untuk memberikan bantuan kepada orang
lain yang mengalami masalah.
5. Sikap yang Mendukung Komunikasi Interpersonal
Suranto mengungkapkan pandangan Devito (2011: 82-84) mengenai lima
a. Keterbukaan
Keterbukaan sebagai sikap menerima masukan dari orang lain dan berkenan
untuk menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Keterbukaan
dipandang sebagai kesediaan untuk membuka diri dalam mengungkapkan
informasi dengan jujur sesuai dengan asas kepatutan dan mampu merespon orang
lain dengan jujur. Keterbukaan dalam komunikasi interpersonal sangatlah penting
karena dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung
transparan, dua arah, dan dapat diterima semua pihak yang berkomunikasi.
Komunikasi interpersonal yang terbuka menunjukkan kejujuran dan kejujuran
akan menimbulkan sikap saling mempercayai (trust) dari semua pihak yang
berkomunikasi.
b. Empati
Empati diartikan sebagai ikut merasakan. Berempati dengan seseorang
berarti ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Dalam berempati
seseorang dapat memahami perasaan orang lain, dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, dan dapat memahami suatu persoalan dari sudut
pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Empati akan muncul apabila
seseorang mampu mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain dan
berusaha untuk memahami orang lain. Empati juga menjadi filter agar orang tidak
mudah untuk menyalahkan orang lain. Dengan berempati orang akan memahami
orang lain tidak semata-mata dari sudut pandang diri sendiri melainkan dari sudut
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan dapat memahami orang lain,
baik itu: pendapat, sikap, maupun perilakunya.
c. Dukungan
Dukungan meliputi tiga hal: Pertama, descriptiveness dipahami sebagai
lingkungan yang tidak mengevaluasi. Lingkungan yang tidak mengevaluasi
menjadikan orang bebas dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga orang
tidak malu dan tidak akan merasa dirinya menjadi bahan kritikan terus-menerus.
Kedua, spontaneity merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi
secara spontan. Ketiga profesionalisme adalah kemampuan untuk berfikir secara
terbuka, mampu menerima pandangan yang berasal dari orang lain dan bersedia
untuk mengubah dirinya apabila perubahan itu dipandang perlu.
d. Sikap Positif
Sikap positif yang dimaksud orang yang terlibat dalam komunikasi
interpersonal haruslah sama-sama memiliki perasaan dan pikiran positif tanpa
prasangka atau curiga. Sikap positif dalam berkomunikasi interpersonal
ditunjukkan dengan berbagai macam sikap, yaitu: menghargai orang lain,
berpikiran positif terhadap orang lain, meyakini pentingnya orang lain,
memberikan pujian dan penghargaan, dan berkomitmen menjalin kerja sama.
e. Kesetaraan (Equality)
Kesetaraan (equality) adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki
kedudukan yang sama dalam berkomunikasi, sama-sama bernilai dan berharga,
dan saling memerlukan. Kesetaraan dalam berkomunikasi interpersonal berupa
komunikasi. Sikap yang menunjukkan kesetaraan adalah menunjukkan
kerendahan hati, tidak memaksakan kehendak, saling memerlukan, dan adanya
komunikasi yang akrab dan nyaman.
6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik
a. Guru
Kompri (2015: 30-31) mengutip pandangan Nawawi mengenai pengertian
guru sebagai orang dewasa yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan
pendidikan maka guru juga disebut sebagai tenaga pendidik di sekolah. Moh.
Uzer (1991: 4) berpendapat bahwa guru memiliki tugas: mendidik yaitu
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar yang berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan melatih yang berarti
mengembangkan keterampilan yang dimiliki siswa. Selain tugas utamanya untuk
mendidik siswa guru juga memiliki peranan menjadi orang tua bagi siswa di
sekolah.
Guru sebagai orang tua bagi siswanya berarti bahwa guru bertanggung
jawab pada siswanya untuk menjadi teladan dan panutan. Hal itu senada dengan
pandangan Ki Hajar Dewantara yang menjelaskan bahwa guru memberikan
teladan dan panutan bagi siswa dan masyarakat dengan semboyan “ing ngarsa
sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti peran
guru di depan memberikan teladan, di tengah-tengah untuk membangun, dan di
Guru adalah tenaga pendidik di sekolah yang memiliki tugas mendidik,
mengajar, dan melatih siswanya. Guru juga berperan sebagai orang tua bagi siswa
ketika di sekolah. Guru juga harus berkepribadian mantab, setia pada
panggilannya, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Guru Pendidikan Agama Katolik
Mintara (2009: xix-xxi) mengutip pandangan Parker J. Palmer yang
menjelaskan sosok guru sebagai orang yang mengajarkan mengenai dirinya
sendiri, mengenai hidupnya sendiri. Guru memiliki tanggung jawab untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai, dan kerohanian
yang dimilikinya. Mintara kemudian menjelaskan bahwa guru Kristiani memiliki
tugas mencerdaskan siswa serta bertugas untuk membimbing siswa dalam
meneladan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Guru Sejati.
Jayusdi dalam buku Belajar dari Muridku (Bimas Katolik DIY Kementrian
Agama RI, 2014: 77) mengatakan bahwa “satu teladan lebih berharga daripada
seribu teori. Hanya dengan membangun diri secara utuh, seorang guru akan dapat
benar-benar digugu dan ditiru.” Guru yang mampu bersikap baik akan menjadi
inspirasi bagi siswa untuk bersikap baik pula, karena bagi siswa akan lebih mudah
mengingat salah satu keteladanan yang ditunjukkan oleh guru dibandingkan
dengan seribu teori yang diajarkannya.
Yulia Sri Prihartini (2013b: 12-14) menjelaskan bahwa menjadi guru adalah
cara mulia untuk merealisasikan iman dan pengabdian hidup bagi masa depan
dan memperjuangkan nilai keutamaan hidup agar hidup setiap siswa memiliki
kelimpahan berkat dan dapat meraih kebahagiaan. Guru haruslah memiliki
komitmen untuk belajar bersama-sama dengan siswa dalam menghayati nilai-nilai
keutamaan hidup.
Guru Pendidikan Agama Katolik adalah orang yang beriman Kristiani, yang
mengkomunikasikan kepada para siswanya mengenai pengetahuan iman,
hidupnya sendiri, kebaikan, kebenaran, dan kerohanian yang diteladaninya
berlandaskan pada Yesus Kristus. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki
tanggung jawab untuk membimbing siswa menjadi semakin mengenal dan
semakin beriman pada Yesus Kristus untuk menuju pada kepenuhan iman.
Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik (KWI,
1991: 73) mengatakan bahwa:
Pendidikan agama harus diarahkan menuju pengudusan pribadi maupun kerasulan karena itu merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam panggilan Kristen. Pendidikan untuk tugas kerasulan berarti pendidikan manusia tertentu secara bulat, yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan kodrati setiap pribadi.
Sesuai dengan Ajaran Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik maka tugas
seorang guru Pendidikan Agama Katolik adalah membantu siswa menjadi pribadi
yang semakin beriman kepada Yesus Kristus dan mengarahkan siswa untuk
menjadi pewarta Kabar Gembira bagi dunia. Maka, guru Pendidikan Agama
Katolik Pendidikan Agama Katolik dalam mengajarkan mata pelajaran
Pendidikan Agama Katolik hendaknya dapat menyesuaikan pewartaannya dengan
c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik
Samana (1994: 31) mengungkapkan bahwa dasar seluruh kecakapan
keguruan adalah kecakapan komunikasi secara pribadi atau secara personal antara
guru dengan siswa. Inilah yang disebut sebagai komunikasi interpersonal antara
guru dengan siswa, karena komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011: 3-4)
diartikan sebagai komunikasi antarpribadi secara tatap muka yang memungkinkan
setiap penerima pesan mendapat reaksi langsung orang lain secara verbal maupun
secara non verbal.
Kecakapan yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Katolik
adalah kecakapan untuk melakukan komunikasi interpersonal atau komunikasi
antara pribadi guru dengan siswa. Peran guru Pendidikan Agama Katolik adalah
menjadi pewarta iman bagi siswanya, maka guru haruslah memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik sehingga segala yang diwartakannya dapat dipahami
dan diterima oleh siswanya dan dapat membawa siswanya semakin mengenal dan
beriman pada Yesus Kristus.
Luk 9: 48 menjadi dasar dan inspirasi bagi guru Pendidikan Agama Katolik
dalam menjalin komunikasi interpersonal dengan siswanya yaitu: “barang siapa
menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, dan barang siapa
menyambut Dia yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.”
Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal
dengan siswanya berlandaskan Luk 9: 48 yang menunjukkan bahwa sikap dasar
guru Pendidikan Agama Katolik dalam menyambut siswa hendaknya sama seperti
Tuhan yang harus dihargai dan dikasihi yang didasari dengan sikap terbuka. Guru
Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal dipandang
sebagai sebuah pelayanan kepada siswa untuk memberikan perhatian dan kasih.
Yulia Sri Prihartini (2013b: 50) mengemukakan pendapatnya mengenai
guru dalam membangun relasi yang baik dengan siswanya diawali dengan
kesediaan untuk membuka hati terhadap orang lain. Maka, guru Pendidikan
Agama Katolik dalam melakukan komunikasi antarpribadi yang baik dengan
siswa diawali dengan kesediaan membuka hati untuk menerima siswanya sebagai
subjek yang harus dihargai dan dikasihi sehingga guru dapat membagikan
pengalaman hidupnya berdasarkan Sang Inspirasi yaitu Yesus Kristus.
Widi Nugraha (2013: 71) mengutip pandangan Mintara mengungkapkan
bahwa “mengajar pada dasarnya adalah membagikan dari kedalaman hati apa pun
yang menjadi pengalaman dan nilai-nilai keutamaan yang dihayati.” Maka, guru
dalam mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik diwujudkan dengan
cara mengkomunikasikan secara terbuka dan dari hati yang terdalam mengenai
pengalaman hidupnya yang berdasarkan pada keutamaan nilai-nilai Kristiani
untuk membantu siswa dalam memaknai hidup yang bersumber pada kasih Allah
untuk sampai pada keutuhan pribadi. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam
melakukan komunikasi antarpribadi diwarnai cinta kasih, kesabaran, dan
kebijaksanaan.
Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik
apabila menggunakan pendekatan dialogis maka akan terjadi dialog antara guru
membuat komunikasi yang terjalin akan membawa kebenaran dan cinta kasih
yang diawali dengan memberikan respon secara jujur. Bahkan Rouel menjelaskan
jika komunikasi antarpribadi manusia tidak akan bisa terjadi tanpa adanya
komunikasi dengan Tuhan. Jadi, untuk dapat melakukan komunikasi interpersonal
dengan siswanya, seorang guru Pendidikan Agama Katolik juga harus mencintai
Tuhan terlebih dahulu supaya dapat benar-benar mencintai dan mengenal
siswanya sehingga komunikasi interpersonal yang terjadi antara guru dengan
siswa sebagai komunikasi untuk dapat semakin mengenal kasih Allah.
B. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi
Moh Uzer (1989: 24) menjelaskan motivasi sebagai daya dari dalam diri
seseorang yang mendorongnya dalam melakukan perbuatan untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan. Senada dengan Moh. Uzer, Muh. Ali (1987: 15)
menjelaskan motivasi sebagai “dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan
sesuatu.” Rooijakkers (1980: 16) melengkapi pengertian motivasi sebagai
keinginan untuk mencapai suatu hal tertentu.
Motivasi adalah keinginan, daya, dorongan, perbuatan atau tingkah laku
seseorang untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan. Dengan
adanya motivasi maka seseorang akan berusaha untuk mencapai tujuan yang
diharapkan dan motivasilah yang dapat menggerakkan seseorang untuk berusaha
b. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi sangat diperlukan oleh siswa dalam menjalani proses pendidikan.
Kompri (2015: 231) mengutip pandangan Hamalik yang mengungkapkan bahwa
siswa tidak akan pernah belajar jika tidak termotivasi untuk belajar. Hal ini berarti
setiap siswa harus memiliki keinginan untuk belajar. Siswa harus memiliki
motivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Seorang siswa akan belajar
apabila ia merasa jika hal yang perlu dipelajari menyentuh kebutuhannya, namun
apabila tidak menyentuh kebutuhannya maka ia tidak akan tertarik untuk
mempelajarinya.
Samana (1994: 70) juga menjelaskan arti motivasi