• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa siswi di SMP Pangudi Luhur ST. Vincentius Sedayu tahun ajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa siswi di SMP Pangudi Luhur ST. Vincentius Sedayu tahun ajaran"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Monica Alusiana Karisa Putri

NIM: 121124004

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii S K R I P S I

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh:

Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

(3)

iii S K R I P S I

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 27 Februari 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan

Ketua :Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. ...

Sekertaris : Y. Kristianto, SFK, M.Pd. ...

Anggota : 1. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ, M.Ed. ...

2. F. X. Dapiyanta, SFK, M.Pd ...

3. Dr. I.L. Madya Utama, SJ. ...

Yogyakarta, 27 Februari 2017 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Kedua Orang Tuaku

Bapakku, Aloysius Sunarta dan Mamaku, Anastasia Sulastri

Adikku Tercinta

Bripda. Robertus Bima Adhi Nugraha

Nenekku Tersayang Maria Poniyem Pawiro Diharja

Penyemangat dan Kekasihku Bripda. Yohanes Prasetyo Nugroho

Sahabat Seperjuanganku

Heronimus Galih Priambada, Sheilla Putri Nur Sagita, Andreas Sigit Kurniawan, dan Lidya Putri Herawati

Teman-temanku

Teman-teman Seperjuangan Angkatan 2012 & Mas Drajad Aji Y.

(5)

v MOTTO

“Iman Bukan Keyakinan Badai Pasti Berlalu, tapi Percaya Tuhan Selalu

Besertamu.”

(Christoper Tapi Heru)

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;

ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta,

menerima dan setiap orang yang mencari, mendapatdan setiap orang yang

mengetok, baginya pintu dibukakan.”

(Mat 7: 7-8)

“Memayu Hayuning Diri, Memayu Hayuning Kulawarga,

Memayu Hayuning Sesami, Memayu Hayuning Bawana.”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan kesungguhan bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Februari 2017

Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:

Nama : Monica Alusiana Karisa Putri

Nomor Mahasiswa : 121124004

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 27 Februari 2017 Yang menyatakan,

(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “KEMAMPUAN KOMUNIKASI

INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017.” Penulis memilih judul ini berdasarkan kesan pada saat PPL PAK SD dan PPL PAK Menengah terhadap kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik terutama dalam kegiatan belajar mengajar yang terkadang membuat siswa kurang termotivasi untuk belajar. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki tugas untuk mewartakan Kabar Gembira kepada siswanya, maka dibutuhkan kemampuan melakukan komunikasi interpersonal yang memadai. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para guru Pendidikan Agama Katolik seringkali kurang dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya.

Persoalan pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah sejauh mana kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Menanggapi persoalan tersebut, penulis menjelaskan pengertian komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik, pengertian motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik, dan hubungan antara keduanya melalui kajian pustaka. Kajian pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni pandangan para ahli. Skripsi ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penulis mengumpulkan data dengan trianggulasi tehnik yaitu dengan: wawancara dengan seorang guru Pendidikan Agama Katolik dan 5 orang siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu, observasi komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa, dan dengan kuesioner yang dibagikan kepada siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu sudah melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, namun komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik masih harus ditingkatkan lagi supaya setiap siswa semakin bersemangat untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik.

Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh untuk meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Kemampuan komunikasi interpersonal guru membuat guru Pendidikan Agama Katolik dapat mengenal siswanya lebih mendalam sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar Pendidikan Agama Katolik. Penulis

memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan lokakarya demi

(9)

ix ABSTRACT

This thesis is entitled as “THE INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION TEACHER AND ITS AFFECTION TOWARDS MOTIVATION TO LEARN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL’S STUDENTS BATCH 2016/2017”. The writer decides to choose this title based on the impression of joining PPL PAK SD and PPL PAK PM towards interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teacher, especially in teaching and learning activities which sometimes make the students bored and less enthusiastic to learn. Catholic Religious Education teacher has a responsibility to proclaim The Good News to the students. In that matter, the teacher needs an adequate interpersonal communication. However, the reality shows that Catholic Religious Education teachers are often lack of doing the interpersonal communication with their students.

The main issue that is discussed in this thesis is how far Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication skill affects motivation to learn Catholic Religious Education for the students. In order to respond the issue, the writer elaborates the definition of Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication, the definition of Catholic Religious Education’s learning motivation, and the relation between both definitions through literature review. The literature review is conducted by qualitative approach with descriptive method. The writer gathers the data with triangulation techniques, which are: an interview with a Catholic Religious Education teacher and five seventh grader students at Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School; an observation about Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication and the students’ motivation to learn Catholic Religious Education’s subject; and a questionnaire that is distributed to the seventh grade students of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School. The result shows that Catholic Religious Education teacher of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School has done interpersonal communication with the students, however the teacher’s interpersonal communication should be improved, so that every student will be more enthusiastic to learn Catholic Religious Education’s subject.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena telah

membimbing, menguatkan, dan menerangi penulis dengan kasih karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KEMAMPUAN

KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA

KATOLIK DAN PENGARUHNYA UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS TAHUN AJARAN

2016/2017. Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai sumbangan pemikiran dan

inspirasi bagi para guru, terutama guru Pendidikan Agama Katolik untuk dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guna meningkatkan motivasi

belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat

pendampingan, dukungan, bimbingan, motivasi, dan doa dari berbagai pihak.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M. Ed., selaku dosen utama yang

telah mendampingi, menuntun, mengembangkan ide, memberikan motivasi

dengan penuh kasih dan kesabaran.

2. F. X. Dapiyanta, SFK., M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik dan

dosen penguji yang telah memberikan perhatian, memberikan semangat, dan

(11)

xi

3. Dr. I. L. Madya Utama, SJ selaku dosen penguji yang telah memberikan

semangat dan memberikan masukan demi penyelesaian skripsi ini.

4. Segenap staf dosen Prodi PAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis

selama belajar sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Segenap staf sekretariat, perpustakaan Prodi PAK, dan seluruh karyawan

yang telah mendukung penulis selama penulis belajar.

6. Celsius Suhartanta, S. Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur St.

Vincentius Sedayu yang telah memberikan ijin dan mendukung penulis untuk

dapat menjalankan penelitian di sekolah.

7. B. Budi Harsiwiyanti, S. Ag., selaku guru Pendidikan Agama Katolik di SMP

Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu yang telah membantu, mendukung, dan

mendoakan penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh siswa-siswi kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu

yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner

dalam penelitian.

9. Kedua orang tuaku dan adikku atas segala motivasi, doa, dan semua

dukungan yang membuatku terus bersemangat dalam belajar hingga akhirnya

dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Yohanes Prasetyo Nugroho yang telah membantuku, mendukungku, dan

selalu mendoakan aku hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku seperjuangan yaitu: Lidya Putri Herawati, Heronimus

(12)

xii

atas motivasi, bantuan, doa, dan semua dukungan sehingga aku dapat

menyelesaikan studiku di Prodi PAK.

12.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat

dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan, dukungan, dan doa sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari keterbatasan pengalaman dan pengetahuan dalam

menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari

para membaca yang bersifat membangun. Penulis berharap, semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 10 Februari 2017

Penulis

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI BELAJAR 11 A. Komunikasi Interpersonal ... 12

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 12

a. Pengertian Komunikasi ... 12

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 14

2. Pendekatan Komunikasi Interpersonal ... 15

a. Pendekatan Dialogis ... 16

b. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup ... 17

c. Pendekatan Persuasif ... 19

(14)

xiv

4. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 23

5. Sikap yang Mendukung Komunikasi Interpersonal ... 25

6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik . 26 a. Guru ... 28

b. Guru Pendidikan Agama Katolik ... 29

c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik ... 31

B. Motivasi Belajar ... 33

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 33

a. Pengertian Motivasi ... 33

b. Pengertian Motivasi Belajar ... 34

2. Motivasi Belajar Berdasarkan Sifatnya ... 34

a. Motivasi Ekstrinsik ... 34

b. Motivasi Intrinsik ... 35

3. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 37

4. Pentingnya Motivasi Belajar dalam Mempelajari Pendidikan Agama Katolik... 38

C. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa ... 40

BAB III GAMBARAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU ... 46

A. Gambaran Umum SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu .... 47

1. Sejarah SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 48

2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

a. Visi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

b. Misi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

c. Tujuan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

(15)

xv

a. Lingkungan Fisik ... 51

b. Lingkungan Administratif Sekolah ... 53

c. Lingkungan Akademis ... 56

d. Lingkungan Sosial ... 58

4. Gambaran Guru SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu .. 59

5. Gambaran Siswa SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu . 61 B. Penelitian tentang Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 62

1. Latar Belakang Penelitian ... 62

2. Variabel Penelitian ... 65

3. Definisi Konseptual ... 66

4. Tujuan Penelitian ... 66

5. Jenis Penelitian ... 67

6. Responden Penelitian ... 68

7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

8. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data 69 a. Wawancara ... 71

b. Observasi ... 71

c. Kuesioner ... 73

9. Kisi-kisi ... 75

C. Laporan Penelitian Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 80

1. Laporan Hasil Wawancara ... 81

2. Laporan Hasil Observasi ... 91

3. Laporan Hasil Kuesioner ... 96

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109

(16)

xvi

2. Gambaran Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII di SMP Pangudi

Luhur St. Vincentius Sedayu ... 113

3. Gambaran Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi Kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 116

E. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 118

BAB IV UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA ... 121

A. Pentingnya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Rangka Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Para Siswa... 122

B. Usulan Program Lokakarya untuk MGMP Pendidikan Agama Katolik di Kabupaten Bantul ... 125

C. Rincian Usulan Program Lokakarya ... 131

BAB V PENUTUP ... 151

A. Kesimpulan ... 151

B. Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 157

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Keterangan Sudah Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Jadwal Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Panduan Pertanyaan Wawancara untuk Guru Pendidikan Agama Katolik ... (5)

Lampiran 5: Panduan Pertanyaan Wawancara untuk Siswa ... (7)

Lampiran 6: Panduan Observasi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran ... (9)

Lampiran 7: Panduan Observasi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Saat Jam Pelajaran ... (10)

(17)

xvii

Lampiran 9: Kuesioner ... (12)

Lampiran 10: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Guru Pendidikan Agama Katolik ... (16)

Lampiran 11: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 1 .... (21)

Lampiran 12: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 2 .... (24)

Lampiran 13: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 3 .... (27)

Lampiran 14: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 4 .... (30)

Lampiran 15: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 5 .... (33)

Lampiran 16: Hasil Observasi Behavioral Checklist I: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran 1 ... (36)

Lampiran 17: Hasil Observasi Behavioral Checklist I: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran 2 ... (37)

Lampiran 18: Hasil Observasi Behavioral Checklist II: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Saat Jam Pelajaran 1 ... (38)

Lampiran 19: Hasil Observasi Behavioral Checklist II: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Saat Jam Pelajaran 2 ... (39)

Lampiran 20: Hasil Observasi Behavioral Checklist III: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII C ... (40)

Lampiran 21: Hasil Observasi Behavioral Checklist III: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII A ... (41)

Lampiran 22: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII A ... (42)

Lampiran 23: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII B ... (43)

Lampiran 24: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII C ... (44)

Lampiran 25: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII A/No 6 ... (45)

Lampiran 26: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII A/No 11 ... (48)

Lampiran 27: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII B/No 5 ... (51)

Lampiran 28: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII B/No 21 ... (54)

(18)

xviii

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1: A-A Procedure ... 21 Tabel 2: Kisi-kisi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik ... 85 Tabel 3: Kisi-kisi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik ... 91 Tabel 4: Kuesioner I: Hasil Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah sebagai lembaga formal pendidikan di Indonesia mengacu pada

UU No. 20 tahun 2003. Dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertanggung

jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yang membantu

setiap siswanya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara utuh.

Kegiatan utama yang diselenggarakan di sekolah adalah belajar. Hamzah

(2006: 11) menjelaskan arti belajar sebagai suatu usaha yang dilakukan para

pembelajar untuk memperoleh tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai hasil

dari pengalamannya sendiri. Maka, diharapkan apabila siswa belajar dengan baik

di sekolah, ia dapat berkembang secara utuh baik itu dari segi kognitif, segi

afektif, segi psikomotorik, maupun segi spiritual. Usaha untuk mencapai tujuan

belajar tidak dapat lepas dari peran guru, oleh karena itu guru harus mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Pada dasarnya proses belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang

(21)

mengungkapkan bahwa siswa tidak bersemangat belajar jika tidak termotivasi

untuk belajar. Siswa tidak dapat dipaksa untuk belajar. Artinya, untuk dapat

belajar, setiap siswa haruslah memiliki keinginan untuk belajar. Siswa harus

memiliki motivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Motivasi belajar

merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual yang peranannya khas

dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk belajar.

Oleh karena itu, motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

proses belajar seseorang. Seorang siswa dapat belajar secara efisien jika siswa

memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh

beberapa faktor baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari

luar dirinya.

Moh. Uzer (1989: 29) mengatakan bahwa siswa saat melakukan kegiatan

belajar dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Uzer motivasi

intrinsik adalah keinginan siswa untuk belajar yang berasal dari dalam diri sendiri

tanpa paksaan dan dorongan dari orang lain, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah

keinginan siswa untuk belajar sebagai akibat pengaruh dari luar yaitu karena

adanya ajakan maupun suruhan. Siswa akan belajar dengan baik apabila motivasi

belajar yang timbul dari dalam dan luar harus berjalan dengan seimbang dan

saling melengkapi sehingga motivasi siswa untuk belajar dan kegiatan belajar

mengajar akan berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan.

Motivasi belajar menurut Samana (1994: 70) adalah “alasan, pertimbangan,

dan dorongan yang menjadikan seseorang berkegiatan belajar.” Berdasarkan

(22)

Agama Katolik melihat bahwa motivasi belajar siswa pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Katolik cenderung masih rendah dibandingkan dengan

motivasi untuk mempelajari mata pelajaran lainnya. Rendahnya motivasi untuk

mengikuti pelajaran maupun mempelajari pendidikan Agama Katolik disebabkan

banyak faktor baik faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa.

Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah

diduga faktor dari dalam diri siswa yang menyebabkan rendahnya motivasi untuk

mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah siswa mengganggap bahwa

pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional lebih penting dibandingkan mata

pelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga siswa cenderung meremehkan.

Siswa sering kali belum mengetahui tujuan atau manfaat dari mempelajari

pelajaran Pendidikan Agama Katolik, atau siswa sedang sakit sehingga tidak

bersemangat dalam belajar. Faktor lain dari dalam diri siswa yang mempengaruhi

rendahnya motivasi belajar adalah siswa bersikap pasif sehingga saat tidak bisa

memahami pelajaran, siswa tidak mau bertanya dan membuat semakin banyak

pengetahuan tertinggal. Banyak faktor dari dalam diri siswa yang membuat siswa

merasa kurang termotivasi untuk belajar, maka di sinilah tugas seorang guru untuk

membantu siswa termotivasi untuk belajar dengan lebih baik.

Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah

diduga salah satu faktor dari luar diri siswa yang menyebabkan rendahnya

motivasi siswa untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah dari faktor

guru. Hal ini bisa terjadi karena guru Pendidikan Agama Katolik hanya

(23)

semata. Guru sering kali kurang kreatif dalam menyajikan pelajaran sehingga

membuat siswa merasa bosan. Guru tidak secara jelas menyampaikan tujuan

belajar. Sering kali, guru belum bisa membangun suasana belajar yang

menyenangkan. Guru juga sering bersikap kurang menyenangkan dan kurang

bersemangat, contohnya: guru tidak ramah dan juga volume suara guru terlalu

kecil. Guru juga sering kali kurang memiliki empati pada setiap siswa.

Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah

diduga faktor dari sisi guru yang lainnya adalah guru belum mampu melakukan

komunikasi interpersonal secara baik dengan setiap siswanya sehingga cenderung

guru yang lebih aktif dalam berbicara yang membuat siswa kurang memiliki

kesempatan untuk berpendapat atau mengungkapkan perasaannya. Guru juga

sering kali belum bisa untuk mendengarkan siswa baik itu: pertanyaan,

pernyataan, maupun pengalaman yang dialami siswa. Guru sering kali kurang

sabar dalam menjawab pertanyaan siswa. Pelajaran Pendidikan Agama Katolik

akan menjadi kurang mengesankan apabila guru belum bisa mengkomunikasikan

pengalaman atau pergulatan hidupnya dalam terang iman akan Yesus Kristus.

Guru yang belum bisa mengkomunikasikan atau membagikan pengalaman

hidupnya akan kasih Allah kepada siswanya akan membuat pelajaran Pendidikan

Agama Katolik menjadi teori-teori semata, tanpa adanya keteladanan iman dalam

hidup konkret. Seluruh faktor eksternal dari sisi guru Pendidikan Agama Katolik

ini sangat berpengaruh pada motivasi belajar siswa.

Idealnya melalui Pendidikan Agama Katolik siswa dapat tumbuh dan

(24)

untuk mencapai tujuan ini dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik sangat

diperlukan adanya motivasi belajar dari diri siswa supaya mereka bersemangat

dalam mengenal Yesus Kristus dan berkomitmen setia kepada Tuhan Yesus

Kristus, dan siap terlibat aktif dalam mewujudkan nilai-nilai cinta kasih di tengah

masyarakat. Namun, ketika siswa kurang bersemangat dalam belajar maka di

sinilah peran seorang guru Pendidikan Agama Katolik untuk memotivasi siswa.

Moh. Uzer (1989: 24) menjelaskan mengenai tugas guru adalah membangkitkan

motivasi anak sehingga siswa bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar.

Motivasi belajar merupakan hal utama yang harus dimiliki siswa karena

dengan motivasi belajar siswa tergerak untuk semangat dalam belajar Pendidikan

Agama Katolik dan demi mewujudnyatakan tujuan UU No 20 tahun 2003 tentang

pembentukan manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tanpa adanya motivasi belajar pada diri siswa, maka siswa tidak akan optimal

dalam melakukan aktivitas belajar. Tujuan dari pendidikan akan tercapai bila

setiap siswa memiliki motivasi intrinsik. Namun, bagi siswa yang kurang

memiliki motivasi intrinsik, peran guru dalam memberikan motivasi ekstrinsik

sangatlah dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat diterapkan guru dalam rangka

memotivasi siswa secara ekstrinsik yaitu dengan mengusahakan komunikasi

interpersonal yang efektif.

Kesuksesan berjalannya Pendidikan Agama Katolik di sekolah salah

satunya sangat bergantung pada kualitas guru Pendidikan Agama Katolik. Inti dari

pelajaran yang disampaikan guru Pendidikan Agama Katolik kepada siswa adalah

(25)

kata-kata, melainkan juga dengan tindakan yang dijiwai oleh Roh Ilahi (Komisi

Pendidikan KWI, 1991: 25). Tindakan yang dapat dilakukan guru Pendidikan

Agama Katolik dalam meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik

bagi siswa adalah dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa.

Komunikasi interpersonal digambarkan sebagai komunikasi yang dekat dan

mendalam yang dapat membantu orang lain untuk memperbaiki sikap menjadi

lebih baik menuju perubahan citra diri yang lebih baik pula. Komunikasi yang

dekat dan mendalam dilakukan supaya antara komunikator dan komunikan dapat

saling memahami dan berbagi mengenai apa yang menjadi harapannya (Ruben,

Brent D & Lea P. Stewart, 2013: 268). Komunikasi interpersonal akan

mempererat hubungan antara guru dengan siswa yang sangat diperlukan dalam

proses pembelajaran, baik pada saat di dalam maupun di luar kelas.

Proses pembelajaran memerlukan sebuah komunikasi yang mampu

mendorong serta mengarahkan siswa pada tujuan pembelajaran. Karena itu, perlu

menciptakan komunikasi yang mampu merangsang siswa untuk aktif dalam

kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, seorang guru Pendidikan Agama

Katolik mempunyai peranan memotivasi siswa dalam belajar dengan melakukan

komunikasi interpersonal dengan para siswa secara lebih personal dan mendalam.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh guru dapat dilakukan dengan

tujuan untuk mengajak dan mempengaruhi siswa untuk lebih bersemangat dalam

belajar termasuk saat belajar Pendidikan Agama Katolik. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Kemampuan Komunikasi

(26)

Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi SMP Pangudi Luhur St.

Vincentius Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017.”

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah yang akan

diteliti sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal Guru Pendidikan

Agama Katolik dan apa pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan

Agama Katolik?

2. Bagaimana gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama

Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama

Katolik siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu?

3. Usaha apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal Guru

Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi belajar

Pendidikan Agama Katolik.

2. Untuk mengetahui gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan

Agama Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan

(27)

3. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoretis:

a. Hasil penulisan ini, diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan gagasan

bagi peningkatan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik pada jenjang

pendidikan SMP, sehingga diharapkan para guru Pendidikan Agama Katolik

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran tersebut.

b. Memberikan sumbangan alternatif tentang pengaruh kemampuan komunikasi

interpersonal guru terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik.

2. Manfaat Praktis:

Melalui penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap

guru dalam memotivasi siswa agar serius dalam mempelajari Pendidikan Agama

Katolik.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian kualitatif yang

menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif dipilih untuk menjelaskan

pengertian komunikasi interpersonal guru dan pengaruhnya untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa. Herdiansyah (2012: 13) menjelaskan pendekatan

kualitatif berorientasi pada situasi alamiah sehingga peneliti tidak memanipulasi

(28)

mengumpulkan data akan menggunakan trianggulasi tehnik dengan wawancara,

observasi, dan menyebarkan kuesioner untuk para siswa. Wawancara akan

dilaksanakan dengan guru dan beberapa siswa guna mengetahui bagaimana

komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa dan bagaimana motivasi

belajar siswa berdasarkan fakta dan situasi yang ada di lapangan. Penulis juga

akan melakukan observasi terkait dengan komunikasi interpersonal guru

Pendidikan Agama Katolik saat jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran,

serta mengobservasi mengenai motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik

siswa. Kuesioner akan dibagikan kepada siswa gunanya untuk melengkapi dan

melakukan cross check data hasil wawancara dan observasi. Hasil penelitian

akan dibahas dan dijelaskan. Pada bagian akhir, penulis akan memberikan

sumbangan berdasarkan hasil dari kajian pustaka dan hasil dari penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai tulisan ini, penulis akan

menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan

dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab ini, penulis akan menuliskan mengenai tinjauan

pustaka yang berisikan pengertian komunikasi interpersonal dan

sejauh mana komunikasi interpersonal berpengaruh bagi

(29)

BAB III : Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai gambaran

komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik

dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama

Katolik pada siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius

Sedayu.

BAB IV : Dalam bab ini penulis akan menyampaikan usaha yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik.

(30)

BAB II

KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI BELAJAR

Pada bab sebelumnya, penulis telah menyampaikan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode

penulisan, dan sistematika penulisan. Dalam Bab ini penulis akan menindaklanjuti

dengan memberikan gambaran mengenai komunikasi interpersonal dan motivasi

belajar siswa secara lebih mendalam. Bab ini berisi kajian pustaka mengenai

komunikasi interpersonal, motivasi belajar siswa dari teori dan pendapat para ahli,

dan memaparkan komunikasi interpersonal dan pengaruhnya untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam

penulisan skripsi ini.

Bab II ini menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal sebagai

komunikasi antarpribadi yang sering dilakukan dengan frekuensinya cukup tinggi

dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi interpersonal merupakan

interaksi antarpribadi yang memandang orang lain sebagai subjek sehingga

tercipta rasa saling menerima dan saling menghargai. Komunikasi interpersonal

memberikan jawaban pada kebutuhan manusia yaitu dengan saling memberikan

kasih sayang dan perhatian. Pada bagian pertama bab ini penulis akan membahas

mengenai komunikasi interpersonal secara umum dilanjutkan dengan komunikasi

interpersonal dalam konteks guru Pendidikan Agama Katolik yang meliputi

pemahaman yang menguraikan pengertian komunikasi dan pengertian komunikasi

(31)

interpersonal, tujuan komunikasi interpersonal, sikap yang mendukung

komunikasi interpersonal, dan komunikasi interpersonal bagi guru Pendidikan

Agama Katolik. Bagian kedua akan menguraikan mengenai pengertian motivasi

dan motivasi belajar, motivasi belajar berdasarkan sifatnya, fungsi motivasi

belajar dalam pelajaran, dan pentingnya motivasi belajar dalam mempelajari

Pendidikan Agama Katolik. Bagian ketiga atau bagian terahir penulis akan

menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik

dan pengaruhnya untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Pendidikan

Agama Katolik.

A. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Komunikasi

Riswandi (2009:1-2) juga menjelaskan etimologi kata komunikasi yang

berasal dari bahasa Inggris yaitu communication yang berarti “berbagi atau

menjadi milik bersama.” Untuk melengkapi definisi komunikasi, Riswandi juga

mengutip pandangan beberapa ahli antara lain Bernard Berelson & Gary A.

Steiner yang menjelaskan komunikasi sebagai “suatu proses penyampaian

informasi, gagasan, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol

seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-lain.” Dari kedua ahli tersebut, penulis

memahami komunikasi sebagai suatu proses memberitahukan dan berbagi

(32)

kata-kata, gambar, angka, maupun simbol supaya dapat dipahami atau dimengerti

oleh orang lain.

Tubbs L., Steward & Sylvia Moss (2001: 4-5) menjelaskan komunikasi

sebagai proses berbagi pengalaman. Dalam proses berbagai pengalaman terdapat

pelaku komunikasi yaitu komunikator sebagai orang yang bersedia

menyampaikan pengalaman dan komunikan yaitu orang yang berperan sebagai

pendengar. Komunikasi sebagai proses berbagi perngalaman antara komunikator

dengan komunikan dilakukan supaya komunikan dapat memahami pengalaman

yang disampaikan oleh komunikator.

Burhan Bungin (2006: 57) menjelaskan arti komunikasi sebagai proses

seorang komunikan memaknai informasi, sikap, dan perilaku dari komunikator

yang disampaikan dalam bentuk pengetahuan, gerak-gerik (gesture), perilaku,

maupun perasaan. Dari pengetahuan, gerak-gerik (gesture), perilaku, maupun

perasaan maka komunikan dapat memberikan reaksi balik atas apa yang telah

didengarnya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya.

Komunikasi dapat disimpulkan sebagai tindakan komunikator

memberitahukan dan berbagi pengalaman, perasaan, informasi, gagasan, maupun

keahlian yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata, gambar, angka,

maupun simbol yang lainnya kepada komunikan yang kemudian akan dipahami

dan dimaknai oleh komunikan. Reaksi akan diberikan komunikan setelah ia dapat

memahami dan memaknai hal yang telah disampaikan oleh komunikator

(33)

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Suranto (2011: 3-4) menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai

komunikasi antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka mengungkapkan pesan

secara verbal (menggunakan kata-kata) ataupun non verbal (gesture, seperti:

melambaikan tangan, tersenyum, dan lain sebagainya) dan bersifat dua arah.

Supratiknya (2012: 38) menjelaskan komunikasi yang bersifat dua arah sebagai

komunikasi di mana pengirim pesan terbuka dalam menerima umpan balik atau

tanggapan dari penerima pesan sehingga kedua pihak dapat saling memahami

dengan baik. Komunikasi interpersonal bersifat dua arah ditandai dengan antara

pengirim pesan dan penerima pesan memiliki kedudukan yang sama sebagai

subjek sehingga tercipta rasa saling diterima, suasana saling terbuka, saling

menghargai, dan saling mendengarkan.

Komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011: 4-5) bersifat dua arah

yang ditandai adanya reaksi langsung dari komunikan. Adanya reaksi langsung

dari komunikan sebagai gambaran adanya dialog yang bertujuan untuk berbagi

informasi. Informasi yang dikomunikasikan oleh komunikator kepada komunikan

maupun sebaliknya akan saling memperkaya pengetahuan kedua belah pihak.

Komunikasi interpersonal juga bertujuan untuk saling berbagi perasaan diawali

dengan menunjukkan perasaan saling percaya, terbuka, dan jujur.

Brent D. Ruben & Lea P. Stewart (2013: 268) menjelaskan komunikasi

interpersonal sebagai komunikasi yang dekat dan mendalam untuk membantu

orang lain dalam memperbaiki sikap yang kurang baik menjadi lebih baik dari

(34)

pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Komunikasi interpersonal yang

dilakukan antara komunikator dan komunikan yang bertujuan untuk dapat saling

memahami dan berbagi apa yang menjadi harapan mereka. Apabila komunikasi

interpersonal antara komunikator dan komunikan diawali dengan saling

memahami secara dekat dan mendalam maka keduanya dapat saling membantu

dalam mewujudkan harapan yang ingin dicapai.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan

antara dua orang atau lebih yang memiliki kedudukan sama sebagai subjek.

Komunikasi interpersonal dilakukan secara verbal atau dengan kata-kata, maupun

non verbal atau dengan bahasa tubuh (gesture). Komunikasi bersifat dua arah

sering disebut sebagai dialog. Komunikasi interpersonal sebagai wujud sebuah

hubungan pribadi manusia yang paling erat, mendekatkan, mendalam, dan pribadi

memungkinkan para pelaku untuk dapat saling berbagi pengalaman, informasi,

maupun perasaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal ini

akan terbuka untuk saling menerima, menghargai, dan mendengarkan apa yang

menjadi harapan satu sama lain serta bersama-sama saling membantu untuk

mewujudkan harapan yang dicita-citakan.

2. Pendekatan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal memiliki beberapa pendekatan. Pendekatan inilah

yang nantinya akan mempengaruhi proses komunikasi interpersonal itu sendiri.

(35)

a. Pendekatan Dialogis

Suranto (2011: 114) menjelaskan pendekatan dialogis dalam komunikasi

interpersonal memiliki ciri adanya percakapan atau dialog untuk saling berbagi

informasi sehingga antara para pelaku komunikasi interpersonal berada dalam

posisi yang sejajar. Pendekatan dialogis memungkinkan pihak-pihak yang

melakukan komunikasi interpersonal bersedia untuk mengubah pandangannya

karena adanya rasa saling terbuka, saling menghargai, dan saling percaya untuk

menerima gagasan maupun ide dari teman bicaranya.

Yusup Pawit (1990: 10) mengungkapkan bahwa “proses belajar adalah

suatu proses komunikasi.” Lebih lanjut, Pawit menjelaskan bahwa adanya

komunikasi yang bersifat dua arah yang berarti para pelaku komunikasi memiliki

kedudukan yang sama. Komunikator dan komunikan bebas mengemukakan

gagasan mereka dalam suasana yang bebas dan netral. Pawit mengutip pandangan

Berlo yang menjelaskan mengenai proses belajar sebagai proses komunikasi

dalam konteks personal. Proses belajar dapat terjadi apabila ada umpan balik

secara berkelanjutan dari komunikan kepada komunikator dan dari komunikator

kepada komunikan.

Pendekatan Dialogis

Keterangan Singkat:

Su = Sumber

M = Media

(36)

Gambar di atas menunjukkan gambaran proses komunikasi interpersonal

dengan pendekatan dialogis antara guru dengan siswa yang diawali dari sumber

yaitu guru sebagai komunikator dengan media ataupun tanpa media

menyampaikan pesan kepada sasaran yaitu siswa dan terjadi umpan balik dari

siswa kepada guru. Proses komunikasi interpersonal dengan pendekatan dialogis

ini terjadi secara berkesinambungan dan dapat menimbulkan perubahan dalam

segi kognitif, afektif, dan psikomotorik baik itu siswa maupun guru.

b. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antarpribadi. Agus M.

Hardjana (2009: 107-109) menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal

sebagai komunikasi antarpribadi dapat menggunakan pendekatan sharing

pengalaman hidup. Pendekatan sharing pengalaman hidup memungkinkan

pribadi-pribadi yang terlibat dalam komunikasi dapat saling bertukar pengalaman

hidup (life experience) dan tujuannya adalah untuk saling memperkaya

pengalaman hidup pribadi. Dalam pendekatan sharing pengalaman hidup dibagi

menjadi empat tahapan, yaitu:

1) Tahap Pertama dari Mulut ke Mulut

Komunikasi pada tahap mulut ke mulut adalah bersifat dangkal dan sekedar

dilakukan untuk memenuhi kebiasaan sopan santun. Komunikasi dari mulut ke

mulut biasanya dilakukan oleh orang yang belum sangat kenal satu sama lain.

Pada komunikasi tahap mulut ke mulut, terkadang orang bertanya hanyalah untuk

(37)

2) Tahap Kedua dari Kepala ke Kepala

Komunikasi dari kepala ke kepala menunjukkan saling bertukar pikiran,

gagasan, maupun ide. Komunikasi dari kepala ke kepala ini sering disebut sebagai

komunikasi dari otak ke otak sehingga dalam komunikasi ini perasaan tidak

menjadi bahan sharing. Komunikasi dari kepala ke kepala biasanya dilakukan

antarkenalan ataupun dengan teman. Komunikasi dari kepala ke kepala biasanya

digunakan mengungkapkan ide-ide, gagasan, maupun pendapat.

3) Tahap Ketiga dari Hati ke Hati

Komunikasi dari hati ke hati berlangsung ketika orang yang terlibat dalam

komunikasi saling berbagi perasaan. Hal yang dibicarakan dalam komunikasi hati

ke hati adalah mengenai masalah atau keprihatinan, kekhawatiran, kegembiraan,

harapan, bahkan cita-cita. Dalam komunikasi hati ke hati ini, para pelakunya

saling terbuka untuk menyampaikan perasaan mereka karena adanya sikap saling

percaya dan saling mendukung. Komunikasi dari hati ke hati biasa dilakukan

bersama sahabat atau dengan orang yang dianggap dekat dan dapat dipercaya.

4) Tahap Keempat dari Iman ke Iman

Komunikasi dari iman ke iman menggambarkan para pelakunya untuk

saling berbagi pengalaman hidup mengenai apa yang telah dialami, apa yang

dirasakan, dan hikmah apa yang dapat dipetik dari pengalaman itu. Komunikasi

dari iman ke iman mengungkapkan pandangan hidup, keyakinan, dan iman.

Tahap komunikasi interpersonal dari iman ke iman inilah yang menjadi

pokok dalam menjalin komunikasi interpersonal antarpribadi guru Pendidikan

(38)

Tahap komunikasi dari iman ke iman memberikan kesempatan bagi guru maupun

siswa untuk saling berbagi pengalaman hidup berdasarkan iman akan Yesus

Kristus.

c. Pendekatan Persuasif

Pendekatan persuasif menurut Suranto (2011: 116) dilakukan dengan cara

membujuk atau memberikan dorongan yang bertujuan untuk membantu individu

dalam mengubah sikap dan tingkah laku berlandaskan kerelaan dan dengan

senang hati. Tujuan utama pendekatan persuasif adalah untuk mengubah sikap

maupun mempengaruhi orang lain dengan gagasan yang dikehendaki komunikator

dengan cara membujuk ataupun meyakinkan komunikan. Dalam pendekatan ini

komunikator berusaha meyakinkan komunikan bahwa ide komunikator sangat

masuk akal dan memberikan manfaat bagi komunikan. Pendekatan persuasif ini

akan membuat komunikan merasa seolah-olah dalam melakukan perubahan baik

itu sikap maupun gagasan berdasarkan kemauannya sendiri, tanpa paksaan.

Suranto (2011: 117) menjelaskan prosedur pendekatan persuasif dengan

menggunakan A-A procedure atau from attention to action procedure, melalui

formula AIDDA yang berarti dari Attention (perhatian), Interest (Minat), Desire

(hasrat), Descision (Keputusan), dan Action (Tindakan).

Tabel 1 A-A Procedure

Fase Tujuan

(39)

Interest Membangun minat komunikan dengan menjelaskan

manfaat yang sesuai dengan logika maupun emosinya.

Desire Menunjukkan keinginan atau hasrat dengan menunjukkan

bahwa ide yang dikemukakan sebagai solusi yang baik

bagi komunikan.

Decision Mempersilahkan komunikan untuk mengambil keputusan

terhadap solusi rasional untuk menyelesaikan masalah.

Action Membangkitkan keinginan yang kuat dalam diri

komunikan untuk mengambil tindakan.

3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Julia T. Wood (2013: 23-28) mengungkapkan mengenai ciri-ciri komunikasi

interpersonal yang dipandang sebagai sebuah proses transaksi yang berkelanjutan.

Komunikasi interpersonal memiliki enam ciri yaitu:

a. Selektif

Selektif dalam komunikasi interpersonal berarti bahwa seseorang tidak

mungkin dapat menjalin komunikasi yang akrab dengan semua orang. Seseorang

melakukan komunikasi interpersonal dengan dekat dan mendalam hanya kepada

orang yang dapat dipercaya dengannya sehingga seseorang tidak ragu untuk

membuka diri seutuhnya dengan orang yang ia kenal dengan baik dan mendalam.

b. Unik

Komunikasi interpersonal sangat unik karena setiap pribadi manusia adalah

(40)

menjalin keakraban dengan orang lain. Komunikasi Interpersonal melibatkan

orang-orang yang memiliki keunikan dan saling mengenal secara dekat serta

mendalam sehingga masing-masing orang dapat berkomunikasi secara unik sesuai

pribadi yang diajak berkomunikasi.

c. Prosesual

Komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah proses yang

berkelanjutan, saling terkait, dan selalu berkembang dari masa ke masa.

Komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah proses yang berkelanjutan

maka segala yang telah diucapkan atau dikomunikasikan sudah menjadi bagian

dari proses komunikasi yang kata-katanya tidak dapat ditarik kembali sehingga

dibutuhkan etika dan tanggung jawab dalam melakukan komunikasi dengan orang

lain.

d. Transaksional

Komunikasi interpersonal melibatkan minimal dua orang atau lebih untuk

saling menyampaikan pesan, gagasan, maupun perasaannya. Transaksional dalam

proses komunikasi interpersonal ditandai dengan adanya umpan balik dari

penerima pesan baik itu berupa pesan verbal maupun non verbal.

e. Pengetahuan personal

Komunikator dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan

komunikan saling mendapatkan pengetahuan personal yang semakin lama dan

semakin mendalam dalam mengenal orang lain. Melalui komunikasi

interpersonal, baik itu komunikator maupun komunikan dapat semakin memahami

(41)

komunikasi yang nyaman dilandasi kepercayaan yang baik. Komunikasi

interpersonal memungkinkan orang lain dapat memahami diri kita lebih baik

dibandingkan dengan diri kita sendiri. Komunikasi interpersonal membuka

pemahaman tentang kepribadian orang lain karena melibatkan unsur kepercayaan

dan kedalaman relasi.

f. Menciptakan makna

Inti dalam melakukan komunikasi interpersonal adalah untuk berbagi makna

dan informasi. Seseorang yang berkomunikasi dengan orang lain akan

menciptakan makna sebagai hasil dari tanggapan berupa kata-kata maupun

perilaku (gesture) orang yang diajak berkomunikasi.

Melalui komunikasi interpersonal, komunikator dalam menyampaikan

pesannya kepada komunikan akan membuat komunikan mampu memaknai baik

itu isi pesan dari komunikator maupun memaknai hubungan yaitu apakah pesan

yang disampaikan komunikator menunjukkan adanya komunikasi yang sejajar

atau seimbang. Contohnya: Seorang ibu berkata kepada anaknya, “bersihkan

kamarmu sekarang!” Hal ini menunjukkan hubungan yang timpang karena posisi

seorang ibu yang berhak untuk memerintahkan anaknya, tetapi ketika ibu berkata

kepada anaknya, “dapatkah kamu membersihkan kamarmu?” Maka komunikasi

yang terjadi akan lebih positif dan seimbang. Pemaknaan isi dalam komunikasi

interpersonal hanya berisi sejauh mana komunikan memahami informasi yang

disampaikan komunikator, sedangkan pemaknaan yang lebih mendalam adalah

(42)

4. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Suranto mengungkapkan tujuh tujuan komunikasi interpersonal (2011:

19-22), yaitu untuk:

a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Berkomunikasi dengan menyapa, tersenyum, melambaikan tangan,

membungkukkan badan, menanyakan kabar, dan lain sebagainya, yang

menunjukkan adanya perhatian. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kesan

dingin ataupun tertutup. Memberikan perhatian seperti ini terkadang hanya untuk

dapat lebih dekat dengan orang lain dan sebagai pembuka pembicaraan menuju

topik yang lebih serius atau pembicaraan inti.

b. Menemukan diri sendiri

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk mengetahui dan mengenali

karakteristik diri berdasarkan informasi dari orang lain. Seseorang yang terlibat

dalam proses komunikasi interpersonal akan belajar untuk mengenali diri sendiri

maupun orang lain karena tidak mudah bagi seseorang untuk melihat kesalahan

yang dilakukannya, namun sangat mudah bagi seseorang menemukan kesalahan

yang dilakukan oleh orang lain. Maka, seseorang yang melakukan komunikasi

interpersonal dengan orang lain akan mendapatkan informasi maupun masukan

dari orang lain untuk dapat semakin mengenal dirinya dengan lebih mendalam

baik itu mengenai sifat, bakat, kesalahan yang dilakukannya, dan lain sebagainya.

c. Menemukan dunia luar

Komunikasi interpersonal dapat membuat pihak-pihak yang terlibat di

(43)

Informasi ini didapat sebagai hasil dari melakukan komunikasi dengan orang lain.

Jadi, dengan melakukan komunikasi interpersonal, orang akan memperoleh

informasi yang baru untuk diketahui hingga pada akhirnya ia dapat menemukan

keadaan dunia luar yang sebelumnya tidak diketahuinya. Komunikasi adalah

“jendela dunia” karena melalui berkomunikasi orang akan mengetahui dunia luar

yang baru dan lebih luas.

d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis

Membangun dan memelihara hubungan baik adalah kebutuhan manusia

karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan perlu bekerja sama dengan orang

lain. Hubungan baik yang terbangun dan terpelihara akan menumbuhkan kerja

sama yang baik. Apabila kerja sama dapat tumbuh dengan baik maka kegiatan

sehari-hari dapat dilaksanakan semakin lancar. Jadi, setiap orang dalam hidupnya

sehari-hari telah menggunakan banyak waktunya untuk melakukan komunikasi

interpersonal dengan orang lain untuk dapat saling memahami dan bekerja sama

demi terbangun dan terpeliharanya hubungan antarpribadi yang harmonis.

e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

Komunikasi interpersonal adalah proses seseorang menyampaikan pesan

kepada orang lain untuk memberitahu maupun untuk mengungkapkan pendapat

supaya orang lain bersedia untuk mengubah sikap dan tingkah lakunya dari yang

belum sesuai dengan nilai dan norma menjadi sesuai dengan nilai dan norma yang

berlaku. Pada dasarnya proses komunikasi sebagai sebuah pengalaman yang akan

(44)

ditandai dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku supaya semakin sesuai

dengan nilai dan norma yang berlaku.

f. Menghilangkan kerungian akibat dari salah komunikasi

Komunikasi interpersonal memungkinkan adanya pendekatan secara

langsung sehingga memungkinkan terjadinya umpan balik lebih cepat dan dapat

mengurangi terjadinya kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Pendekatan secara

langsung dapat membuat komunikator dan komunikan dapat lebih cepat

mengklarifikasi apabila terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

g. Memberikan bantuan konseling

Banyak orang dalam berbagai profesi sering bertindak sebagai konselor

dalam komunikasi interpersonal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti

seseorang yang menceritakan masalahnya kepada orang lain dengan tujuan untuk

mendapatkan bantuan pemikiran ataupun solusi dari orang lain. Konsultasi adalah

kegiatan strategis untuk menjalankan komunikasi interpersonal untuk memberikan

bantuan dan bimbingan. Komunikasi intepersonal sangat sering dilaksanakan oleh

banyak orang dalam berbagai profesi untuk memberikan bantuan kepada orang

lain yang mengalami masalah.

5. Sikap yang Mendukung Komunikasi Interpersonal

Suranto mengungkapkan pandangan Devito (2011: 82-84) mengenai lima

(45)

a. Keterbukaan

Keterbukaan sebagai sikap menerima masukan dari orang lain dan berkenan

untuk menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Keterbukaan

dipandang sebagai kesediaan untuk membuka diri dalam mengungkapkan

informasi dengan jujur sesuai dengan asas kepatutan dan mampu merespon orang

lain dengan jujur. Keterbukaan dalam komunikasi interpersonal sangatlah penting

karena dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung

transparan, dua arah, dan dapat diterima semua pihak yang berkomunikasi.

Komunikasi interpersonal yang terbuka menunjukkan kejujuran dan kejujuran

akan menimbulkan sikap saling mempercayai (trust) dari semua pihak yang

berkomunikasi.

b. Empati

Empati diartikan sebagai ikut merasakan. Berempati dengan seseorang

berarti ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Dalam berempati

seseorang dapat memahami perasaan orang lain, dapat merasakan apa yang

dirasakan oleh orang lain, dan dapat memahami suatu persoalan dari sudut

pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Empati akan muncul apabila

seseorang mampu mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain dan

berusaha untuk memahami orang lain. Empati juga menjadi filter agar orang tidak

mudah untuk menyalahkan orang lain. Dengan berempati orang akan memahami

orang lain tidak semata-mata dari sudut pandang diri sendiri melainkan dari sudut

(46)

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan dapat memahami orang lain,

baik itu: pendapat, sikap, maupun perilakunya.

c. Dukungan

Dukungan meliputi tiga hal: Pertama, descriptiveness dipahami sebagai

lingkungan yang tidak mengevaluasi. Lingkungan yang tidak mengevaluasi

menjadikan orang bebas dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga orang

tidak malu dan tidak akan merasa dirinya menjadi bahan kritikan terus-menerus.

Kedua, spontaneity merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi

secara spontan. Ketiga profesionalisme adalah kemampuan untuk berfikir secara

terbuka, mampu menerima pandangan yang berasal dari orang lain dan bersedia

untuk mengubah dirinya apabila perubahan itu dipandang perlu.

d. Sikap Positif

Sikap positif yang dimaksud orang yang terlibat dalam komunikasi

interpersonal haruslah sama-sama memiliki perasaan dan pikiran positif tanpa

prasangka atau curiga. Sikap positif dalam berkomunikasi interpersonal

ditunjukkan dengan berbagai macam sikap, yaitu: menghargai orang lain,

berpikiran positif terhadap orang lain, meyakini pentingnya orang lain,

memberikan pujian dan penghargaan, dan berkomitmen menjalin kerja sama.

e. Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan (equality) adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki

kedudukan yang sama dalam berkomunikasi, sama-sama bernilai dan berharga,

dan saling memerlukan. Kesetaraan dalam berkomunikasi interpersonal berupa

(47)

komunikasi. Sikap yang menunjukkan kesetaraan adalah menunjukkan

kerendahan hati, tidak memaksakan kehendak, saling memerlukan, dan adanya

komunikasi yang akrab dan nyaman.

6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik

a. Guru

Kompri (2015: 30-31) mengutip pandangan Nawawi mengenai pengertian

guru sebagai orang dewasa yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan

pendidikan maka guru juga disebut sebagai tenaga pendidik di sekolah. Moh.

Uzer (1991: 4) berpendapat bahwa guru memiliki tugas: mendidik yaitu

meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar yang berarti

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan melatih yang berarti

mengembangkan keterampilan yang dimiliki siswa. Selain tugas utamanya untuk

mendidik siswa guru juga memiliki peranan menjadi orang tua bagi siswa di

sekolah.

Guru sebagai orang tua bagi siswanya berarti bahwa guru bertanggung

jawab pada siswanya untuk menjadi teladan dan panutan. Hal itu senada dengan

pandangan Ki Hajar Dewantara yang menjelaskan bahwa guru memberikan

teladan dan panutan bagi siswa dan masyarakat dengan semboyan “ing ngarsa

sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti peran

guru di depan memberikan teladan, di tengah-tengah untuk membangun, dan di

(48)

Guru adalah tenaga pendidik di sekolah yang memiliki tugas mendidik,

mengajar, dan melatih siswanya. Guru juga berperan sebagai orang tua bagi siswa

ketika di sekolah. Guru juga harus berkepribadian mantab, setia pada

panggilannya, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Guru Pendidikan Agama Katolik

Mintara (2009: xix-xxi) mengutip pandangan Parker J. Palmer yang

menjelaskan sosok guru sebagai orang yang mengajarkan mengenai dirinya

sendiri, mengenai hidupnya sendiri. Guru memiliki tanggung jawab untuk

mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai, dan kerohanian

yang dimilikinya. Mintara kemudian menjelaskan bahwa guru Kristiani memiliki

tugas mencerdaskan siswa serta bertugas untuk membimbing siswa dalam

meneladan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Guru Sejati.

Jayusdi dalam buku Belajar dari Muridku (Bimas Katolik DIY Kementrian

Agama RI, 2014: 77) mengatakan bahwa “satu teladan lebih berharga daripada

seribu teori. Hanya dengan membangun diri secara utuh, seorang guru akan dapat

benar-benar digugu dan ditiru.” Guru yang mampu bersikap baik akan menjadi

inspirasi bagi siswa untuk bersikap baik pula, karena bagi siswa akan lebih mudah

mengingat salah satu keteladanan yang ditunjukkan oleh guru dibandingkan

dengan seribu teori yang diajarkannya.

Yulia Sri Prihartini (2013b: 12-14) menjelaskan bahwa menjadi guru adalah

cara mulia untuk merealisasikan iman dan pengabdian hidup bagi masa depan

(49)

dan memperjuangkan nilai keutamaan hidup agar hidup setiap siswa memiliki

kelimpahan berkat dan dapat meraih kebahagiaan. Guru haruslah memiliki

komitmen untuk belajar bersama-sama dengan siswa dalam menghayati nilai-nilai

keutamaan hidup.

Guru Pendidikan Agama Katolik adalah orang yang beriman Kristiani, yang

mengkomunikasikan kepada para siswanya mengenai pengetahuan iman,

hidupnya sendiri, kebaikan, kebenaran, dan kerohanian yang diteladaninya

berlandaskan pada Yesus Kristus. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki

tanggung jawab untuk membimbing siswa menjadi semakin mengenal dan

semakin beriman pada Yesus Kristus untuk menuju pada kepenuhan iman.

Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik (KWI,

1991: 73) mengatakan bahwa:

Pendidikan agama harus diarahkan menuju pengudusan pribadi maupun kerasulan karena itu merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam panggilan Kristen. Pendidikan untuk tugas kerasulan berarti pendidikan manusia tertentu secara bulat, yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan kodrati setiap pribadi.

Sesuai dengan Ajaran Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik maka tugas

seorang guru Pendidikan Agama Katolik adalah membantu siswa menjadi pribadi

yang semakin beriman kepada Yesus Kristus dan mengarahkan siswa untuk

menjadi pewarta Kabar Gembira bagi dunia. Maka, guru Pendidikan Agama

Katolik Pendidikan Agama Katolik dalam mengajarkan mata pelajaran

Pendidikan Agama Katolik hendaknya dapat menyesuaikan pewartaannya dengan

(50)

c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik

Samana (1994: 31) mengungkapkan bahwa dasar seluruh kecakapan

keguruan adalah kecakapan komunikasi secara pribadi atau secara personal antara

guru dengan siswa. Inilah yang disebut sebagai komunikasi interpersonal antara

guru dengan siswa, karena komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011: 3-4)

diartikan sebagai komunikasi antarpribadi secara tatap muka yang memungkinkan

setiap penerima pesan mendapat reaksi langsung orang lain secara verbal maupun

secara non verbal.

Kecakapan yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Katolik

adalah kecakapan untuk melakukan komunikasi interpersonal atau komunikasi

antara pribadi guru dengan siswa. Peran guru Pendidikan Agama Katolik adalah

menjadi pewarta iman bagi siswanya, maka guru haruslah memiliki kemampuan

berkomunikasi yang baik sehingga segala yang diwartakannya dapat dipahami

dan diterima oleh siswanya dan dapat membawa siswanya semakin mengenal dan

beriman pada Yesus Kristus.

Luk 9: 48 menjadi dasar dan inspirasi bagi guru Pendidikan Agama Katolik

dalam menjalin komunikasi interpersonal dengan siswanya yaitu: “barang siapa

menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, dan barang siapa

menyambut Dia yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.”

Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal

dengan siswanya berlandaskan Luk 9: 48 yang menunjukkan bahwa sikap dasar

guru Pendidikan Agama Katolik dalam menyambut siswa hendaknya sama seperti

(51)

Tuhan yang harus dihargai dan dikasihi yang didasari dengan sikap terbuka. Guru

Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal dipandang

sebagai sebuah pelayanan kepada siswa untuk memberikan perhatian dan kasih.

Yulia Sri Prihartini (2013b: 50) mengemukakan pendapatnya mengenai

guru dalam membangun relasi yang baik dengan siswanya diawali dengan

kesediaan untuk membuka hati terhadap orang lain. Maka, guru Pendidikan

Agama Katolik dalam melakukan komunikasi antarpribadi yang baik dengan

siswa diawali dengan kesediaan membuka hati untuk menerima siswanya sebagai

subjek yang harus dihargai dan dikasihi sehingga guru dapat membagikan

pengalaman hidupnya berdasarkan Sang Inspirasi yaitu Yesus Kristus.

Widi Nugraha (2013: 71) mengutip pandangan Mintara mengungkapkan

bahwa “mengajar pada dasarnya adalah membagikan dari kedalaman hati apa pun

yang menjadi pengalaman dan nilai-nilai keutamaan yang dihayati.” Maka, guru

dalam mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik diwujudkan dengan

cara mengkomunikasikan secara terbuka dan dari hati yang terdalam mengenai

pengalaman hidupnya yang berdasarkan pada keutamaan nilai-nilai Kristiani

untuk membantu siswa dalam memaknai hidup yang bersumber pada kasih Allah

untuk sampai pada keutuhan pribadi. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam

melakukan komunikasi antarpribadi diwarnai cinta kasih, kesabaran, dan

kebijaksanaan.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik

apabila menggunakan pendekatan dialogis maka akan terjadi dialog antara guru

(52)

membuat komunikasi yang terjalin akan membawa kebenaran dan cinta kasih

yang diawali dengan memberikan respon secara jujur. Bahkan Rouel menjelaskan

jika komunikasi antarpribadi manusia tidak akan bisa terjadi tanpa adanya

komunikasi dengan Tuhan. Jadi, untuk dapat melakukan komunikasi interpersonal

dengan siswanya, seorang guru Pendidikan Agama Katolik juga harus mencintai

Tuhan terlebih dahulu supaya dapat benar-benar mencintai dan mengenal

siswanya sehingga komunikasi interpersonal yang terjadi antara guru dengan

siswa sebagai komunikasi untuk dapat semakin mengenal kasih Allah.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Moh Uzer (1989: 24) menjelaskan motivasi sebagai daya dari dalam diri

seseorang yang mendorongnya dalam melakukan perbuatan untuk memenuhi

kebutuhan dan mencapai tujuan. Senada dengan Moh. Uzer, Muh. Ali (1987: 15)

menjelaskan motivasi sebagai “dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan

sesuatu.” Rooijakkers (1980: 16) melengkapi pengertian motivasi sebagai

keinginan untuk mencapai suatu hal tertentu.

Motivasi adalah keinginan, daya, dorongan, perbuatan atau tingkah laku

seseorang untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan. Dengan

adanya motivasi maka seseorang akan berusaha untuk mencapai tujuan yang

diharapkan dan motivasilah yang dapat menggerakkan seseorang untuk berusaha

(53)

b. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi sangat diperlukan oleh siswa dalam menjalani proses pendidikan.

Kompri (2015: 231) mengutip pandangan Hamalik yang mengungkapkan bahwa

siswa tidak akan pernah belajar jika tidak termotivasi untuk belajar. Hal ini berarti

setiap siswa harus memiliki keinginan untuk belajar. Siswa harus memiliki

motivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Seorang siswa akan belajar

apabila ia merasa jika hal yang perlu dipelajari menyentuh kebutuhannya, namun

apabila tidak menyentuh kebutuhannya maka ia tidak akan tertarik untuk

mempelajarinya.

Samana (1994: 70) juga menjelaskan arti motivasi

Gambar

Tabel 9: Susunan Acara Lokakarya Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Guna Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa  ...........................
Gambar di atas menunjukkan gambaran proses komunikasi interpersonal
Tabel 1 A-A Procedure
Tabel 4 Kuesioner I: Hasil Komunikasi Interpersonal
+3

Referensi

Dokumen terkait