i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit pembunuh nomor satu di dunia, khususnya Indonesia. Untuk itu Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai Kepribadian tipe D pada pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di RS ‘X’ Bandung. Rancangan penelitian yang dugunakan ialah desain penelitian deskriptif dengan metoda survey dan teknik sampling dengan menggunakan purposive sampling.
Kepribadian Tipe D merupakan teori yang dikembangkan oleh Johann D Denollet (2000) dimana kepribadian tipe D merupakan faktor resiko yang dapat menimbulkan kerusakan bahkan kegagalan pada jantung. Pasien PJK dengan kepribadian tipe D memiliki prognosis yang kurang baik terhadap penyakitnya dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian tipe non-D. kepribadian tipe D sendiri terdiri atas dua trait yaitu Negative affectivity dimana individu memiliki kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi negatif hampir di setiap waktu dan situasi. Trait kedua yaitu social Inhibiton yang merujuk pada keterhambatan individu dalam mengekpresikan emosi-emosi negatifnya dalam interaksi sosial.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner DS14. Prosedur pengujian validitas dilakukan berdasarkan construct validity dengan confirmatory factor analysis (CFA), menggunakan software LISREL 8.5 (joreskog & Sorbom,1999). Reliabilitas dihitung dengan dengan alpha-cronbach dan didapatkan hasil 0.82.
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang antara data utama dengan data penunjang. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 21 dari 90 responden atau sebesar 23,33% memiliki kepribadian tipe D. Dengan demikian kepribadian Tipe D tidak cukup menggambarkan kondisi pasien PJK di Indonesia khususnya Bandung.
ii Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
Coronary Heart Disease (CHD) is the first rate killer disease worldwide especially in Indonesia. Therefore, this research did to get the explanation about type
D personality of CHD patients in Hospital “X” Bandung. This research used descriptive research design with survey method and purposive sampling technique.
Type D Personality theory developed by Johann D Denollet (2000). Type D personality is a risk factor that cause cardiac morbidity and mortality. CHD patients with type D personality has a poor prognosis of health status compared to CHD patients with non type D personality. Type D Personality consist of two stable traits which are negative affectivity and social inhibition. Negative affectivity is a tend to experience negative emotions almost all the time and in every situation. Social inhibition is a tend to inhibit the expression of negative emotions while doing social interaction.
Measurement test that used in this research is DS14 questionaire. The validity test used construct validity with confirmatory factor analysis (CFA) using software LISREL 8.5 (joreskog & Sorbom,1999) and the reliability tested with alpha-cronbach (0.82).
The data that has been collected in this research then proceed with frequency distributions and cross tabulation between the main data and supporting data. the result of this research shows that 21 out of 90 respondents (23,33%) has type D
personality. Thus, type D personality wasn’t quite describe the condition of CHD
patients in Indonesia especially Bandung.
iii Universitas Kristen Maranatha
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Maksud Penelitian ... 7
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 7
1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 7
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8
1.5 Kerangka Pemikiran ... 8
1.6 Asumsi ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 18
2.1 Pola Perilaku Kepribadian Tipe D ... 18
2.2 Distres pada penderita PJK ... 19
2.3 Perkembangan PJK ... 21
iv Universitas Kristen Maranatha
2.5 Kepribadian dalam konteks PJK ... 25
2.6 Penyakit Jantung Koroner (PJK) ... 26
2.6.1 Atheroma ... 27
2.6.2 Manifestasi Akut dari PJK ... 28
2.7 Kondisi Fisik dan Psikologis pada Penderita PJK ... 29
2.8 Kesehatan dan Masa dewasa ... 32
2.8.1 Masa Dewasa Awal ... 32
2.8.2 Masa Dewasa Madya ... 32
2.8.3 Masa Dewasa ... 33
2.9 From The Heartland : Culture, Psychological Factors, and Coronary Heart Desease ... 33
2.9.1 Penyakit jantung koroner ... 33
2.9.2 Faktor Psikologis dan PJK ... 34
2.10 Definisi Kebudayaan ... 36
2.10.1 Individualisme versus Kolektivisme ... 36
2.10.2 Dimensi Budaya : Perspektif Secara Teoretis ... 38
2.10.3 Budaya dan Penyakit Jantung Koroner ... 40
2.10.4 Budaya, Psikologi, dan Penyakit Jantung Koroner ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42
3.1 Rancangan Penelitian ... 42
3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 43
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43
3.3.1 Variabel penelitian : ... 43
3.3.2 Definisi konseptual dan definisi operasional ... 43
3.4 Spesifikasi Alat Ukur ... 45
3.4.1 Jenis Alat Ukur ... 45
3.4.2 Prosedur Pengisian ... 46
3.4.3 Sistem Penilaian ... 47
v Universitas Kristen Maranatha
3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 49
3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 49
3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 49
3.6 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 50
3.6.1 Populasi Sasaran... 50
3.6.2 Karakteristik Populasi ... 50
3.6.3 Teknik Penarikan Sampel ... 50
3.7 Teknik Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 52
4.1 Gambaran Kepribadian ... 52
4.1.1 Rentang Usia ... 52
4.1.2 Jenis Kelamin ... 53
4.1.3 Suku Bangsa ... 53
4.1.4 Status Marital ... 54
4.1.5 Pendidikan Terakhir ... 54
4.1.6 Pekerjaan ... 55
4.1.7 Lamanya Didiagnosa PJK ... 55
4.1.8 Pengobatan yang Telah Dijalani ... 56
4.2 Hasil Penelitian ... 57
4.2.1 Distribusi Frekuensi Kepribadian Tipe D ... 57
4.2.2 Aspek-Aspek Kepribadian Tipe D ... 58
4.2.3 Tabulasi Silang ... 59
4.3 Pembahasan ... 65
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1 Simpulan ... 74
5.2 Saran ... 75
5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan ... 75
vi Universitas Kristen Maranatha Daftar Pustaka...82
Daftar Rujukan………..84
vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pembagian Item pada Alat Ukur DS14……….……..45
Tabel 3.2 Tabel nilai median pada norma kelompok...48
Tabel 4.1 Usia Responden………...52
Tabel 4.2 Jenis Kelamin………..…53
Tabel 4.3 Suku Bangsa………....53
Tabel 4.4 Status Marital………..54
Tabel 4.5 Pendidikan Terakhir………....54
Tabel 4.6 Pekerjaan………...55
Tabel 4.7 Lamanya Diagnosa………..…55
Tabel 4.8 Pengobatan yang Telah Dijalani………...56
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Kepribadian Tipe D………57
Tabel 4.10 Aspek Negative Affectivity……….58
Tabel 4.11 Aspek Social Inhibition………...…………..58
Tabel 4.12 Tabulasi Silang Pengobatan dengan Aspek-Aspek Kepribadian Tipe D.59 Tabel 4.13 Tabulasi Silang Masalah yang Dialami dengan Aspek-Aspek Kepribadian Tipe D………..60
Tabel 4.14 Tabulasi Silang faktor Genetis (1) dengan Aspek-Aspek Kepribadian Tiipe D……….61
viii Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.16 Tabulasi Silang Faktor Pola Asuh dengan Aspek-Aspek Kepribadian Tiipe
D………..63
Tabel 4.17 Tabulasi Silang Lingkungan yang Paling Berpengaruh dengan
ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR SKEMA
Skema 1.1 Kerangka Pikir………16
x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner DS14
Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 3 Gambaran Subjek Penelitian
Lampiran 4 Skor Aspek Kepribadian Tipe D
1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Penyakit jantung merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan. WHO
memperkirakan 15.000.000 orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung setiap
tahun, sama dengan 30% total kematian di dunia. Sekitar 7.000.000 orang lebih
meninggal akibat penyakit jantung koroner, 500.000 akibat stroke dan 691.000 akibat
hipertensi. Sedangkan di Indonesia pada tahun 1972 penyakit jantung merupakan
penyebab kematian kesebelas, yakni sekitar 5,01%, tapi dua puluh tahun kemudian,
menurut hasil Survei Rumah Tangga Departemen Kesehatan tahun 1992, penyakit
jantung meningkat menjadi peringkat pertama penyebab kematian, yakni sekitar
16,40%.
Ada berbagai macam penyakit jantung, namun penyakit jantung yang
umumnya ditakuti adalah jantung koroner karena menyerang pada usia produktif dan
dapat menyebabkan serangan jantung hingga kematian mendadak. Penyakit Jantung
Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri
koroner yang mengalami penebalan dinding pembuluh darah disertai adanya plaque
yang akan mempersempit lumen arteri koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran
2
Universitas Kristen Maranatha Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya penyakit jantung koroner,
namun secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor penyebab yang
dapat diubah dan faktor penyebab yang tidak dapat diubah. Faktor penyebab yang
tidak dapat diubah adalah faktor keturunan dan jenis kelamin. Berdasarkan jenis
kelamin, kemungkinan besar anak yang menderita penyakit jantung koroner adalah
laki-laki dibandingkan wanita, hal ini dikarenakan sebelum mengalami menopause
wanita masih terlindungi oleh hormon estrogen. Sedangkan berdasarkan faktor
keturunan, terdapat kemungkinan salah satu dari kedua orangtua memiliki gen yang
rentan terhadap kolesterol, darah tinggi, maupun diabetes, sehingga hal itu
memungkinkan keturunannya untuk mendapat gen tersebut dan berisiko menderita
PJK. Sementara faktor yang dapat diubah berkaitan dengan gaya hidup. Meniru
kebiasaan negara-negara Barat yang dianggap cermin pola hidup modern. Sejumlah
perilaku seperti mengonsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar
lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan,
kurang berolah raga, dan stres, telah menjadi gaya hidup manusia terutama di
perkotaan. Padahal kesemua perilaku tersebut merupakan faktor-faktor penyebab
penyakit jantung.
Faktor yang menimbulkan risiko penyakit jantung koroner yang akan disoroti
di sini yaitu stres. Pada saat stres, terjadi ketidakseimbangan kerja jantung. Kerja
jantung bertambah, sehingga otot jantung memerlukan banyak asupan darah. Stres
negatif seperti merasa sakit hati yang berlebihan, bila tidak dikelola dengan baik akan
3
Universitas Kristen Maranatha Sayangnya sangat sedikit orang yang menyadari bahwa ia telah terkena stres negatif.
Pada penelitian terhadap penderita-penderita dengan serangan jantung (sindroma
koroner akut) yang masuk atau dirawat di Unit Gawat Darurat dari beberapa Rumah
Sakit didapatkan bahwa 15 – 30% dari penderita-penderita tersebut mempunyai
riwayat distres emosi yang berat. Banyak orang termasuk para pakar kedokteran
berkeyakinan bahwa distres emosi, baik yang merupakan stres berat pada saat tertentu
atau yang telah berlangsung cukup lama adalah buruk bagi kesehatan terutama bagi
kesehatan jantung. (http://mdopost.com/news, Februari 2010). Menurut hasil
wawancara dengan salah seorang dokter spesialis jantung di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung, pada umumnya penderita yang telah didiagnosa PJK merasa stres
karena banyak stigma yang mengatakan bahwa orang dengan PJK memiliki
kesempatan hidup yang kecil, selain itu karena banyaknya tuntutan yang harus
dilakukan oleh penderita PJK seperti harus meminum obat secara teratur seumur
hidupnya, tidak boleh sembarangan melakukan kegiatan, dan harus mengontrol
asupan makanan bagi dirinya.
Orang yang sering mengalami stres negatif sangat erat kaitannya dengan tipe
kepribadian yang bersangkutan. Telah banyak penelitian yang terfokus pada peran
psikososial dan faktor-faktor perilaku seperti gangguan depresi, emosi-emosi negatif
dan isolasi sosial pada penderita penyakit kardiovaskuler. Konsep kepribadian juga
diketahui berasosiasi dengan kerusakan dan kegagalan pada penyakit jantung
4
Universitas Kristen Maranatha Pola Perilaku Tipe A (PPTA), yang dikarakterisasikan dengan agresivitas
(aggressiveness), permusuhan (hostility), urgensi waktu (time urgency), daya saing
(competitiveness), daya juang untuk meraih prestasi (achievement striving). Meskipun
beberapa penelitian pada populasi umum atau populasi yang berisiko tinggi terhadap
PJK menunjukkan hubungan antara PPTA dan PJK, namun masih meninggalkan
kontroversi apakah PPTA merupakan faktor risiko pada PJK, karena beberapa
penelitian telah gagal untuk menunjukkan kontribusi PPTA pada PJK. Poin lain
menunjukkan bahwa beberapa komponen PPTA menunjukkan asosiasi dengan PJK
yaitu rasa marah dan permusuhan (anger and hostility) (Denollet,2003).
Konsep kepribadian yang baru-baru ini banyak mendapatkan sorotan
perhatian yaitu kepribadian tipe D (Type D Personality). Kepribadian tipe D
berkembang di Eropa berdasarkan penelitian pada pasien PJK di sana. Menurut Johan
Denollet (Denollet, 2003) orang dengan kepribadian tipe D berisiko menimbulkan
distres emosi dan psikososial, dan terganggunya kualitas hidup. Oleh sebab itu
kepribadian tipe D disebut juga sebagai the distress personality. Distres psikologis
sering diasosiasikan dengan patogenesis dan akibat dari berkembangnya penyakit
jantung koroner tetapi hanya sedikit yang mengetahui bahwa distres merupakan
faktor yang turut menentukan risiko penyakit jantung koroner. Individu dengan
kepribadian tipe D yang sudah didiagnosa sebagai penderita PJK memiliki prognosis
yang kurang baik terhadap penyakitnya. Kepribadian tipe D dikarakterisasikan
sebagai traits kepribadian yang stabil, yaitu afektivitas negatif (negative affectivity)
5
Universitas Kristen Maranatha untuk mengalami emosi-emosi negatif, sedangkan inhibisi sosial merupakan
kecenderungan menghambat ekspresi emosi. Kepribadian tipe D juga diasosiasikan
dengan bertambahnya risiko gangguan kualitas hidup, kerusakan dan kegagalan pada
jantung (Denollet, 2000).
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Denollet (1995) pada 105 pasien PJK,
hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 73% kematian terjadi pada pasien dengan
kepribadian tipe D. Pasien PJK dengan kepribadian tipe D berisiko meninggal enam
kali lebih besar dibandingkan dengan pasien PJK dengan kepribadian tipe non-D.
Setahun kemudian Denollet melakukan penelitian lanjutan terhadap 303 pasien PJK,
dan hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kematian lebih tinggi pada pasien dengan
kepribadian tipe D dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian tipe non-D. Di
tahun 2000, hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian terhadap 319 pasien PJK.
Oleh sebab itu, konsistensi dari hasil yang diperoleh pada penelitian jangka panjang
tersebut menunjukkan bahwa kepribadian tipe D merupakan faktor risiko dan menjadi
prediktor terhadap kerusakan dan kegagalan pada jantung.
Bagaimanapun penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada pasien dengan
karakteristik homogen yaitu pasien PJK di beberapa negara di Eropa yang memiliki
kesamaan budaya, keyakinan, dan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat Eropa.
Kebudayaan Eropa sendiri dikenal sebagai budaya yang individualisme, seseorang
tidak diharapkan untuk mengetahui secara implisit apa yang orang lain butuhkan atau
harapkan tanpa menyatakannya secara ekplisit dan kurang adanya keterikatan antara
6
Universitas Kristen Maranatha Berbeda dengan pasien PJK di Indonesia yang dikenal dengan budaya
kolektivisme yang keterikatan antara satu individu dengan individu lainnya begitu
erat dan secara konstan menyadari keberadaan orang lain dan terfokus pada
kebutuhan, keinginan, dan goals orang lain. Orang-orang kolektivis memiliki goal
individual yang harmonis dengan goal kelompok atau komunitas tempat individu
tersebut berada. Bila terjadi diskrepansi antara keduanya, kolektivis akan
memrioritaskan goal kelompok daripada goal personalnya.
Penelitian mengenai kepribadian tipe D sebelumnya pernah diteliti oleh dua
orang dari Fakultas Kedokteran UI dan Airlangga dengan sampel pasien yang
mengalami hipertensi, sedang terhadap pasien yang mengalami jantung koroner
belum pernah diteliti di Indonesia. Adanya perbedaan kebudayaan antara Indonesia
dengan negara-negara di Eropa yang terfokus pada segi subjektif seperti keyakinan,
nilai-nilai, dan ide-ide yang dipegang membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
apakah kepribadian tipe D eksis pada pasien PJK di Indonesia khususnya di Kota
Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk mengetahui perkembangan
tipe kepribadian D di Indonesia dan akan sangat berguna untuk melihat epidemiologi
7
Universitas Kristen Maranatha 1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin
mengetahui kepribadian tipe D pasien penyakit jantung koroner (PJK) di Rumah
Sakit “X” Kota Bandung.
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
kepribadian tipe D pada pasien PJK di Rumah Sakit “X” Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran mengenai pasien PJK
yang memiliki kepribadian tipe D di Rumah Sakit “X” Kota Bandung dalam kaitan
dengan faktor-faktor yang memengaruhinya.
1.4Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Secara teoretis kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Memberi informasi bagi bidang psikologi kesehatan dan psikologi klinis
8
Universitas Kristen Maranatha Menambah informasi bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih
lanjut mengenai kepribadian tipe D.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dan diterapkan secara praktis
khususnya oleh pasien dan pihak yang bersinggungan dengan PJK. Berikut ini akan
dipaparkan kegunaan praktis penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Menjadi referensi bagi dokter untuk melakukan terapi medis dengan
pendekatan personal bagi para penderita PJK.
Menjadi referensi bagi perawat dalam melakukan pendekatan interpersonal
dengan para penderita PJK selama menjalani perawatan maupun saat berobat.
Menjadi referensi bagi keluarga pasien PJK agar lebih memahami karakter
pasien PJK sesuai tipe kepribadiannya (tipe D dan tipe non-D) agar
memudahkan keluarga dalam mendampingi pasien PJK.
1.5 Kerangka Pemikiran
Salah satu tipe kepribadian yang baru-baru ini banyak diteliti dan menjadi
sorotan yaitu kepribadian tipe D. Kepribadian tipe D sering diasosiasikan sebagai
salah satu faktor resiko yang dapat memperburuk atau memperparah penyakit jantung
koroner (PJK). Kepribadian tipe D diklasifikasikan berdasarkan dua traits yang stabil
9
Universitas Kristen Maranatha kecenderungan untuk mengalami peningkatan distres negatif dalam setiap waktu dan
situasi seperti perasaan tidak bahagia, cemas, lekas marah, memiliki pandangan
negatif terhadap diri sendiri, dan melihat lingkungan sekitarnya sebagai masalah yang
bertubi-tubi. Sedangkan social inhibition merujuk pada keterhambatan dalam
mengekspresikan emosi-emosi negatif tersebut dalam interaksi sosial untuk
menghindari penolakan oleh orang lain, merasa segan atau malu-malu, tegang, dan
merasa tidak aman ketika bersama dengan orang lain. (Denollet. 2000)
Kepribadian tipe D diasosiasikan dengan berbagai variasi emosi dan kesulitan
dalam bersosialisasi, termasuk simptom depresif, ketegangan kronis, kemarahan, rasa
pesimis, mempersepsi bahwa ia tidak mendapatkan dukungan sosial dan derajat yang
rendah pada kesejahteraan diri. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kepribadian
tipe D merupakan prediktor dari kegagalan dan kerusakan pada jantung. Faktor
kepribadian ini bisa secara langsung menaikkan risiko PJK melalui efek-efek
fisiologis yaitu distres bisa menyebabkan menyempitnya pembuluh arteri dan peluang
untuk terjadinya pengerakan dinding pembuluh menjadi lebih besar dan asupan
oksigen jadi berkurang serta bisa meningkatkan tekanan darah pada tubuh. Sedangkan
secara tidak langsung faktor kepribadian ini dapat menaikkan risiko PJK melalui
perilaku-perilaku yang berkaitan dengan kesehatan seperti merokok dan
ketidakteraturan dalam menjalani pengobatan. Kepribadian tipe D dipandang sebagai
faktor psikologis yang kronis selama individu dengan kepribadian tipe D terus
mempertahankan distres emosi dalam dirinya. Distres emosi yang dirasakan oleh
10
Universitas Kristen Maranatha perilaku tidak sehat akibat distres emosi yang dirasakan seperti merokok dan banyak
mengonsumsi makanan tidak sehat yang akan mengganggu kesehatan jantung. Bila
penderita PJK tersebut terus merasakan distres emosi dalam jangka waktu yang
panjang tanpa mampu mengatasinya maka risiko akan kegagalan dan kerusakan
jantung akan semakin besar. Oleh sebab itu kepribadian tipe D ini dikatakan bisa
menjadi prediktor kerusakan dan kegagalan jantung.
Negative affectivity (afektifitas negatif) merupakan trait yang merefleksikan
kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi negatif dan ketidakmampuan dalam
mengatasi stres secara efektif. Seseorang dengan afektivitas negatif yang tinggi secara
kronis tidak akan mampu untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam
hidupnya secara efektif (McCRae & Costa, dalam Denollet, 2000). Penderita PJK
dengan derajat afektivitas negatif yang tinggi juga selalu mengalami distres di setiap
waktu dan situasi sedangkan individu dengan derajat afektivitas negatif yang rendah
lebih mampu meregulasi distres emosi dan mampu menyelesaikan
masalah-masalahnya secara efektif (Watson & Clark, dalam Denollet, 2000).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Denollet pada tahun 2003
diperoleh hasil bahwa distres emosi berhubungan dengan kerusakan dan kegagalan
pada jantung penderita yang didiagnosa sebagai penderita PJK. Oleh sebab itu,
distres emosi diasosiasikan dengan berkembangnya penyakit jantung koroner pada
seseorang. Berdasarkan penelitian jangka panjang terhadap penderita PJK terdapat
indikasi bahwa penderita PJK memiliki tingkat stres yang tinggi dalam
11
Universitas Kristen Maranatha psikologis, menggunakan obat penenang, dan semua itu telah diasosiasikan dengan
bertambahnya risiko jangka panjang dalam kegagalan dan penyumbatan pada
jantung.
Hal-hal yang menyebabkan stres pada penderita PJK ialah karena penyakit
jantung koroner dipandang sebagai penyakit yang mematikan, dan pada umumnya
banyak yang menganggap bahwa seseorang yang menderita PJK memiliki umur yang
pendek. Selain itu biaya pengobatan PJK yang begitu besar juga menjadi faktor
pemicu stres pada penderita PJK. Banyaknya hal yang harus diperhatikan oleh
penderita PJK sering membuat mereka stres, seperti harus meminum obat secara
teratur sepanjang hidupnya, tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat,
serta harus mengatur asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh agar sesuai
dengan takarannya.
Ketidaknyamanan fisik yang dialami oleh penderita PJK juga pada
kenyataannya sering diikuti oleh distres psikologis. Menurut Watson dan Pennebaker
(1989), penderita PJK yang menunjukkan tingkat distres somatis seperti rasa sakit di
dada, sulit tidur dan nyeri ulu hati akan menunjukkan tingkat distres psikologis yang
tinggi pula seperti timbulnya rasa cemas, depresi, takut akibat keterbatasan fisik yang
dirasakan oleh penderita PJK. Begitu juga sebaliknya distres psikologis yang tinggi
akan termanifestasikan dalam bentuk distres somatis.
Trait lain yang mencerminkan kepribadian tipe D yaitu social inhibition
(inhibisi sosial). Semakin tinggi derajat inhibisi seseorang maka semakin rendah
12
Universitas Kristen Maranatha (Watson & Pennebaker, 1989. Dalam Denollet, 2000). Derajat inhibisi sosial yang
tinggi juga menunjukkan bahwa individu memiliki energi yang lemah dan keterikatan
dengan lingkungan sosialnya juga lemah. Perilaku inhibisi pada penderita PJK
biasanya merasa segan untuk mengutarakan kebutuhannya kepada orang-orang di
sekitarnya karena merasa menjadi beban dalam keluarga. Selain itu, karena merasa
depresi dan pesimis akan diagnosa penyakitnya maka penderita PJK juga biasanya
sering mangkir dari jadwal-jadwal pengobatan yang telah ditetapkan. Memiliki
keterbatasan fisik juga membuat penderita PJK merasa tidak percaya diri untuk
melakukan pekerjaannya ataupun aktivitas lainnya, sehingga mereka lebih banyak
memilih diam saja di rumah.
Berkembangnya kepribadian tipe D pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagaimana diungkapkan oleh Cattell (1950) bahwa kepribadian merupakan
struktur kompleks dari berbagai macam kategori traits. Trait merupakan struktur
mental yang mewujudkan konsistensi dari perilaku-perilaku baik yang nampak
maupun yang tidak nampak, yang berasal dari berbagai varietas dan menggambarkan
struktur dan dinamika kepribadian. Oleh sebab itu Cattell menyebutkan bahwa
kepribadian dapat menjadi prediksi mengenai apa yang akan seseorang lakukan
dalam situasi tertentu. Kepribadian seseorang terbentuk sejak individu tersebut lahir
dan berkembang hingga ia dewasa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan tipe kepribadian tertentu pada seseorang, antara lain
dibagi menjadi faktor internal yang terdiri dari faktor genetis, dan faktor eksternal
13
Universitas Kristen Maranatha Cattell (1950) menyatakan bahwa faktor genetis dan faktor pola asuh dalam
keluarga sangat erat kaitannya. Kecerdasan, keras hati, dan impulsivitas secara kuat
diturunkan dari faktor genetis, namun dalam perkembangannya traits tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor pola asuh keluarga. Pola asuh keluarga yang dimaksud di sini
ialah lingkungan keluarga yang berperan dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Sepasang anak kembar yang dipisahkan dalam keluarga yang berbeda, memiliki trait
yang diturunkan secara genetis sama, namun latar belakang keluarga yang berbeda
mempengaruhi bagaimana keluarga tersebut membentuk kepribadian anak. Seorang
anak yang sejak kecil tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya kemungkinan akan menjadi seorang pribadi yang tertutup dan tidak
pernah mengekspresikan perasaannya, selain itu anak yang memiliki orang tua yang
sangat sibuk dan jarang bertemu mengakibatkan komunikasi antar anak dan orang tua
sangat kurang sehingga sejak kecil anak kurang dilatih dalam bersosialisasi dan
mengekspresikan perasaannya. Hal ini memungkinkan berkembangnya trait inhibisi
sosial pada anak. Pada keluarga dengan pola asuh otoriter dimana anak banyak
diberikan aturan dan tuntutan secara sepihak oleh orang tua akan menimbulkan rasa
cemas, khawatir, dan bahkan mungkin stres pada anak apalagi bila orang tua terlalu
sering memberikan hukuman secara berlebihan, sehingga akan membuat anak merasa
tidak disayangi, tidak dihargai, tidak bahagia, dan bisa juga membuat anak menjadi
khawatir dan cemas bila akan berbuat sesuatu. Hal ini memungkinkan
14
Universitas Kristen Maranatha Faktor selanjutnya yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian pada
seseorang yaitu faktor belajar. Faktor belajar terdiri dari tiga tahap, yang pertama
yaitu asosiasi sederhana yang menjadi prinsip dasar dari belajar contohnya ketika
bayi mengasosiasikan kehadiran ibunya dengan perasaan aman dan nyaman yang ia
dapatkan. Pada anak yang sejak bayi kurang mendapatkan kasih sayang dari ibunya,
atau bahkan ditolak oleh ibunya sendiri akan belajar bahwa ia tidak mendapatkan rasa
aman dan nyaman dari ibunya sendiri, dan anak yang tumbuh dalam keluarga seperti
ini lah yang memungkinkan traits kepribadian tipe D berkembang. Tahap belajar
selanjutnya yaitu belajar secara instrumental, sejak kecil bayi akan belajar untuk
memperoleh kepuasan, contohnya bayi yang ditolak oleh orangtuanya sendiri
meskipun menangis ia tidak akan memperoleh kepuasan bahkan mungkin akan
mendapatkan hukuman dari orangtuanya sehingga sejak kecil anak akan memandang
lingkungannya sebagai tempat yang insecure. Tahap belajar yang terakhir yaitu
belajar integrasi, dimana anak akan belajar untuk mempertahankan secara maksimal
bagaimana memperoleh kepuasan, misalnya seorang anak yang selalu berbicara
sopan kepada orang tuanya, dan tidak berbuat nakal agar selalu disayangi oleh
orangtuanya. Penolakan dari orangtua ataupun pola asuh otoriter memungkinkan anak
untuk terus mendapatkan distres dari lingkungan, belajar memendam dan tidak
mengekspresikan perasaannya, atau bahkan anak akan berusaha menghindari segala
bentuk interaksi dengan lingkungannya khususnya keluarga. Proses belajar seperti ini
15
Universitas Kristen Maranatha Faktor terakhir yang mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang yaitu
konteks sosial, yaitu faktor sosiokultural dan nilai-nilai yang diinternalisasikan ke
dalam diri sehingga akan mengarahkan individu pada perilaku tertentu sesuai dengan
nilai-nilai dan budaya yang terinternalisasi dalam dirinya. Individu yang tinggal di
lingkungan sosial yang bersifat individualis memungkinkan jarang terjadinya
interaksi sosial antar satu orang dengan orang lainnya sehingga individu yang tinggal
di lingkungan seperti ini akan merasa segan untuk saling berinteraksi. Selain itu gaya
hidup masyarakat modern yang penuh dengan tuntutan khususnya di bidang ekonomi
membuat masyarakat perkotaan harus bekerja keras untuk memenuhi kehidupannya,
seringkali hal ini membuat individu menjadi stres dan waktu untuk melakukan
interaksi sosial baik dengan keluarga maupun teman-teman menjadi berkurang. Gaya
hidup modern seperti ini lah yang mendukung berkembangnya tipe kepribadian D
pada seseorang.
Individu dengan derajat yang tinggi pada afektivitas negatif dan inhibisi sosial
menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kepribadian tipe D, sedangkan
individu dengan derajat yang rendah pada afektivitas negatif dan inhibisi sosialnya
tergolong individu yang bukan memiliki kepribadian tipe D (tipe non-D). Begitu juga
dengan individu yang memiliki derajat rendah pada salah satu trait, baik afektivitas
negatif atau inhibisi sosial maka individu tersebut tergolong memiliki kepribadian
16
Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
dijabarkan dalam bagan sebagai berikut:
Bagan 1.1 : Kerangka Pikir Penderita Penyakit
Jantung Koroner (PJK) PJK di Kota bandung
Traits :
Negative affectivity Social inhibition
Ketidaknyamanan fisik Persepsi tentang
harapan hidup Pengobatan Diet
Keterbatasan kegiatan
Faktor Eksternal Pola asuh keluarga Konteks sosial
Faktor Internal
Ge
netis
TIPE D
17
Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi
Individu yang didiagnosa menderita PJK memiliki keterbatasan fisik dalam
beraktivitas sehingga mempengaruhi individu tersebut secara psikologis.
Secara psikologis individu yang didiagnosa menderita PJk akan mengalami
depresi, cemas, takut, khawatir, sulit mengungkapkan perasaannya, dan
merasa segan untuk berinteraksi dengan lingkungannya karena keterbatasan
fisiknya.
Rasa takut, cemas, lekas marah, khawatir dan depresi yang sering dirasakan
olek penderita PJk merupakan karakteristik dari trait afektivitas negatif
(negative affectivity).
Individu yang tidak bisa mengeksprsikan emosi-emosi negatif seperti rasa
takut, cemas, lekas marah, khawatir dan menghindar untuk melakukan
interaksi sosialdengan lingkungannya merupakan karakteristikdari trait
inhibisi sosial (social inhibition).
Individu yang memiliki trait afektivitas negatif dan trait inhibisi sosial
72
Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap 90 responden pasien PJK di
Rumah Sakit “X” Kota Bandung, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Hanya sebagian kecil (23,33%) pasien PJK di Rumah Sakit “X” yang memiliki kepribadian tipe D. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepribadian tipe D ini
bukan merupakan faktor risiko terhadap pasien PJK di Kota Bandung.
2. Bila dilihat dari sudut pandang per aspek maka diperoleh hasil lebih banyak (51,10%)
pasien PJK di Kota Bandung yang memiliki derajat afektivitas yang tinggi. Sedangkan
pada aspek inhibisi sosial hanya sebagian kecil (40%) yang menunjukkan derajat inhibisi
sosial yang tinggi .
3. Faktor yang memilii keterkaitan dengan aspek afektivitas negatif yang tinggi pada pasien
PJK yaitu bila pasien menjalani pengobatan hanya dengan mengonsumsi obat-obatan
saja, memiliki masalah dengan pengendalian emosinya, memiliki karakter yang keras hati
dan spontanitas yang tinggi, serta nilai-nilai yang dipegang teguh banyak dipengaruhi
oleh nilai-nilai di lingkungan kerja nya.
4. Pada Aspek Inhibisi Sosial, tidak banyak faktor yang turut berperan dalam
berkembangnya trait inhibisi sosial pada pasien PJK di Rumah Sakit “X” Kota Bandung.
Kalaupun ada yang memiliki keterkaitan dengan inhibisi sosial,misalnya pada pada
pasien yang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan dan pengobatan
73
Universitas Kristen Maranatha saja, dan juga nilai-nilai yang terinternalisasi dari lingkungan rumah dan juga lingkungan
diluar rumah dan kantor misalnya teman masa kecil atau teman di suatu perkumpulan
tertentu. Sedangkan faktor genetis seperti keras hati dan impulsivitas tidak memberikan
pengaruh yang jelas terhadap berkembangnya trait inhibisi sosial pada pasien PJK.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan
1. Penelitian ini dilakukan pada pasien di Kota Bandung secara umum tanpa spesifikasi budaya
tertentu, untuk ke depannya bisa juga dikaitkan dengan budaya tertentu yang menggambarkan
budaya individualisme dan kolektivisme.
2. Selama ini kepribadian Tipe D pada umumnya diteliti pada pasien dengan penyakit jantung
koroner, pada penelitian selanjutnya bisa dilihat apakah kepribadian tipe D juga bisa menjadi
faktor resiko pada pasien dengan penyakit yang lain atau bahkan pada individu yang sehat.
3. Karena penelitian ini merupakan penelitian awal yang dilakukan di Indonesia, untuk
mengetahui lebih jauh mengenai kepibadian tipe D perlu dilakukan penelitian lebih jauh
mengenai kontribusi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kepribadian tipe D.
5.2.2 Saran Guna Laksana
1. Hasil penelitian ini akan berguna bagi dokter untuk melakukan terapi medis dengan
74
Universitas Kristen Maranatha dokter dan perawat bisa lebih mendorong pasien untuk mengungkapkan keluhan-keluhan atau
perasaaan-perasaannya.
2. Bagi dokter maupun perawat bisa memberikan pengarahan pada keluarga pasien agar saat
mendampingi pasien lebih memperhatikan perasaan-perasaan pasien dan bertanya bila pasien
merasakan keluhan-keluhan.
3. Bagi perawat maupun dokter agar bisa memberikan kesempatan pada pasien PJK untuk
menyampaikan semua keluhan-keluhan dan bertanya seputar apa yang dirasakannya sehingga
pasien bisa lebih memahami kondisinya dan tidak memendam rasa cemas atau takut karena
tidak memperoleh informasi yang lengkap.
4. Bagi keluarga pasien, hasil penelitian ini berguna agar keluarga pasien dengan kepribadian
tipe D bisa lebih memberikan perhatian dan dukungannya dan juga mendorong pasien agar
75
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Appels A, Mulder P. 1988. Excess Fatigue as Precursor of Myocardial Infarction. Journal of Euro Heart. Diakses Februari 2010
Cattel, Raymond B. 1950. Personality a Systematic Theoretical and Factual Study. McGraw-Hill book company,Inc. New York
Chapman BP, Duberstein P, Lyness J. 2007. The Distressed Personality Type: Replicability and General Health Assosiations. Journal of InterSciense. Diakses Februari 2010
Denollet J. 2000. Personality, Rehabilitation and Coronary Heart Disease. Tilburg University
Denollet J. 2005. DS14 : Standard Assessment of Negative Affectivity, Social Inhibition, and Type D Personality. Journal of Psychosomatic Medicine. Diakses Februari 2010
Frasure-Smith N. 1991. In-Hospital symptoms of psychological stress as predictors of long-term outcome after acute myocardial infarction in men. Journal of cardiology. Diakses Februari 2010
Gur RC, Sackeim HA. 1979. Self deception : A Concept in Search of a Phenomenon. Journal of Social psychology. Diakses Februari 2010
Hong Euy Lim, Moon Soo Lee dkk. 2011. Assessment of the Type D Personality Construct In the Korean Populatio: A Validation Study of the Korean DS14. Journal of Korean Medical Science. Diakses Mei 2011
76
Universitas Kristen Maranatha McCrae RR, Costa PT. 1989. The Structure of Interpersonal Traits : Wiggin’s Circumplex and
the Five-factor Model. Journal of Personality and Social Psychology. Diakses Februari 2010.
McCrae RR, Costa PT. 1989. Personality, Coping, and Coping Effectiveness in Adult Sample. Journal of Personality. Diakses Februari 2010
Morrison V, Bennet P. 2006. An Introduction to Health Psychology. Essex: Pearson education limited.
Pedersen SS, Denollet J. 2003. Type D Personality, Cardiac Events, and Impaired Quality of Life: a Review. Journal of Lippincot Williams & Wilkins. Diakses Februari 2010
Santrock, John W. 2003. Life-span Development 10th Edition. McGraw-hill. New York
Soelistiyowati DH. 2003. Buku Panduan Setelah Menjalani Operasi Jantung. Koka Pusdiklat Pusat Jantung Harapan Kita. Jakarta
Spindler H, Kruse C, Pedersen SS, Zwisler A. 2009. Increased Anxiety and Depression in Danish Cardiac Patiens with Type D Personality: Cross- Validation of the Type D Scale (DS14). Journal of Springer. Diakses Februari 2010
Van Den Broek Krista C, Smolderen Kim G, dkk. 2010. Type D Personality Mediates the Relationship Between Remembered Parenting and Percieved Health. Journal of Medical Psychology. Tilburg University Netherland. Diakses Mei 2011
77
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Website :
7 April 2007. Terobosan Baru Penanganan Jantung Koroner Operasi Jantung Tanpa Alat Pompa Jantung Paru. (online). (http://forum.upi.edu, Diakses Februari
2010)
28 Juli 2009. Awas, Depresi Bikin Penderita Jantung Cepat Mati!. (online). (http://homecarecintadenok.wordpress.com, Diakses Februari 2010)
27 Oktober 2009. Inilah Penyebab Penyakit Jantung Koroner. (online). (http://lifestyle.okezone.com, Diakses Februari 2010)
Van Wagner, Kendra. The Big Five Personality Dimensions. (online). (www.about.com, Diakses Februari 2010)
2 September 2008. Stress dan Resiko Penyakit Jantung Koroner. (online). (www.isfinational.or.id, Diakses Februari 2010)
21 Agustus 2009. Faktor Risiko Penyakit Jantung Pada Masyrakat Indonesia. (online). (www.drt.net.id/cardio/peduli.html, Diakses Februari 2010)
Supari, Fadilah. 18 Juli 2007. Penyakit Jantung Koroner Pada Wanita dan Pencegahannya. (online). (www.kulinet.com, Diakses Februari 2010)
Bernadus. 20 Agustus 2009. 3 Penyebab Utama CTHD Jantung Koroner. (online). (www.shvoog.com, Diakses Februari 2010)
September 2009. Big Five Personality Traits. (Online). (www.wikipedia.com, Diakses Februari 2010)