Bandung. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan data yang digunakan adalah sensus atau somplete enumeration, artinya sampel yang diambil adalah seluruh populasi sasaran. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 karyawan dengan 28 karyawan laki-laki dan 2 karyawan perempuan.
Penelitian ini menggunakan dua alat ukur, alat ukur pertama merupakan kuesioner yang mengukur persepsi perilaku kepemimpinan atasan, dan alat ukur kedua merupakan alat ukur yang mengukur motivasi kerja karyawan. Alat ukur persepsi perilaku kepemimpinan dimodifikasi dari Leader Behaviour Description Questionaire (LBDQ) yang dimodifikasi berdasarkan keperluan penelitan. Alat ukur ini menghasilkan gambaran persepsi perilaku kepemimpinan pada dimensi initiating structure dan consideration. Alat ukur yang kedua merupakan alat ukur motivasi kerja yang dimodifikasi dari alat ukur yang disusun oleh Ayu Permatasari (2012) berdasarkan pada teori expectancy dari V. Vroom (1964). Alat ukur motivasi kerja ini menggali komponen valence, instrumentality, dan expectancy.
Validitas data diolah menggunakan uji Rank Spearman dan diperoleh hasil sebesar 79 item diterima dengan rentang validitas 0.303 hingga 0.795. Pengujian reliabilitas data bersifal internal consistency dan diperoleh melalui teknik split-half yang dihitung dengan bantuan program SPSS versi 17 sebesar 0.719 pada alat ukur pertama dan 0.815 pada alat ukur kedua. Berdasarkan pengolahan data secara statistika, maka diketahui perilaku kepemimpinan yang dipersepsi pada kuadran II berkorelasi erat dengan motivasi kerja karyawan divisi jahit di PT “X”, sedangkan perilaku kepemimpinan yang dipersepsi pada kuadran IV tidak berkorelasi dengan motivasi kerja karyawan divisi jahit di PT “X”.
company Bandung. Sampling technique of this research is using somplete enumeration, which means sample is taken from all population. There are 30 workers participated in this research, 28 of them are men worker and 2 are women worker.
This research is using two instruments, first instrument is a questionnaire which measure perception of leadership behavior, and second instrument is used for measuring worker’s motivation of work. First instrument is modified from Leader Behaviour Description Questionaire (LBDQ) which modified based on this research necessity. The output of this instrument will illustrate two dimention of leadership, initating structure and consideration. Second instrument is motivation of work instrument which modified from Ayu Permatasari (2012) instrument which based from V. Vroom (1964) expectancy theory. This instrument reveal valence, instrumentality, and expectancy as components of work motivation.
The validity of data was processed using Rank Spearman and obataioned 79 acceptable items with range of validity from 0.303 to 0.795. The reliability data is an internal consistency quality and using split-half technique which calculate with SPSS program version 17 with the result 0.719 from first instrument and 0.815 from the second instrument. Based on stastical data processing, shown that leadership behaviour which perceived in quadrant II correlate with work motivation in workers of sewing division at ‘X’ company, otherwhise the leadership behaviour which perceive in quadran IV is not correlate with work motivation in workers of sewing division at ‘X’ company.
ABSTRAK ... iv
ABSTRACK ...v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 10
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10
1.3.1. Maksud Penelitian ... 10
1.3.2. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 11
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 11
1.5. Kerangka Pikir ... 12
1.6. Bagan Kerangka Pikir ... 18
1.7. Asumsi Penelitian ... 19
1.8. Hipotesis Penelitian ... 17
2.1.2.1 Pendekatan Sifat Kepemimpinan (Trait) ... 22
2.1.2.2 Pendekatan Situasional ... 23
2.1.2.3 Pendekatan Perilaku ... 26
2.1.2.3.1 Ohio Michigan University Model ... 26
2.2 Motivasi dan Motivasi Kerja ... 31
2.2.1. Pengertian Motivasi dan Proses Motivasi... 31
2.2.2. Definisi Motivasi Kerja ... 33
2.2.3. Pendekatan Teori Motivasi ... 34
2.2.3.1 Expectancy Theory ... 35
2.3. Persepsi ... 44
2.3.1 Definisi Persepsi ... 44
2.3.2 Syarat Berlangsungnya Persepsi ... 45
2.3.3 Proses Terbentuknya Persepsi ... 45
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 47
3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 47
3.2. Bagan Rancangan Penelitian ... 47
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 48
3.4 Alat Ukur ... 49
3.4.1 Kuesioner Persepsi Perilaku Kepemimpinan ... 49
3.4.1.1 Sistem Penilaian ... 51
3.4.2 Kuesioner Motivasi Kerja ... 52
3.4.2.1 Prosedur Pengisian Kuesioner Motivasi Kerja ... 54
3.4.2.2 Sistem Penilaian ... 54
3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 55
3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 56
3.4.4.1 Uji validitas alat ukur LBDQ dan Motivasi ... 56
3.4.4.2 Reliabilitas alat ukur LBDQ dan Motivasi ... 58
3.5. Populasi dan Teknik Sampling ... 59
3.5.1 Teknik Pengambilan data populasi ... 59
3.5.2. Karakteristik Sample ... 59
3.6. Teknik Analisis ... 59
3.7. Hipotesis Statistik ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... x
DAFTAR RUJUKAN ... xii
Tabel 2.2 Kombinasi komponen motivasi kerja (Spector, 2008 ; 207) ... 44
Bagan 3.1 Bagan rancangan penelitian ... 47
Tabel 3.1 Rincian penyebaran item persepsi perilaku kepemimpinan ... 50
Tabel 3.2 Skala penilaian model kepemimpinan (Finch, Frederick; 1976) ... 51
Tabel 3.3 Rincian penyebaran item motivasi kerja ... 53
Tabel 3.4 Kriteria penilaian kategori motivasi kerja (Spector, 2008 ; 207) ... 55
Tabel 3.5 Kriteria reliabilitas (Guilford, 1995) ... 59
Tabel 3.6 Kriteria korelasi (Guilford, 1995) ... 61
Tabel 4.1 Gambaran Responden ... 63
Tabel 4.2 Tabulasi silang antara kuadran kepemimpinan dan motivasi kerja ... 65
Tabel 4.3 Uji korelasi antara persepsi perilaku kepemimpinan kuadran II dan motivasi kerja ... 65
Tabel 4.4 Uji korelasi antara persepsi perilaku kepemimpinan kuadran IV dan motivasi kerja ... 66
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Organisasi atau perusahandewasa ini menghadapi kompetisi yang semakin
meningkat dan perlu usaha kuat untuk dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan. Perubahan yang terjadi pada jaman sekarang seperti perkembangan
kemajuan teknologi dan perkembangan bisnis yang menjadi lebih global.
Persaingan bisnis dirasakan bertambah ketat, perusahaan bersaing untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dengan kuantitas yang banyak pula.
Tantangan dari perubahan pasar yang radikal dan persaingan yang semakin
tajam membuat organisasi sering kesulitan mendefinisikan persaingan yang harus
dihadapi. Dahulu perusahaan lebih menaruh perhatian pada faktor-faktor yang
berkaitan langsung dengan proses produksi seperti mesin ataupun bahan baku
produksi. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu
pengetahuan, perusahaan kini semakin menyadari bahwa peranan sumber daya
manusia sangat berpengaruh besar untuk berjalannya perusahaan. Walaupun
alat-alat kerja perusahaan lengkap dan memiliki mesin-mesin yang canggih,
perusahaan tidak akan berjalan dengan efisien dan praktis apabila sumber daya
manusia yang mengoperasikannya tidak kompeten. Dengan begitu perusahaan
juga harus mengontrol dan menjaga sumber daya yang dimilikinya baik sumber
daya mesin maupun sumber daya manusianya, karena kelambanan dari proses
Sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan sangatlah penting
kaitannya dengan jalannya perusahaan, salah satu faktor yang meningkatkan mutu
sumber daya manusia adalah motivasi kerja setiap individu dalam perusahaan
tersebut. Dengan motivasi kerja seorang karyawan akan mempunyai gairah dan
kepedulian yang akan mengacu pada kompetensi dan keinginannya untuk
menjalankan tugas-tugasnya. Motivasi merupakan kekuatan dorongan dan tarikan
yang menghasilkan tingkah laku menetap yang mengarahkan pada suatu tujuan
tertentu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri (internal) ataupun dari luar diri
(eksternal). Masalah motivasi sering menjadi salah satu penghambat di
perusahaan. Masalah ini sedikit banyak terlihat pada hasil pekerjaan karyawan.
Masalah pada bidang ini tentu akan merugikan perusahaan, oleh karena itu banyak
perusahaan dewasa ini yang berusaha untuk mengatasi masalah motivasi
karyawan dengan berbagai cara.
Salah satu hal yang berhubungan dengan motivasi karyawan adalah
bagaimana situasi pekerjaan karyawan tersebut. Situasi-situasi ini berkaitan
dengan bagaimana cara karyawan diarahkan dalam bekerja, menerima
pendelegasian tugas, dan hubungan karyawan dengan berbagai pihak dalam
perusahaan tersebut. Pengarahan-pengarahan yang jelas akan memberikan
semangat bagi karyawan dalam bekerja, begitu pula dengan pendelegasian tugas
yang sesuai kapasitas karyawan juga akan membuat karyawan merasa nyaman
dan tidak terbebani, ditambah dengan hubungan yang baik dengan berbagai pihak
baik. Hal-hal di atas dapat diperankan oleh sosok pemimpin, dalam perusahaan
pemimpin berperan membimbing atau mengarahkan karyawannya ke arah
pekerjaan yang sesuai. Terlebih lagi atasan langsung, seperti kepala divisi ataupun
kepala bagian merupakan pemimpin yang lebih signifikan berkaitan dengan
situasi bekerja karyawan sehari-hari, karena pemimpin pada lini inilah yang
berhubungan langsung dengan karyawan.
Dengan tuntutan pekerjaan dan perkembangan jaman dewasa ini karyawan
tidak hanya mengharapkan imbalan gaji atas jasa yang diberikannya pada
organisasi, tetapi juga mengharapkan kualitas tambahan tertentu dari tempat
kerjanya, seperti transport, tempat tinggal, peraturan perusahaan yang jelas, dan
perilaku kepemimpin yang dinilai baik. Karyawan yang merasa perlakuan
pimpinannya sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan akan cenderung
memiliki motivasi kerja yang yang positif dan produktif, sebaliknya karyawan
yang merasa perlakuan perusahaan tidak sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan
harapannya akan cenderung memiliki motivasi kerja yang yang negatif dan
kinerja tidak produktif, atau bahkan merugikan perusaahan.
Dalam organisasi diperlukan sosok pemimpin yang merupakan penggerak
dan pemberi arah organisasi, yang harus selalu memperhatikan, menjaga,
mempertahankan, mengembangkan ataupun melakukan PHK kepada bawahannya
dalam organisasi tersebut. Salah satu tuntutan seorang pemimpin adalah menjadi
sosok yang mampu memberikan motivasi yang kuat bagi para karyawannya guna
mengelola karyawannya secara efektif, Pimpinan harus mampu menyusun
rencana kerja dan mampu mengarahkan kegiatan para tenaga kerja untuk
mencapai tujuan perusahaan. Tanpa arahan yang jelas dari pemimpin, pekerjaan
akan menjadi tidak teratur dan kurang efisien, oleh karena itu kepemimpinan
adalah salah satu faktor penting dalam berjalannya suatu perusahaan.
Kepemimpinan adalah suatu upaya untuk mempengaruhi orang-orang untuk ikut
serta dalam pencapaian tujuan bersama (Paul Hersey & K.H. Blanchard).
Keberhasilan maupun kegagalan bawahan dipengaruhi juga oleh faktor
kepemimpinan atasannya secara langsung maupun tidak langsung yang akan
mempengaruhi motivasi karyawan. Pemimpin dituntut untuk mampu
menggerakkan para karyawan agar mereka terdorong untuk mengerahkan
kemampuannya secara penuh untuk menjalankan semua kegiatan di perusahaan
dengan tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi.
Dalam menggerakan bawahan-bawahannya para pimpinan akan
menampilkan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda-beda. Ada pemimpin
yang menekankan pada penyelesaian tugas dan juga relasi, ada yang menekankan
pada tugas namun kurang menekankan pada relasi, dan ada pula pemimpin yang
kurang menekankan pada tugas dan lebih menekankan pada relasi. Tingkah laku
kepemimpinan yang berbeda-beda ini akan dihayati berbeda pula oleh setiap
bawahannya.
Seperti halnya karyawan diperusahaan X, Suatu perusahaan garment di
kapasitas produksi 10.000 helai pakaian dalam sebulan, dan melonjak pada
bulan-bulan mendekati hari raya lebaran dan natal. Perusahaan ini terdiri dari 3 divisi
utama yaitu divisi jahit, divisi sablon, dan divisi administrasi. Divisi jahit
beranggotakan 34 orang, ruang lingkup tugas divisi jahit mulai dari pemotongan
bahan kain, penjahitan bagian-bagian pakaian. Divisi jahit memiliki sub-divisi
Finishing & Packaging, Divisi ini beranggotakan 10 orang dengan beberapa
orang yang merangkap pada divisi jahit divisi ini berada di bawah kepala divisi
jahit, divisi ini bertanggung jawab akan Trimming, Quality Control dan
pengemasan produk-produk yang telah selesai dikerjakan. Divisi sablon
beranggotakan 14 orang, ruang lingkup divisi ini adalah membuat screen sablon
dan melakukan sablon pada bahan hasil potongan divisi jahit dan juga membuat
desain bila diperlukan. Divisi administrasi beranggotakan 5 orang, ruang lingkup
divisi administrasi adalah melakukan pemesanan kain, melakukan komunikasi
dengan klien, pembuatan surat dan dokumen.
Setiap divisi memiliki pembagian tugas yang jelas, karyawan divisi jahit
bertugas untuk melakukan cutting kain sesuai pola, menjahit kain sesuai pesanan,
dan ada dua karyawan divisi jahit yang merangkap sebagai kurir untuk pembelian
kain. Kepala divisi jahit bertanggung jawab untuk membuat rincian ukuran pola
dan mengatur jalannya proses ini.
Divisi jahit merupakan salah satu divisi yang memiliki jumlah tenaga kerja
terbanyak, dan merupakan divisi yang berperan besar dalam merubah bahan
penting untuk mencapai jumlah produksi dan kualitas produksi yang baik.
Kelemahan divisi jahit dapat dilihat dengan nyata saat jalannya produksi dimana
semua pakaian setengah jadi sudah selesai pada proses sablon namun terhenti
cukup lama di proses menjahit.
Dari hasil wawancara, kepala produksi merasakan kurangnya semangat
dari karyawan khususnya pada divisi jahit untuk melakukan pekerjaannya, hal ini
terlihat dari seringnya deadline yang lebih sering mengalami keterlambatan dari
target yang ditentukan dan perilaku karyawan yang seringkali terlambat datang ke
kantor ataupun terlambat kembali dari waktu makan siang, penjahit yang sering
tidak masuk kerja, serta tidak masuk pada hari kerja yang terapit hari libur. Hal ini
berakibat pada menurunnya jumlah output produksi per bulan sebanyak 15%,
dimana target output produksi adalah sebesar 10.000 helai pakaian namun pada
kenyataannya output produksi hanya mencapai 8.500 helai pakaian.
Melalui wawancara, kepala divisi jahit merasakan bahwa anggota
divisinya kurang mampu mengerahkan tenaga secara maksimal, kepala divisi jahit
merasa bahwa anggotanya kurang mematuhi perintah-perintahnya, terutama
karyawan yang masih muda. Kepala divisi jahit juga seringkali merasa bingung
untuk menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota
divisinya, kepala divisi jahit juga seringkali merasa sungkan untuk menegur
apabila melihat karyawan divisinya yang menunjukan perilaku kerja yang kurang
baik, upaya peneguran yang dilakukan cenderung singkat dengan mengingatkan
Menanggapi luputnya target produksi, kepala jahit mengatakan bahwa dengan
kapasitas mesin dan jumlah anggotanya maka seharusnya mereka dapat mencapai
target produksi, kepala jahit juga mengkaitkan hal ini dengan target yang pernah
tercapai pada bulan-bulan sebelumnya. Kepala divisi jahit juga menceritakan
pengalamannya di perusahaan sebelumnya, dimana Ia menjabat sebagai karyawan
jahit yang membuktikan target serupa dapat dicapai dengan kapasitas karyawan,
mesin dan model pesanan baju yang tidak jauh berbeda dengan kondisi pada
perusahaan X saat ini.
Dari Observasi yang dilakukan terlihat situasi di pabrik “X” pada siang
hari, yang keadaan saat itu cenderung sepi hanya terlihat sekitar 4 orang yang
berada di area jahit, ini disebakan ada sebagian karyawan yang belum kembali
dari makan siang. Padahal saat itu waktu telah melewati jam makan siang yang
tentukan. Target output produksi jahit yang ditetapkan oleh kepala divisi juga
tampak sering tidak tercapai. Selain itu seringkali kepala produksi juga
mengeluhkan karyawannya yang melanggar waktu merokok yang ditetapkan
perusahaan. Perusahaan mengijinkan waktu istirahat yang biasa digunakan para
karyawan untuk merokok ataupn beristirahat satu kali selama 15 menit diantara
jam 15.00-16.00, namun hal ini tampak sering dilanggar, banyak karyawan divisi
jahit yang keluar melebihi jam tersebut ataupun istirahat lebih lama dari waktu
yang disediakan. Hal lain yang terlihat adalah perilaku karyawan divisi jahit saat
akan pulang, walaupun jam kerja yang ditetapkan oleh perusahaan adalah mulai
beberapa karyawan divisi jahit sudah mulai menyiapkan tas-nya dan mengobrol
tanpa melanjutkan pekerjaannya lagi.
Setelah melihat beberapa kali hal-hal di atas terjadi kepala produksi
mempertanyakan hal tersebut kepada kepala jahit, dimana setelah itu mereka
melakukan rapat kecil dengan mengumpulkan karyawan jahit dan menanyakan
langsung kepada karyawan jahit akan alasan terjadinya hal tersebut. Saat rapat
tersebut sebagian karyawan jahit diam dan tidak menjawab, hanya ada beberapa
orang yang menjawab dengan mengatakan bahwa mereka seringkali telat kembali
setelah istirahat karena macet, tempat makan yang penuh, ataupun tidak sadar
telah melewati batas waktu. Kemudian perihal karyawan jahit dan yang
melanggar waktu istirahat 15 menit dan yang pulang lebih awal diberikan teguran
lisan, dan kemudian akan diberikan teguran tertulis yang menyatakan bersedia
mengundurkan diri apabila melakukan hal tersebut lagi.
Melalui wawancara yang dilakukan kepada enam karyawan divisi jahit,
empat Karyawan merasa bahwa atasannya (kepala jahit) bersikap dingin dan
kurang berbaur dengan karyawan-karyawan, mereka merasa atasan hanya
berbicara kepada mereka apabila ada tugas yang akan didelegasikan saja, hal ini
membuat karyawan divisi jahit merasa atasannya menjaga jarak, terlalu menuntut,
dan kurang memperhatikan bawahan-bawahannya. Karyawan mengatakan bahwa
atasan kurang memberi instruksi yang jelas, hal ini membuat mereka menjadi
tidak tahu harus berbuat apa dan malas dalam melaksanakan tugas yang diberikan.
pemimpin lebih realistis dalam menentukan target dan juga lebih sering untuk
memantau keadaan diarea jahit. dua orang karyawan memiliki harapan agar
perusahaan menambah karyawan pada divisi ini agar dapat meningkatkan jumlah
produksi. Diluar itu karyawan divisi jahit juga merasakan bahwa atasan jarang
memberikan pujian walaupun pekerjaan telah dilakukan dengan baik. 5 orang
karyawan mengatakan bahwa mereka justru merasa malas untuk bekerja saat
sedang banyak pekerjaan, karena saat pekerjaan banyak kepala divisi jahit
cenderung bersikap menuntut target pekerjaan yang tinggi dan hampir tidak
mungkin dapat dicapai.
Selain datayang dijabarkan di atas, dapat dilihat masih ada 3 karyawan
divisi jahit yang mematuhi peraturan perusahaan dan bahkan 2 orang tersebut
tidak jarang menunjukan OCB (Organizational Citizenship Behaviour) dengan
membantu proses packing walaupun waktu telah melewati jam kerja yang
ditentukan.
Dengan situasi yang tergambar di atas tidak jarang deadline produksi
menjadi melewati waktu yang ditentukan, sehingga kepala divisi jahit
mencanangkan waktu lembur bagi para penjahit, namun hanya 3-4 orang dari
karyawan divisi jahit yang mau mengikuti lembur. Selain kurangnya minat
karyawan divisi jahit untuk kerja lembur pernah sekali waktu lembur yang
direncanakan tidak terlaksana dikarenakan kelalaian kepala divisi yang terlambat
mengumumkan adanya jadwal lembur sehingga semua karyawan sudah terlanjur
Hal-hal di atas menunjukan bahwa perilaku manusia bukanlah perilaku
yang mudah dimanipulasi dengan insentif, adapun kontrol perilaku karyawan
yang dilakukan oleh perusahaan dalam sosok kepemimpinan juga menunjukan
hasil yang variatif pada karyawan di PT ”X” .
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik
untuk meneliti mengenai “Korelasi antara Perilaku Kepemimpinan & Motivasi
Kerja pada Karyawan Bagian Jahit di PT “X”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah :
-Terdapat korelasi antara persepsi karyawan pada perilaku kepemimpinan atasan kuadran I dengan motivasi kerja karyawan.
-Terdapat korelasi antara persepsi karyawan pada perilaku kepemimpinan atasan kuadran II dengan motivasi kerja karyawan.
-Terdapat korelasi antara persepsi karyawan pada perilaku kepemimpinan atasan kuadran III dengan motivasi kerja karyawan.
-Terdapat korelasi antara persepsi karyawan pada perilaku kepemimpinan atasan kuadran IV dengan motivasi kerja karyawan.
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
- Mendapatkan gambaran mengenai perilaku kepemimpinan di perusahaan “X”
di-Bandung.
- Mendapatkan gambaran mengenai motivasi kerja pada karyawan divisi jahit di
perusaahan “X” di-Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
hubungan antara persepsi perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja pada
karyawan divisi jahit di perusahaan “X” di-Bandung.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
1) Memberikan informasi mengenai perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja
beserta hubungannya ke dalam bidang ilmu Psikologi Industri & Organisasi.
2) Memberikan data pada peneliti lain yang berminat dalam upaya
mengembangkan bidang ilmu psikologi, khususnya ilmu Psikologi Industri &
Organisasi.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1) Memberikan informasi dan masukan kepada pihak perusahaan dalam
mengelola kebijakan dalam menangani sumber daya manusia khususnya dari
dapat membantu pihak perusahaan dalam mengatasi masalah ataupun upaya
untuk meningkatkan motivasi karyawan.
2) Memberikan informasi kepada karyawan dan kepala divisi jahit, kepala
produksi dan direktur untuk lebih dapat memahami motivasi karyawan divisi
jahit, dan mengupayakan hal-hal yang dapat meningkatkan motivasi kerja para
karyawan divisi jahit.
1.5. Kerangka Pikir
Manusia memiliki beragam kebutuhan, salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia ini adalah dengan bekerja. Dalam melaksanakan
pekerjaannya individu seringkali dipengaruhi langsung oleh individu-individu
yang terlibat dalam aktivitas pekerjaannya, salah satunya adalah pemimpin
ditempatnya bekerja. Seorang pemimpin perusahaan memiliki tuntutan-tuntutan
pekerjaan yang harus dipenuhinya. Dalam perusahaan “X”, atasan langsung dari
karyawan divisi jahit adalah kepala divisi jahit, dalam usahanya untuk
menjalankan tugasnya, kepala divisi jahit akan melakukan perilaku-perilaku
kepemimpinan yang akan diterapkan langsung kepada bawahannya.
“Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke
arah tercapainya tujuan” (Robbins 2001 ;39).
Hasil dari Studi tentang kepemimpinan yang dilakukan di Ohio State
University pada abad ke-15 merumuskan dua dimensi yang melandasi perilaku
adalah kecenderungan yang lebih menekankan kepada tugas (task oriented).
Berpatok pada perencanaan dan pelaksanaan kerja secara detail berdasarkan
prosedur kerja. Dalam upaya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, kepala
divisi jahit akan melakukan perilaku-perilaku dalam mengarahkan anggota
divisnya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pola perilaku yang dilakukan
kepala divisi jahit dapat dilihat melalui dua dimensi ini, yaitu perilaku
kepemimpinan yang lebih mementingkan pencapaian tujuan kerja (initiating
structure), ataupun perilaku kepemimpinan yang lebih menekankan pada
hubungan antar manusia (consideration).
Adapun ciri-ciri perilaku Initiating Structure dimana seorang pimpinan
memegang peran sebagai perencana tugas, menentukan jadwal dan rincian tugas
harian, menekankan batas waktu kerja, menekankan keunggulan dalam persaingan
dan mengarahkan pelaksanaan sekaligus menetapkan standar evaluasi. (Hersey
1995 : 101). Ciri-ciri Consideration, yaitu adalah perilaku pemimpin yang
menunjukan rasa percaya dan menghargai kemampuan bawahan, bersahabat,
memberi dukungan dan memperhatikan kesejahteraan bawahannya. (Hersey
1995 : 101). Perilaku kepemimpinan kepala divisi jahit akan bergerak didalam
kedua dimensi tersebut, perilaku kepemimpinan kepala divisi akan diterapkan
kepada anggota divisi yang kemudian akan dihayati oleh setiap anggota divisi
jahit secara berbeda-beda.
Kedua dimensi perilaku tersebut kemudian akan menghasilkan kombinasi
consideration rendah dan initiating structure rendah berada pada kuadran I.
Perilaku kepemimpinan yang mengacu pada consideration tinggi dan initiating
structure tinggi berada pada kuadran II. Perilaku kepemimpinan yang mengacu
pada consideration tinggi dan initiating rendah tinggi berada pada kuadran III.
dan Perilaku kepemimpinan yang mengacu pada consideration rendah dan
initiating structure rendah berada pada kuadran IV.
Kepemimpinan kepala divisi jahit yang dipersepsi pada kuadran I akan
menggambarkan perilaku kepemimpinan yang menekankan pada perilaku
persahabatan dan kurang memperhatikan penyelesaian tugas. Perilaku
kepemimpinan ini akan cenderung meningkatkan relasi dan kedekatan karyawan
jahit dengan kepala divisi, namun pola kepemimpinan ini akan dirasa kurang
dalam koordinasi dan arahan pekerjaan seperti tidak adanya target kerja harian
yang ditetapkan maupun aturan dan standar pekerjaan dari kepala divisi jahit.
Kepemimpinan kepala divisi jahit yang dipersepsi pada kuadran II akan
menggambarkan perilaku kepemimpinan yang menitikberatkan pada penyelesaian
tugas, pengarahan tugas-tugas harian dan juga memperhatikan persahabatan dan
relasi dengan karyawan. Perilaku kepemimpinan ini cenderung akan mengarahkan
kerja karyawan divisi jahit menjadi lebih teratur dan terencana, karyawan divisi
jahit juga cenderung akan merasa dihargai dan dihormati dengan perilaku
persahabatan yang dilakukan oleh kepala divisi.
Kepemimpinan kepala divisi jahit yang dipersepsi pada kuadran III akan
tugas maupun persahabatan dan relasi dengan karyawan. Kepemimpinan dalam
kuadran ini cenderung akan membingungkan karyawan dalam menjalankan
pekerjaannya dan kurangnya rasa persahabatan dan kedekatan relasi antara kepala
divisi dengan anggotanya.
Kepemimpinan kepala divisi jahit yang dipersepsi pada kuadran IV akan
menggambarkan perilaku kepemimpinan yang menekankan pada orientasi tugas
dan kurang menekankan pada persahabatan dan relasi dengan karyawan.
Kepemimpinan dalam kuadran ini cenderung akan membantu dan memberi
arahan pada karyawan dalam menjalankan pekerjaan, namun perilaku
kepemimpinan pada kuadran ini akan cenderung kurang mengembangkan rasa
persahabatan dan kedekatan relasi antara kepala divisi dengan anggotanya.
Dalam menjalankan pekerjaannya perilaku kepemimpinan akan sering
bersinggungan dengan perilaku kerja yang dilakukan karyawan. Perilaku
karyawan akan didasari oleh motivasi kerja yang mendorong karyawan untuk
melakukan suatu tindakan, namun kekuatan yang muncul tersebut tergantung dari
hubungan antara apa yang diinginkan dan apa yang dibutuhkan dari hasil
pekerjaannya tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui 3 komponen, yaitu: Valence,
Expectancy, Instrumentality.
Valence yaitu seberapa besar karyawan divisi jahit menginginkan imbalan.
Valence mengacu pada kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan.
promosi itu akan menjadi imbalan yang menarik dan bernilai bagi dirinya,
sehingga promosi akan memiliki valensi yang tinggi bagi karyawan tersebut.
Instrumentality yaitu perkiraan karyawan divisi jahit bahwa dirinya akan
memperoleh imbalan jika pencapaian prestasi tertentu tercapai. Instrumentalitas
mengacu pada perkiraan bahwa prestasi kerja akan menghasilkan perolehan
imbalan. Karyawan divisi jahit yang yakin bahwa usaha lembur dan kualitas
jahitannya baik akan diberi bonus tambahan oleh atasannya, akan memiliki
Instrumentality yang tinggi.
Expectancy mencakup mengenai keyakinan karyawan divisi jahit bahwa
upaya yang dilakukan akan mencapai keberhasilan prestasi. Expectancy Mengacu
pada kadar kuatnya keyakinan karyawan bahwa upaya kerjanya akan
menghasilkan pencapaian suatu prestasi. Apabila seorang karyawan melihat
adanya kemungkinan bahwa upaya yang dikerahkan akan menghasilkan prestasi
yang diinginkan, maka karyawan tersebut akan memiliki expectancy yang tinggi.
Ketiga komponen ini dapat dikaitkan menjadi hubungan seperti ini: (Valence
tinggi x Instrumentality tinggi x Expcentancy tinggi = Motivasi Kerja). (Keith
Davis & Newstorn, 1996;90-96).
Perilaku kepemimpinan yang dilakukan kepala divisi jahit dan perilaku
karyawan divisi jahit akan bersinggungan dimana perilaku kepemimpinan tidak
jarang bersinggungan dengan perilaku karyawan dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Perilaku kepemimpinan kepala divisi jahit akan mengacu pada kuadran
kepemimpinan ini kemudian akan dirasakan oleh karyawan divisi sebagai perilaku
yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan motivasi kerja.
Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa ada dua bentuk dimensi
kepemimpinan yang berbeda yaitu consideration dan initiating structure. Kedua
bentuk kepemimpinan ini akan dihayati berbeda-beda pada setiap karyawan dan
membentuk kombinasi kepemimpinan dalam kuadran I, II, III maupun IV. Dalam
bekerja perilaku kepemimpinan ini akan bersinggungan dengan perilaku kerja
1.6. Bagan Keranga Berpikir
1.7. Asumsi
1. Perilaku kepemimpinan kepala divisi akan dihayati berbeda-beda oleh
karyawan divisi jahit yang akan mengacu dalam 4 kuadran.
2. Motivasi Karyawan merupakan hasil interaksi dari 3 komponen yaitu: Valence,
Instrumentality, dan Expectancy.
3. Setiap karyawan akan mempersepsi atasan berbeda-beda sehingga akan
menimbulkan motivasi yang berbeda-beda pula.
4. Perilaku kepemimpinan kepala divisi jahit yang dihayati karyawan divisi jahit
akan berpengaruh pada motivasi kerja karyawan.
1.8. Hipotesis
Berdasarkan asumsi di atas, maka diturunkan hipotesis sebagai berikut:
-Terdapat korelasi antara persepsi perilaku kepemimpinan kuadran I dengan motivasi kerja pada karyawan divisi jahit di PT “X” Bandung.
-Terdapat korelasi antara persepsi perilaku kepemimpinan kuadran II dengan motivasi kerja pada karyawan divisi jahit di PT “X” Bandung.
-Terdapat korelasi antara persepsi perilaku kepemimpinan kuadran III dengan motivasi kerja pada karyawan divisi jahit di PT “X” Bandung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara persepsi perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja pada karyawan divisi jahit di perusahaan “X” Bandung, dapat disimpulkan bahwa:
a. Sebanyak 80% divisi jahit menghayati kepemimpinan atasannya berada pada kuadran II, dan sebanyak 20% karyawan menghayati kepemimpinan atasannya berada pada kuadran IV.
b. Terdapat korelasi yang erat antara perilaku kepemimpinan kuadran II dan motivasi kerja, namun tidak terdapat korelasi antara perilaku kepemimpinan kuadran IV dan motivasi kerja.
c. Sebanyak 46.7% karyawan yang menghayati atasannya pada kuadran II memiliki motivasi kerja yang tinggi dan 33,3% karyawan lainnya memiliki motivasi kerja yang rendah. Karyawan yang memiliki motivasi kerja tinggi merupakan karyawan yang memiliki valence, instrumentality, dan expectancy yang tinggi. Karyawan pada kuadran II yang memiliki motivasi rendah disebabkan oleh expectancy yang rendah
dihayati menekankan pada penyelesaian tugas dan kurang bersahabat, terdapat 13,3% karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi. Karyawan dengan motivasi yang tinggi memiliki valence, instrumentality dan expectancy yang tinggi. Sebanyak 6,7% karyawan lainnya memiliki motivasi rendah yang disebabkan oleh expectancy yang rendah.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:
• Saran teoritis
Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti hubungan antara persepsi perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja, peneliti menyarankan untuk meneliti mengenai hubungan budaya organisasi dan motivasi kerja.
• Saran Praktis
pekerjaan anggota divisinya secara personal dan membangun relasi yang bersahabat.
Daftar Pustaka
As’ad S.U, Moh. 1995. Psikologi Industri Seri Sumber Daya Manusia edisi keempat. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Finch, Frederick. 1979. Managing for Organization : Effectiveness. New York: Mc. Graw-Hill Book Company.
Guilford ,J.P., 1979. Psychometric Methods, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.
Hersey, Paul, Blanchard, Kenneth H. 1977. Management for organizational Behavior, fifth edition. Singapore ; Prentice-Hall.
Ivanchevich, John M, Andrew. D. Szilagyi, Jr and Mark J. Wallance, Jr. 1980. Organizational Behavior and Management California : Goodyear Publishing Company.
Nasir, Moh. 2003, Metode Penilitan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Robert M. Kaplan & Dennis P. Saccuzzo, 1993. Phsycological Testing principles, application, and issues; Cole Publishing Company, Pacific Grove,
California, p: 141.
Siegel, Sidney. 1985. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu sosial, terjemahan Zartzawi Suyuti dan Landung Simatupang. Jakarta : Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Steer, Richard M, and Porter, Lyman W. 1991. Motivation and Work Behavior, 5th ed. New York: Mc. Graw-Hill.
Sugiyono, 2007. Statistika untuk Penelitian; CV ALFABETA; Bandung.
Yukl, Gary A. 1989. Leadership in Organization, second edition. New Jersey : Prentice-Hall.
Daftar Rujukan
Permata, Ayu. 2012. Hubungan antara Motivasi Kerja dan Kinerja pada Karyawan Marketing Di Distributor Ban “X” Bandung. Skripsi. Universitas Kristen Maranatha