• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF MELALUI TEKNIK PSIKODRAMA PADA SISWA KELAS VII D DI SMP NEGERI 2 MOYUDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF MELALUI TEKNIK PSIKODRAMA PADA SISWA KELAS VII D DI SMP NEGERI 2 MOYUDAN."

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

QS Al – Baqoroh : 286.

“ segala hal itu sulit, akan tetapi tidak ada yang tidak mungkin, karena masa depanku aku yang tentukan.”

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi dipersembahkan untuk :

 Allah SWT yang senantiasa memberikan penunjuk dan penerang jalanku  Orang tua tercinta, atas kasih sayang, pengorbanan, kerja keras, dan doa yang

selalu menjadi pengingat di setiap perjalanan hidupku

 Abdurrahman Haqiqi yang selalu memberikan pendapat dan saran untuk

lebih baik

 Keluarga besar yang selalu memotivasi untuk menjadi lebih baik  Almamater UNY

(7)

PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF MELALUI TEKNIK PSIKODRAMA PADA SISWA KELAS VII D DI SMP NEGERI 2

MOYUDAN

Oleh Sailah Ribha NIM 12104241031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perilaku asertif melalui teknik psikodrama pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian siswa kelas VII D SMP Negeri 2 Moyudan yang berjumlah 17 siswa. Subjek penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan guru bimbingan dan konseling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala, observasi dan wawancara. Instrumen yang digunakan adalah skala perilaku asertif, pedoman observasi dan pedoman wawancara. Uji Validitas menggunakan validitas isi. Penelitian terdiri dari dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari 3 tindakan. Analisis data menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kondisi awal perilaku asertif siswa kelas VII D SMP Negeri 2 Moyudan tergolong sedang kebawah. Kondisi ini dibuktikan dari hasil skala perilaku asertif pra tindakan dengan skor rata – rata 124,1 mengingat 100 merupakan batas bawah kategori sedang dan batas atas kategori sedang 149. (2) Perilaku asertif siswa dapat ditingkatkan melalui teknik psikodrama. Dalam penelitian ini dalam satu siklus meliputi tiga tindakan yang meliputi persiapan, pelaksanaan, pengisian skala. Dilihat dari hasil data kuantitatif rata – rata skor pra tindakan yaitu 124,1 dan meningkat sebanyak 13,4 skor sehingga rata – rata skor pada pasca tindakan I menjadi 137,5. Selanjutnya rata – rata skor siswa meningkat lagi sebanyak 20,8 skor sehingga rata – rata skor pada pasca tindakan II meningkat menjadi 158,3. (3) Observasi dan wawancara pada saat pemberian tindakan maupun setelah pemberian tindakan untuk peningkatan perilaku asertif pada siswa menunjukkan antusias yang tinggi dalam teknik psikodrama dari siklus I dan siklus II.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim.

Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala nikmat

dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung

Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam jahiliyah menuju

alam yang berilmu seperti sekarang ini.

Selanjutnya, dengan kerendahan hati penulis ingin menghaturkan

penghargaan dan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu penyelesaian skripsi yang berjudul “PENINGKATAN PERILAKU

ASERTIF MELALUI TEKNIK PSIKODRAMA PADA SISWA KELAS VII D

DI SMP NEGERI 2 MOYUDAN”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan

partisipasi berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dah hidayahnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd. MA, selaku Rektor Universitas

Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Haryanto, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah

memberikan ijin dan fasilitas sehingga penulisan ini dapat berjalan dengan

(9)

4. Bapak Fathur Rahman, M.Si, selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan yang telah memberikan ijin dan pengarahan dalam

menyusun skripsi.

5. Bapak Agus Triyanto, M. Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing penulis dengan sabar.

6. Bapak Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si, selaku Pembimbing Akademik

yang telah memberikan nasehat, pengarahan, dan bantuan dalam

penyusunan skripsi.

7. Para Dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu,

wawasan, dan semangat untuk maju.

8. Ibu Dra. Tin Suharmini, M.Si, selaku Penguji Utama Skripsi yang telah

memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.

9. Ibu Siti Rosidah, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Moyudan

yang telah memberikan ijin dan menyediakan berbagai fasilitas demi

kelancaran peneliti

10.Ibu Guru BK SMP Negeri 2 Moyudan, yang telah memberikan saran,

pengarahan, bimbingan dan bantuannya yang sangat bermanfaat bagi

penulis dalam menjalankan kegiatan penelitian.

11.Bapak Drs. Hizbullah, Ibu Afifah, Bapak Sutrisno dan Ibu Sudilah atas

doa dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikan.

12.Kakak – kakakku Ahmad Syauqi, Nashrul Akmal, Ahmad Kumaini,

(10)
(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 17

C. Batasan Masalah ... 18

D. Rumusan Masalah ... 18

E. Tujuan Penelitian ... 18

F. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Asertif ... 21

1. Pengertian Perilaku Asertif ... 21

2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif ... 25

3. Ciri Perilaku Asertif ... 27

4. Perkembangan Perilaku Asertif ... 28

(12)

6. Perilaku Asertif pada Remaja ... 31

B. Psikodrama ... 42

1. Pengertian Psikodrama ... 42

2. Tujuan Psikodrama ... 43

3. Komponen Psikodrama ... 43

4. Manfaat Psikodrama ... 46

5. Kelebihan Psikodrama ... 47

6. Prosedur Psikodrama ... 48

C. Kontribusi Penelitian dalam Bimbingan dan Konseling ... 51

D. Peningkatan Perilaku Asertif melalui Teknik Psikodrama ... 53

E. Hipotesis Tindakan ... 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 58

B. Definisi Operasional ... 60

C. Subyek Penelitian ... 60

D. Setting Penelitian ... 61

E. Desain Penelitian ... 61

F. Skenario Siklus ... 64

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 66

H. Uji Validitas ... 72

I. Teknik Analisis Data ... 72

J. Kriteria Keberhasilan ... 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 75

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 75

2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 76

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 76

C. Deskripsi Data Pra Tindakan Penelitian ... 77

(13)

1. Siklus I ... 79

2. Siklus II ... 95

E. Uji Hipotesis Tindakan ... 107

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108

G. Keterbatasan Penelitian ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

LAMPIRAN ... 123

(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi – Kisi Skala Perilaku Asertif ... 68

Tabel 2. Skor Instrumen ... 69

Tabel 3. Pedoman Observasi ... 70

Tabel 4. Pedoman Wawancara untuk Guru BK ... 123

Tabel 5. Pedoman Wawancara untuk Subjek ... 124

Tabel 6. Daftar Subjek Penelitian ... 77

Tabel 7. Hasil Pra Tindakan ... 78

Tabel 8. Peningkatan Hasil Pra Tindakan dan Pasca Tindakan I ... 90

Tabel 9. Peningkatan Hasil Pra Tindakan, Pasca Tindakan I, dan Pasca Tindakan II ... 103

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara untuk Guru BK atau Observer ... 123

Lampiran 2. Pedoman Wawancara untuk Subjek ... 124

Lampiran 4. Skala Asertif ... 125

Lampiran 5. RPL Sirklus I ... 129

Lampiran 6. RPL Sirklus II ... 136

Lampiran 7. Deskripsi Psikodrama Sirklus I ... 140

Lampiran 8. Deskripsi Psikodrama Sirklus II ... 144

Lampiran 9. Hasil Pra Tindakan, Pasca Tindakan I, Pasca Tindakan II ... 151

Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Observer siklus I ... 154

Lampiran 11. Hasil Wawancara dengan Observer siklus II ... 156

Lampiran 12. Hasil Wawancara dengan Subjek ... 158

Lampiran 13.Hasil Observasi Siklus I ... 161

Lampiran 14.Hasil Observasi Siklus II ... 162

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan

manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai

meninggal dunia (life span development). Awal masa remaja berlangsung kira

– kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun,

dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan

belas tahun, yaitu usia matang secara hukum mental (Hurlock, 1991: 206).

Awal masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak – kanak ke

masa remaja yang pada umumnya terjadi perubahan psikis, fisik maupun

sosial.

Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2008: 534) masa remaja adalah

perjalanan dari masa anak – anak ke masa dewasa ditandai oleh periode

transisional panjang yang mengandung perubahan fisik, kognitif, dan

psikososial. Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman

sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa – masa

sebelumnya. Sehingga usia remaja merupakan masa yang sangat penting,

sangat kritis dan sangat rentan terhadap hal-hal baru terjadi yang belum

pernah dirasakan sebelumnya, mulai dari memiliki teman, sahabat dekat,

tertarik dengan lawan jenis baik yang menyenangkan maupun menyedihkan.

(18)

tumbuh secara alamiah, serta merupakan suatu hal yang normal dan wajar

yang akan dialami setiap remaja pada umumnya.

Menurut Havighurst (dalam Hurlock,1991: 10) secara garis besarnya,

tugas perkembangan masa remaja yaitu mencapai hubungan baru dan yang

lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran

sosial pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan

tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang

bertanggung jawab, mempersiapkan karir ekonomi, mempersiapkan

perkawinan dan keluarga, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis

sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Jika dilihat dari tugas perkembangan diatas, perubahan sikap dan

perilaku anak yang lebih bertanggung jawab merupakan salah satu tugas

perkembangan pada masa remaja, sejalan dengan hal tersebut Karl C.

Garrison (dalam Mappiare Andi, 1982: 102) memaparkan tugas

perkembangan masa remaja ialah remaja diharapkan memiliki hubungan

sosial yang matang dengan teman sebaya dalam kelompok-kelompok mereka,

dan mereka harus mendapat penerimaan dalam hubungan sosial.

Salah satu ciri – ciri masa remaja yang sangat dominan adalah masa

mencari identitas dimana pada masa ini mereka mendambakan identitas diri.

Dengan kondisi yang sedang dalam pencarian identitas (jati diri), remaja akan

bertindak sesuai dengan keinginannya untuk mencari identitas dirinya,

misalnya saja dengan meniru orang lain. Oleh karena itu remaja sering kali

(19)

perilaku. Sementara itu tugas perkembangan harus terlaksana saat masa

perkembangannya dan jika tidak sesuai seseorang akan mengalami kesulitan

ataupun masalah pada perkembangan selanjutnya. Dalam hal ini, perilaku

asertif seorang anak dalam mengatur sikap dan perilakunya sangat diperlukan

untuk mengendalikan diri agar tidak mudah terpengaruh dengan teman

ataupun orang lain.

Remaja merupakan harapan bangsa, namun untuk mewujudkan

harapan itu tidaklah mudah karena dalam masa remaja ini yang disebut juga

dengan masa pencarian jati diri ini syarat akan adanya pengaruh lingkungan.

Remaja membutuhkan perhatian, bimbingan serta arahan yang tepat untuk

menghindari kesalahan pemahaman dalam penyampaiannya. Dalam

lingkungan keluarga tentunya peran orang tua adalah yang utama dalam

pembentukan karakter dan sikap anak, memberikan kasih sayang, motivasi,

mengarahkan dalam bergaul maupun menentukan pilihan, menjadi contoh

dalam bertindak serta mengajarkannya untuk mengenal norma - norma dalam

beragama dan bermasyarakat. Pengaruh lingkungan sangatlah berpotensi

dalam menanamkan dan pembentukan karakter baik atau buruknya pada

masing-masing remaja. Oleh karena itu, remaja harus mendapatkan perhatian

khusus, baik oleh dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Dalam lingkungan sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi

siswanya. Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan memiliki kemampuan

menciptakan suasana yang harmonis, transparan dan nyaman sehingga

(20)

dihadapinya serta mampu mengiringi perkembangan psikologis dalam

kesehariannya. Peran Guru BK di sekolah sangatlah penting terutama dalam

hal pergaulan karena seperti yang telah diketahui bahwa peranan pergaulan

pada masa remaja ini sangatlah besar, mulai dari pergaulan yang hanya

sekedar untuk menambah, mencari teman memperluas pergaulan hingga

mencapai kebutuhan bereksistensi yang seolah-olah menjadi syarat mutlak di

era globalisasi seperti sekarang ini. Namun faktanya pergaulan remaja saat

ini terbilang semakin memprihatinkan dan telah melenceng dari jalur yang

sebenarnya.

Semakin banyak terlihat baik melalui media elektronik dan internet

maupun pengamatan secara langsung di lingkungan sekitar adanya

tindakan-tindakan remaja di usia sekolah yang justru mempunyai kasus-kasus seperti

sex bebas, narkoba, tawuran dan lain-lain yang menyakiti bahkan sangat

merugikan orang lain terlebih dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena

remaja cenderung bertindak dengan mengedepankan emosinya dan lemahnya

kesadaran serta kurangnya pemahaman mereka akan etika pergaulan yang

sehat yaitu pergaulan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai dan norma sosial, kesusilaan dan kesopanan yang berlaku dilingkungan tempat tinggalnya.

Selain itu di lingkungan sekolah, pergaulan yang sehat dan tidak sehat

pastilah terjadi misalnya pergaulan antara siswa dengan siswa ataupun siswa

dengan guru. Lingkungan di sekolah adalah tempat sehari- hari dimana

(21)

hal yang penting. Berada di sisi dan bergaul langsung dengan teman- teman

sekolahnya merupakan cara terbaik seseorang untuk berkomunikasi, menjalin

hubungan dan menciptakan suasana. Salah satu pergaulan positif adalah bisa

saling belajar bertukar pikiran, pendapat dan berbagi cerita bersama, yang

tentunya ini akan meningkatkan rasa pertemanan dan juga persaudaraan

mereka dan juga untuk saling berbagi curahan hati, hal ini juga bisa membuat

mereka untuk lebih berpikir positif dan juga memotivasi dalam belajar untuk

memberi dan menerima saran dari teman lainnya yang tentu saja dalam hal

yang positif. Sedangkan dalam hal yang negatif, misalnya masih ada beberapa

siswa yang sering datang terlambat, membolos, kurang mengindahkan bahkan

tidak mentaati peraturan yang berlaku di sekolah, tidak mengerjakan tugas,

sampai kecurangan dalam hal ujian atau mencontek dan bahkan sampai

terjadi perkelahian antar teman di sekolahnya.

Pergaulan sehat dan tidak sehat bisa terjadi dan tercipta dimanapun,

termasuk di lingkungan sekolah. Bisa dikatakan bahwa lingkungan sekolah

mempunyai kendali penting dalam pembentukan karakter peserta didiknya,

karena selain merupakan tempat para peserta didik menimba ilmu, sekolah

juga merupakan tempat berinteraksi sosial antar siswa juga guru,

berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu peran guru khususnya guru

bimbingan dan konseling menjadi penting dan sangat diharapkan akan peran

besarnya untuk memberikan bimbingan kemudian mewujudkan bersama sifat

pergaulan yang positif, dimana para peserta didik mampu belajar dengan

(22)

cerita bersama, yang tentunya ini akan menimbulkan serta meningkatkan rasa

pertemanan dan juga persaudaraan dalam ikatan yang harmonis dilingkungan

sekolah, memotivasi siswa dalam belajar.

Perkelahian termasuk jenis kenakalan remaja akibat kompleksnya

kehidupan yang disebabkan karena masalah sepele. Tawuran pelajar sekolah

menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010,

setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam

lebih dari 100 persen pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan

82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139 tawuran yang

menewaskan 12 pelajar. Sejalan dengan hal itu Kasat Reskrim Polresta

Yogyakarta AKB Akbar Bantilan mengungkapkan data kasus yang ia terima

sejak januari 2016 hingga september terdapat 3 kasus penganiayaan yang

melibatkan anak dibawah umur dan terdapat 5 kasus pengeroyokan

(Nuryanto, Tribunjogja.com, Yogyakata 22 September 2016). Hal-hal negatif

seperti ini dikhawatirkan akan mempengaruhi siswa-siswa lain yang

berinteraksi langsung yang memicu akan adanya bullying, rasa cemas dan takut karena merasa lemah dan tidak percaya diri. Tidak sedikit siswa yang

terbawa pergaulan negatif dikarenakan terlalu seringnya mereka bersama dan

bergaul dalam hal kurang baik yang sebenarnya merugikan.

Siswa secara pribadi menyadari bahwa hal yang dilakukannya

merupakan suatu kesalahan dan merugikan bagi dirinya sendiri namun

mereka tidak dapat lepas begitu saja karena mereka menyadari bahwa mereka

(23)

bereksistensi sosial satu sama lain. Oleh karena itu dalam kehidupan

sosialnya, ada beberapa siswa terkadang merasakan gugup dan cemas dalam

lingkungan sosialnya dan siswa cenderung memilih untuk menghindari

kehidupan sosialnya dengan alasan untuk menghindari atau sekedar menjauh

dari dampak negatif kehidupan sosial yang dirasakan. Hal ini dapat terjadi

karena adanya perasaan malu yang berlebihan, kurangnya rasa percaya

kepada diri sendiri dengan beban pikiran yang selalu merendahkan diri

sendiri. Hal ini mulai ditandai dengan adanya siswa yang merasa malu jika

ingin bertanya kepada guru, siswa mengalami kesulitan untuk

mengekspresikan perasaannya kepada orang lain, merasa terbatas dalam

mengemukakan pendapat, siswa tidak mampu atau takut untuk mengatakan

tidak dan itu menandakan bahwa tidak adanya kepercayaan pada dirinya

sendiri. Dengan kata lain perilaku seperti ini menunjukkan perilaku yang

tidak asertif.

Tercapainya pembentukan pribadi yang asertif akan menghantar

seseorang pada eksistensi diri yang secara mental mantap dan seimbang.

Perilaku asertif merupakan pengembangan pribadi yang positif meliputi

perilaku yang jujur (terus terang), langsung dan ekspresi yang penuh

penghargaan terhadap pikiran, perasaan dan keinginan dengan

mempertimbangkan perasaan dan hak-hak orang lain. Inti dari perilaku asertif

adalah (1) mempertahankan hak, (2) mengekspresikan diri, (3) langsung,

terbuka dan jujur, dan (4) menghargai hak orang lain (Dokler, 1990). Sikap

(24)

berbuat sesuai dengan apa yang diinginkannya, tapi juga mampu untuk

mengendalikan diri dengan mempertimbangkan dampak dari baik dan

buruknya perilaku yang akan dilakukan demi menjaga keseimbangan dan

keharmonisan hubungan dalam lingkungan sosialnya.

Secara umum perilaku manusia dibedakan menjadi tiga kategori,

yaitu: perilaku nonasertif (pasif), asertif (tegas) dan agresif. Dari ketiga

kategori tersebut, perilaku yang kurang disadari oleh kebanyakan remaja

adalah perilaku asertif. Para remaja kurang tegas dalam memberikan respon

terhadap perilaku sosial dari teman sebaya karena mudah terbawa suasana

hati atau diliputi perasaan canggung ketika harus memutuskan akan menerima

atau menolak suatu perilaku yang di dapat dari lingkungannya. Dalam hal ini,

remaja untuk menentukan sikap dan memilih perilaku yang tepat sangat

dipengaruhi oleh kemampuan bersikap dan berperilaku tegas.

Masalah perilaku asertif dapat dijumpai dalam setiap kelompok usia,

termasuk remaja. Menurut pendapat penulis, perilaku asertif pada remaja

justru menarik untuk diteliti, mengingat "keunikan" yang dimiliki masa

remaja dibandingkan dengan masa yang lain seperti masa anak-anak atau

masa dewasa. Keunikan atau ciri khas yang dimaksud adalah bahwa di masa

tersebut remaja sedang mengalami masa "transisi", status remaja menjadi

tidak jelas, ia bukan lagi sebagai anak-anak dan bukan pula menjadi orang

dewasa. Calon (dalam Monks,dkk 1994:253) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja

(25)

transisi yang dialami oleh remaja tersebut membawa dampak pada

bergeraknya kehidupan sosial remaja dari “meninggalkan” orang tua menuju

teman sebaya. Sementara itu perilaku asertif berbeda dengan agresif karena

dalam perilaku asertif remaja dituntut untuk tetap menghargai orang lain

tanpa melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal sedangkan perilaku

agresif lebih cenderung menyakiti orang lain melalui fisik maupun verbal

apabila tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Bambang Mulyono (1993:18) mengatakan bahwa seorang remaja

tergugah rasa sosial untuk bergabung dengan anggota kelompok lain.

Pergaulan yang dahulu terbatas keluarga, tetangga dan teman sekolah menjadi

meluas sehingga tidak jarang mereka meninggalkan rumah. Penggabungan

diri dengan anggota kelompok lain sebenarnya merupakan usaha mencari

nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai-nilai itu, sebab remaja

mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua. Dengan

demikian remaja akan patuh pada nilai-nilai, kebiasaan, kesukaan pada

kebudayaan kelompoknya. Kondisi transisi yang sedang dialami oleh remaja

maka remaja cenderung mengupayakan penyelesaian konflik dengan teman

sebaya.. Hal itu dikarenakan remaja berada dalam nasib yang sama.

Perkembangan sosial pada masa remaja menuntut remaja untuk

memisahkan diri dari orangtuanya dan menuju kearah teman – teman

sebayanya, hal itu merupakan proses perkembangan remaja yaitu bahwa

secara naluriah anak mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi

(26)

demikian akan menyatukan tali persahabatan menjadi lebih erat diantara

remaja. Apabila dalam pertemanan dengan teman sebaya dijunjung tinggi

nilai kejujuran, saling menghormati dan menghargai hak orang lain maka

upaya penyelesaian konflik pada remaja akan lebih terarah, yaitu para remaja

mengupayakan penyelesaian dengan kooperatif tidak dengan tindakan

menyimpang. Namun yang terjadi akan lain apabila didalam pertemanan

dengan teman sebaya terdiri dari remaja yang suka melakukan perilaku

menyimpang seperti suka membolos, merusak fasilitas umum, bahkan sampai

pada perilaku maladaptif lainnya, maka penyelesaian konflik akan semakin

tidak asertif. Oleh karena itu, kemampuan untuk berperilaku asertif sangat

diperlukan dan ditanamkan sedini mungkin mengingat apabila seorang remaja

tidak dapat berperilaku asertif, maka dimasa yang akan datang remaja akan

memiliki kepercayaan diri yang rendah untuk mengemukakan perasaannya

kepada orang lain karena merasa apa yang disampaikannya selalu tidak

dipedulikan orang lain.

Secara umum bimbingan dan konseling dalam lingkungan sekolah

merupakan proses pemberian bantuan kepada para siswa dengan

memperhatikan kemungkinan-kemungkinan tentang kesulitan yang

diharapkan dalam rangka optimalisasi pengembangan sehingga mereka dapat

memahami diri, mengarahkan diri dan bertindak serta bersikap sesuai dengan

tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan visi

bimbingan dan konseling dalam Mugiarso Heru (2007:2) yang menyatakan

(27)

membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian

dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik

berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

Perencanaan layanan bimbingan dan konseling amatlah krusial. Salah

satu bagian dari kegiatan bimbingan dan konseling ini adalah menentukan

pendekatan, metode, strategi, dan teknik layanan bimbingan dan konseling.

Apabila guru memilih pendekatan, metode, strategi, dan teknik yang tidak

tepat dapat dipastikan bahwa layanan tidak akan berjalan efektif. Sementara

bila guru berhasil memilih dan menentukan pendekatan, metode, strategi, dan

teknik bimbingan dengan baik, dapat diasumsikan bahwa layanan yang akan

dilakukannya kemungkinan besar akan berjalan efektif serta membantu

peserta didik mencapai perkembangan yang optimal. Pemberian metode,

strategi dan teknik bimbingan bukan hanya dengan ceramah, tetapi bisa

menggunakan suatu tindakan yang berupa penelitian. Penelitian yang dapat

dilakukan oleh guru BK adalah penelitian tindakan dengan cakupan kelas

yang menggunakan metode, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan

tertentu. Tujuan dari tindakan ini berdasarkan sasaran penelitian yaitu siswa

sendiri, dalam membantu mencapai kebutuhannya dan menyelesaikan

permasalahan yang menghambat. Agar remaja, khususnya siswa kelas VII D

di SMP Negeri 2 Moyudan memiliki kemampuan berperilaku asertif maka

perlu adanya bimbingan yang tepat dari guru bimbingan dan konseling di

SMP tersebut. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis

(28)

meningkatkan berperilaku asertif. Seiring dengan hal tersebut maka penulis

bermaksud menggunakan teknik psikodrama untuk meningkatkan perilaku

asertif pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan.

SMP Negeri 2 Moyudan merupakan salah satu sekolah negeri di

Yogyakarta yang cukup jauh dari perkotaan, berdasarkan hasil wawancara

dan observasi yang di lakukan pada tanggal 23 Februari 2016 di sekolah

tersebut peneliti memperoleh berbagai informasi dari Guru BK maupun siswa

kelas VII . Dengan demikian peneliti mengetahui apabila belum pernah

dilakukan bimbingan dan konseling khususnya untuk meningkatkan perilaku

asertif melalui teknik psikodrama, selain itu berdasarkan wawancara terhadap

tiga siswa yakni siswa banyak teman – temannya di sekolah mulai mengalami

perubahan perilaku karena mengikuti pergaulan kakak tingkat maupun teman

sebayanya dan tidak jarang siswa membolos karena tidak enak jika harus

menolak ajakan teman maupun berkelahi hanya karena masalah membela

teman yang belum tentu benar. Dari perkelahian tersebut menunjukkan

beberapa siswa masih tidak mampu menerima kecaman dan kritikan dari

orang lain baik untuk dirinya sendiri maupun temannya. Adanya

permasalahan siswa yang demikian menunjukkan kurangnya kemampuan

perilaku asertif pada siswa.

Wawancara juga dilakukan dengan guru BK, dari hasil wawancara

didapat beberapa permasalahan – permasalahan lain yang dialami siswa.

Beberapa siswa sering melakukan perusakan fasilitas sekolah, sering sekali

(29)

hanya untuk bermain – main di luar, cuci tangan atau bertemu dengan teman

kelas lain, dan teman sekelasnya pun ikut – ikutan keluar kelas mengikutinya.

Mereka hanya mengikuti ajakan teman lain, dan pada hal mereka tahu

perbuatan tersebut keliru. Di dalam ruangan kelas pun kondisinya ramai,

masih ada sebagian siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru malah

sedang mengobrol dan bermain dengan temannya. Hal ini juga teramati

langsung melalui observasi di sekolah, siswa melakukan beberapa tindakan

yang melanggar peraturan sekolah yang merugikan siswa sendiri, karena

mereka kurang memiliki rasa tanggung jawab, menghormati orang lain,

penerimaan diri, dan rasa percaya diri dalam diri mereka sendiri yang

membuat rendahnya motivasi siswa untuk menjadi individu yang baik dan

berprestasi di sekolah. Untuk itu dibutuhkan peningkatan perilaku asertif bagi

para siswa, sehingga mereka dapat memilih, menentukan dan mengarahkan

perilakunya ke hal yang positif bukan hal yang merugikan diri mereka

sendiri.

Menurut Bennet (Tatiek Romlah 2001:99), Psikodrama merupakan bagian dari permainan peranan (role playing). Bennet membagi permainan peranan menjadi dua macam yaitu sosiodrama dan psikodrama. Corey (dalam

Tatiek Romlah, 2006: 108) menjelaskan psikodrama merupakan permainan

peranan yang dimaksudkan individu yang bersangkutan dapat memperoleh

pengertian lebih baik tentang dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya,

dan menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Dalam

(30)

berperilaku asertif karena perilaku asertif sangat penting remaja miliki sejak

dini. Psikodrama memberikan kesempatan orang untuk melihat kehidupan

pribadi dengan cara pandang berbeda setelah kehidupan pribadi itu

didramakan dan dimainkan oleh orang yang berada dalam kelompok

bersamanya (Johana E. Prawitasari, 2011: 177).

Psikodrama yaitu salah satu cara yang bisa digunakan sebagai media

pengembangan manusia (human development), dengan berakting dalam sebuah drama diharapkan akan dapat menyadarkan seseorang (insight) dan

juga menggali (to explore ) permasalahan yang sedang dihadapinya. Departemen Pendidikan Nasional (2008) dalam Strategi Pembelajaran dan

Pemilihannya mendefinisikan Psikodrama sebagai teknik bimbingan dengan

bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan

psikologis. Psikodrama digolongkan ke dalam metode simulasi dan

merupakan teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk mengimplemetasi

strategi bimbingan dan konseling. Selain itu Psikodrama dapat juga

dimplementasikan untuk melepaskan tekanan-tekanan yang dialami sebagai

suatu katarsis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tesis yang dilakukan

oleh Marissa D’ Morstad (dalam Linda Dwi S dan Sri Wijayanti: 8) pada

tahun 2003 dengan judul “Drama’s Roll In School Counseling”. Tesis ini

mendukung para konselor sekolah untuk membimbing dan menggabungkan

teknik dramatis yang dilakukan disekolah dengan bimbingan konseling. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa drama mampu memberikan banyak

(31)

bimbingan dan konseling untuk membantu anak-anak dan remaja. Suatu

metode yang bermanfaat untuk para guru bimbingan dan konseling di sekolah

yang mengintegrasikan teknik-teknik dari psikodrama, drama therapy dan

bibliodrama yang secara teoritis diusulkan untuk diterapkan.

Psikodrama merupakan salah satu teknik bimbingan dan konseling

kelompok yang sangat bermanfaat bagi peserta didik. Psikodrama dapat

digunakan oleh guru BK untuk membantu memecahkan masalah-masalah

siswa yang bersifat psikologis. Teknik psikodrama ini memang sangat

membantu untuk pemecahan masalah maupun menanamkan kemampuan

berperilaku asertif karena siswa secara spontan dapat menggali sendiri

masalahnya (mengeksporasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya),

meluapkan emosi yang terpendam serta mendapatkan pemecahan masalah.

Dari proses dilaksanakannya psikodrama mulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan dan diskusi siswa dilibatkan sepenuhnya, sehingga pemecahan

masalahnya tepat dan siswa lebih mudah mempelajarinya. Tahap perencanaan

siswa menentukan sendiri permasalahan apa yang mereka ingin pecahkan,

sehingga siswa mampu mengeluarkan semua permasalahannya. Tahap

pelaksanaan yang didalamnya merupakan proses pemecahan masalah yang

dilakukan siswa sendiri, sehingga siswa lebih memahami permasalahannya

dan mampu menemukan solusi yang tepat. Selanjutnya tahap diskusi siswa

saling bertukar pendapat, pikiran, perasaan dan pengetahuannya tentang

(32)

mendapat banyak pemecahan masalah berdasarkan dari pengalaman

temannya.

Melalui teknik psikodrama diharapkan perilaku asertif siswa dapat

meningkat dengan baik, di tambah teknik psikodrama mudah dilaksanakan

dari segi waktu, tempat dan biaya. Psikodrama dapat dilakukan didalam kelas

atau diluar kelas sehingga siswa nyaman untuk mengikutinya dan tidak

memakan waktu yang lama. Untuk mendapatkan hasil maksimal bagi siswa

psikodrama dapat dilaksanakan berkali – kali atau bersiklus sesuai dengan

tujuan dan kebutuhan siswa, karena dilaksanakannya psikodrama didasarkan

adanya kebutuhan untuk dipenuhi. Sebelum dilaksanakan psikodrama

diperlukan tindakan yang tepat dari persiapan atau pra-tindakan sehingga

pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, selain itu melakukan tindak

lanjut setelah dilaksanakan psikodrama atau paca-tindakan untuk memperoleh

hasil maksimal. Bukan hanya hasil dari psikodrama yang ingin dicapai, tapi

juga bagaimana proses dari pelaksanaan psikodrama perlu diperhatikan

karena saat itulah terjadi proses belajar bagi siswa. Semakin baik prosesnya

maka semakin baik hasil yang akan diperoleh, dengan hal ini teknik

psikodrama tepat dilakukan untuk diberikan kepada siswa untuk

meningkatkan perilaku asertif.

Memahami dari hal yang demikian menggugah penulis untuk

memberikan perhatian khusus, meneliti tentang peningkatkan perilaku asertif

melalui teknik psikodrama pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan

(33)

berkembang sebagai teknik yang efektif dalam layanan bimbingan dan

konseling khususnya tentang perilaku asertif.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditentukan di atas,

masalah dalam penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Meningkatnya kenakalan remaja salah satunya disebabkan pemilihan

berinteraksi dengan lingkungan pergaulan yang salah dan remaja kurang

mampu untuk menolaknya serta cenderung menirunya.

2. Pembentukan perilaku asertif yang kurang dari remaja membuat

ketidakmampuan menerima kecaman dan kritikan, akan menimbulkan

respon perilaku agresif atau kebalikannya muncul rasa rendah diri.

3. Hasil pengamatan di SMP Negeri 2 Moyudan menunjukkan adanya

beberapa siswa yang tidak percaya diri untuk memberikan pendapat atau

respon terhadap perilaku sosial yang baik dengan teman dan guru karena

rendahnya perilaku asertif pada diri siswa.

4. Pelayanan bimbingan dan konseling harus selalu berkembang, dengan

membuat teknik layanan yang lebih efektif untuk meningkatkan perilaku

asertif.

5. Rendahnya tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pelaksanaan

layanan, diperlukan teknik psikodrama untuk meningkatkan semangat

(34)

C. Batasan Masalah

Dikarenakan masih umumnya permasalahan pada identifikasi

masalah yang ada dan keterbatasan peneliti, maka penelitian ini dirasa perlu

mempunyai batasan masalah dengan tujuan agar penelitian menjadi lebih

fokus dan terarah mengenai yaitu:

1. Peningkatan perilaku asertif melalui teknik psikodrama pada siswa kelas

VII D di SMP Negeri 2 Moyudan

2. Teknik psikodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa kelas

VII D di SMP Negeri 2 Moyudan

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan perilaku asertif dapat dilakukan melalui teknik

psikodrama pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan?

2. Bagaimana teknik psikodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada

siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka

tujuan penelitian yang diharapkan adalah

1. Meningkatnya perilaku asertif melalui teknik psikodrama pada siswa

kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan.

2. Teknik psikodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa kelas

(35)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Secara Teoritis

Diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan turut

berkontribusi dalam bidang pendidikan, khususnya bimbingan dan

konseling yaitu meningkatkan perilaku asertif dikalangan siswa pada masa

remaja dengan memanfaatkan efektivitas teknik psikodrama.

2. Secara Praktis

a. Bagi siswa

Diharapkan mampu melatih serta menumbuh kembangkan

kepercayaan diri pada siswa dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial,

berani berpendapat, bersikap terbuka dan bersikap layaknya siswa

asertif.

b. Bagi Guru/ Wali Kelas

Diharapkan mampu membantu proses kegiatan belajar mengajar agar

berjalan dengan baik tanpa dibatasi dengan sikap siswa yang masih

cenderung merasa malu untuk bertanya.

c. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Diharapkan mampu meningkatkan pelayanan program bimbingan dan

konseling sekolah dan mempermudah guru bimbingan dan konseling

untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya

(36)

dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling terutama

bimbingan pribadi sosial.

d. Bagi peneliti selanjutnya, bisa dijadikan bahan pertimbangan

pengembangan untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama

maupun berbeda khususnya yang berhubungan dengan perilaku asertif

(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perilaku Asertif

1. Pengertian Perilaku Asertif

Asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau

assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif, yaitu : a. Memiliki kepercayaan diri yang baik.

b. Dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa

rasa takut.

c. Berkomunikasi dengan orang lain secara lancar.

Dalam berperilaku asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap

dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan

kebutuhannya secara proporsional, tanpa ada maksud memanipulasi,

memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya atau mengancam

integritas pihak lain. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri - ciri antara lain seperti: terlalu mudah mengalah atau

lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar

untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Menurut Lazarus (dalam Iriani Niken, 2009) perilaku asertif

mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena

adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara

(38)

a. menyatakan hak-hak pribadi.

b. berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut

c. melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan

emosi.

Menurut Suterlinah Sukaji (dalam Zainal Abidin, 2011:130)

perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi

yang menyangkut ekspresi emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, dan

tanpa perasaan cemas terhadap orang lain yang mencakup aspek perbaikan

dan penerimaan diri, ekspresif, percaya diri dan berpendirian. Perilaku

asertif merupakan perilaku seseorang dalam mempertahankan hak pribadi

serta mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan secara

langsung dan jujur dengan cara yang tepat. Dengan kata lain bahwa

perilaku asertif sebagai perilaku antar pribadi yang bersifat jujur dan terus

terang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan

mempertimbangkan pikiran dan kesejahteraan orang lain. Orang yang

memiliki tingkah laku asertif adalah mereka yang menilai bahwa orang

boleh berpendapat dengan orientasi dari dalam diri mereka sendiri dengan

tetap sungguh-sungguh memperhatikan hak-hak orang lain dan pada

umumnya mereka mempunyai kepercayaan diri yang kuat.

Perilaku asertif menurut Rimm dan Masters (dalam Rakos, 1991:

8) merupakan tingkah laku dalam hubungan interpersonal yang bersifat

jujur dan mengekspresikan pikiran – pikiran dan perasaan dengan

(39)

mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang asertif mampu

menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa

memaksakannya kepada orang lain (Iriani Niken, 2009).

Menurut Lange dan Jakubowski (dalam Rakos, 1991: 8)

menjelaskan bahwa perilaku asertif meliputi pertahanan terhadap hak

individu untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan yang

diungkapkan secara langsung, jujur, tepat dan tidak melanggar hak asasi

orang lain.

Palmer & Froehner (dalam Anindyajati dan Karima, 2004: 51-52)

mengemukakan bahwa individu yang dapat mengembangkan

asertivitasnya berarti ia dapat mengendalikan hidupnya, dengan cara

mengemukakan pendapat dan pemikiran secara tegas dan jujur, melakukan

permintaan atas sesuatu yang diinginkan dan melakukan penolakan

terhadap sesuatu yang tidak diinginkan. Ditambahkan pula bahwa

asertivitas adalah kemampuan individu dalam menampilkan tingkah laku

tegas, yang dilakukan dengan sopan tanpa bersikap agresif maupun

defensif. Individu yang asertif tidak menyerang ataupun menghakimi

orang lain, tetapi juga tidak terlalu menahan diri. Sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Rathus & Nevid (dalam Anindyajati dan Karima,

2004:52) yaitu terdapat alternatif dari tingkah laku asertif yang mencakup

tingkah laku non asertif dan tingkah laku agresif, yang menerangkan

(40)

diri (non asertif) dan juga bukan tingkah laku yang mengekspresikan perasaan secara berlebihan (agresif).

Atkinson (dalam Wahyuni Eka Pratiwi, 2015: 348-357)

menambahkan bahwa menjadi asertif mensyaratkan apa yang menjadi

hak-hak pribadi atau apa yang diinginkan dari suatu situasi dan

mempertahankannya sekaligus tidak melanggar hak orang lain. Yang

menjelaskan bahwa sikap asertif juga berarti kemampuan untuk tidak

sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan manipulasi dan alasan

yang emosional, dan mampu bertahan di jalur yang benar, yaitu

mempertahankan pendapat dengan tetap menghormati pendapat orang lain

Stein dan Howard (dalam Wahyuni Eka Pratiwi, 2015: 348-357).

Dari definifi tentang beberapa pengertian perilaku asertif diatas

dapat disimpulkan perilaku asertif merupakan sikap atau kemampuan

berperilaku yang menyangkut ekspresi keinginan, kebutuhan ataupun

perasaan yang relatif terbuka, bebas, jujur dan secara cepat ( spontan )

tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak – hak orang lain. Selain

itu juga merupakan suatu pengembangan pribadi atau individu yang

positif, karena tercapainya pembentukan pribadi yang asertif akan

mengantarkan pada eksistensi diri yang mantap dan seimbang secara

(41)

2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut Rathus

dan Nevid (dalam Fensterheim dan Baer 1995: 65) terdapat 6 faktor

yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu sebagai berikut :

a. Jenis Kelamin

Sejak kanak – kanak peran pendidikan laki – laki dan perempuan

telah dibedakan oleh masyarakat. Sejak kecil telah dibiasakan bahwa

laki – laki harus tegas dan kompetitif, oleh sebab itu tampak terlihat

bahwa perempuan lebih bersikap pasif terutama terhadap hal – hal yang

kurang berkenan dihatinya. Beberapa ahli berpendapat jika anak laki –

laki lebih tegas dan dominan dari anak perempuan dalam perilaku

verbal maupun non verbal dalam berinteraksi sehari-hari. Perempuan

akan asertif jika mereka ada dalam suatu pertemuan dengan sesama

jenis.

b. Self Esteem

Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk

melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki

keyakinan diri yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial yang rendah

sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa

(42)

c. Kebudayaan

Segala yang berhubungan dengan sikap hidup, adat istiadat dan

kebudayaan pertama kali dikenal melalui keluarga. Tuntutan

lingkungan menentukan batas perilaku sesuai dengan usia, jenis

kelamin, dan status sosial seseorang

d. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas wawasan

berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri

dengan lebih terbuka

e. Tipe Kepribadian

Proses komunikasi merupakan syarat utama berinteraksi. Interaksi

akan lebih efektif jika setiap orang mau berperan aktif dan orang yang

berperan aktif dalam komunikasi adalah mereka yang secara spontan

mengutarakan buah pikiran dan menanggapi pendapat serta sikap pihak

lain.sikap spontan cenderung muncul dari orang yang berkepribadian

ekstrovert dan tidak mempunyai ketegangan dalam dirinya.

f. Situasi tertentu lingkungan sekitar

Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi

dalam arti luas misalnya antara atasan dan bawahan. Situasi dalam

kehidupan tertentu akan dikhawatirkan mengganggu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses

(43)

tingkat pendidikan, kebudayaan, tipe kepribadian dan situasi tertentu

lingkungan sekitar.

3. Ciri Perilaku Asertif

Dalam tulisan Tjalla Awaluddin (2008: 3) ciri dari perilaku asertif

merujuk pada teori Lange dan Jakubowski (1978) adalah sebagai berikut:

a. Memulai interaksi

b. Menolak permintaan yang tidak layak

c. Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan

d. Berbicara dalam kelompok

e. Mengekspresikan pendapat dan saran

f. Mampu menerima kecaman dan kritik

g. Memberi dan menerima umpan balik

Ditambahkan oleh Palmer & Froener (2002) ciri-ciri individu yang

asertif adalah:

a. Bicara jujur

b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya

c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain

d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain

e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam

menghadapi situasi-situasi yang sulit.

Seseorang yang memiliki perilaku asertif memiliki rasa percaya

diri, mampu menerima diri sendiri sebagaimana adanya maksudnya

(44)

rendah diri, berpendirian teguh, tanpa perasaan cemas terhadap orang lain,

tanpa mengesampingkan ataupun menyakiti orang lain dan melanggar hak

– hak yang dimiliki orang lain, orang yang asertif dapat menjalin

hubungan baik dengan orang yang baru dikenal, memiliki perasaan yang

positif terhadap orang lain, menghormati orang lain serta memberikan

perhatian dengan pujian untuk orang lain.

4. Perkembangan Perilaku Asertif

Usaha mencapai hubungan yang seimbang dengan teman sebaya

remaja perlu memiliki kemampuan berperilaku asertif untuk

menyesuaikan diri dalam lingkungan pergaulannya. Seperti yang

diungkapkan Qurotul A’Yuni (2010) bahwa remaja yang asertif adalah

remaja yang mampu mengemukakan perasaan dengan ekspresi sebenarnya

secara tepat dan tegas tanpa rasa takut menyakiti orang lain. Berdasarkan

beberapa paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah

suatu perilaku yang mampu menyatakan pikiran, perasaan yang

sebenarnya secara jujur dan langsung kepada orang lain tanpa disertai

perasaan cemas dan takut serta tidak merugikan diri sendiri maupun orang

lain.

Pada umumnya tidak sedikit remaja dalam berhubungan dengan

teman sebaya lebih suka diam, kurang bahkan tidak berani untuk berkata

sesuai kehendak hatinya, hal tersebut sering dan biasa terjadi karena

remaja merasa minder dan cemas jika tidak diterima dalam kelompok

(45)

teman sebayanya atau kelompoknya. Calhoun dkk (terjemahan Satmoko,

1995) menjelaskan bahwa orang yang berperilaku asertif adalah mampu

mengatakan “Inilah saya. Saya perlu diperhitungkan. Saya mempunyai hak

untuk menjadi seperti yang saya inginkan, dan menginginkan sesuatu yang

memang saya inginkan, serta saya akan jalankan semua keputusan saya”.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perilaku asertif yang dimiliki

oleh remaja dapat menjadikan para remaja mampu menciptakan hubungan

sosial yang baik dengan teman sebayanya dan dalam lingkup pergaulannya

sehari-hari.

5. Tujuan dan Manfaat Perilaku Asertif

Keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam menjalin hubungan

dengan orang lain sangat ditentukan oleh sikap dan tingkah laku individu

yang bersangkutan Oleh karena itu, cara berperilaku menjadi penting

dalam kehidupan seseorang khususnya perilaku asertif. Kegagalan dalam

hubungan sosial sering disebabkan karena seseorang tidak bisa berperilaku

asertif, dalam arti tidak mampu mengekspresikan perasaan yang

sesungguhnya. Sebagai makhiuk sosial, manusia selalu berhubungan

dengan orang lain. Kemampuan untuk berhubungan dan berkomunikasi

dengan orang lain dalam bergaul bersama orang lain untuk mencapai

tujuan-tujuan yang diinginkannya.

Dari beberapa pendapat dan penelitian para ahli dibawah ini dapat

(46)

a. Menurut hasil penelitian Sanchez dan Lewinsohn ( dalam

Retnaningsih,1992) menemukan bahwa semakin tinggi kemampuan

seseorang dalam berperilaku asertif akan makin tidak mudah terbawa

dalam kondisi depresi.

b. Menurut Goddard (dalam Prabana, 1997). Perilaku asertif dapat pula

membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Hal

ini disebabkan dalam proses aktualisasi dibutuhkan keterbukaan,

kesadaran diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan perhatian terhadap

hak-hak orang lain.

Selain itu menurut Sugiyo (2005: 110) akibat dari emosi, sikap dan

perilaku yang tidak tegas atau tidak asertif akan dijauhi dari

lingkungannya, dengan kondisi yang demikian akan mengurangi rasa

percaya diri karena tidak bersosialisasi dengan lingkungan yang baik. Dari

pendapat tersebut, menunjukkan pentingnya perilaku asertif dikembangkan

oleh siswa. Dengan berperilaku asertif mereka akan mendapatkan

kehidupan sosial yang baik.

Dari beberapa pendapat dan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa perilaku asertif sangat berguna bagi kehidupan manusia. Dengan

memiliki kemampuan berperilaku asertif, seseorang tidak akan depresi,

sehingga memungkinkan seseorang memperoleh kepuasan dalam hidup

dan membantu dalam mewujudkan aktualisasi diri sehingga

memungkinkan tercapainya kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu,

(47)

manapun dimana terjadi interaksi atau hubungan dengan orang lain.

Penyesuaian sosial yang baik akan membawa pribadi yang sehat dan

mental yang sehat. Dengan perilaku asertif, komunikasi dengan orang lain

dapat berlangsung secara efektif dan lancar karena tidak adanya perasaan

cemas dan takut, serta mendukung perkembangan motivasi berprestasi

seseorang, sehingga memudahkan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan

yang diharapkan.

6. Perilaku Asertif Remaja

Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang

perkembangan manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan

sampai meninggal dunia (file span development). Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai

dan topan (storm and stress), masa yang menggambarkan keadaan emosi

remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak.

Menurut Monks,dkk (Desiani Maentiningsih, 2008) remaja adalah

suatu periode peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa.Sejalan

dengan hal tersebut, Santrock (2003: 26) berpendapat bahwa masa remaja

dimaksudkan sebagai masa perkembangan peralihan antara masa anak dan

masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan

sosial-emosional. Perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional yang terjadi

berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berfikir abstrak sampai

(48)

Siti Partini Suardiman (1995: 121-122) berpendapat masa remaja

dibagi ke dalam masa remaja awal yang berlangsung kira-kira usia 13-16

tahun, sering disebut usia belasan dan masa remaja akhir dimulai pada usia

16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, berlangsung sangat singkat, yaitu usia

yang secara hukum dianggap sudah matang. Sedangkan menurut Papalia

dan Olds (dalam Yudrik Jahja, 2011: 220), masa remaja adalah masa

transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir

belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Transisi perkembangan pada

masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih

dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai Papalia

&Olds (dalam Yudrik Jahja, 2011: 220). Bagian dari masa kanak-kanak itu

antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus

bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses

kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan

kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak

Hurlock (dalam Yudrik Jahja, 2011: 220).

Dilihat dari perkembangan sosialnya, masa remaja termasuk pada

tahap kelima dari teori psikososial dari Erikson yaitu pencarian identitas

versus kebingungan identitas. Dimana pada masa itu remaja dihadapkan

pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana serta

bagaimana tentang dirinya. Sedangkan menurut Anna Freud (dalam

(49)

proses perkembangan meliputi perubahan – perubahan yang berhubungan

dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam

hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di masa pembentukan

cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

masa remaja ini merupakan satu masa penting dimana terjadi masa

peralihan atau masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa

yang disertai dengan berbagai perubahan seperti perubahan biologis, sosial

dan psikologis yang berlangsung antara umur 12 atau 13 dan berakhir pada

usia belasan tahun atau dua puluhan tahun yaitu usia yang matang secara

hukum.

Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa

sebelumnya atau sesudahnya, Menurut Hurlock (Rita Eka Izzaty dkk,

2008: 124-126) menjelaskan ciri-ciri tersebut yang meliputi:

a. Masa remaja sebagai periode penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan

cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian

mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Masa remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat

kekanak – kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru

(50)

masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang

dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat pesat,

juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya

jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan

perilaku yang menurun juga

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri atau

tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman – teman dalam

segala hal, seperti masa sebelumnya. Namun adanya sifat yag mendua,

dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang dapat

menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk

menunjukkan siapa dirinya dan peranannya dalam kehidupan

masyarakat.

e. Usia bermasalah

Pada saat remaja, masalah yang dihadapi akan diselesaikan

secara mandiri, mereka menolak bantuan orang tua dan orang lain.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan atau kesulitan

Pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik

atau bersifat negatif dan hal tersebut mempengaruhi konsep diri dan

sikap remaja pada dirinya. Dengan demikian remaja sulit melakukan

(51)

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja lebih memandang dirinya dan diri orang lain

sebagaimana apa yang diinginkannya, terlebih pada cita – cita

sehingga mengakibatkan emosi mereka meninggi dan mudah marah

apabila keinginannya tidak tercapai. Semakin bertambahnya

pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional

remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Menjelang menginjak dewasa, mereka merasa gelisah untuk

meninggalkan masa belasan tahunnya, mereka belum siap berperilaku

sebagai orang dewasa sehingga mereka mulai berperilaku seperti

status orang dewasa.

Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai

kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Havighurst ( Rita

Eka Izzaty dkk, 2008: 126 ), bahwa ada beberapa tugas perkembangan

yang harus diselesaikan dengan baik oleh remaja yaitu :

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik

pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

(52)

f. Mempersiapkan perkawinan dalam keluarga

g. Memperoleh perangkat nilai-nilai dan sistem etika sebagai pegangan

untuk berperilaku

Memasuki jenjang dewasa telah terbayang oleh remaja berbagai

hal yang akan dihadapi tidak hanya yang berkaitan dengan perubahan

fisik, sosial dan ekonomi akan tetapi juga menghadapi tugas yang

berkaitan dengan faktor psikologis seperti pencapaian kebahagiaan dan

kepuasan, persaingan, kekecewaan dan perang batin yang dapat terjadi

karena adanya perbedaan norma masyarakat dalam sistem kehidupan

sosial dan kata hati setiap individu.

Perkembangan pada masa remaja merupakan perubahan yang

terjadi pada rentang kehidupan yang dapat terjadi secara kuantitatif, seperti

pertambahan tinggi dan berat badan; dan secara kualitatif, mengenai

perubahan tentang cara berpikir konkrit menjadi abstrak (Papalia &Olds,

dalam Yudrik Jahja, 2011: 221). Perkembangan dalam kehidupan manusia

terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan

yang terjadi pada masa remaja, antara lain:

a. Perkembangan fisik

Merupakan perubahan-perubahan yang meliputi pada tubuh,

otak, kapasitas sensorik dan ketrampilan motorik yang ditandai

dengan pertambahan tinggi-berat badan, pertumbuhan tulang-otot, dan

(53)

b. Perkembangan kognitif

Perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,

berpikir, dan bahasa (Piaget dalam Yudrik Jahja, 2011:232)

mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif

yang terjadi, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan

lingkungan sosial yang semakin luas yang cenderung memungkinkan

remaja untuk berpikir abstrak, disebutkan juga bahwa tahap

perkembangan kognitif ini merupakan tahap operasi formal, yaitu

tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak yang

tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang

benar-benar terjadi. Dengan demikian mencapai tahap tersebut

seorang remaja dapat dikatakan telah mampu berpikir secara fleksibel

dan kompleks.

c. Perkembangan kepribadian dan sosial

Perkembangan kepribadian merupakan perubahan tentang cara

individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara

unik, sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam

berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang

syarat pada masa remaja adalah pencarian identitas diri yaitu proses

menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup

(54)

Yudrik Jahja (2013: 225-226) Masa remaja adalah masa datangnya

pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18 tahun, masa transisi dari

kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi

remaja maupun orang tuanya. Ada sejumlah alasan :

a. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk

mengemukakan sendiri. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan dan

menjauhkan dari keluarga

b. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman, ini berarti pengaruh orangtua

melemah. Usia remaja berperilaku dan memiliki kesenangan sendiri

dan bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga

c. Remaja yang sedang mengalami perubahan fisik yang luar biasa baik

pertumbuhan maupun seksualitasnya dapat menjadi sumber perasaan

bersalah dan frustasi

d. Remaja menjadi terlalu percaya diri dan emosionalnya yang tidak

terkontrol menyebabkan remaja sulit menerima nasihat dari orang

lain.

Sunarto (1995: 56-58) menguraikan berbagai permasalahan yang

dihadapi remaja sebagai berikut :

a. Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan

menjadi sikap dan perilaku dewasa tidak semuanya dapat dengan

mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada

(55)

perilaku yang besar. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan dapat

mengakibatkan menurunnya harga diri dan akibatnya remaja bersikap

agresif atau sebaliknya bersifat kurang percaya diri, pendiam dan

memiliki harga diri yang kurang.

b. Remaja seringkali kesulitan dalam menerima perubahan fisiknya

karena pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi, ketidakserasian

proporsi tubuh menimbulkan kejengkelan karena sulit mendapatkan

pakaian yang pantas. Hal itu juga terlihat dari gerakan ataupun

perilaku yang keliatan kurang pantas

c. Perkembangan fungsi seks pada remaja apabila tidak mendapatkan

arahan ataupun penyaluran yang tepat dapat berakibat negatif pada

remaja karena menimbulkan kebingungan untuk memahaminya serta

pandangan terhadap teman sebaya lain jenis kelamin menimbulkan

kesulitan dalam pergaulan sehingga sering terjadi salah tingkah dan

perilaku yang menentang norma

d. Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat remaja yang terlalu

mendambakan kemandirian dan menganggap dirinya cukup mampu

mengatasi permasalahan dalam kehidupan kebanyakan akan

menghadapi berbagai masalah. Kehidupan bermasyarakat banyak

menuntut remaja untuk menyesuaikan diri namun tidak semuanya

selaras sehingga remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya

(56)

e. Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri

secara sosial-ekonomi akan berkaitan dengan masalah menetapkan

jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan

salah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja karena bukan hanya

keragaman norma dalam kehidupan masyarakat akan tetapi juga

norma baru dalam kehidupan sebaya dan kuatnya pengaruh kelompok

sebaya

f. Berbagai norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat merupakan

masalah tersendiri bagi remaja, sedang remaja merasa memiliki norma

dan nilai kehidupan yang lebih sesuai. Perbedaan norma yang berlaku

dan norma yang dianut membuat remaja dianggap “nakal”

Perubahan remaja secara aspek biologis, sosial dan psikologi harus

sama-sama mengalami perkembangan yang optimal, kerena aspek – aspek

tersebut saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan. Yang artinya aspek

biologis akan berkembang optimal ketika aspek yang lain juga sama

berkembangannya. Perilaku asertif merupakan perilaku yang perlu

dikembangkan remaja terutama untuk mengembangkan aspek sosialnya,

maupun perkembangan aspek biologis dan psikologi.

Perilaku asertif membuat remaja akan memiliki perilaku yang

jujur, relatif terus terang, dan mampu mengekspresikan perasaan, pikiran,

serta keyakinannya secara tepat. Maka perilaku asertif perlu

dikembangkan remaja, untuk menghadapi tuntutan penyesuaian perilaku

(57)

mandiri. Dengan kata lain, perilaku asertif dapat membentuk seorang

remaja untuk mencapai kemandiriannya. Remaja yang mandiri salah

satunya adalah remaja yang memiliki perilaku asertif yang baik, karena

telah mampu menentukan pilihan yang baik untuk dirinya tanpa menyakiti

atau mengambil hak orang lain tetapi justru lebih menghargainya. Dengan

pengambilan keputusan atau pilihan yang tepat untuk dirinya akan

menumbuhkan perasaan bahagia, kepuasan hidup yang tinggi dalam diri

individu dan mendapatkan penghargaan sosial dari orang lain.

Kepuasan hidup dan rasa dihargai bagi remaja teramat penting dan

bermakna untuk didapatkannya, dengan kondisi tersebut akan terhindar

dari perasaan cemas, depresi, dan rasa rendah diri atau minder dengan

orang lain. Sebab kecemasan, stres, dan depresi merupakan kondisi mental

yang kurang baik, yang akan menghambat tumbuh kembang remaja secara

optimal.

Perilaku asertif juga dapat membantu remaja untuk mencapai tugas

– tugas perkembangannya dengan baik, yaitu membantu remaja

melakukan penyesuaian dengan perubahan fisik, sosial-emosional, kognitif

dan perilaku dengan baik. Selain itu, membantu menemukan solusi –

solusi yang tepat untuk menghadapi masalah – masalah yang akan datang

maupun yang sedang dihadapi. Pada pencapaiaan akhirnya remaja yang

asertif akan mampu memenuhi kebutuhan untuk aktualisasi diri yang baik,

karena aktualisasi dicapai dengan keterbukaan, kesadaran diri,

(58)

B. Psikodrama

1. Pengertian Psikodrama

Psikodrama merupakan permainan peranan yang dimaksud agar

individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik

tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan

– kebutuhan, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan – tekanan

terhadap dirinya (Corey dalam Tatiek Romlah, 2006: 107).

Tatiek Romlah (2006:107) menjelaskan di dalam psikodrama klien

memerankan situasi – situasi dramatis yang dialami pada waktu lalu,

sekarang dan yang diantisipasikan akan dialami pada waktu yang akan

datang, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam

mengenai dirinya dan melepaskan tekanan-tekanan yang dialami atau

katarsis. Kejadian-kejadian yang penting dimainkan kembali agar klien

dapat mengenali perasaan-perasaannya dan dapat mengungkapkan

perasaannya sepenuhnya sehingga terbuka jalan untuk terbentuknya

perilaku baru.

Dalam psikodrama individu yang mempunyai masalah

memerankan dirinya sendiri. Anggota kelompok yang lain dapat menguji

(59)

dapat memberikan saran untuk memecahkan masalah yang dihadapi yang

belum terfikirkan oleh individu yang memiliki masalah.

2. Tujuan Psikodrama

Psikodrama dapat digunakan sebagai metode mengajar yang sangat

bermanfaat bagi para mahasiswa dan orang – orang yang bekerja di bidang

kesehatan mental, yang disebut Moreno sebagai psikodrama didaktis

(dalam Romlah, 2006: 107). Jadi dapat dikatakan terapis atau mahasiswa

tidak hanya berdiskusi mengenai kesulitan yang dialami klien, dengan

memerankan peranan klien maka terapis atau mahasiswa dapat lebih

memahami perasaan yang dialami klien dan anggota kelompok lain dapat

memberikan alternatif-alternatif bagaimana menghadapi klien yang sulit

dan memberikan balikan yang membantu memisahkan masalah – masalah

klien dengan proyeksi terapis.

3. Komponen Psikodrama

Metode psikodrama terdiri dari beberapa komponen yaitu

panggung permainan, pimpinan permainan, pemeran utama atau individu

yang menjadi pusat psikodrama (Protagonis), individu-individu yang membantu pemimpin psikodrama dan pemeran utama dalam pelaksanaan

psikodrama (auxiliary egos), dan penonton (Haskell dalam Tatiek Romlah, 2006: 108).

Gambar

Tabel 1. Kisi – kisi Skala Perilaku Asertif
Tabel 2. Skor instrumen
Tabel 3. Pedoman Observasi
Tabel 6. Daftar subjek penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Teknik diskusi dapat dijadikan alternatif oleh guru untuk memotivasi siswa berlatih dan belajar untuk cepat menyimpulkan isi bacaan. 2) Guru harus lebih cepat tanggap

Dari uraian diatas tentang manfaat teknik homeroom dapat disimpulkan bahwa dengan dilaksanakan homeroom pada siswa maka kegiatan bimbingan dapat direncanakan lebih

Sosiodrama adalah suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada murid untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku, atau penghayatan seseorang seperti yang

1) Perilaku prososial siswa sebelum diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik psikodrama termasuk dalam kategori yang rendah. Hal ini ditunjukan dengan hasil dari

Di dalam kelas guru hanya sebatas menjelaskan informasi tentang hasil karya sastra, tanpa adanya contoh- contoh puisi, dan pemberian contoh (pemodelan) bagaimana membaca

Melalui penggunaan metode analisis sintesis ini dalam pembelajaran menentukan gagasan utama, siswa SMP akan mampu menyerap informasi-informasi yang diterimanya dengan cepat dan

Di dalam kelas guru hanya sebatas menjelaskan informasi tentang hasil karya sastra, tanpa adanya contoh- contoh puisi, dan pemberian contoh (pemodelan) bagaimana membaca

Hal ini berarti, Diketahui bahwa sebelum kelompok behavior skill training untuk siswa, dari 59 sampel penelitian, 10 siswa atau 17% subyek memiliki perilaku asertif pada kategori subyek