MOTTO
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
QS Al – Baqoroh : 286.
“ segala hal itu sulit, akan tetapi tidak ada yang tidak mungkin, karena masa depanku aku yang tentukan.”
PERSEMBAHAN
Skripsi dipersembahkan untuk :
Allah SWT yang senantiasa memberikan penunjuk dan penerang jalanku Orang tua tercinta, atas kasih sayang, pengorbanan, kerja keras, dan doa yang
selalu menjadi pengingat di setiap perjalanan hidupku
Abdurrahman Haqiqi yang selalu memberikan pendapat dan saran untuk
lebih baik
Keluarga besar yang selalu memotivasi untuk menjadi lebih baik Almamater UNY
PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF MELALUI TEKNIK PSIKODRAMA PADA SISWA KELAS VII D DI SMP NEGERI 2
MOYUDAN
Oleh Sailah Ribha NIM 12104241031
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perilaku asertif melalui teknik psikodrama pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian siswa kelas VII D SMP Negeri 2 Moyudan yang berjumlah 17 siswa. Subjek penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan guru bimbingan dan konseling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala, observasi dan wawancara. Instrumen yang digunakan adalah skala perilaku asertif, pedoman observasi dan pedoman wawancara. Uji Validitas menggunakan validitas isi. Penelitian terdiri dari dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari 3 tindakan. Analisis data menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kondisi awal perilaku asertif siswa kelas VII D SMP Negeri 2 Moyudan tergolong sedang kebawah. Kondisi ini dibuktikan dari hasil skala perilaku asertif pra tindakan dengan skor rata – rata 124,1 mengingat 100 merupakan batas bawah kategori sedang dan batas atas kategori sedang 149. (2) Perilaku asertif siswa dapat ditingkatkan melalui teknik psikodrama. Dalam penelitian ini dalam satu siklus meliputi tiga tindakan yang meliputi persiapan, pelaksanaan, pengisian skala. Dilihat dari hasil data kuantitatif rata – rata skor pra tindakan yaitu 124,1 dan meningkat sebanyak 13,4 skor sehingga rata – rata skor pada pasca tindakan I menjadi 137,5. Selanjutnya rata – rata skor siswa meningkat lagi sebanyak 20,8 skor sehingga rata – rata skor pada pasca tindakan II meningkat menjadi 158,3. (3) Observasi dan wawancara pada saat pemberian tindakan maupun setelah pemberian tindakan untuk peningkatan perilaku asertif pada siswa menunjukkan antusias yang tinggi dalam teknik psikodrama dari siklus I dan siklus II.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim.
Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala nikmat
dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung
Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam jahiliyah menuju
alam yang berilmu seperti sekarang ini.
Selanjutnya, dengan kerendahan hati penulis ingin menghaturkan
penghargaan dan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi yang berjudul “PENINGKATAN PERILAKU
ASERTIF MELALUI TEKNIK PSIKODRAMA PADA SISWA KELAS VII D
DI SMP NEGERI 2 MOYUDAN”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
partisipasi berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dah hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd. MA, selaku Rektor Universitas
Negeri Yogyakarta.
3. Bapak Haryanto, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan ijin dan fasilitas sehingga penulisan ini dapat berjalan dengan
4. Bapak Fathur Rahman, M.Si, selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan yang telah memberikan ijin dan pengarahan dalam
menyusun skripsi.
5. Bapak Agus Triyanto, M. Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis dengan sabar.
6. Bapak Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si, selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan nasehat, pengarahan, dan bantuan dalam
penyusunan skripsi.
7. Para Dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu,
wawasan, dan semangat untuk maju.
8. Ibu Dra. Tin Suharmini, M.Si, selaku Penguji Utama Skripsi yang telah
memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.
9. Ibu Siti Rosidah, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Moyudan
yang telah memberikan ijin dan menyediakan berbagai fasilitas demi
kelancaran peneliti
10.Ibu Guru BK SMP Negeri 2 Moyudan, yang telah memberikan saran,
pengarahan, bimbingan dan bantuannya yang sangat bermanfaat bagi
penulis dalam menjalankan kegiatan penelitian.
11.Bapak Drs. Hizbullah, Ibu Afifah, Bapak Sutrisno dan Ibu Sudilah atas
doa dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikan.
12.Kakak – kakakku Ahmad Syauqi, Nashrul Akmal, Ahmad Kumaini,
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 17
C. Batasan Masalah ... 18
D. Rumusan Masalah ... 18
E. Tujuan Penelitian ... 18
F. Manfaat Penelitian ... 19
BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Asertif ... 21
1. Pengertian Perilaku Asertif ... 21
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif ... 25
3. Ciri Perilaku Asertif ... 27
4. Perkembangan Perilaku Asertif ... 28
6. Perilaku Asertif pada Remaja ... 31
B. Psikodrama ... 42
1. Pengertian Psikodrama ... 42
2. Tujuan Psikodrama ... 43
3. Komponen Psikodrama ... 43
4. Manfaat Psikodrama ... 46
5. Kelebihan Psikodrama ... 47
6. Prosedur Psikodrama ... 48
C. Kontribusi Penelitian dalam Bimbingan dan Konseling ... 51
D. Peningkatan Perilaku Asertif melalui Teknik Psikodrama ... 53
E. Hipotesis Tindakan ... 57
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 58
B. Definisi Operasional ... 60
C. Subyek Penelitian ... 60
D. Setting Penelitian ... 61
E. Desain Penelitian ... 61
F. Skenario Siklus ... 64
G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 66
H. Uji Validitas ... 72
I. Teknik Analisis Data ... 72
J. Kriteria Keberhasilan ... 74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 75
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 75
2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 76
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 76
C. Deskripsi Data Pra Tindakan Penelitian ... 77
1. Siklus I ... 79
2. Siklus II ... 95
E. Uji Hipotesis Tindakan ... 107
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108
G. Keterbatasan Penelitian ... 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 116
B. Saran ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 119
LAMPIRAN ... 123
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi – Kisi Skala Perilaku Asertif ... 68
Tabel 2. Skor Instrumen ... 69
Tabel 3. Pedoman Observasi ... 70
Tabel 4. Pedoman Wawancara untuk Guru BK ... 123
Tabel 5. Pedoman Wawancara untuk Subjek ... 124
Tabel 6. Daftar Subjek Penelitian ... 77
Tabel 7. Hasil Pra Tindakan ... 78
Tabel 8. Peningkatan Hasil Pra Tindakan dan Pasca Tindakan I ... 90
Tabel 9. Peningkatan Hasil Pra Tindakan, Pasca Tindakan I, dan Pasca Tindakan II ... 103
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Wawancara untuk Guru BK atau Observer ... 123
Lampiran 2. Pedoman Wawancara untuk Subjek ... 124
Lampiran 4. Skala Asertif ... 125
Lampiran 5. RPL Sirklus I ... 129
Lampiran 6. RPL Sirklus II ... 136
Lampiran 7. Deskripsi Psikodrama Sirklus I ... 140
Lampiran 8. Deskripsi Psikodrama Sirklus II ... 144
Lampiran 9. Hasil Pra Tindakan, Pasca Tindakan I, Pasca Tindakan II ... 151
Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Observer siklus I ... 154
Lampiran 11. Hasil Wawancara dengan Observer siklus II ... 156
Lampiran 12. Hasil Wawancara dengan Subjek ... 158
Lampiran 13.Hasil Observasi Siklus I ... 161
Lampiran 14.Hasil Observasi Siklus II ... 162
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan
manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai
meninggal dunia (life span development). Awal masa remaja berlangsung kira
– kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun,
dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan
belas tahun, yaitu usia matang secara hukum mental (Hurlock, 1991: 206).
Awal masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak – kanak ke
masa remaja yang pada umumnya terjadi perubahan psikis, fisik maupun
sosial.
Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2008: 534) masa remaja adalah
perjalanan dari masa anak – anak ke masa dewasa ditandai oleh periode
transisional panjang yang mengandung perubahan fisik, kognitif, dan
psikososial. Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman
sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa – masa
sebelumnya. Sehingga usia remaja merupakan masa yang sangat penting,
sangat kritis dan sangat rentan terhadap hal-hal baru terjadi yang belum
pernah dirasakan sebelumnya, mulai dari memiliki teman, sahabat dekat,
tertarik dengan lawan jenis baik yang menyenangkan maupun menyedihkan.
tumbuh secara alamiah, serta merupakan suatu hal yang normal dan wajar
yang akan dialami setiap remaja pada umumnya.
Menurut Havighurst (dalam Hurlock,1991: 10) secara garis besarnya,
tugas perkembangan masa remaja yaitu mencapai hubungan baru dan yang
lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran
sosial pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan
tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang
bertanggung jawab, mempersiapkan karir ekonomi, mempersiapkan
perkawinan dan keluarga, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis
sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Jika dilihat dari tugas perkembangan diatas, perubahan sikap dan
perilaku anak yang lebih bertanggung jawab merupakan salah satu tugas
perkembangan pada masa remaja, sejalan dengan hal tersebut Karl C.
Garrison (dalam Mappiare Andi, 1982: 102) memaparkan tugas
perkembangan masa remaja ialah remaja diharapkan memiliki hubungan
sosial yang matang dengan teman sebaya dalam kelompok-kelompok mereka,
dan mereka harus mendapat penerimaan dalam hubungan sosial.
Salah satu ciri – ciri masa remaja yang sangat dominan adalah masa
mencari identitas dimana pada masa ini mereka mendambakan identitas diri.
Dengan kondisi yang sedang dalam pencarian identitas (jati diri), remaja akan
bertindak sesuai dengan keinginannya untuk mencari identitas dirinya,
misalnya saja dengan meniru orang lain. Oleh karena itu remaja sering kali
perilaku. Sementara itu tugas perkembangan harus terlaksana saat masa
perkembangannya dan jika tidak sesuai seseorang akan mengalami kesulitan
ataupun masalah pada perkembangan selanjutnya. Dalam hal ini, perilaku
asertif seorang anak dalam mengatur sikap dan perilakunya sangat diperlukan
untuk mengendalikan diri agar tidak mudah terpengaruh dengan teman
ataupun orang lain.
Remaja merupakan harapan bangsa, namun untuk mewujudkan
harapan itu tidaklah mudah karena dalam masa remaja ini yang disebut juga
dengan masa pencarian jati diri ini syarat akan adanya pengaruh lingkungan.
Remaja membutuhkan perhatian, bimbingan serta arahan yang tepat untuk
menghindari kesalahan pemahaman dalam penyampaiannya. Dalam
lingkungan keluarga tentunya peran orang tua adalah yang utama dalam
pembentukan karakter dan sikap anak, memberikan kasih sayang, motivasi,
mengarahkan dalam bergaul maupun menentukan pilihan, menjadi contoh
dalam bertindak serta mengajarkannya untuk mengenal norma - norma dalam
beragama dan bermasyarakat. Pengaruh lingkungan sangatlah berpotensi
dalam menanamkan dan pembentukan karakter baik atau buruknya pada
masing-masing remaja. Oleh karena itu, remaja harus mendapatkan perhatian
khusus, baik oleh dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Dalam lingkungan sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi
siswanya. Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan memiliki kemampuan
menciptakan suasana yang harmonis, transparan dan nyaman sehingga
dihadapinya serta mampu mengiringi perkembangan psikologis dalam
kesehariannya. Peran Guru BK di sekolah sangatlah penting terutama dalam
hal pergaulan karena seperti yang telah diketahui bahwa peranan pergaulan
pada masa remaja ini sangatlah besar, mulai dari pergaulan yang hanya
sekedar untuk menambah, mencari teman memperluas pergaulan hingga
mencapai kebutuhan bereksistensi yang seolah-olah menjadi syarat mutlak di
era globalisasi seperti sekarang ini. Namun faktanya pergaulan remaja saat
ini terbilang semakin memprihatinkan dan telah melenceng dari jalur yang
sebenarnya.
Semakin banyak terlihat baik melalui media elektronik dan internet
maupun pengamatan secara langsung di lingkungan sekitar adanya
tindakan-tindakan remaja di usia sekolah yang justru mempunyai kasus-kasus seperti
sex bebas, narkoba, tawuran dan lain-lain yang menyakiti bahkan sangat
merugikan orang lain terlebih dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena
remaja cenderung bertindak dengan mengedepankan emosinya dan lemahnya
kesadaran serta kurangnya pemahaman mereka akan etika pergaulan yang
sehat yaitu pergaulan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai dan norma sosial, kesusilaan dan kesopanan yang berlaku dilingkungan tempat tinggalnya.
Selain itu di lingkungan sekolah, pergaulan yang sehat dan tidak sehat
pastilah terjadi misalnya pergaulan antara siswa dengan siswa ataupun siswa
dengan guru. Lingkungan di sekolah adalah tempat sehari- hari dimana
hal yang penting. Berada di sisi dan bergaul langsung dengan teman- teman
sekolahnya merupakan cara terbaik seseorang untuk berkomunikasi, menjalin
hubungan dan menciptakan suasana. Salah satu pergaulan positif adalah bisa
saling belajar bertukar pikiran, pendapat dan berbagi cerita bersama, yang
tentunya ini akan meningkatkan rasa pertemanan dan juga persaudaraan
mereka dan juga untuk saling berbagi curahan hati, hal ini juga bisa membuat
mereka untuk lebih berpikir positif dan juga memotivasi dalam belajar untuk
memberi dan menerima saran dari teman lainnya yang tentu saja dalam hal
yang positif. Sedangkan dalam hal yang negatif, misalnya masih ada beberapa
siswa yang sering datang terlambat, membolos, kurang mengindahkan bahkan
tidak mentaati peraturan yang berlaku di sekolah, tidak mengerjakan tugas,
sampai kecurangan dalam hal ujian atau mencontek dan bahkan sampai
terjadi perkelahian antar teman di sekolahnya.
Pergaulan sehat dan tidak sehat bisa terjadi dan tercipta dimanapun,
termasuk di lingkungan sekolah. Bisa dikatakan bahwa lingkungan sekolah
mempunyai kendali penting dalam pembentukan karakter peserta didiknya,
karena selain merupakan tempat para peserta didik menimba ilmu, sekolah
juga merupakan tempat berinteraksi sosial antar siswa juga guru,
berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu peran guru khususnya guru
bimbingan dan konseling menjadi penting dan sangat diharapkan akan peran
besarnya untuk memberikan bimbingan kemudian mewujudkan bersama sifat
pergaulan yang positif, dimana para peserta didik mampu belajar dengan
cerita bersama, yang tentunya ini akan menimbulkan serta meningkatkan rasa
pertemanan dan juga persaudaraan dalam ikatan yang harmonis dilingkungan
sekolah, memotivasi siswa dalam belajar.
Perkelahian termasuk jenis kenakalan remaja akibat kompleksnya
kehidupan yang disebabkan karena masalah sepele. Tawuran pelajar sekolah
menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010,
setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam
lebih dari 100 persen pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan
82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139 tawuran yang
menewaskan 12 pelajar. Sejalan dengan hal itu Kasat Reskrim Polresta
Yogyakarta AKB Akbar Bantilan mengungkapkan data kasus yang ia terima
sejak januari 2016 hingga september terdapat 3 kasus penganiayaan yang
melibatkan anak dibawah umur dan terdapat 5 kasus pengeroyokan
(Nuryanto, Tribunjogja.com, Yogyakata 22 September 2016). Hal-hal negatif
seperti ini dikhawatirkan akan mempengaruhi siswa-siswa lain yang
berinteraksi langsung yang memicu akan adanya bullying, rasa cemas dan takut karena merasa lemah dan tidak percaya diri. Tidak sedikit siswa yang
terbawa pergaulan negatif dikarenakan terlalu seringnya mereka bersama dan
bergaul dalam hal kurang baik yang sebenarnya merugikan.
Siswa secara pribadi menyadari bahwa hal yang dilakukannya
merupakan suatu kesalahan dan merugikan bagi dirinya sendiri namun
mereka tidak dapat lepas begitu saja karena mereka menyadari bahwa mereka
bereksistensi sosial satu sama lain. Oleh karena itu dalam kehidupan
sosialnya, ada beberapa siswa terkadang merasakan gugup dan cemas dalam
lingkungan sosialnya dan siswa cenderung memilih untuk menghindari
kehidupan sosialnya dengan alasan untuk menghindari atau sekedar menjauh
dari dampak negatif kehidupan sosial yang dirasakan. Hal ini dapat terjadi
karena adanya perasaan malu yang berlebihan, kurangnya rasa percaya
kepada diri sendiri dengan beban pikiran yang selalu merendahkan diri
sendiri. Hal ini mulai ditandai dengan adanya siswa yang merasa malu jika
ingin bertanya kepada guru, siswa mengalami kesulitan untuk
mengekspresikan perasaannya kepada orang lain, merasa terbatas dalam
mengemukakan pendapat, siswa tidak mampu atau takut untuk mengatakan
tidak dan itu menandakan bahwa tidak adanya kepercayaan pada dirinya
sendiri. Dengan kata lain perilaku seperti ini menunjukkan perilaku yang
tidak asertif.
Tercapainya pembentukan pribadi yang asertif akan menghantar
seseorang pada eksistensi diri yang secara mental mantap dan seimbang.
Perilaku asertif merupakan pengembangan pribadi yang positif meliputi
perilaku yang jujur (terus terang), langsung dan ekspresi yang penuh
penghargaan terhadap pikiran, perasaan dan keinginan dengan
mempertimbangkan perasaan dan hak-hak orang lain. Inti dari perilaku asertif
adalah (1) mempertahankan hak, (2) mengekspresikan diri, (3) langsung,
terbuka dan jujur, dan (4) menghargai hak orang lain (Dokler, 1990). Sikap
berbuat sesuai dengan apa yang diinginkannya, tapi juga mampu untuk
mengendalikan diri dengan mempertimbangkan dampak dari baik dan
buruknya perilaku yang akan dilakukan demi menjaga keseimbangan dan
keharmonisan hubungan dalam lingkungan sosialnya.
Secara umum perilaku manusia dibedakan menjadi tiga kategori,
yaitu: perilaku nonasertif (pasif), asertif (tegas) dan agresif. Dari ketiga
kategori tersebut, perilaku yang kurang disadari oleh kebanyakan remaja
adalah perilaku asertif. Para remaja kurang tegas dalam memberikan respon
terhadap perilaku sosial dari teman sebaya karena mudah terbawa suasana
hati atau diliputi perasaan canggung ketika harus memutuskan akan menerima
atau menolak suatu perilaku yang di dapat dari lingkungannya. Dalam hal ini,
remaja untuk menentukan sikap dan memilih perilaku yang tepat sangat
dipengaruhi oleh kemampuan bersikap dan berperilaku tegas.
Masalah perilaku asertif dapat dijumpai dalam setiap kelompok usia,
termasuk remaja. Menurut pendapat penulis, perilaku asertif pada remaja
justru menarik untuk diteliti, mengingat "keunikan" yang dimiliki masa
remaja dibandingkan dengan masa yang lain seperti masa anak-anak atau
masa dewasa. Keunikan atau ciri khas yang dimaksud adalah bahwa di masa
tersebut remaja sedang mengalami masa "transisi", status remaja menjadi
tidak jelas, ia bukan lagi sebagai anak-anak dan bukan pula menjadi orang
dewasa. Calon (dalam Monks,dkk 1994:253) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja
transisi yang dialami oleh remaja tersebut membawa dampak pada
bergeraknya kehidupan sosial remaja dari “meninggalkan” orang tua menuju
teman sebaya. Sementara itu perilaku asertif berbeda dengan agresif karena
dalam perilaku asertif remaja dituntut untuk tetap menghargai orang lain
tanpa melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal sedangkan perilaku
agresif lebih cenderung menyakiti orang lain melalui fisik maupun verbal
apabila tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Bambang Mulyono (1993:18) mengatakan bahwa seorang remaja
tergugah rasa sosial untuk bergabung dengan anggota kelompok lain.
Pergaulan yang dahulu terbatas keluarga, tetangga dan teman sekolah menjadi
meluas sehingga tidak jarang mereka meninggalkan rumah. Penggabungan
diri dengan anggota kelompok lain sebenarnya merupakan usaha mencari
nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai-nilai itu, sebab remaja
mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua. Dengan
demikian remaja akan patuh pada nilai-nilai, kebiasaan, kesukaan pada
kebudayaan kelompoknya. Kondisi transisi yang sedang dialami oleh remaja
maka remaja cenderung mengupayakan penyelesaian konflik dengan teman
sebaya.. Hal itu dikarenakan remaja berada dalam nasib yang sama.
Perkembangan sosial pada masa remaja menuntut remaja untuk
memisahkan diri dari orangtuanya dan menuju kearah teman – teman
sebayanya, hal itu merupakan proses perkembangan remaja yaitu bahwa
secara naluriah anak mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi
demikian akan menyatukan tali persahabatan menjadi lebih erat diantara
remaja. Apabila dalam pertemanan dengan teman sebaya dijunjung tinggi
nilai kejujuran, saling menghormati dan menghargai hak orang lain maka
upaya penyelesaian konflik pada remaja akan lebih terarah, yaitu para remaja
mengupayakan penyelesaian dengan kooperatif tidak dengan tindakan
menyimpang. Namun yang terjadi akan lain apabila didalam pertemanan
dengan teman sebaya terdiri dari remaja yang suka melakukan perilaku
menyimpang seperti suka membolos, merusak fasilitas umum, bahkan sampai
pada perilaku maladaptif lainnya, maka penyelesaian konflik akan semakin
tidak asertif. Oleh karena itu, kemampuan untuk berperilaku asertif sangat
diperlukan dan ditanamkan sedini mungkin mengingat apabila seorang remaja
tidak dapat berperilaku asertif, maka dimasa yang akan datang remaja akan
memiliki kepercayaan diri yang rendah untuk mengemukakan perasaannya
kepada orang lain karena merasa apa yang disampaikannya selalu tidak
dipedulikan orang lain.
Secara umum bimbingan dan konseling dalam lingkungan sekolah
merupakan proses pemberian bantuan kepada para siswa dengan
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan tentang kesulitan yang
diharapkan dalam rangka optimalisasi pengembangan sehingga mereka dapat
memahami diri, mengarahkan diri dan bertindak serta bersikap sesuai dengan
tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan visi
bimbingan dan konseling dalam Mugiarso Heru (2007:2) yang menyatakan
membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian
dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik
berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Perencanaan layanan bimbingan dan konseling amatlah krusial. Salah
satu bagian dari kegiatan bimbingan dan konseling ini adalah menentukan
pendekatan, metode, strategi, dan teknik layanan bimbingan dan konseling.
Apabila guru memilih pendekatan, metode, strategi, dan teknik yang tidak
tepat dapat dipastikan bahwa layanan tidak akan berjalan efektif. Sementara
bila guru berhasil memilih dan menentukan pendekatan, metode, strategi, dan
teknik bimbingan dengan baik, dapat diasumsikan bahwa layanan yang akan
dilakukannya kemungkinan besar akan berjalan efektif serta membantu
peserta didik mencapai perkembangan yang optimal. Pemberian metode,
strategi dan teknik bimbingan bukan hanya dengan ceramah, tetapi bisa
menggunakan suatu tindakan yang berupa penelitian. Penelitian yang dapat
dilakukan oleh guru BK adalah penelitian tindakan dengan cakupan kelas
yang menggunakan metode, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan
tertentu. Tujuan dari tindakan ini berdasarkan sasaran penelitian yaitu siswa
sendiri, dalam membantu mencapai kebutuhannya dan menyelesaikan
permasalahan yang menghambat. Agar remaja, khususnya siswa kelas VII D
di SMP Negeri 2 Moyudan memiliki kemampuan berperilaku asertif maka
perlu adanya bimbingan yang tepat dari guru bimbingan dan konseling di
SMP tersebut. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis
meningkatkan berperilaku asertif. Seiring dengan hal tersebut maka penulis
bermaksud menggunakan teknik psikodrama untuk meningkatkan perilaku
asertif pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan.
SMP Negeri 2 Moyudan merupakan salah satu sekolah negeri di
Yogyakarta yang cukup jauh dari perkotaan, berdasarkan hasil wawancara
dan observasi yang di lakukan pada tanggal 23 Februari 2016 di sekolah
tersebut peneliti memperoleh berbagai informasi dari Guru BK maupun siswa
kelas VII . Dengan demikian peneliti mengetahui apabila belum pernah
dilakukan bimbingan dan konseling khususnya untuk meningkatkan perilaku
asertif melalui teknik psikodrama, selain itu berdasarkan wawancara terhadap
tiga siswa yakni siswa banyak teman – temannya di sekolah mulai mengalami
perubahan perilaku karena mengikuti pergaulan kakak tingkat maupun teman
sebayanya dan tidak jarang siswa membolos karena tidak enak jika harus
menolak ajakan teman maupun berkelahi hanya karena masalah membela
teman yang belum tentu benar. Dari perkelahian tersebut menunjukkan
beberapa siswa masih tidak mampu menerima kecaman dan kritikan dari
orang lain baik untuk dirinya sendiri maupun temannya. Adanya
permasalahan siswa yang demikian menunjukkan kurangnya kemampuan
perilaku asertif pada siswa.
Wawancara juga dilakukan dengan guru BK, dari hasil wawancara
didapat beberapa permasalahan – permasalahan lain yang dialami siswa.
Beberapa siswa sering melakukan perusakan fasilitas sekolah, sering sekali
hanya untuk bermain – main di luar, cuci tangan atau bertemu dengan teman
kelas lain, dan teman sekelasnya pun ikut – ikutan keluar kelas mengikutinya.
Mereka hanya mengikuti ajakan teman lain, dan pada hal mereka tahu
perbuatan tersebut keliru. Di dalam ruangan kelas pun kondisinya ramai,
masih ada sebagian siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru malah
sedang mengobrol dan bermain dengan temannya. Hal ini juga teramati
langsung melalui observasi di sekolah, siswa melakukan beberapa tindakan
yang melanggar peraturan sekolah yang merugikan siswa sendiri, karena
mereka kurang memiliki rasa tanggung jawab, menghormati orang lain,
penerimaan diri, dan rasa percaya diri dalam diri mereka sendiri yang
membuat rendahnya motivasi siswa untuk menjadi individu yang baik dan
berprestasi di sekolah. Untuk itu dibutuhkan peningkatan perilaku asertif bagi
para siswa, sehingga mereka dapat memilih, menentukan dan mengarahkan
perilakunya ke hal yang positif bukan hal yang merugikan diri mereka
sendiri.
Menurut Bennet (Tatiek Romlah 2001:99), Psikodrama merupakan bagian dari permainan peranan (role playing). Bennet membagi permainan peranan menjadi dua macam yaitu sosiodrama dan psikodrama. Corey (dalam
Tatiek Romlah, 2006: 108) menjelaskan psikodrama merupakan permainan
peranan yang dimaksudkan individu yang bersangkutan dapat memperoleh
pengertian lebih baik tentang dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya,
dan menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Dalam
berperilaku asertif karena perilaku asertif sangat penting remaja miliki sejak
dini. Psikodrama memberikan kesempatan orang untuk melihat kehidupan
pribadi dengan cara pandang berbeda setelah kehidupan pribadi itu
didramakan dan dimainkan oleh orang yang berada dalam kelompok
bersamanya (Johana E. Prawitasari, 2011: 177).
Psikodrama yaitu salah satu cara yang bisa digunakan sebagai media
pengembangan manusia (human development), dengan berakting dalam sebuah drama diharapkan akan dapat menyadarkan seseorang (insight) dan
juga menggali (to explore ) permasalahan yang sedang dihadapinya. Departemen Pendidikan Nasional (2008) dalam Strategi Pembelajaran dan
Pemilihannya mendefinisikan Psikodrama sebagai teknik bimbingan dengan
bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan
psikologis. Psikodrama digolongkan ke dalam metode simulasi dan
merupakan teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk mengimplemetasi
strategi bimbingan dan konseling. Selain itu Psikodrama dapat juga
dimplementasikan untuk melepaskan tekanan-tekanan yang dialami sebagai
suatu katarsis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tesis yang dilakukan
oleh Marissa D’ Morstad (dalam Linda Dwi S dan Sri Wijayanti: 8) pada
tahun 2003 dengan judul “Drama’s Roll In School Counseling”. Tesis ini
mendukung para konselor sekolah untuk membimbing dan menggabungkan
teknik dramatis yang dilakukan disekolah dengan bimbingan konseling. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa drama mampu memberikan banyak
bimbingan dan konseling untuk membantu anak-anak dan remaja. Suatu
metode yang bermanfaat untuk para guru bimbingan dan konseling di sekolah
yang mengintegrasikan teknik-teknik dari psikodrama, drama therapy dan
bibliodrama yang secara teoritis diusulkan untuk diterapkan.
Psikodrama merupakan salah satu teknik bimbingan dan konseling
kelompok yang sangat bermanfaat bagi peserta didik. Psikodrama dapat
digunakan oleh guru BK untuk membantu memecahkan masalah-masalah
siswa yang bersifat psikologis. Teknik psikodrama ini memang sangat
membantu untuk pemecahan masalah maupun menanamkan kemampuan
berperilaku asertif karena siswa secara spontan dapat menggali sendiri
masalahnya (mengeksporasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya),
meluapkan emosi yang terpendam serta mendapatkan pemecahan masalah.
Dari proses dilaksanakannya psikodrama mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan dan diskusi siswa dilibatkan sepenuhnya, sehingga pemecahan
masalahnya tepat dan siswa lebih mudah mempelajarinya. Tahap perencanaan
siswa menentukan sendiri permasalahan apa yang mereka ingin pecahkan,
sehingga siswa mampu mengeluarkan semua permasalahannya. Tahap
pelaksanaan yang didalamnya merupakan proses pemecahan masalah yang
dilakukan siswa sendiri, sehingga siswa lebih memahami permasalahannya
dan mampu menemukan solusi yang tepat. Selanjutnya tahap diskusi siswa
saling bertukar pendapat, pikiran, perasaan dan pengetahuannya tentang
mendapat banyak pemecahan masalah berdasarkan dari pengalaman
temannya.
Melalui teknik psikodrama diharapkan perilaku asertif siswa dapat
meningkat dengan baik, di tambah teknik psikodrama mudah dilaksanakan
dari segi waktu, tempat dan biaya. Psikodrama dapat dilakukan didalam kelas
atau diluar kelas sehingga siswa nyaman untuk mengikutinya dan tidak
memakan waktu yang lama. Untuk mendapatkan hasil maksimal bagi siswa
psikodrama dapat dilaksanakan berkali – kali atau bersiklus sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan siswa, karena dilaksanakannya psikodrama didasarkan
adanya kebutuhan untuk dipenuhi. Sebelum dilaksanakan psikodrama
diperlukan tindakan yang tepat dari persiapan atau pra-tindakan sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, selain itu melakukan tindak
lanjut setelah dilaksanakan psikodrama atau paca-tindakan untuk memperoleh
hasil maksimal. Bukan hanya hasil dari psikodrama yang ingin dicapai, tapi
juga bagaimana proses dari pelaksanaan psikodrama perlu diperhatikan
karena saat itulah terjadi proses belajar bagi siswa. Semakin baik prosesnya
maka semakin baik hasil yang akan diperoleh, dengan hal ini teknik
psikodrama tepat dilakukan untuk diberikan kepada siswa untuk
meningkatkan perilaku asertif.
Memahami dari hal yang demikian menggugah penulis untuk
memberikan perhatian khusus, meneliti tentang peningkatkan perilaku asertif
melalui teknik psikodrama pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan
berkembang sebagai teknik yang efektif dalam layanan bimbingan dan
konseling khususnya tentang perilaku asertif.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditentukan di atas,
masalah dalam penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Meningkatnya kenakalan remaja salah satunya disebabkan pemilihan
berinteraksi dengan lingkungan pergaulan yang salah dan remaja kurang
mampu untuk menolaknya serta cenderung menirunya.
2. Pembentukan perilaku asertif yang kurang dari remaja membuat
ketidakmampuan menerima kecaman dan kritikan, akan menimbulkan
respon perilaku agresif atau kebalikannya muncul rasa rendah diri.
3. Hasil pengamatan di SMP Negeri 2 Moyudan menunjukkan adanya
beberapa siswa yang tidak percaya diri untuk memberikan pendapat atau
respon terhadap perilaku sosial yang baik dengan teman dan guru karena
rendahnya perilaku asertif pada diri siswa.
4. Pelayanan bimbingan dan konseling harus selalu berkembang, dengan
membuat teknik layanan yang lebih efektif untuk meningkatkan perilaku
asertif.
5. Rendahnya tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pelaksanaan
layanan, diperlukan teknik psikodrama untuk meningkatkan semangat
C. Batasan Masalah
Dikarenakan masih umumnya permasalahan pada identifikasi
masalah yang ada dan keterbatasan peneliti, maka penelitian ini dirasa perlu
mempunyai batasan masalah dengan tujuan agar penelitian menjadi lebih
fokus dan terarah mengenai yaitu:
1. Peningkatan perilaku asertif melalui teknik psikodrama pada siswa kelas
VII D di SMP Negeri 2 Moyudan
2. Teknik psikodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa kelas
VII D di SMP Negeri 2 Moyudan
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan perilaku asertif dapat dilakukan melalui teknik
psikodrama pada siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan?
2. Bagaimana teknik psikodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada
siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka
tujuan penelitian yang diharapkan adalah
1. Meningkatnya perilaku asertif melalui teknik psikodrama pada siswa
kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan.
2. Teknik psikodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa kelas
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
1. Secara Teoritis
Diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan turut
berkontribusi dalam bidang pendidikan, khususnya bimbingan dan
konseling yaitu meningkatkan perilaku asertif dikalangan siswa pada masa
remaja dengan memanfaatkan efektivitas teknik psikodrama.
2. Secara Praktis
a. Bagi siswa
Diharapkan mampu melatih serta menumbuh kembangkan
kepercayaan diri pada siswa dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial,
berani berpendapat, bersikap terbuka dan bersikap layaknya siswa
asertif.
b. Bagi Guru/ Wali Kelas
Diharapkan mampu membantu proses kegiatan belajar mengajar agar
berjalan dengan baik tanpa dibatasi dengan sikap siswa yang masih
cenderung merasa malu untuk bertanya.
c. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Diharapkan mampu meningkatkan pelayanan program bimbingan dan
konseling sekolah dan mempermudah guru bimbingan dan konseling
untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya
dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling terutama
bimbingan pribadi sosial.
d. Bagi peneliti selanjutnya, bisa dijadikan bahan pertimbangan
pengembangan untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama
maupun berbeda khususnya yang berhubungan dengan perilaku asertif
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perilaku Asertif
1. Pengertian Perilaku Asertif
Asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau
assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif, yaitu : a. Memiliki kepercayaan diri yang baik.
b. Dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa
rasa takut.
c. Berkomunikasi dengan orang lain secara lancar.
Dalam berperilaku asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap
dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan
kebutuhannya secara proporsional, tanpa ada maksud memanipulasi,
memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya atau mengancam
integritas pihak lain. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri - ciri antara lain seperti: terlalu mudah mengalah atau
lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Lazarus (dalam Iriani Niken, 2009) perilaku asertif
mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena
adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara
a. menyatakan hak-hak pribadi.
b. berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut
c. melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan
emosi.
Menurut Suterlinah Sukaji (dalam Zainal Abidin, 2011:130)
perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi
yang menyangkut ekspresi emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, dan
tanpa perasaan cemas terhadap orang lain yang mencakup aspek perbaikan
dan penerimaan diri, ekspresif, percaya diri dan berpendirian. Perilaku
asertif merupakan perilaku seseorang dalam mempertahankan hak pribadi
serta mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan secara
langsung dan jujur dengan cara yang tepat. Dengan kata lain bahwa
perilaku asertif sebagai perilaku antar pribadi yang bersifat jujur dan terus
terang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan
mempertimbangkan pikiran dan kesejahteraan orang lain. Orang yang
memiliki tingkah laku asertif adalah mereka yang menilai bahwa orang
boleh berpendapat dengan orientasi dari dalam diri mereka sendiri dengan
tetap sungguh-sungguh memperhatikan hak-hak orang lain dan pada
umumnya mereka mempunyai kepercayaan diri yang kuat.
Perilaku asertif menurut Rimm dan Masters (dalam Rakos, 1991:
8) merupakan tingkah laku dalam hubungan interpersonal yang bersifat
jujur dan mengekspresikan pikiran – pikiran dan perasaan dengan
mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang asertif mampu
menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa
memaksakannya kepada orang lain (Iriani Niken, 2009).
Menurut Lange dan Jakubowski (dalam Rakos, 1991: 8)
menjelaskan bahwa perilaku asertif meliputi pertahanan terhadap hak
individu untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan yang
diungkapkan secara langsung, jujur, tepat dan tidak melanggar hak asasi
orang lain.
Palmer & Froehner (dalam Anindyajati dan Karima, 2004: 51-52)
mengemukakan bahwa individu yang dapat mengembangkan
asertivitasnya berarti ia dapat mengendalikan hidupnya, dengan cara
mengemukakan pendapat dan pemikiran secara tegas dan jujur, melakukan
permintaan atas sesuatu yang diinginkan dan melakukan penolakan
terhadap sesuatu yang tidak diinginkan. Ditambahkan pula bahwa
asertivitas adalah kemampuan individu dalam menampilkan tingkah laku
tegas, yang dilakukan dengan sopan tanpa bersikap agresif maupun
defensif. Individu yang asertif tidak menyerang ataupun menghakimi
orang lain, tetapi juga tidak terlalu menahan diri. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Rathus & Nevid (dalam Anindyajati dan Karima,
2004:52) yaitu terdapat alternatif dari tingkah laku asertif yang mencakup
tingkah laku non asertif dan tingkah laku agresif, yang menerangkan
diri (non asertif) dan juga bukan tingkah laku yang mengekspresikan perasaan secara berlebihan (agresif).
Atkinson (dalam Wahyuni Eka Pratiwi, 2015: 348-357)
menambahkan bahwa menjadi asertif mensyaratkan apa yang menjadi
hak-hak pribadi atau apa yang diinginkan dari suatu situasi dan
mempertahankannya sekaligus tidak melanggar hak orang lain. Yang
menjelaskan bahwa sikap asertif juga berarti kemampuan untuk tidak
sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan manipulasi dan alasan
yang emosional, dan mampu bertahan di jalur yang benar, yaitu
mempertahankan pendapat dengan tetap menghormati pendapat orang lain
Stein dan Howard (dalam Wahyuni Eka Pratiwi, 2015: 348-357).
Dari definifi tentang beberapa pengertian perilaku asertif diatas
dapat disimpulkan perilaku asertif merupakan sikap atau kemampuan
berperilaku yang menyangkut ekspresi keinginan, kebutuhan ataupun
perasaan yang relatif terbuka, bebas, jujur dan secara cepat ( spontan )
tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak – hak orang lain. Selain
itu juga merupakan suatu pengembangan pribadi atau individu yang
positif, karena tercapainya pembentukan pribadi yang asertif akan
mengantarkan pada eksistensi diri yang mantap dan seimbang secara
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut Rathus
dan Nevid (dalam Fensterheim dan Baer 1995: 65) terdapat 6 faktor
yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu sebagai berikut :
a. Jenis Kelamin
Sejak kanak – kanak peran pendidikan laki – laki dan perempuan
telah dibedakan oleh masyarakat. Sejak kecil telah dibiasakan bahwa
laki – laki harus tegas dan kompetitif, oleh sebab itu tampak terlihat
bahwa perempuan lebih bersikap pasif terutama terhadap hal – hal yang
kurang berkenan dihatinya. Beberapa ahli berpendapat jika anak laki –
laki lebih tegas dan dominan dari anak perempuan dalam perilaku
verbal maupun non verbal dalam berinteraksi sehari-hari. Perempuan
akan asertif jika mereka ada dalam suatu pertemuan dengan sesama
jenis.
b. Self Esteem
Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki
keyakinan diri yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial yang rendah
sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa
c. Kebudayaan
Segala yang berhubungan dengan sikap hidup, adat istiadat dan
kebudayaan pertama kali dikenal melalui keluarga. Tuntutan
lingkungan menentukan batas perilaku sesuai dengan usia, jenis
kelamin, dan status sosial seseorang
d. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas wawasan
berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri
dengan lebih terbuka
e. Tipe Kepribadian
Proses komunikasi merupakan syarat utama berinteraksi. Interaksi
akan lebih efektif jika setiap orang mau berperan aktif dan orang yang
berperan aktif dalam komunikasi adalah mereka yang secara spontan
mengutarakan buah pikiran dan menanggapi pendapat serta sikap pihak
lain.sikap spontan cenderung muncul dari orang yang berkepribadian
ekstrovert dan tidak mempunyai ketegangan dalam dirinya.
f. Situasi tertentu lingkungan sekitar
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi
dalam arti luas misalnya antara atasan dan bawahan. Situasi dalam
kehidupan tertentu akan dikhawatirkan mengganggu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses
tingkat pendidikan, kebudayaan, tipe kepribadian dan situasi tertentu
lingkungan sekitar.
3. Ciri Perilaku Asertif
Dalam tulisan Tjalla Awaluddin (2008: 3) ciri dari perilaku asertif
merujuk pada teori Lange dan Jakubowski (1978) adalah sebagai berikut:
a. Memulai interaksi
b. Menolak permintaan yang tidak layak
c. Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
d. Berbicara dalam kelompok
e. Mengekspresikan pendapat dan saran
f. Mampu menerima kecaman dan kritik
g. Memberi dan menerima umpan balik
Ditambahkan oleh Palmer & Froener (2002) ciri-ciri individu yang
asertif adalah:
a. Bicara jujur
b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam
menghadapi situasi-situasi yang sulit.
Seseorang yang memiliki perilaku asertif memiliki rasa percaya
diri, mampu menerima diri sendiri sebagaimana adanya maksudnya
rendah diri, berpendirian teguh, tanpa perasaan cemas terhadap orang lain,
tanpa mengesampingkan ataupun menyakiti orang lain dan melanggar hak
– hak yang dimiliki orang lain, orang yang asertif dapat menjalin
hubungan baik dengan orang yang baru dikenal, memiliki perasaan yang
positif terhadap orang lain, menghormati orang lain serta memberikan
perhatian dengan pujian untuk orang lain.
4. Perkembangan Perilaku Asertif
Usaha mencapai hubungan yang seimbang dengan teman sebaya
remaja perlu memiliki kemampuan berperilaku asertif untuk
menyesuaikan diri dalam lingkungan pergaulannya. Seperti yang
diungkapkan Qurotul A’Yuni (2010) bahwa remaja yang asertif adalah
remaja yang mampu mengemukakan perasaan dengan ekspresi sebenarnya
secara tepat dan tegas tanpa rasa takut menyakiti orang lain. Berdasarkan
beberapa paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah
suatu perilaku yang mampu menyatakan pikiran, perasaan yang
sebenarnya secara jujur dan langsung kepada orang lain tanpa disertai
perasaan cemas dan takut serta tidak merugikan diri sendiri maupun orang
lain.
Pada umumnya tidak sedikit remaja dalam berhubungan dengan
teman sebaya lebih suka diam, kurang bahkan tidak berani untuk berkata
sesuai kehendak hatinya, hal tersebut sering dan biasa terjadi karena
remaja merasa minder dan cemas jika tidak diterima dalam kelompok
teman sebayanya atau kelompoknya. Calhoun dkk (terjemahan Satmoko,
1995) menjelaskan bahwa orang yang berperilaku asertif adalah mampu
mengatakan “Inilah saya. Saya perlu diperhitungkan. Saya mempunyai hak
untuk menjadi seperti yang saya inginkan, dan menginginkan sesuatu yang
memang saya inginkan, serta saya akan jalankan semua keputusan saya”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perilaku asertif yang dimiliki
oleh remaja dapat menjadikan para remaja mampu menciptakan hubungan
sosial yang baik dengan teman sebayanya dan dalam lingkup pergaulannya
sehari-hari.
5. Tujuan dan Manfaat Perilaku Asertif
Keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam menjalin hubungan
dengan orang lain sangat ditentukan oleh sikap dan tingkah laku individu
yang bersangkutan Oleh karena itu, cara berperilaku menjadi penting
dalam kehidupan seseorang khususnya perilaku asertif. Kegagalan dalam
hubungan sosial sering disebabkan karena seseorang tidak bisa berperilaku
asertif, dalam arti tidak mampu mengekspresikan perasaan yang
sesungguhnya. Sebagai makhiuk sosial, manusia selalu berhubungan
dengan orang lain. Kemampuan untuk berhubungan dan berkomunikasi
dengan orang lain dalam bergaul bersama orang lain untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkannya.
Dari beberapa pendapat dan penelitian para ahli dibawah ini dapat
a. Menurut hasil penelitian Sanchez dan Lewinsohn ( dalam
Retnaningsih,1992) menemukan bahwa semakin tinggi kemampuan
seseorang dalam berperilaku asertif akan makin tidak mudah terbawa
dalam kondisi depresi.
b. Menurut Goddard (dalam Prabana, 1997). Perilaku asertif dapat pula
membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Hal
ini disebabkan dalam proses aktualisasi dibutuhkan keterbukaan,
kesadaran diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan perhatian terhadap
hak-hak orang lain.
Selain itu menurut Sugiyo (2005: 110) akibat dari emosi, sikap dan
perilaku yang tidak tegas atau tidak asertif akan dijauhi dari
lingkungannya, dengan kondisi yang demikian akan mengurangi rasa
percaya diri karena tidak bersosialisasi dengan lingkungan yang baik. Dari
pendapat tersebut, menunjukkan pentingnya perilaku asertif dikembangkan
oleh siswa. Dengan berperilaku asertif mereka akan mendapatkan
kehidupan sosial yang baik.
Dari beberapa pendapat dan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa perilaku asertif sangat berguna bagi kehidupan manusia. Dengan
memiliki kemampuan berperilaku asertif, seseorang tidak akan depresi,
sehingga memungkinkan seseorang memperoleh kepuasan dalam hidup
dan membantu dalam mewujudkan aktualisasi diri sehingga
memungkinkan tercapainya kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu,
manapun dimana terjadi interaksi atau hubungan dengan orang lain.
Penyesuaian sosial yang baik akan membawa pribadi yang sehat dan
mental yang sehat. Dengan perilaku asertif, komunikasi dengan orang lain
dapat berlangsung secara efektif dan lancar karena tidak adanya perasaan
cemas dan takut, serta mendukung perkembangan motivasi berprestasi
seseorang, sehingga memudahkan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan
yang diharapkan.
6. Perilaku Asertif Remaja
Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang
perkembangan manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan
sampai meninggal dunia (file span development). Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai
dan topan (storm and stress), masa yang menggambarkan keadaan emosi
remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak.
Menurut Monks,dkk (Desiani Maentiningsih, 2008) remaja adalah
suatu periode peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa.Sejalan
dengan hal tersebut, Santrock (2003: 26) berpendapat bahwa masa remaja
dimaksudkan sebagai masa perkembangan peralihan antara masa anak dan
masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan
sosial-emosional. Perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional yang terjadi
berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berfikir abstrak sampai
Siti Partini Suardiman (1995: 121-122) berpendapat masa remaja
dibagi ke dalam masa remaja awal yang berlangsung kira-kira usia 13-16
tahun, sering disebut usia belasan dan masa remaja akhir dimulai pada usia
16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, berlangsung sangat singkat, yaitu usia
yang secara hukum dianggap sudah matang. Sedangkan menurut Papalia
dan Olds (dalam Yudrik Jahja, 2011: 220), masa remaja adalah masa
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir
belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Transisi perkembangan pada
masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih
dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai Papalia
&Olds (dalam Yudrik Jahja, 2011: 220). Bagian dari masa kanak-kanak itu
antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus
bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses
kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan
kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak
Hurlock (dalam Yudrik Jahja, 2011: 220).
Dilihat dari perkembangan sosialnya, masa remaja termasuk pada
tahap kelima dari teori psikososial dari Erikson yaitu pencarian identitas
versus kebingungan identitas. Dimana pada masa itu remaja dihadapkan
pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana serta
bagaimana tentang dirinya. Sedangkan menurut Anna Freud (dalam
proses perkembangan meliputi perubahan – perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam
hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di masa pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
masa remaja ini merupakan satu masa penting dimana terjadi masa
peralihan atau masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa
yang disertai dengan berbagai perubahan seperti perubahan biologis, sosial
dan psikologis yang berlangsung antara umur 12 atau 13 dan berakhir pada
usia belasan tahun atau dua puluhan tahun yaitu usia yang matang secara
hukum.
Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa
sebelumnya atau sesudahnya, Menurut Hurlock (Rita Eka Izzaty dkk,
2008: 124-126) menjelaskan ciri-ciri tersebut yang meliputi:
a. Masa remaja sebagai periode penting
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian
mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Masa remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat
kekanak – kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru
masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang
dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat pesat,
juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya
jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan
perilaku yang menurun juga
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri atau
tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman – teman dalam
segala hal, seperti masa sebelumnya. Namun adanya sifat yag mendua,
dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang dapat
menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk
menunjukkan siapa dirinya dan peranannya dalam kehidupan
masyarakat.
e. Usia bermasalah
Pada saat remaja, masalah yang dihadapi akan diselesaikan
secara mandiri, mereka menolak bantuan orang tua dan orang lain.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan atau kesulitan
Pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik
atau bersifat negatif dan hal tersebut mempengaruhi konsep diri dan
sikap remaja pada dirinya. Dengan demikian remaja sulit melakukan
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja lebih memandang dirinya dan diri orang lain
sebagaimana apa yang diinginkannya, terlebih pada cita – cita
sehingga mengakibatkan emosi mereka meninggi dan mudah marah
apabila keinginannya tidak tercapai. Semakin bertambahnya
pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional
remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Menjelang menginjak dewasa, mereka merasa gelisah untuk
meninggalkan masa belasan tahunnya, mereka belum siap berperilaku
sebagai orang dewasa sehingga mereka mulai berperilaku seperti
status orang dewasa.
Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai
kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Havighurst ( Rita
Eka Izzaty dkk, 2008: 126 ), bahwa ada beberapa tugas perkembangan
yang harus diselesaikan dengan baik oleh remaja yaitu :
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
f. Mempersiapkan perkawinan dalam keluarga
g. Memperoleh perangkat nilai-nilai dan sistem etika sebagai pegangan
untuk berperilaku
Memasuki jenjang dewasa telah terbayang oleh remaja berbagai
hal yang akan dihadapi tidak hanya yang berkaitan dengan perubahan
fisik, sosial dan ekonomi akan tetapi juga menghadapi tugas yang
berkaitan dengan faktor psikologis seperti pencapaian kebahagiaan dan
kepuasan, persaingan, kekecewaan dan perang batin yang dapat terjadi
karena adanya perbedaan norma masyarakat dalam sistem kehidupan
sosial dan kata hati setiap individu.
Perkembangan pada masa remaja merupakan perubahan yang
terjadi pada rentang kehidupan yang dapat terjadi secara kuantitatif, seperti
pertambahan tinggi dan berat badan; dan secara kualitatif, mengenai
perubahan tentang cara berpikir konkrit menjadi abstrak (Papalia &Olds,
dalam Yudrik Jahja, 2011: 221). Perkembangan dalam kehidupan manusia
terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan
yang terjadi pada masa remaja, antara lain:
a. Perkembangan fisik
Merupakan perubahan-perubahan yang meliputi pada tubuh,
otak, kapasitas sensorik dan ketrampilan motorik yang ditandai
dengan pertambahan tinggi-berat badan, pertumbuhan tulang-otot, dan
b. Perkembangan kognitif
Perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa (Piaget dalam Yudrik Jahja, 2011:232)
mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif
yang terjadi, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan
lingkungan sosial yang semakin luas yang cenderung memungkinkan
remaja untuk berpikir abstrak, disebutkan juga bahwa tahap
perkembangan kognitif ini merupakan tahap operasi formal, yaitu
tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak yang
tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Dengan demikian mencapai tahap tersebut
seorang remaja dapat dikatakan telah mampu berpikir secara fleksibel
dan kompleks.
c. Perkembangan kepribadian dan sosial
Perkembangan kepribadian merupakan perubahan tentang cara
individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara
unik, sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam
berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang
syarat pada masa remaja adalah pencarian identitas diri yaitu proses
menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup
Yudrik Jahja (2013: 225-226) Masa remaja adalah masa datangnya
pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18 tahun, masa transisi dari
kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi
remaja maupun orang tuanya. Ada sejumlah alasan :
a. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk
mengemukakan sendiri. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan dan
menjauhkan dari keluarga
b. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman, ini berarti pengaruh orangtua
melemah. Usia remaja berperilaku dan memiliki kesenangan sendiri
dan bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga
c. Remaja yang sedang mengalami perubahan fisik yang luar biasa baik
pertumbuhan maupun seksualitasnya dapat menjadi sumber perasaan
bersalah dan frustasi
d. Remaja menjadi terlalu percaya diri dan emosionalnya yang tidak
terkontrol menyebabkan remaja sulit menerima nasihat dari orang
lain.
Sunarto (1995: 56-58) menguraikan berbagai permasalahan yang
dihadapi remaja sebagai berikut :
a. Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan
menjadi sikap dan perilaku dewasa tidak semuanya dapat dengan
mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada
perilaku yang besar. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan dapat
mengakibatkan menurunnya harga diri dan akibatnya remaja bersikap
agresif atau sebaliknya bersifat kurang percaya diri, pendiam dan
memiliki harga diri yang kurang.
b. Remaja seringkali kesulitan dalam menerima perubahan fisiknya
karena pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi, ketidakserasian
proporsi tubuh menimbulkan kejengkelan karena sulit mendapatkan
pakaian yang pantas. Hal itu juga terlihat dari gerakan ataupun
perilaku yang keliatan kurang pantas
c. Perkembangan fungsi seks pada remaja apabila tidak mendapatkan
arahan ataupun penyaluran yang tepat dapat berakibat negatif pada
remaja karena menimbulkan kebingungan untuk memahaminya serta
pandangan terhadap teman sebaya lain jenis kelamin menimbulkan
kesulitan dalam pergaulan sehingga sering terjadi salah tingkah dan
perilaku yang menentang norma
d. Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat remaja yang terlalu
mendambakan kemandirian dan menganggap dirinya cukup mampu
mengatasi permasalahan dalam kehidupan kebanyakan akan
menghadapi berbagai masalah. Kehidupan bermasyarakat banyak
menuntut remaja untuk menyesuaikan diri namun tidak semuanya
selaras sehingga remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya
e. Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri
secara sosial-ekonomi akan berkaitan dengan masalah menetapkan
jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan
salah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja karena bukan hanya
keragaman norma dalam kehidupan masyarakat akan tetapi juga
norma baru dalam kehidupan sebaya dan kuatnya pengaruh kelompok
sebaya
f. Berbagai norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat merupakan
masalah tersendiri bagi remaja, sedang remaja merasa memiliki norma
dan nilai kehidupan yang lebih sesuai. Perbedaan norma yang berlaku
dan norma yang dianut membuat remaja dianggap “nakal”
Perubahan remaja secara aspek biologis, sosial dan psikologi harus
sama-sama mengalami perkembangan yang optimal, kerena aspek – aspek
tersebut saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan. Yang artinya aspek
biologis akan berkembang optimal ketika aspek yang lain juga sama
berkembangannya. Perilaku asertif merupakan perilaku yang perlu
dikembangkan remaja terutama untuk mengembangkan aspek sosialnya,
maupun perkembangan aspek biologis dan psikologi.
Perilaku asertif membuat remaja akan memiliki perilaku yang
jujur, relatif terus terang, dan mampu mengekspresikan perasaan, pikiran,
serta keyakinannya secara tepat. Maka perilaku asertif perlu
dikembangkan remaja, untuk menghadapi tuntutan penyesuaian perilaku
mandiri. Dengan kata lain, perilaku asertif dapat membentuk seorang
remaja untuk mencapai kemandiriannya. Remaja yang mandiri salah
satunya adalah remaja yang memiliki perilaku asertif yang baik, karena
telah mampu menentukan pilihan yang baik untuk dirinya tanpa menyakiti
atau mengambil hak orang lain tetapi justru lebih menghargainya. Dengan
pengambilan keputusan atau pilihan yang tepat untuk dirinya akan
menumbuhkan perasaan bahagia, kepuasan hidup yang tinggi dalam diri
individu dan mendapatkan penghargaan sosial dari orang lain.
Kepuasan hidup dan rasa dihargai bagi remaja teramat penting dan
bermakna untuk didapatkannya, dengan kondisi tersebut akan terhindar
dari perasaan cemas, depresi, dan rasa rendah diri atau minder dengan
orang lain. Sebab kecemasan, stres, dan depresi merupakan kondisi mental
yang kurang baik, yang akan menghambat tumbuh kembang remaja secara
optimal.
Perilaku asertif juga dapat membantu remaja untuk mencapai tugas
– tugas perkembangannya dengan baik, yaitu membantu remaja
melakukan penyesuaian dengan perubahan fisik, sosial-emosional, kognitif
dan perilaku dengan baik. Selain itu, membantu menemukan solusi –
solusi yang tepat untuk menghadapi masalah – masalah yang akan datang
maupun yang sedang dihadapi. Pada pencapaiaan akhirnya remaja yang
asertif akan mampu memenuhi kebutuhan untuk aktualisasi diri yang baik,
karena aktualisasi dicapai dengan keterbukaan, kesadaran diri,
B. Psikodrama
1. Pengertian Psikodrama
Psikodrama merupakan permainan peranan yang dimaksud agar
individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik
tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan
– kebutuhan, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan – tekanan
terhadap dirinya (Corey dalam Tatiek Romlah, 2006: 107).
Tatiek Romlah (2006:107) menjelaskan di dalam psikodrama klien
memerankan situasi – situasi dramatis yang dialami pada waktu lalu,
sekarang dan yang diantisipasikan akan dialami pada waktu yang akan
datang, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam
mengenai dirinya dan melepaskan tekanan-tekanan yang dialami atau
katarsis. Kejadian-kejadian yang penting dimainkan kembali agar klien
dapat mengenali perasaan-perasaannya dan dapat mengungkapkan
perasaannya sepenuhnya sehingga terbuka jalan untuk terbentuknya
perilaku baru.
Dalam psikodrama individu yang mempunyai masalah
memerankan dirinya sendiri. Anggota kelompok yang lain dapat menguji
dapat memberikan saran untuk memecahkan masalah yang dihadapi yang
belum terfikirkan oleh individu yang memiliki masalah.
2. Tujuan Psikodrama
Psikodrama dapat digunakan sebagai metode mengajar yang sangat
bermanfaat bagi para mahasiswa dan orang – orang yang bekerja di bidang
kesehatan mental, yang disebut Moreno sebagai psikodrama didaktis
(dalam Romlah, 2006: 107). Jadi dapat dikatakan terapis atau mahasiswa
tidak hanya berdiskusi mengenai kesulitan yang dialami klien, dengan
memerankan peranan klien maka terapis atau mahasiswa dapat lebih
memahami perasaan yang dialami klien dan anggota kelompok lain dapat
memberikan alternatif-alternatif bagaimana menghadapi klien yang sulit
dan memberikan balikan yang membantu memisahkan masalah – masalah
klien dengan proyeksi terapis.
3. Komponen Psikodrama
Metode psikodrama terdiri dari beberapa komponen yaitu
panggung permainan, pimpinan permainan, pemeran utama atau individu
yang menjadi pusat psikodrama (Protagonis), individu-individu yang membantu pemimpin psikodrama dan pemeran utama dalam pelaksanaan
psikodrama (auxiliary egos), dan penonton (Haskell dalam Tatiek Romlah, 2006: 108).