• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBAIKAN PERTUMBUHAN TANAMAN PINUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBAIKAN PERTUMBUHAN TANAMAN PINUS"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN PERTUMBUHAN TANAMAN PINUS

(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese)

DENGAN TEKNIK Lateral Root Manipulation (LRM)

DI LAHAN PASCA TAMBANG PASIR KUARSA

PT HOLCIM Tbk, CIBADAK, KABUPATEN SUKABUMI

PUTRI LESTARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERBAIKAN PERTUMBUHAN TANAMAN PINUS

(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese)

DENGAN TEKNIK Lateral Root Manipulation (LRM)

DI LAHAN PASCA TAMBANG PASIR KUARSA

PT HOLCIM Tbk, CIBADAK, KABUPATEN SUKABUMI

PUTRI LESTARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Putri Lestari. Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dengan Teknik Lateral Root Manipulation (LRM) di Lahan Pasca Tambang Pasir Kuarsa PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh YADI SETIADI

Kondisi tanah pada lahan bekas tambang secara fisik tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Tanah pada daerah tersebut bersifat masam dan kompak (padat) sehingga memberikan dampak negatif terhadap fungsi dan pertumbuhan akar. Akar tidak dapat berkembang secara optimal sehingga fungsinya untuk menyerap air dan unsur hara terganggu. Gangguan penyerapan air dan nutrien menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal dan kerdil (stagnan). Lateral Root Manipulation (LRM) adalah salah satu teknik untuk mengatasi tanaman yang mengalami stagnasi dengan melakukan pemotongan akar lateral, pembenahan tanah, dan pemupukan. Teknik ini efektif dilakukan pada tanaman stagnan yang berumur 2–3 tahun.

Penelitian ini bertujuan mengamati respon pertumbuhan pinus di lahan pasca tambang pasir kuarsa di PT Holcim Tbk, Cibadak, Sukabumi. Penelitian dilakukan dengan metode rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah pemotongan akar lateral dengan 2 taraf yaitu; tanpa perlakuan pemotongan akar lateral dan perlakuan pemotongan akar lateral. Faktor kedua pemberian HSC yang terdiri atas 3 taraf yaitu; HSC konsentrasi 0%, 2,5%, dan 5%. Faktor ketiga adalah pemupukan dengan Terabuster dengan 3 taraf yaitu; Terabuster 0%, 5%, dan 10%.

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemblokan lokasi penelitian, pencampuran HSC, arang sekam, dan kompos, pelaksanaan LRM, pemupukan dengan Terbuster, pengambilan contoh tanah, dan pengamatan dan pengukuran parameter pertumbuhan. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan metode pengambilan contoh tanah terusik. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0–30 cm dan 30–60 cm. Parameter pertumbuhan tanaman yang diamati adalah diameter dan tinggi pinus. Pengukuran dan pengamatan parameter pertumbuhan dilakukan setiap minggu. Lama pengamatan dalam penelitian ini adalah 13 minggu. Penelitian ini juga menggunakan Bioremedy dengan konsentrasi 5%. Pemberian Bioremedy bertujuan untuk merangsang aktivitas mikroba dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar lateral.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar lateral dengan teknik LRM, pemberian HSC, dan pemberian Terabuster dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus. Kombinasi perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC 5%, dan pemupukan dengan Terabuster 10% menunjukkan pengaruh terbaik pada pertumbuhan diameter dan tinggi pinus.

(4)

ABSTRACT

Putri Lestari. Improve Plant Growth of Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) by Lateral Root Manipulation Technique (LRM) in Quartzite Post Mining Land of Holcim Inc, Cibadak, Sukabumi Regency. Supervised by YADI SETIADI

Soil condition in post mining land can not be able to support plant growth physically. The soil in that area is acid and compacted so that gives negative impact to the function and the growth of roots. The roots can not grow properly and its function for nutrient absorption will be disrupted. It makes plant can not grow normally and stunted (stagnant). Lateral Root Manipulation (LRM) is one of techniques that can be used to overcome the stagnation of the plant by doing the lateral roots cutting, soil amendment, and fertilizing.

This research was aimed to observe the response of pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) growth in quarzite mining post land of PT Holcim Tbk, Cibadak, Sukabumi Regency. The research was done by using the factorial randomized block design method with 3 factors. The fisrt factor is lateral roots cutting, the second is HSC application, and the third is Terabuster fertilizing. The observed parameters of plant growth are stem diameter and sapling height.

The results indicate that treatment of lateral roots cutting by LRM technique, the HSC application, and Terabuster fertilizing can stimulate the growth of stem diameter and sapling height. The combination treatment of lateral roots cutting, HSC 5% application, and Terabuster 10% fertilizing show the best effect on diameter and height growth.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dengan Teknik LRM Lateral Root Manipulation (LRM) di Lahan Pasca Tambang Pasir Kuarsa PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

Putri Lestari E44080019

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dengan Teknik Lateral Root

Manipulation (LRM) di Lahan Pasca Tambang Pasir Kuarsa

PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi Nama Mahasiswa : Putri Lestari

NIM : E44080019

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yadi Setiadi, M. Sc. NIP. 19551205 198003 1 0004

Mengetahui:

Kepala Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dengan Teknik

Lateral Root Manipulation (LRM) di Lahan Pasca Tambang Pasir Kuarsa

PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis selama empat bulan di PT Holcim Tbk. Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan rekomendasi teknik perbaikan pertumbuhan tanaman yang mengalami stagnasi akibat pemadatan tanah di lahan pasca tambang pasir kuarsa sehingga keberhasilan revegetasi dapat ditingkatkan.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi pengembangan penelitian ini selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2012

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat pada pembacanya. Penulis juga berterima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas ilmu dan pelajaran budi pekerti yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu dan Bapak tercinta, kakak-kakak tercinta: Suri Ramadhani dan Ratna Wardani, keponakan: Yahdina Sajida R, Adinda Cahaya R, Virosa Kayla R, dan Zidane Fariz Maulana atas segala dukungan dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak Genta Hariangbanga, ST di PT Green Earth Indonesia.

4. Pak Aufar, Pak Eman, Pak Jacky, dan para karyawan PT Holcim Tbk. 5. Bapak Dr. Erianto Indra Putra, S. Hut, M.Si.

6. Staf Departemen Silvikultur, Laboratorium Ekologi Hutan, Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan; Ibu Aliyah, Ibu Yani, Ibu Era, Ibu Faiq, Ibu Susan, Ibu Nana, Mbak Enni, Pak Husein, dan Pak Ari.

7. Lia Ratih Kusuma Dewi dan Sri Lestari atas bantuannya dalam pembuatan rancangan percobaan dan pengolahan data.

8. Teman-teman Wisma SQ dan Wisma Kompeten.

9. Sahabat-sahabat: Yolandari, Adinda, Cecep, Ageng, Hendryana, Latif, Arshinta, Fitria, Novi, Santi, Dini, Umar, Uan, Citra, Hafiz, Panji, Yufi, Hanum, Lila, Arry, Kak Belinda, Kak Lika, Kak Dessy, Kak Atu, Kak Cyntia, Kak Rhomy, dan keluarga besar Silvikultur 45.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi rasa hormat. Semoga semua kebaikan yang diberikan kepada penulis dibalas dengan ribuan kebaikan lainnya dan pahala yang berlipat dari Allah SWT.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 7 September 1990 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Sukijo dan Ibu Riwati KS. Penulis lulus dari SMAN 1 Tebing Tinggi (2008) dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan masuk Mayor Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan (2008). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Bussiness

Development Himpunan Profesi Tree Grower Community (2009–2011) dan ketua

Divisi Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (2010–2011).

Penulis juga pernah mengikuti program magang mandiri di SEAMEO BIOTROP, Bogor (2009) dan menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dendrologi (2011 dan 2012), Ekologi Hutan (2012), dan Pemantauan Kesehatan Hutan (2012). Penulis juga aktif sebagai peserta Seminar Nasional Soil and Palm Oil (2009), Seminar The Art of Biopori for Our Earth (2009), Seminar Statistik dan Profesionalisme (2011), Seminar Nasional dan Pelatihan Budidaya Jabon Menuju Hutan Rakyat Produktif (2011), Seminar Nasional Konservasi Raptor sebagai Potensi Ekowisata (2011), dan Seminar Nasional Gambut (2012).

Penulis mengikuti kegiatan praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Cagar Alam Leuweng Sancang dan Kamojang (2010), Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2011), dan Praktik Kerja Profesi di PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Tanjung Enim, Sumatra Selatan (2012).

Untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dengan Teknik Lateral Root

Manipulation (LRM) di Lahan Pasca Tambang Pasir Kuarsa PT Holcim Tbk,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar... xiii

Daftar Lampiran... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan... 2

1.3 Manfaat... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stagnasi Tanaman dan Lateral Root Manipulation (LRM)... 3

2.2 Akar Lateral... 4

2.3 Syarat Tumbuh Pinus... 4

2.4 Humate Substance Complex (HSC)... 5

2.5 Terabuster ... 5

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Administratif ... 6

3.2 Kondisi Fisik Lingkungan ... 6

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 8

4.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 8

4.3 Prosedur kerja 4.3.1 Pemilihan dan Pemblokan Lokasi Penelitian ... 8

4.3.2 Pencampuran HSC, Kompos, dan Arang Sekam ... 9

4.3.3 Pelaksanaan LRM... 10

4.3.4 Pemupukan dengan Terabuster... 11

4.3.5 Pengambilan Contoh Tanah ... 11

4.3.6 Pengukuran dan Pengamatan... 11

4.3.7 Pemeliharaan Tanaman... 12

(11)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Kelompok terhadap Pertumbuhan Diameter dan

Tinggi Pinus... 16

5.2 Pertumbuhan Diameter Pinus ... 17

5.3 Pertumbuhan Tinggi Pinus ... 20

5.4 Pembahasan ... 22

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan... 30

6.2 Rekomendasi... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Data curah hujan Pos Cisekarwangi... 7 2. Bagan pengamatan penelitian ... 13 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh kelompok, pemotongan akar

dengan teknik LRM, pemberian HSC, dan pemberian Terabuster serta interaksinya terhadap parameter tinggi dan diameter tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Sukabumi ... 15 4. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap

pertumbuhan diameter pinus... 17 5. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap

pertumbuhan diameter pinus... 18 6. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemupukan dengan Terabuster

terhadap pertumbuhan diameter pinus ... 18 7. Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan

akar dan pemupukan dengan Terabuster ... 19 8. Pengaruh pemotongan akar (LRM) , pemberian HSC, dan pemberian

Terabuster terhadap parameter pertumbuhan diameter tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Cibadak selama 13 minggu pengamatan ... 19 9. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap

pertumbuhan tinggi pinus ... 20 10. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap

pertumbuhan tinggi pinus ... 20 11. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap

pertumbuhan tinggi pinus... 21 12. Pengaruh pemotongan akar (LRM) , pemberian HSC, dan pemberian

Terabuster terhadap parameter pertumbuhan tinggi tanaman pinus

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bahan-bahan penelitian... 8

2. Prosedur kerja... 10

3. Kondisi tanaman... 16

4. Pertumbuhan diameter pinus berdasarkan kelompok (blok) di PT Holcim Tbk, Sukabumi ... 16

5. Pertumbuhan tinggi pinus berdasarkan kelompok (blok) di PT Holcim Tbk, Sukabumi ... 17

6. Lokasi penelitian ... 24

7. Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P0H0T0 di blok 1... 27

8. Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P0H0T0 di blok 2 ... 27

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil analisis tanah PT Holcim Tbk, Cibadak, Sukabumi ... 34 2. Hasil analisi sidik ragam pengaruh pemotongan akar, pemberian .

HSC, pemupukan dengan Terabuster dan interaksinya terhadap

pertumbuhan diameter pinus... 34 3. Hasil analisi sidik ragam pengaruh pemotongan akar, pemberian

HSC, pemupukan dengan Terabuster dan interaksinya terhadap

pertumbuhan tinggi pinus... 35 4. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap

pertumbuhan diameter pinus... 35 5. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap

pertumbuhan diameter pinus... 35 6. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemupukan dengan

Terabuster terhadap pertumbuhan diameter pinus ... 36 7. Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan

pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster terhadap

diameter pinus ... 36 8. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap

pertumbuhan tinggi pinus... 36 9. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap

pertumbuhan tinggi pinus... 36 10. Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambangan merupakan salah satu sektor penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi dan menyumbangkan devisa terbesar bagi negara. Menurut UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

Kegiatan eksploitasi tambang tidak bisa dihindari lagi, pasti menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan penambangan antara lain yaitu penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, dan sebagainya. Pemegang izin pertambangan diwajibkan melaksanakan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan yang lebih lanjut sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 41 Tahun 1999.

PT Holcim Tbk merupakan salah satu perusahaan tambang pasir kuarsa yang mempunyai komitmen kuat untuk melaksanakan kewajiban reklamasi lahan di areal bekas tambang. PT Holcim Tbk sudah melakukan kegiatan reklamasi di lahan seluas ±74,6 ha di Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Kegiatan reklamasi ini dilakukan sejak tahun 2008.

PT Holcim Tbk mengalami beberapa kendala dalam kegiatan reklamasi yang telah dilakukannya. Kendala utama yang dihadapi adalah pemadatan tanah (soil compaction). Kondisi tanah yang kompak menyebabkan akar tidak dapat berkembang dengan sempurna dan fungsinya sebagai alat absorpsi unsur hara terganggu. Hal ini mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan normal sehingga pertumbuhannya kerdil atau mengalami stagnasi (Setiadi 2009).

(16)

2

Salah satu teknik untuk mengatasi stagnasi pada tanaman yang disebabkan pemadatan tanah adalah melakukan Lateral Root Manipulation (LRM). Teknik ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan akar baru yang akan mengabsorpsi air dan unsur hara agar tanaman dapat bermetabolisme dan tumbuh normal kembali.

Kondisi perakaran baru ternyata tidak cukup untuk membuat tanaman stagnan tumbuh normal kembali. Syarat lainnya agar tanaman tumbuh adalah sumber makanan yang tersedia serta kondisi lingkungan yang mendukung. Penelitian ini mengunakan Humate Subtance Complex (HSC) sebagai pembenah tanah, pupuk polimer Terabuster sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, serta Bioremedy sebagai perangsang pertumbuhan akar. Perlakuan ini diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan tanaman pinus yang stagnan di PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji pengaruh perlakuan pemotongan akar dengan teknik LRM terhadap pertumbuhan tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Sukabumi;

2. Mengkaji pengaruh pemberian HSC dan pupuk polimer Terabuster terhadap pertumbuhan tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Sukabumi;

3. Mengkaji pengaruh kombinasi pemotongan akar pemberian HSC dan pupuk polimer Terabuster pemberian pupuk polimer Terabuster berbagai konsentrasi yang memberikan respon pertumbuhan terbaik pada tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Sukabumi.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi teknik tepat dalam mengatasi dan memperbaiki pertumbuhan tanaman yang mengalami stagnasi sehingga dapat meningkatkan keberhasilan revegetasi di PT Holcim Tbk.

(17)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stagnasi Tanaman dan Lateral Root Manipulation (LRM)

Tanaman memerlukan media yang mampu menyediakan tempat tumbuh dan menyediakan bahan makanan agar dapat tumbuh optimal. Kriteria media tanam yang baik apabila memiliki kemampuan menyimpan air, memiliki aerasi yang baik, dan mampu menyuplai unsur hara dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno 2007).

Tanah yang kompak akibat pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air dan aerasi. Hal ini mengakibatkan akar tidak dapat berkembang dengan sempurna sehingga fungsinya sebagai alat absorpsi unsur hara akan terganggu. Gangguan penyerapan hara ini mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan normal. Tanaman yang mengalami kondisi tersebut disebut tanaman stagnan. Tanaman yang mengalami kondisi stagnasi dapat dirangsang pertumbuhannya dengan teknik LRM.

LRM adalah salah satu teknik perbaikan pertumbuhan tanaman yang stagnan akibat pemadatan tanah dengan cara pemotongan akar lateral. LRM efektif dilakukan pada tanaman yang mengalami stagnasi pada umur 2–3 tahun setelah tanam (Setiadi 2009).

2.2 Akar Lateral

Tanaman dikotil memiliki sistem akar tunggang (taproot) yang terdiri dari satu akar vertikal (akar tunggang) dan banyak akar lateral. Akar lateral dikenal pula sebagai akar cabang yang merupakan bagian perpanjangan dari akar tunggang. Rambut akar dapat ditemukan pada akar lateral dalam jumlah besar. Rambut akar berfungsi untuk meningkatkan luas permukaan akar dalam tanah. Semakin banyak akar lateral maka semakin banyak pula jumlah rambut akar sehingga luas bidang penyerapan air dan mineral bagi tanaman makin besar pula (Campbel et al. 2003).

Manipulasi akar merupakan perlakuan yang dilakukan pada akar agar dapat berkembang optimal sehingga mampu memasok hara dengan baik bagi tanaman.

(18)

4

Salah satu upaya manipulasi akar yang sering dilakukan adalah pemotongan akar. Pemotongan akar pada umumnya dapat merangsang percabangan akar.

Pemotongan akar dilakukan untuk menurunkan konsentrasi hormon sitokinin (cytokinin). Sitokinin merupakan salah satu hormon pertumbuhan pada tanaman yang berfungsi untuk merangsang perkecambahan dan pembelahan sel. Hormon ini disintesis di akar tanaman. Namun dalam pembentukan akar lateral, sitokinin bersifat sebagai penghambat (inhibitor). Selain itu, peningkatan konsentrasi sitokinin juga turut mengingkatkan konsentrasi etilen. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin maka konsentrasi etilen juga meningkat.

Etilen merupakan hormon yang berfungsi mempercepat proses pematangan buah. Hormon ini bekerja menghambat sintesis dan transportasi auksin ke akar. Auksin berperan sebagai hormon perangsang pertumbuhan akar dan disintesis di meristem apikal. Pemotongan akar diharapkan dapat menurunkan konsentrasi sitokinin, sehingga transportasi auksin dari meristem apikal menuju akar dapat berjalan lancar (Campbell et al. 2003)

Pemotongan akar saja tidak cukup untuk dapat membuat tanaman yang stagnan kembali tumbuh normal. Tanaman memerlukan zat- zat pedukung pertumbuhan lain seperti penambahan pupuk dan kompos agar dapat tumbuh normal dan optimal.

2.3 Syarat Tumbuh Pinus

P. merkusii termasuk anggota famili Pinaceae. Spesies ini dikenal dengan

nama lokal tusam atau pinus di Indonesia. P. merkusii menyebar secara alami di daerah Aceh, Kerinci, dan Tapanuli.

P. merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir, dan

tanah berbatu pada ketinggian 30–1800 m dpl. P. merkusii akan tumbuh optimal pada ketinggian 400–1.500 m dpl. Curah hujan rata-rata yang sesuai untuk perkembanga spesies ini adalah 1.000–1.200 mm/tahun. Suhu optimal untuk pertumbuhan pinus adalah 19–280C (Harahap dan Izzudin 2001).

(19)

5

2.4 Humate Substance Complex (HSC)

HSC merupakan suatu bahan organik yang diperkaya dengan asam humat (humic acid) dan katalis. HSC mampu memperbaiki kondisi tanah menjadi lebih subur dengan menstimulasi tanaman dan mikroorganisme tanah, terutama untuk lahan pasca tambang.

Kegunaan HSC adalah sebagai pembenah lahan marginal, mempermudah ketersediaan hara, meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) dan mengurangi pencucian hara, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, serta memperbaiki pH tanah, serta meningkatkan penyerapan unsur hara (Hariangbanga 2009). Pemberian HSC biasanya dilakukan 1–2 minggu sebelum kegiatan penanaman.

2.5 Terabuster

Terabuster merupakan liquid foliar fertilizer, mengandung NPK, Magnesium, Calcium, dan chelated micronutrients. Produk ini diformulasikan untuk penyerapan melalui daun ketika penyerapan unsur hara melalui akar terbatas. Produk ini biasanya digunakan sebagai pendorong untuk membantu dan mempercepat penyembuhan tanaman yang stress dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tambahan untuk hydro seedling.

Manfaat penggunaan pupuk polimer Terabuster adalah memiliki kemampuan larut sangat tinggi sehingga mudah diserap oleh tanaman, mampu merangsang pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman serta meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman, mencegah kerontokan calon buah dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap stres (cekaman) lingkungan dan ketahanan terhadap penyakit. Salah satu keunggulan Terabuster dibandingkan pupuk lain adalah Terabuster memiliki bentuk chelated stabil sehingga menyediakan unsur hara dalam bentuk yang langsung dapat diserap tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal (Hariangbanga 2009).

(20)

6

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak Geografis dan Administratif

Letak daerah penambangan pasir kuarsa PT Holcim Tbk secara geografis berada pada koordinat 6054’55”LS–106046’39”BT. Daerah penambangan pasir kuarsa PT Holcim Indonesia Tbk termasuk wilayah Kampung Tanjung Sari, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan SIPD Nomor 43 Tahun 2006 luas areal pertambangan PT Holcim Tbk adalah 74,46 Ha. Sebelah Barat PT Holcim Tbk berbatasan

dengan perkampungan Cibatu Hilir, sebelah Timur dengan perkampungan Kebon Bera, sebelah Utara dengan perkampungan Tanjung sari, dan sebelah Selatan dengan persawahan/ perkebunan masyarakat.

3.2 Kondisi Fisik Lingkungan

Wilayah Kampung Tanjung Sari, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat memiliki topografi perbukitan bergelombang memanjang dari Barat ke arah Timur. Bentuk daerah penambangan pasir kuarsa PT Holcim Tbk berupa perbukitan bergelombang yang mempunyai kemiringan lereng bervariasi mulai dari 40–60% dengan ketinggian dari atas permukaan air laut adalah 380–521 meter.

Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak memiliki tipe iklim B berdasarkan klasifikasi Iklim dari Schmid dan Ferguson dengan dengan rata-rata suhu lebih dari 180C. Berikut disajikan data pengamatan curah hujan di Pos Sekarwangi yang tercatat di Stasium Klimatologi Darmaga selama 6 tahun terakhir.

(21)

7

Tabel 1 Data curah hujan Pos Cisekarwangi

Thn Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

2005 120,0 297,0 218,0 123,0 193,5 256,5 148 55,4 150 311,5 308,8 232,2 2006 193,7 125,8 131,0 259,7 180,8 75,6 9,2 - - 42,6 113,2 371,6 2007 66,0 303,0 274,0 329,0 259,0 67,0 19,0 66,0 - 188,0 173,0 403,0 2008 169,0 284,0 418,0 287,0 77,0 84,0 - 133,0 94,0 269,0 447,0 330,0 2009 130,0 257,0 311,0 219,0 145,0 123,0 30,0 11,0 64,0 154,0 321,0 343,0 2010 204,0 432,0 500,0 101,0 - - - - Rata-rata 204,4 296,8 302,5 269,6 161,8 114,2 70,4 55,92 108 207 304,5 305,6 BB BB BB BB BB BB BB BK BB BB BB BB

Keterangan: Curah hujan dinyatakan dalam satuan mm. Jumlah Curah hujan (-) = tidak ada hujan; BB=Bulan Basah > 100 mm; BK= Bulan Kering < 60 mm

Bulan basah hampir terjadi sepanjang tahun kecuali bulan Agustus. Bulan basah mempunyai curah hujan antara 70,425–305,68 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sedangkan terendah pada bulan Agustus.

Rata-rata suhu pada Bulan Basah sekitar 21–29,90C, sementara suhu pada bulan kering sekitar 21,6–30,80C. Rata-rata suhu di lokasi tambang sekitar 26,20C. Rata-rata kelembaban sekitar 85,25%, kelembaban terendah terjadi pada bulan September sekitar 79% dan tertinggi pada bulan Desember dan Januari sekitar 89%.

(22)

8

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012 dengan lama pengamatan 13 minggu.

4.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, peta lokasi, garpu tanah, meteran 100 m, gembor, label tanaman, pita/tali rafia, kaliper digital, patok, tally sheet, ember, gayung, kamera digital, komputer, alat tulis, pengaduk, golok, spidol permanaen, spayer, gunting stek, pisau, dan sarung tangan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman dalam kondisi stagnan berumur 2,5 tahun, pupuk polimer Terabuster, HSC, Bioremedy konsentrasi, 60 Kg arang sekam, dan 60 Kg kompos.

Gambar 2 Bahan-bahan penelitian: a) Terabuster; b) HSC

4.3 Prosedur kerja

4.3.1 Pemilihan dan pemblokan lokasi penelitian

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan kepada lokasi yang terdapat tanaman stagnasi di PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Lokasi yang terpilih kemudian dibagi menjadi beberapa blok. Pemblokan lokasi didasari pada perbedaan penampakan visual (image) areal penanaman pinus. Perbedaan antar

(23)

9

lokasi meliputi perbedaan penutupan tanah oleh tumbuhan bawah dan genangan air. Selanjutnya dilakukan pemasangan patok serta tali rafia di sekeliling areal lokasi penelitian yang telah ditentukan sebagai batas lokasi.

Kegiatan selanjutnya adalah pembuatan denah lokasi penelitian dilakukan dengan memberi label bertuliskan kode perlakuan pada tiap tanaman yang akan diberi perlakuan dan selanjutnya dibuat denah berdasarkan letak tanaman dan keterangan perlakuan yang diberikan.

4.3.2 Pencampuran HSC, Kompos, dan Arang Sekam

HSC diberikan dalam tiga konsentrasi berbeda 0%, 2,5%, dan 5%. Pemberian HSC pada tanaman dilakukan dengan cara mencampurkan larutan HSC dengan arang sekam, dan kompos. Pencampuran HSC dengan arang sekam bertujuan agar HSC terserap dengan sempurna. Sedangkan pencampuran dengan kompos dilakukan untuk menambahkan bahan organik yang dapat merangsang pertumbuhan mikroba tanah. Berikut adalah tahap-tahap pencampuran

1. Membuat larutan HSC konsentrasi 0%, 2,5%, dan 5%. Larutan dibuat dengan mencampurkan konsentrat HSC dengan air. Larutan HSC untuk masing-masing konsentrasi dibuat sebanyak 15 L.

2. Menyiapkan kompos dan arang sekam. Perbandingan komposisi kompos dan arang sekam yang digunakan adalah 1:1. Membagi kompos dan arang sekam masing-masing menjadi tiga bagian (sesuai konsentrasi HSC).

3. Menyebarkan setengah dari 1/3 bagian kompos pada terpal sampai rata kemudian menyiramkan 3L larutan HSC konsentrasi 0%. Mengaduk campuran kompos dan HSC kemudian meratakannya kembali.

4. Menyebarkan setengah dari 1/3 bagian arang sekam di atas campuran kompos dan HSC hingga merata. Menyiramkan 3L larutan HSC 0%. Campuran ini kemudian diaduk-aduk dan diratakan kembali

5. Menyebarkan kembali kompos yang tersisa dari 1/3 bagian kompos di atas campuran dan menyiramkan 3L HSC konsentrasi 0%. Campuran lalu diaduk-aduk dan diratakan kembali.

6. Menyebarkan kembali arang sekam yang tersisa dari 1/3 bagian arang sekam di atas campuran dan menyiramkan 3L HSC konsentrasi 0%. Campuran lalu diaduk-aduk dan diratakan kembali.

(24)

10

7. Menyiramkan sisa HSC pada campuran kemudian meletakkan campuran di tempat yang terlindung. Campuran didiamkan selama 3 hari sebelum diaplikasikan pada tanaman.

8. Tahap pada poin 3 sampai 7 dilakukan juga untuk larutan HSC konsentrasi 2,5% dan 5%.

4.3.3 Pelaksanaan LRM (Lateral Root Manipulation)

Tahapan-tahapan pelaksanaan LRM sebagai berikut (Setiadi 2009) :

1. Memperhatikan posisi tajuk dari tanaman yang akan diberi perlakuan, terutama bagi tanaman yang telah berumur 2–3 tahun dan membersihkan daerah sekitar akar tanaman dari gulma.

2. Membuat koakan (galian) dibuat mengelilingi tanaman selebar 20 cm dengan kedalaman 10–20 cm berdasarkan proyeksi tajuk terluar tanaman. 3. Memutuskan semua akar lateral yang muncul pada saat pembuatan galian.

Perlakuan ini tidak diberikan pada kontrol.

4. Menyiramkan Bioremedy pada lubang galian sebanyak 1000 mL/tanaman dengan konsentrasi 5%. Perlakuan ini diberikan pada setiap tanaman, termasuk kontrol.

5. Memberikan campuran HSC sebanyak 2 Kg/tanaman sesuai konsentrasi perlakuan di dalam lubang galian. Menutup lubang galian dan menyiramkan sebanyak 2000 mL Terabuster di sekitar akar, batang, dan daun tanaman sesuai konsentrasi perlakuan.

Gambar 3 Prosedur kerja a) pembersihan gulma; b) pemotongan akar lateral

b a

(25)

11

4.3.4 Pemupukan dengan Terabuster

Pemupukan dengan Terabuster dilakukan setiap minggu di pagi hari antara pukul 06.00–09.30 WIB. Terabuster diaplikasikan pada tanaman dengan cara melarutkan konsentrat Terabuster sesuai dengan konsentrasi perlakuan, yaitu 0%, 5%, dan 10%. Pupuk polimer Terabuster disiramkan pada sekitar akar tanaman sebanyak 2000 mL/tanaman.

4.3.5 Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan tanah terusik. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada ketiga blok penelitian. Contoh tanah di setiap blok diambil dari empat titik (point sampling). Kemudian dilakukan pengambilan contoh tanah di masing-masing titik (point

sampling) pada kedalamaan 0–30 cm dan 30–60 cm. Selanjutnya tanah pada

kedalaman yang sama dicampurkan hingga komposit, dari contoh tanah komposit ini diambil sekitar 250 gram sampel tanah untuk dilakukan analisis tanah. Hal serupa juga dilakukan pada blok lainnya.

Sampel tanah yang siap dianalisis dimasukkan pada plastik kedap udara dan diberi label. Label ini memuat informasi tentang tanggal pengambilan sampel tanah, lokasi, serta kedalaman pengambilan sampel tanah. Tanah disimpan pada wadah terlindung seperti tabung es agar suhu dan kelembaban tanah tetap terjaga selama proses transportasi dari lokasi pengambilan sampel menuju laboratorium analisis tanah.

4.3.6 Pengukuran dan pengamatan

Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan cara mengamati dan mengukur secara langsung setiap satu minggu sekali setelah perlakuan. Parameter yang diamati dan diukur adalah sebagai berikut :

1. Diameter batang

Pengukuran diameter tanaman dilakukan setiap satu minggu setelah diberi perlakuan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (calipers) pada ketinggian batang 10 cm dari pangkal akar yang sudah ditandai.

(26)

12

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu setelah diberi perlakuan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran mulai dari pangkal batang yang telah ditandai hingga titik tumbuh pucuk tanaman.

4.3.7 Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman dalam penelitian ini meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan pendangiran. Penyiraman tanaman dilakukan dua hari sekali di waktu sore hari. Sedangkan penyiangan gulma dan pendangiran dilakukan 3 minggu sekali. Penyiangan gulma dimaksudkan untuk mengurangi persaingan hara dan air antara tanaman pinus dan gulma penggangu, sedangkan kegiatan pendangiran dimaksudkan untuk menggemburkan tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah.

4.4 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan petak dengan model Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 3 faktor. Faktor pertama, yaitu perlakuan pemotongan akar lateral terdiri dari 2 taraf; faktor kedua yaitu HSC yang terdiri dari 3 taraf; dan faktor ketiga, yaitu Terabuster yang terdiri dari 3 taraf. Penelitian ini terdiri dari 18 taraf perlakuan yang diulang sebanyak 3 blok dan setiap taraf perlakuan terdiri dari 1 tanaman. Total bibit yang digunakan sebanyak 54 tanaman pinus. Pemberian perlakuan dilakukan secara acak. Untuk masing-masing faktor di rinci sebagai berikut:

Faktor 1 : perlakuan pemotongan akar lateral

P0 : Pinus yang tidak mendapat perlakuan pemangkasan akar P1 : Pinus yang mendapat perlakuan pemangkasan akar Faktor 2 :Pemberian HSC (humate substance complex) H0 : Diberi HSC konsentrasi 0%

H1 : Diberi HSC konsentrasi 2,5% H2 : Diberi HSC konsentrasi 5% Faktor 3 : Pemberian Terabuster

T0 : Diberi Terabuster konsentrasi 0% T1 : Diberi Terabuster konsentrasi 5% T2 : Diberi Terabuster konsentrasi 10%

(27)

13

Untuk memudahkan analisis data, maka dibuat bagan pengamatan sebagai berikut:

Tabel 2 Bagan Pengamatan Penelitian

KODE BLOK

H0

(HSC KONSENTRASI 0%) (HSC KONSENTRASI 1%)H1 (HSC KONSENTRASI 2%)H2

T0 T1 T2 T0 T1 T2 T0 T1 T2 P0 1 P0H0T0 P0H0T1 P0H0T2 P0H1T0 P0H1T1 P0H1T2 P0H2T0 P0H2T1 P0H2T2 2 P0H0T0 P0H0T1 P0H0T2 P0H1T0 P0H1T1 P0H1T2 P0H2T0 P0H2T1 P0H2T2 3 P0H0T0 P0H0T1 P0H0T2 P0H1T0 P0H1T1 P0H1T2 P0H2T0 P0H2T1 P0H2T2 P1 1 P1H0T0 P1H0T1 P1H0T2 P1H1T0 P1H1T1 P1H1T2 P1H2T0 P1H2T1 P1H2T2 2 P1H0T0 P1H0T1 P1H0T2 P1H1T0 P1H1T1 P1H1T2 P1H2T0 P1H2T1 P1H2T2 3 P1H0T0 P1H0T1 P1H0T2 P1H1T0 P1H1T1 P1H1T2 P1H2T0 P1H2T1 P1H2T2

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan, dimana dapat digambarkan dalam metode linear (Mattjik dan Sumertajaya 2006):

Y

ijk

= µ + α

i

+ β

j

+ γ

k

+ (αβ)

ij

+ (αγ)

ik

+ (βγ)

jk

+ (αβγ)

ijk +

+ ε

ijk

Keterangan i = 1, 2 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3

Yijk = Pengamatan pada perlakuan ke-i, j, dan k µ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor utama (pemotongan akar) ke-i

βj = Pengaruh faktor perlakuan HSC ke-j

γk = Pengaruh faktor pemberian Terabuster ke-k

(αβ)

ij = Pengaruh interaksi pemotongan akar dan perlakuan HSC

(αγ)ik = Pengaruh interaksi pemotongan akar dan perlakuan Terabuster

(βγ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan HSC dan perlakuan Terabuster

(αβγ)ijk= Pengaruh interaksi pemotongan akar, perlakuan HSC, dan perlakuan

Terabuster

= Pengaruh aditif dari kelompok konsentrasi

(28)

14

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak analisis statistik SAS 9.1.3 Portable Untuk mengetahui adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan dilakukan uji berganda Duncan Multiple Range Test pada taraf kepercayaan 95%.

(29)

15

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan mm. Pengaruh teknik LRM dengan menggunakan HSC, pupuk polimer Terabuster, dan kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan melakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam untuk parameter tinggi dan diameter tanaman disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh kelompok, pemotongan akar dengan teknik LRM, pemberian HSC, dan pemberian Terabuster serta interaksinya terhadap parameter tinggi dan diameter tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Sukabumi

Faktor Parameter

Tinggi Diameter

Kelompok (R) <.0001sn <.0001sn

Pemotongan akar lateral (P) <.0001sn <.0001sn

Pemberian HSC (H) <.0001sn <.0001sn Pemberian Terabuster (T) 0.4064tn <.0001sn P*H 0.0243n 0.1080tn H*T 0.9726tn 0.9020tn P*T 0.6920tn 0.0003n P*H*T 0.8814tn 0.9677tn

Angka-angka dalam tabel adalah nilai signifikan (Pr > F). sn=perlakuan yang berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan; n=perlakuan yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan; tn=perlakuan yang tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan; P*H=interaksi pemotongan akar dengan pemberian HSC; H*T=interaksi pemberian HSC dan Terabuster; P*T=interaksi pemotongan akar dengan pemberian Terabuster; P*H*T=pemotongan akar, pemberian HSC, dan Terabuster

(30)

16

Gambar 4 Kondisi tanaman: a) tanaman pinus yang normal; b) tanaman pinus yang stagnasi

5.1. Pengaruh Kelompok Terhadap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Pinus

Tabel 3 menunjukkan bahwa pengelompokan lokasi penelitian memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus pada selang kepercayaan 95%. Kondisi tanah yang berbeda antara ketiga kelompok berdasarkan hasil analisis tanah (Lampiran 1) memberikan pengaruh nyata pada parameter pertumbuhan yang diukur.

Gambar 5 Pertumbuhan diameter pinus berdasarkan kelompok (blok) di PT Holcim Tbk, Sukabumi 0 0,5 1 1,5 2 2,5 1 2 3 R at a-ra ta p er tu m bu ha n di am et er (m m ) Kelompok (Blok) b a

(31)

17

Gambar 6 Pertumbuhan tinggi pinus berdasarkan kelompok (blok) di PT Holcim Tbk, Sukabumi

Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter dan tinggi terendah terdapat di blok 2. Hal ini diduga karena kondisi tanah pada blok 2 kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil analisis tanah dari beberapa contoh uji yang diambil di ketiga blok penelitian menunjukkan bahwa blok 2 memiliki pH dan KTK terendah serta konsentrasi Fe dan Al tertinggi.

5.2 Pertumbuhan Diameter Pinus

Tabel 3 menunjukkan perlakuan tunggal pemotongan akar lateral, pemberian HSC, dan pemberian Terabuster berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan diameter. Kombinasi antara pemotongan akar dan pemberian Terabuster berpengaruh nyata pada pertambahan diameter pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap pertumbuhan diameter pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemotongan akar

A 2,7600 27 Ada pemotongan akar (P1)

B 1,3748 27 Tanpa pemotongan akar (P0)

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar (P1) dan tanpa perlakuan pemotongan akar (P0) berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

12,4 12,6 12,8 13 13,2 13,4 13,6 13,8 14 1 2 3 R at a-ra ta p er tu m bu ha n ti ng gi ( cm ) Kelompok (Blok)

(32)

18

Tanaman yang mendapat perlakuan pemotongan akar memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemotongan akar lateral dapat merangsang pertumbuhan diameter pinus.

Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap pertumbuhan diameter pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemberian HSC

A 2,4283 18 HSC 5% (H2)

B 2,1222 18 HSC 2,5% (H1)

C 1,6517 18 HSC 0% (H0)

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian HSC konsentrasi 2,5% (H1) dan konsentrasi 5% (H2) berbeda nyata dengan kontrol (H0) pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemberian HSC konsentrasi 5% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian HSC konsentrasi 5% merupakan konsentrasi optimal sehingga mampu mendukung pertumbuhan diameter pinus.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemupukan dengan Terabuster terhadap pertumbuhan diameter pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemupukan dengan Terabuster

A 2,3572 18 Terabuster 10% (T2)

A 2,2200 18 Terabuster 0% (T0)

B 1,6250 18 Terabuster 5% (T1)

Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% (T2) tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0), sedangkan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 5% (T1) berbeda nyata dengan kontrol pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% merupakan konsentrasi optimal sehingga mampu mendukung pertumbuhan diameter pinus.

(33)

19

Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster

Duncan grouping

Nilai

tengah N Pemupukan dengan Terabuster

A 2,5433 3 Pemotongan Terabuster 10% (P1H0T2)akar dan pemupukan B 2.2131 3 Pemotongan Terabuster 5% (P1H0T1)akar dan pemupukan C 1.3271 3 Pemotongan Terabuster 0% (P1H0T0)akar dan pemupukan

Tabel 7 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemotongan akar dengan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 5% (P1H0T1) dan 10% (P1H0T2) berbeda nyata dengan kontrol (P1H0T0) pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemotongan akar dengan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% memiliki nilai tengah yang tertinggi.

Tabel 8 Pengaruh pemotongan akar (LRM) , pemberian HSC, dan pemberian Terabuster terhadap parameter pertumbuhan diameter tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Cibadak selama 13 minggu pengamatan

Perlakuan Rata-rata Pertumbuhan

Diameter (mm) Peningkatan Diameter Dibandingkan kontrol (%) Kontrol (P0H0T0) 1,14 0,00 P0H0T1 1,03 -9,38 P0H0T2 1,08 -5,28 P0H1T0 1,05 -7,92 P0H1T1 1,31 15,25 P0H1T2 1,88 65,40 P0H2T0 1,04 -5,57 P0H2T1 1,71 49,71 P0H2T2 2,05 79,53 P1H0T0 1,33 16,37 P1H0T1 2,21 94,15 P1H0T2 2,54 123,10 P1H1T0 2,48 117,84 P1H1T1 3,06 168,71 P1H1T2 3,29 188,89 P1H2T0 2,59 127,49 P1H2T1 3,26 185,67 P1H2T2 3,38 196,40

Tabel 8 memperlihatkan bahwa perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% (P1H2T2) menunjukkan pertumbuhan diameter terbaik. Persentase pertumbuhan diameter untuk perlakuan P1H2T2

(34)

20

adalah 196,40% dibandingkan kontrol (P0H0T0). Hal ini menunjukkan bahwa HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% merupakan konsentrasi yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman dalam penelitian ini.

Tabel 8 juga menunjukkan bahwa pemberian HSC tanpa disertai perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster (P0H1T0 dan P0H2T0) memiliki persentase pertumbuhan diameter yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Pemupukan dengan Terabuster pemotongan akar dan pemberian HSC (P0H0T1 dan P0H0T2) memiliki persentase pertumbuhan diameter yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

5.3 Pertumbuhan Tinggi Pinus

Tabel 3 menunjukkan perlakuan tunggal pemotongan akar lateral dan pemberian HSC berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan tinggi pinus. Kombinasi antara pemotongan akar dan pemberian HSC berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi pinus pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 9 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap pertumbuhan tinggi pinus

Duncan grouping

Nilai

tengah N Pemotongan akar

A 16,0926 27 Ada pemotongan akar

B 11,0000 27 Tanpa pemotongan akar

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar (P1) dan tanpa perlakuan pemotongan akar (P0) terhadap pertumbuhan tinggi pinus berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemotongan akar memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemotongan akar lateral dapat merangsang pertumbuhan tinggi pinus. Tabel 10 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap

pertumbuhan tinggi pinus Duncan

grouping tengahNilai N Pemberian HSC

A 15,5556 18 HSC 5% (H2)

B 13,8056 18 HSC 2,5% (H1)

(35)

21

Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian HSC konsentrasi 2,5% (H1) dan konsentrasi 5% (H2) berbeda nyata dengan kontrol (H0) terhadap pertumbuhan tinggi pinus pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemberian HSC konsentrasi 5% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian HSC konsentrasi 5% merupakan konsentrasi optimal sehingga mampu mendukung pertumbuhan tinggi pinus. Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan

akar dan pemberian HSC Duncan

grouping

Nilai

tengah N Pemupukan dengan Terabuster A 13,1667 3 Pemotongan akar dan pemberian HSC 2,5% (P1H1T0) B 12,6667 3 Pemotongan akar dan pemberian HSC 5% (P1H2T0) B 12,6667 3 Pemotongan akar dan pemberian HSC 0% (P1H0T0) Tabel 11 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemotongan akar dengan pemberian HSC 2,5% berbeda nyata dengan kontrol (P1H0T0) pada selang kepercayaan 95%, sedangkan kombinasi perlakuan pemotongan akar dengan pemotongan akar dan pemberian HSC 5% (P1H2T0) tidak berbeda nyata dengan kontrol. Tanaman yang mendapat perlakuan pemotongan akar dengan pemberian HSC 2,5% memiliki nilai tengah yang tertinggi.

Perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% (P1H2T2) menunjukkan pertumbuhan tinggi terbaik. Persentase pertumbuhan tinggi untuk perlakuan P1H2T2 adalah 137,17% dibandingkan kontrol (P0H0T0). Hal ini menunjukkan bahwa HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% merupakan konsentrasi yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman dalam penelitian ini. Persentase pertumbuhan tinggi pinus tiap perlakuan disajikan pada Tabel 12.

(36)

22

Tabel 12 Pengaruh pemotongan akar (LRM) , pemberian HSC, dan pemberian Terabuster terhadap parameter pertumbuhan tinggi tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Cibadak selama 13 minggu pengamatan

Perlakuan Rata-rata Pertumbuhan Tinggi (mm) Dibandingkan kontrol (%)Peningkatan Tinggi

Kontrol (P0H0T0) 10,33 0,00 P0H0T1 9,33 -9,65 P0H0T2 9,67 -6,42 P0H1T0 9,00 -12,88 P0H1T1 12,17 17,78 P0H1T2 12,33 19,39 P0H2T0 10,00 -3,19 P0H2T1 12,33 19,39 P0H2T2 13,83 33,91 P1H0T0 12,67 22,62 P1H0T1 12,67 22,62 P1H0T2 13,67 32,30 P1H1T0 12,50 21,01 P1H1T1 16,33 58,12 P1H1T2 19,33 87,16 P1H2T0 13,17 27,46 P1H2T1 20,00 93,61 P1H2T2 24,50 137,17

Tabel 12 juga juga menunjukkan bahwa pemberian HSC tanpa disertai perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster (P0H1T0 dan P0H2T0) memiliki persentase pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Pemupukan dengan Terabuster pemotongan akar dan pemberian HSC (P0H0T1 dan P0H0T2) memiliki persentase pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

5.4 Pembahasan

Stagnasi pada tanaman merupakan keadaan yang menunjukkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mengalami stagnasi cendrung kerdil dan merana (Setiadi 2009). Salah satu faktor penyebab stagnasi pada tanaman adalah pemadatan tanah (soil compaction).

Tekstur tanah sangat mempengaruhi perkembangan akar lateral. Tanaman yang hidup pada tanah yang keras dan kering umumnya memiliki jumlah akar lateral yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanaman yang hidup pada kondisi tanah yang lembab dan lunak (Campbell et al. 2003).

(37)

23

Pengelompokan lokasi penelitian memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus pada selang kepercayaan 95%. Ketiga blok penelitian memiliki kondisi tanah yang padat (persentase fraksi pasir < 30%) (Pusat Penelitian Tanah 1983), sehingga pertumbuhan pinus di ketiga blok cendrung lambat.

Pertumbuhan pinus di blok 2 cendrung lebih rendah dibanding kedua blok lainnya. Hasil analisis tanah dari beberapa contoh uji yang diambil di ketiga blok penelitian menunjukkan bahwa blok 2 memiliki pH dan KTK terendah serta konsentrasi Fe dan Al tertinggi dibandingkan kedua blok lainnya.

Unsur hara makro menjadi tidak tersedia pada tanah masam karena biasanya unsur hara makro diserap tanaman pada pH netral (pH 5,5 – 7,5). Sebaliknya, unsur hara mikro seperti Fe, Cu, dan Zn serta ion-ion Al menjadi sangat mudah terlarut sehingga sering ditemukan dalam jumlah yang berlebihan pada tanah masam. Kelebihan unsur hara mikro dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) bagi tanaman (Hardjowigeno 2007).

Blok 2 termasuk kategori tanah sangat masam (pH < 4,5) dan konsentrasi Fe tinggi (Fe > 200 ppm) (Langdon 1984). Kondisi pH yang sangat masam ini diduga menyebabkan konsentrasi Fe meningkat ±27 kali lipat dan konsentrasi Al meningkat ±3 kali lipat dibandingkan kedua blok lainnya. Peningkatan konsentrasi Fe menyebabkan pengurangan penyerapan unsur hara mikro Mn. Peningkatan konsentrasi Fe dan Al menyebabkan unsur P menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Noor et al. 2003). Unsur P tidak dapat diserap tanaman sebab difiksasi kuat oleh Fe dan Al membentuk senyawa Fe(OH)2H2PO4 dan

Al(OH)2H2PO4(Hardjowigeno 2007).

KTK tanah sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah (Agustina 2004). KTK tanah di blok 2 termasuk kategori rendah (KTK < 15) (Landon 1984). Tanah dengan KTK tinggi didominasi oleh kation basa (Ca, Mg, K, dan Na). Kation-kation basa ini terdapat dalam kompleks jerapan koloid tanah sehingga unsur hara tidak mudah hilang tercuci air. Sedangkan tanah yang memiliki KTK rendah didominasi oleh kation asam seperti Al dan H. Kelebihan kation asam menjadi racun bagi tanaman.

(38)

24

Gambar 7 Lokasi penelitian: a) blok 1; b) blok 2; c) blok 3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tunggal pemotongan akar lateral pada pinus (P1H0T0) mampu merangsang pertumbuhan akar baru. Kondisi perakaran baru saja tidak cukup untuk meningkatkan pertumbuhan diameter dan tinggi pinus yang mengalami stagnasi. Tanaman membutuhkan unsur hara cukup agar dapat tumbuh optimal (Bunganagara 2011).

Pinus yang mendapat kombinasi perlakuan pemotongan akar lateral, pemberian HSC, dan pemupukan dengan Terabuster pada berbagai konsentrasi (P1H1T1, P1H1T2, P1H2T1, dan P1H2T2) menunjukkan respon pertumbuhan diameter dan tinggi pinus yang lebih tinggi dibandingkan dengan pinus yang hanya mendapat perlakuan pemberian HSC dan pemupukan dengan Terabuster pada berbagai konsentrasi tanpa disertai pemotongan akar (P0H1T1, P0H1T2, P0H2T1, dan P0H2T2). Pemotongan akar lateral disertai pembenahan tanah dengan HSC mampu merangsang pertumbuhan akar lateral baru serta meningkatkan KTK dan pH sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Pemupukan dengan Terabuster perlu dilakukan mengingat lokasi penanaman pinus adalah lahan pasca tambang pasir kuarsa yang marginal (miskin hara). Perbaikan sifat kimia tanah, peningkatan jumlah akar lateral, serta penambahan unsur hara pada tanaman memberikan respon pertumbuhan yang positif terhadap parameter pertumbuhan diameter dan tinggi pinus.

Bioremedy sebagai perangsang pertumbuhan akar dan perangsang aktivitas mikroorganisme tanah juga digunakan dalam penelitian ini. Bioremedy diberikan pada semua pinus dalam penelitian ini baik pinus yang mendapat perlakuan

b

c

(39)

25

pemotongan akar (P1) maupun tanpa pemotongan akar (P0). Meskipun penyiraman Bioremedy dilakukan pada semua tanaman, namun pinus yang mendapat perlakuan P1 menunjukkan peningkatan pertumbuhan diameter dan tinggi yang lebih besar dibandingkan pinus dengan perlakuan P0.

Pemotongan akar lateral diduga mampu menurunkan konsentrasi sitokinin yang disintesis di ujung akar, dimana sitokinin merupakan hormon perangsang perkecambahan dan penunda senesens (penuaan) organ tanaman. Penurunan konsentrasi sitokinin akan diikuti dengan peningkatan auksin. Aksin yang disintesis di meristem apikal berperan sebagai hormon perangsang perpanjangan sel dan peningkatan aktivitas pembentukan akar dan buah. Kedua hormon ini selalu berbalik peranannya dalam perkembangan akar lateral; sitokinin sebagai inhibitor sedangkan auksin katalisator percabangan akar (akar lateral) (Campbell

et al. 2003). Penurunan konsentrasi sitokinin akan menyebabkan peningkatan

hormorn auksin. Konsentrasi auksin pada tanaman yang mendapat perlakuan P1 secara otomatis akan meningkat. Peningkatan konsentrasi auksin disertai pemberian Bioremedy menyebabkan pertambahan akar lateral baru yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang hanya mendapat penyiraman Bioremedy tanpa pemotongan akar (P0).

Pinus yang mendapat pelakuan pemberian HSC atau pemupukan dengan Terabuster saja tanpa disertai pemotongan akar lateral (P0H0T1, P0H0T2, dan P0H1T0, dan P0H2T0) menunjukkan respon pertumbuhan diameter dan tinggi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Pemupukan yang dilakukan tidak memberikan hasil optimal tanpa disertai peningkatan pH dan KTK. Peningkatan pH dan KTK dapat dilakukan dengan memberikan pembenah tanah HSC. Kebanyakan unsur hara diserap tanaman dalam kondisi pH netral. Meskipun pemupukan telah dilakukan untuk menambah unsur hara, namun unsur hara tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena tanaman tidak dapat menyerapnya pada pH masam. Selain itu, unsur P juga menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena difiksasi Al dan Fe.

Pembenahan tanah tanpa disertai kegiatan pemupukan juga tidak memberikan hasil optimal bagi pertumbuhan diameter dan tinggi pinus. Pemberian HSC sebagai pembenah tanah diduga mampu meningkatakan pH dan

(40)

26

KTK. Peningkatan pH saja tidak cukup untuk membuat penyerapan hara oleh akar menjadi optimal. Tanaman memerlukan juga hara yang cukup agar dapat tumbuh. Lokasi tempat tumbuh pinus yang terletak di areal pasca tambang pasir kuarsa merupakan lahan marginal (miskin hara) sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pemupukan perlu dilakukan untuk menambah unsur hara dalam tanah.

HSC sebagai bahan pembenah tanah (soil amendment) merupakan bahan organik cair yang mengandung asam humat (humic acid) dan katalis (Hariangbanga 2009). Asam humat diperoleh dengan mengekstrasi senyawa yang bersifat basa dari humus dengan asam encer dan kemudian mengekstraksi sisa humus dengan ammonium peroksida encer. Asam humat dalam tanah berasal dari lignin atau karbohidrat tanaman yang membusuk yang juga mengandung nitrogen dan bahan organik lain (Robinson 1995). Asam humat bermanfaat untuk memperbaki kondisi tanah, mengikat unsur hara, dan merangsang mikroba tanah yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Mansur 2010).

HSC mampu meningkatkan pH dan KTK serta mempermudah ketersediaan hara. Peningkatan pH tanah menyebabkan penurunan toksisitas Al dan Fe sehingga unsur P (H2PO4-) menjadi tersedia bagi tanaman. Peningkatan KTK juga

diikuti dengan peningkatan kation-kation basa seperti Ca, Mg, N, dan K sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.

Terabuster juga digunakan dalam penelitian ini selain HSC. Terabuster merupakan pupuk polimer yang menganduk NPK, Mg, Ca, dan chelated

micronutrients (Hariangbanga 2009). Keunggulan pupuk polimer ini adalah

kemampuan larut yang sangat tinggi sehingga sangat mudah diserap tanaman. Terabuster merupakan yang memilki bentuk chelated yang stabil ini membuat kation-kation hara terlindung oleh bahan organik sehingga kation-kation tersebut tidak berfungsi lagi sebagai kation dalam reaksi kimia. Al hanya dapat memfiksasi unsur hara dalam bentuk kation. Hal ini menyebabkan penurunan toksisitas Al dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Dengan demikian kombinasi perlakuan pemotongan akar, pembenahan tanah dengan HSC, dan pemupukan dengan Terabuster mampu memberikan hasil positif untuk pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus.

(41)

27

Gambar 8 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P0H0T0 di blok 1: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13

Gambar 9 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P0H0T0 di blok 2: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13

b

a

(42)

28

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC 5%, dan pemupukan dengan Terabuster 10% memberikan respon pertumbuhan diameter dan tinggi terbaik. Persentase pertumbuhan tinggi dan diameter perlakuan ini masing-masing adalah 137,17% dan 196,40%. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Lestari (2011) menunjukkan bahwa pemberian Terabuster 2% pada rasamala hanya meningkatkan pertumbuhan tinggi sebesar 43,10% dibandingkan kontrol. Peningkatan konsentrasi Terabuster terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang mengalami stagnasi.

Gambar 10 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P1H2T2 di blok 3: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13

(43)

29

Gambar 10 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P1H2T2 di blok 1: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13

(44)

30

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

1. Perlakuan permotongan akar dengan teknik LRM dapat meningkatkan pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman pinus. Persentase pertumbuhan diameter terhadap kontrol masing-masing perlakuan adalah sebesar 16,37– 196,40%. Sedangkan persentase pertumbuhan tinggi pinus terhadap kontrol adalah sebesar 22,62–137,17%. Peningkatan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman mengindikasikan bahwa LRM dapat dijadikan alternatif perbaikan tanaman yang stagnasi di lahan bekas tambang pasir kuarsa PT Holcim Tbk.

2. Perlakuan tunggal pemberian HSC dan Terabuster tanpa disertai pemotongan akar menunjukkan persentase pertumbuhan tinggi dan diameter lebih rendah dibanding kontrol.

3. Perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC 5%, dan pemberian Terabuster 10% memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan tinggi dan diameter pinus.

5.2 Rekomendasi

1. Analisis tanah setelah aplikasi HSC perlu dilakukan agar dapat dibandingkan kondisi fisik dan kimia tanah sebelum dan sesudah kegiatan pembenahan tanah (soil amendment).

2. Perlu penambahan parameter pertumbuhan yang diamati agar hasil penelitian lebih akurat. Parameter pertumbuhan yang perlu ditambah antara lain; pertambahan panjang akar, jumlah akar baru, dan jumlah tunas.

3. Aplikasi teknik LRM pada jenis tanaman kehutanan lain perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas penerapan LRM pada berbagai jenis tanaman. 4. Perusahaan perlu melakukan kegiatan analisis tanah sebelum revegetasi

dilakukan sehingga dapat diketahui permasalahan tanah yang mungkin bisa menjadi faktor pertumbuhan tanaman.

(45)

31

5. Perusahaan juga perlu melakukan kegiatan pembenahan tanah (soil

amendment) untuk memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah sehingga

keberhasilan revegetasi dapat ditingkatkan. Kegiatan pembenahan tanah yang dapat dilakukan antara lain; pengapuran, pemberian HSC, Rockposphate, Teraremed, serta penambahan bahan organik

(46)

32

DAFTAR PUSTAKA

Agustina L. Dasar Nutrisi Tanaman. 2004. Jakarta(ID): PT Rineka Cipta.

Bunganagara B. 2011. Perbaikan pertumbuhan tanaman damar (Agathis

loranthifolia Salibs) dengan teknik LRM (Lateral Root Manipulation) di

Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Manalu W, penerjemah. Jakarta(ID): Erlangga. Terjemahan dari: Biology Fifth Edition.

Lestari DC. 2011. Perbaikan pertumbuhan tanaman rasamala (Altingia excelsa Noronhea) dengan teknik LRM (Lateral Root Manipulation) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Harahap RMS, Izudin E. 2002. Konifer di Sumatra Bagian Utara. Jurnal Konifera 1(18):66-67.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta(ID). Akademika Presindo. Hariangbanga G. 2009. Green Earth Product. Bogor: Green Earth Trainer.

[KemenESDM]. 2009. UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Jakarta(ID): Kemenenterian Energi dan Sumberdaya Mineral. [Kemenhut]. 1999. UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Jakarta(ID):

Kemenenterian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Landon JR. 1984. Booker Tropical Soil Manual: A Handbook for Soil Survey and

Agricultural Land Evaluation in the Tropics and Subtropics. England:

Longman Scientifics & Technical.

Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Bogor(ID): SEAMEO BIOTROP.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor(ID): IPB Press.

Noor M, Maas A, Notohadikusumo T. 2003. Pengaruh pelindian dan perbaikan aerasi terhadap sifat kimia tanah sulfat masam Kalimantan. Jurnal Ilmu

Tanah dan Lingkungan 4(1): 1-11.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 1983. Klasifikasi Kesesuian Lahan. Bogor(ID): Balai Penelitian Tanah.

(47)

33

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah. Bandung(ID): ITB Press. Terjemahan dari: The Organics Contens of Plant. Setiadi Y. 2009. Reclamation and Forest Land Rehabilitation After Mining and

(48)

34

Lampiran 1 Hasil Analisis Tanah di PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi

Kode pH AL H Fe KTK Pasir Debu Liat Pyrit H2O (me/100g) (ppm) (me/100g) % % % % Blok 1A 4,50 5,21 4,62 3,81 16,33 15,04 59,70 25,26 0,08 Blok 1B 4,40 6,01 4,58 3,68 17,53 16,27 58,99 24,74 0,09 Blok 2A 3,50 8,02 9,36 211,79 12,54 21,67 53,64 24,69 0,09 Blok 2B 3,70 8,42 7,39 207,70 9,96 25,39 42,75 31,86 0,09 Blok 3A 4,60 2,21 2,04 10,65 13,45 18,57 37,71 43,72 0,06 Blok 3B 4,50 2,61 2,21 9,93 14,28 19,40 34,74 45,86 0,10

(Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB 2012)

Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC, pemupukan Terabuster, dan interaksinya terhadap pertumbuhan diameter pinus

Faktor Taraf Nilai

Kelompok (R) 2 0 1

-Pemotongan akar lateral (P) 3 0 2,5 5

Pemberian HSC (H) 3 0 5 10

Pemupukan dengan Terabuster (T) 3 1 2 3

Sumber Db kuadratJumlah Kuadrat tengah Fhit P-value

Kelompok (R) 2 8,46893704 4,2344685 32,71 <.0001

Pemotongan akar lateral (P) 1 25,90296296 25,9029630 200,07 <.0001

Pemberian HSC (H) 2 5,51002593 2,7550130 21,28 <.0001 Pemberian Terabuster (T) 2 5,45402593 2,3800000 21,06 <.0001 P*H 2 0,61564815 0,3078241 2,38 0,1080 H*T 4 0,13425185 0,0335630 0,26 0,9020 P*T 2 2,71415926 1,3570796 10,48 0,0003 P*H*T 4 0,07069630 0,0176741 0,14 0,9677

Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhit P-value

Perlakuan 19 48,87070741 2,57214250 19,87 <.0001

Galat 34 4,40192963 0,12946852

(49)

35

Lampiran 3 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC, pemupukan Terabuster,dan interaksinya terhadap pertumbuhan tinggi pinus

Faktor Taraf Nilai

Kelompok (R) 2 0 1

-Pemotongan akar lateral (P) 3 0 2,5 5

Pemberian HSC (H) 3 0 5 10

Pemupukan dengan Terabuster (T) 3 1 2 3

Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhit value

P-Kelompok (R) 2 158,7314815 79,3657407 16,44 <.0001

Pemotongan akar lateral (P) 1 350,1157407 350,1157407 72,54 <.0001 Pemberian HSC (H) 2 166,5092593 83,2546296 17,25 <.0001 Pemberian Terabuster (T) 2 8,9259259 4,4629630 0,92 0,4064 P*H 2 40,1203704 20,0601852 4,16 0,0243 H*T 4 2,4074074 0,6018519 0,12 0,9726 P*T 2 3,5925926 1,7962963 0,37 0,6920 P*H*T 4 5,6296296 1,4074074 0,29 0,8814

Lampiran 4 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap pertumbuhan diameter pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemotongan akar

A 2,7600 27 Ada pemotongan akar

B 1,37481 27 Tanpa pemotongan akar

Lampiran 5 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap pertumbuhan diameter pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemberian HSC

A 2,4283 18 HSC 5% (H2)

B 2,1222 18 HSC 2,5% (H1)

C 1,6517 18 HSC 0% (H0)

Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhit P-value

Perlakuan 19 736,0324074 38,7385478 8,03 <.0001

Galat 34 164,1018519 4,8265251

(50)

36

Lampiran 6 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemupukan dengan Terabuster terhadap pertumbuhan diameter pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemupukan dengan Terabuster

A 2,3572 18 Terabuster 10% (T2)

A 2,2200 18 Terabuster 0% (T0)

B 1,6250 18 Terabuster 5% (T1)

Lampiran 7 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster

Duncan grouping

Nilai

tengah N Pemupukan dengan Terabuster

A 2,5433 3 Pemotongan Terabuster 10% (P1H0T2)akar dan pemupukan B 2,2131 3 Pemotongan Terabuster 5% (P1H0T1)akar dan pemupukan C 1,3271 3 Pemotongan Terabuster 0% (P1H0T0)akar dan pemupukan

Lampiran 8 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap pertumbuhan tinggi pinus

Duncan grouping

Nilai

tengah N Pemotongan akar

A 16,0926 27 Ada pemotongan akar

B 11,0000 27 Tanpa pemotongan akar

Lampiran 9 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap pertumbuhan tinggi pinus

Duncan grouping Nilai tengah N Pemberian HSC A 15,5556 18 HSC 5% (H2) B 13,8056 18 HSC 2,5% (H1) C 11,2778 18 HSC 0% (H0)

Lampiran 10 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan akar dan pemberian HSC

Duncan

grouping tengahNilai N Pemupukan dengan Terabuster

A 13,667 3 Pemotongan akar dan pemberian HSC 5% (P1H1T0) B 12,667 3 Pemotongan akar dan pemberian HSC 10% (P1H2T0) B 12,667 3 Pemotongan akar dan pemberian HSC 0% (P1H0T0)

Gambar

Tabel 1 Data curah hujan Pos Cisekarwangi
Gambar 2 Bahan-bahan penelitian: a) Terabuster; b) HSC
Gambar 3 Prosedur kerja a) pembersihan gulma; b) pemotongan akar lateralb
Tabel 2  Bagan Pengamatan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi yang menentukan kekerasan pada paduan tersebut bukan ukuran butir tetapi kemungkinan besar fasa kedua ZrMo 2. Hal ini mengingat pada konsentrasi 1% pemadu,

Coding Tryout Data Mentah Aitem Skala Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Yang Diterima

Form ini adalah form menu utama dari game edukasi bangun datar dan bangun ruang matematika, dimana dalam form ini terdapat empat pilihan tombol berupa tombol play, tombol

Hasil dari penelitian diketahui bahwa kriteria strategi prioritas utama yang perlu dipertimbangkan pemerintah adalah kriteria perekrutan dan seleksi kepegawaian guru,

(Kultur Jaringan) Teori yang dikemukakan ini adalah dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abab ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur

Dewa Gede Hendra Divayana, S.Kom., M.Kom..

Formulasi Hard Candy dengan Penambahan Ekstrak Buah Pedada (Sonneratia Caseolaris) Sebagai Flavor [Skripsi]..

Memperhatikan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta menindaklanjuti proses pengadaan untuk Paket Pekerjaan Pekerjaan Konsultan