PELAYANAN DAN JARINGAN SURABAYA SELATAN”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana EkonomiJurusan Akuntansi
Diajukan oleh : Graffiratna Christie
0513010155/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
MANAJERIAL PADA PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN DAN JARINGAN SURABAYA SELATAN
USULAN PENELITIAN Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Akuntansi
Oleh:
Graffiratna Christie 0513010155/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga saya berkesempatan menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula memungkinkan saya sebagai peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Partisipasi Anggaran, Tingkat Kesulitan Anggaran, dan Evaluasi Anggaran terhadap kinerja Manajerial pada PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jariangan Surabaya Selatan”.
Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Walaupun dalam penelitian skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun sarana dan fasilitas.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., Rektor Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin N, MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Segenap tenaga pengajar, karyawan dan seluruh rekan-rekan mahasiswa terutama Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Surabaya.
7. Pimpinan dan Staff PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jariangan Surabaya Selatan yang telah membantu peneliti dalam penyediaan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti guna penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak, Ibu serta Kakak tercinta terima kasih atas doa, kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini. 9. Tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu & memberikan dorongan
dan semangat peneliti dan tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, peneliti ucapkan terima kasih.
Penyusunan skripsi ini hanyalah sebagian kecil dari sebuah proses besar peneliti dalam berusaha mencapai tahapan yang lebih baik. Namun demikian, Peneliti berharap skripsi ini membawa manfaat, baik bagi pembaca, Peneliti sendiri dan pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Surabaya, November 2009
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 7
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Manfaat Penulisan ... 8
BAB II KAJIAN TEORI DAN EMPIRIK... 10
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 10
2.2 Kajian Teori ... 13
2.2.1 Anggaran ... 13
2.2.1.1 Definisi Anggaran ... 13
2.2.1.6 Kelemahan-kelemahan Anggaran ... 21
2.2.1.7 Keuntungan Pemakaian Anggaran... 22
2.2.1.8 Dimensi Perilaku Dari Penganggaran ... 24
2.2.2 Tingkat Kesulitan Anggaran... 24
2.2.3 Evaluasi Anggaran... 27
2.2.4 Kinerja Manajer... 30
2.2.4.1 Pengertian Kinerja Manajerial... 30
2.2.4.2 Dimensi Kinerja Manajerial ... 30
2.2.4.3 Pengukuran Kinerja ... 32
2.2.4.4 Manfaat Penilaian Kinerja ... 32
2.2.4.5 Kegagalan Kinerja Manajerial... 33
2.2.4.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja.. 33
2.2.4.7 Tahap Penilaian Kinerja ... 34
2.2.5 Teori Yang Melandasi Hubungan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial ... 35
2.2.5 Teori Yang Melandasi Hubungan Tingkat Kesulitan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial ... 37
2.2.5 Teori Yang Melandasi Hubungan Evaluasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial ... 38
2.3 Kerangka Pemikiran ... 41
3.1.1Definisi Operasional ... 43
3.1.2Pengukuran Variabel ... 44
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 46
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.3.1Jenis-jenis Data ... 46
3.3.2Jenis-jenis Data ... 47
3.3.3Jenis-jenis Data ... 47
3.4 Uji Kualitas Data ... 47
3.4.1Uji Kualitas Data... 47
3.4.2Uji Kualitas Data... 48
3.4.3Uji Normalitas... 48
3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis... 48
3.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 48
3.5.2 Teknik Analisis... 51
3.6.3 Uji Hipotesis ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 53
4.1.1 Sejarah Singkat Kelistrikan Di Indonesia... 53
4.2.1.1 Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi Anggaran
(X1) ... 65
4.2.1.2 Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Kesulitan Anggaran (X2)... 66
4.2.1.3 Hasil Uji Validitas Variabel Evaluasi Anggaran (X3) ... 67
4.2.1.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial (Y) ... 68
4.2.2 Uji Realibilitas ... 68
4.2.3 Distribusi Frekuensi ... 69
4.2.3.1 Partisipasi Anggaran (X1)... 69
4.2.3.2 Variabel Tingkat Kesulitan Anggaran (X2) .... 70
4.2.3.3 Evaluasi Anggaran (X3)... 72
4.2.3.4 Kinerja Manajerial (Y)... 73
4.3 Analisis dan Uji Hipotesis ... 74
4.3.1 Uji Normalitas ... 74
4.3.2 Uji Asumsi Klasik ... 75
4.3.2.1 Multikolinearitas ... 75
4.3.2.2 Heteroskedasitasitas ... 76
4.3.3 Analisis Regresi Linier Berganda... 76
4.4.2Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian
Terdahulu ... 82
4.4.3 Keterbatasan Penelitian... 83
BAB V PENUTUP... 85
5.1 Kesimpulan... 85
5.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1.1 Data Target Penjualan dengan Realisasinya ... 6
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi Anggaran (X1) ... 65
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Kesulitan Anggaran (X2) Putaran Ke-1 ... 66
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Kesulitan Anggaran (X2) Putaran Ke-2 ... 66
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Kesulitan Anggaran (X2) Putaran Ke-3 ... 67
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Evaluasi Anggaran (X3) ... 67
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial (Y) ... 68
Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas ... 69
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi pada Variabel Partisipasi Anggaran (X1) 70 Distribusi Frekuensi pada Variabel Tingkat Kesulitan Anggaran Tabel 4.9 (X2) ... 71
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi pada Variabel Evaluasi Anggaran (X3) . 72 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi pada Variabel Kinerja Manajerial (Y) ... 73
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas... 74
Tabel 4.13 Nilai VIF (Variance Inflation Factor)... 75
Tabel 4.14 Hasil Korelasi Rank Spearman... 76
Gambar 2.1 Kerangka Pikir... 42 Gambar 4.1 Bagan Susunan Organisasi Baru PT. PLN (Persero) Area
JARINGAN SURABAYA SELATAN
Oleh :
Graffiratna Christie ABSTRAK
Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penerapan peran. Dalam hal ini setiap manajer didalam organisasi diberi peran untuk melaksanakan kegiatan pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Agar sasaran dapat dicapai, manajer menengah dan bawah biasanya ikut berpartisipasi dalam perencanaan anggaran. Manajer perlu menyusun anggaran dengan baik akrena anggaran merupakan gambaran perencanaan seluruh aktivitas operasional. Dalam penyusunan anggaran tersebut top manager perlu melibatkan bawahan agar anggaran yang disusun dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tepat dilandasi pada faktor-faktor tertentu. Berdasarkan uraian tersebut tujuan penelitian ini yaitu untuk membuktikan partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran dan evaluasi anggaran berperan terhadap kinerja manajerial dan untuk membuktikan bahwa salah satu diantara ketiga variabel tersebut memiliki peran dominan terhadap kinerja manajerial.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari jawaban responden yang disebarkan melalui daftar kuesioner pada 15 orang manajer pada PT. PLN (persero) APJ Surabaya Selatan dengan menggunakan teknik sensus. Variabel bebas yaitu partisipasi anggaran (X1), tingkat kesulitan anggaran (X2) dan evaluasi anggaran (X3) sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja manajerial (Y) serta dianalisis dengan analisis regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hipotesis ke-1 yang berbunyi “bahwa partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran dan evaluasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial” teruji kebenarannya, karena hasil uji F yaitu tingkat signifikan yang dihasilkan kurang dari 5% dan nilai koefisien determinasinya sebesar 50,9%. Hipotesis ke-2 yang berbunyi “bahwa partisipasi anggaran memiliki pengaruh dominan terhadap terhadap kinerja manajerial” tidak teruji kebenarannya, karena nilai koefisien beta tertinggi terletak pada variabel evaluasi anggaran, dan nilai koefisien beta terendah terletak pada variabel partisipasi anggaran, sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi anggaran memiliki pengaruh lebih dominan terhadap kinerja manajerial, dan partisipasi anggaran memiliki pengaruh terkecil terhadap kinerja manajerial.
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perkembangan dunia usaha di indonesia semakin pesat, dampak dari semua ini adalah semakin ketatnya kondisi persaingan yang terjadi antara perusahaan. Sejalan dengan itu perusahaan-perusahaan berusaha melakukan perbaikan-perbaikan atau perubahan-perubahan terhadap kualitas dan saran pengelolaan perusahaan baik dalam perencanaan maupun pengalokasian sumber daya yang terbatas, salah satu cara yang dapat membantu adalah dengan penyusunan anggaran.
Tujuan yang diinginkan perusahaan, diperlukan kemampuan manajerial yang profesional dari seorang manajer untuk membuat suatu sistem perencanaan dan pengendalian yang baik agar dapat mengelola dan mengalokasikan sumber-sumber ekonomi perusahaan secara sistematis, efektif dan efisien.
dalam sistem pengendalian manajemen memainkan peranan yang menentukan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Peran anggaran dalam mengevaluasi kinerja manajerial dan penentuan penghargaan (reward) bagi anggota organisasi telah mendapat perhatian secara mendalam di dalam literatur akuntansi, lebih dari dua dekade banyak para peneliti berusaha memformulasikan dan menguji hipotesa yang berkenaan dengan konsekuansi penggunaan data anggaran untuk mengevaluasi kinerja dan sebagian besar riset diarahkan untuk memahami hubungan antara gaya evaluasi yang digunakan oleh atasan (supervisor) dalam menilai kinerja bawahan (subordinate) dengan sikap dan perilaku para bawahan.
Menurut Schiff dan Lewin (1970) dalam Riyadi (2000:137), anggaran yang telah disusun memiliki dua peranan, sebagai berikut:
1. Anggaran berperan sebagai perencanaan, yaitu bahwa anggaran tersebut berisi tentang ringkasan rencana-rencana kegiatan organisasi di masa yang akan datang.
2. Anggaran berperan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran yang dipakai sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial.
puncak untuk mengevaluasi kinerja manajemen lini bawah dan membagikan imbalan dan hukuman. Pada konteks ini anggaran menggambarkan bagian terpenting dalam sistem motivasi organisasi untuk memperbaiki sikap manajer dan kinerja manajer.
Menurut R.A. Supriyono (1999:350) terdapat pemufakatan umum bahwa anggaran yang terlalu ideal adalah sulit dicapai sehingga dapat mengakibatkan para pelaksana tidak termotivasi untuk melaksanakan anggaran dan bahkan mungkin mereka menjadi frustasi karena kemungkinan besar akan timbul penyimpangan yang tidak menguntungkan (unfavorable) dalam jumlah yang tinggi.
Implimentasi sering dijumpai anggaran yang terlalu ketat sehingga sulit dicapai. Menurut Hansen dan Mowen (1997:375) anggaran yang terlalu ketat dapat menyebabkan kegagalan pencapaian standard dan menyebabkan turunnya kinerja.
Anggaran yang akan mudah dicapai mengakibatkan para pelaksana tidak merasa ditantang untuk berprestasi karena tanpa bekerja giat pun kemungkinan akan timbul penyimpangan yang menguntungkan (favorable) dalam jumlah besar, jadi anggaran yang baik adalah anggaran dengan tingkat kesulitan yang masih memungkinkan untuk dicapai sehingga para perencana termotivasi untuk mencapai prestasi tersebut.
melaksanakan program, dalam proses penyusunan anggaran memerlukan kerjasama yang baik antara atasan dengan bawahannya.
Menurut Kenis (1079:710) menerangkan bahwa “Evaluasi anggaran mengacu pada beberapa variabel anggaran yang dapat ditelusuri dari masing-masing manajer departemen dan digunakan dalam mengevaluasi kinerja mereka. Model dalam anggaran tersebut digunakan dalam mengevaluasi kinerja sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja dari pihak yang berpartisipasi.
Evaluasi dilakukan oleh staf keuangan pusat dengan bantuan biro staf lain. Walaupun arah pokok dari evaluasi adalah prestasi keuangan. Tetapi akan perlu juga untuk menilai posisi pemasaran dan produk serta pengembangan organisasi dan personalian.
Perusahaan dituntut untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada umumnya dan kinerja para manajer departemen, untuk meningkatkan kinerjanya maka diperlukan suatu alat ukur untuk mengevaluasi kinerja para manajer departemen tersebut. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang perlu untuk mendapatkan penanganan yang cukup serius dalam pengelolaanya, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, maupun pengembangan prestasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan.
diberi bimbingan dan bila perlu dengan pengarahan dan pembinaan secara terus menerus agar semua bekerja berdasarkan suatu sistem, prosedur, teknik dan cara dengan rencana yang sudah ditetapkan perusahaan.
Suatu kenyataan telah menunjukkan bahwa para pemimpin itu berhasil karena kerja sama yang baik dengan bawahannya. Hal inilah yang menyebabkan para pemimpin semakin memberikan perhatian yang besar kepada bawahannya. Untuk itu mereka selalu berusaha, maka antara perusahaan dan karyawan memiliki kesepakatan untuk mencapai tujuan perusahaaan yang telah direncanakan, sehingga akhirnya para bawahan itu memberikan prestasi yang sebesar-besarnya dalam tujuan perusahaan tersebut.
Pada seluruh aspek ini mengingatkan bahwa anggaran sangat potensial digunakan sebagai alat manajerial, tetapi pemakaian anggaran secara tidak tepat dapat menyebabkan perilaku disfungsional dan perilaku negatif diantara anggota organisasi, hal ini dikutip oleh Kenis (1979:708) dari Argyris (1952) Wallace (1966) Schiff dan Lewin (1970).
Dari uraian tersebut diatas, jelas sekali bahwa anggaran merupakan alat manajerial yang sangat penting. Tujuan anggaran yang dibuat akan sangat membantu manajer dalam melaksanakan tugasnya dan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana manajer dapat melaksanakan tugasnya dan penentuan penghargaan bagi manajer yang berprestasi.
pusat di Jakarta yaitu Indonesia Tower. Suatu perusahaan pasti mempunyai tujuan atau target yang hendak dicapai begitu juga PT. PLN (Persero) APJ SBS, mempunyai target penjualan yang hendak dicapai, berikut ini adalah data target penjualan dan realisasinya pada PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Surabaya :
Tabel 1.2 Perhitungan antara Target Penjualan dengan Realisasi pada tahun 2006 - 2008
2006 2,717,150,000 2,532,585,902 184,564,098 2007 2,703,534,663 2,778,232,525 74,697,862 2008 2,889,362,001 2,871,134,529 18,227,472
Tahun Target Penjualan Sisa (Rp)
(Rp) Realisasi (Rp)
Sumber : PT. PLN Area Pelayanan dan Jaringan Surabaya Selatan
Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penerapan peran. Dan hal ini setiap manajer didalam organisasi diberi peran untuk melaksanakan kegiatan pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Agar sasaran dapat dicapai, manajer menengah dan bawah biasanya ikut berpartisipasi dalam perancangan anggaran. Manajer perlu menyusun anggaran dengan baik karena anggaran merupakan gambaran perencanaan seluruh aktivitas operasional. Dalam penyusunan anggaran tersebut top manager perlu melibatkan bawahan agar anggaran yang disusun dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang, dengan tepat dilandasi pada faktor-faktor tertentu, sebagai contoh pengaruh pasar, kebijakan pemerintah dan mungkin taksiran perubahan-perubahan yang terjadi dimasa yang akan datang, dengan tidak menutup kemungkinan masukan-masukan dari bawahan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas timbul ketertarikan untuk mengadakan penelitian dengan judul: “PERAN PARTISIPASI ANGGARAN, TINGKAT KESULITAN ANGGARAN DAN EVALUASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN DAN JARINGAN SURABAYA SELATAN”.
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran dan evaluasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
2. Mana diantara partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran, dan evaluasi anggaran memiliki peran dominan terhadap kinerja manajerial.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran dan evaluasi anggaran berperan terhadap kinerja manajerial.
2. Untuk membuktikan bahwa salah satu diantara partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran, dan evaluasi anggaran memiliki peran dominan terhadap kinerja manajerial.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, antara lain :
1. Bagi Praktisi
2. Bagi Peneliti
Memberi gambaran secara realistis tentang permasalahan dalam hubunganya sengan ilmu pengetahuan yang pernah peneliti pelajari sehingga akan membuka wawasan dalam praktek dunia usaha.
3. Bagi Pembaca
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Izzettin Kenis (1979)
a. Judul :
Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran pada Perilaku dan Kinerja Manajerial.
b. Permasalahan:
Apakah keikutsertaan partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran dan umpan balik anggaran akan mempunyai dampak yang positif atas kepuasan kerja manajer dan akan berkurang ketegangan kerja.
c. Kesimpulan :
Hasil diatas menunjukkan bahwa di dalam gaya penganggaran (budgeting style) dari manajemen tingkat atas (top management) mencerminkan karakteristik sasaran anggaran yang mempunyai dampak signifikan terhadap kinerja dan sikap dari manajer tingkat yang lebih rendah.
2. Hossein Nourin and Robert J. Parker (1996) a. Judul :
b. Permasalahan :
Apakah ada pengaruh antara komitmen organisasi partisipasi anggaran terhadap kesenjangan anggaran.
c. Kesimpulan :
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara partisipasi anggaran dan kesenjangan anggaran melalui komitmen organisasi. Karena individu dengan komitmen organisasi yang kuat mempunyai hubungan antara partisipasi dan kesenjangan mungkin rendah, untuk individu dengan komitmen organisasi rendah mempunyai hubungan yang mungkin positif.
3. Maulana Kamal dan Ainun Na’im (1999) a. Judul :
Pengaruh Perselisihan dalam Gaya Evaluasi Kinerja Anggaran Terhadap Kinerja : Tekanan Kerja dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi.
b. Permasalahan :
1. Apakah perselisihan dalam gaya evaluasi kinerja berbasis anggaran mempengaruhi tekanan kerja.
2. Apakah perselisihan dalam gaya evaluasi kinerja berbasis anggaran mempengaruhi Kepuasan Kerja.
c. Kesimpulan :
yang menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara perselisihan gaya evaluasi kinerja anggaran dan tekanan kerja. 2. Begitu juga dengan perselisihan dalam gaya evaluasi kinerja
anggaran mempengaruhi kepuasan kerja yang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
4. Wahyudin Nor (2007) a. Judul :
Desentralisasi dan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial.
b. Permasalahan :
Apakah partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial.
c. Kesimpulan :
Penelitian ini menemukan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial.
Dari semua penelitian terdahulu terdapat beberapa persamaan dan perbedaan:
Persamaannya meliputi variabel bebas yaitu partisipasi anggaran dan evaluasi anggaran serta terdapat persamaan dari variabel terikat yaitu kinerja manajerial.
Kemudian terdapat pada perbedaan dari beberapa penelitian terdahulu, yaitu (1) salah satu peneliti mempunyai variabel mediasi yakni tekanan kerja dan kepuasan kerja, (2) salah satu peneliti memiliki variabel moderator yakni komitmen organisasi.
2.2. Kajian Teori 2.2.1. Anggaran
2.2.1.1. Definisi Anggaran
Anggaran merupakan suatu rencana jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program (Mulyadi, 1993:23).
Menurut Nafarin (2000:9), anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatankan dalam satuan uang jangka waktu tertentu.
Menurut Munandar (2001:1) anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.
Menurut Kenis (1979:708) karakteristik anggaran yaitu: 1. Partisipasi Penyusunan Anggaran
2. Kejelasan Sasaran Anggaran 3. Kesulitan Anggaran
Business budget adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan koordinasi dan pengawasan.
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa anggaran harus bersifat formal, artinya bahwa anggaran disusun dengan sengaja dan bersungguh-sungguh dalam bentuk tertulis.
2. Bersifat sistematis, artinya anggaran disusun berurutan berdasarkan suatu logika.
3. Setiap saat manajer dihadapkan dengan tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang berdasarkan asumsi tertentu.
4. Keputusan yang diambil oleh manajer merupakan fungsi pelaksanaan manajer dari segi perencanaan, koordinasi dan pengawasan.
Untuk dapat memenuhi sagala aspek yang dikandung untuk definisi tersebut, maka anggaran harus disusun dalam bentuk dan bersifat kuntitatif (dinyatakan dengan angka-angka) (Adi Saputro dan Asri, 2003:6).
Penyusunan anggaran perlu dipertimbangkan faktor-faktor berikut ini:
1. Pengetahuan tentang tujuan dan kebijakan umum perusahaan. 2. Data-data waktu yang lalu.
4. Pengetahuan tentang taktik, strategi pesaing dan gerak-gerik pesaing. 5. Kemungkinan adanya perusahaan kebijakan pemerintah, penelitian
untuk pengembangan perusahaan.
Anggaran yang dibuat akan mengalami kegagalan bila hal-hal berikut ini tidak diperhatikan:
1. Pembuat anggaran tidak cakap, tidak mampu berfikir ke depan, tidak memiliki wawasan yang luas.
2. Kekuasaan membuat anggaran tidak tegas. 3. Pelaksanaan tidak cukup.
4. Tidak di dukung oleh masyarakat. 5. Dana tidak cukup.
2.2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran
Menurut M. Munandar (2000:12) sebagaimana telah diutarakan di muka, suatu budget dapat berfungsi dengan baik bilamana taksiran-taksiran (forecast) yang didalamnya cukup akurat, sehingga tidak jauh berbeda dengan realisasinya nanti. Adapun faktor-faktor dalam penyusunan anggaran secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
2. Faktor-faktor ekstern yaitu data, informasi dan pengamatan yang terdapat di luar perusahaan, tetapi dirasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perusahaan.
Menurut Nafarin (2000:9), faktor-faktor dari penyusunan anggaran antara lain:
1. Pengetahuan tentang tujuan dan kebijakan umum perusahaan. 2. Data-data waktu yang lalu.
3. Kemungkinan perkembangan kondisi ekonomi.
4. Pengetahuan tentang taktik, strategi persaingan dan gerak-gerik pesaing.
5. Kemungkinan adanya perubahan kebijakan pemerintah. 6. Penelitian untuk pengembangan perusahaan.
2.2.1.3. Pengertian Partisipasi Penyusunan Anggaran
Partisipasi Penyusunan Anggaran didefinisikan sebagai keterlibatan manajer-manajer pusat pertanggung jawaban dalam penyusunan anggaran (Govindjaran,2003). Menurut Kenis (1979:709) partisipasi penyusunan anggaran adalah tingkat partisipasi manajer dalam mempersiapkan anggaran dan berpengaruh dalam menentukan pencapaian tujuan anggaran dipusat pertanggung jawaban.
kemudian membantu mengembangkan anggaran yang dapat memenuhi tujuan tersebut, dalam partisipasi penyusunan anggaran, penekanan dilakukan pada pemenuhan tujuan secara umum, bukan pada setiap jenis anggaran.
Partisipasi penyusunan anggaran memberikan rasa tanggung jawab kepada para manajer dan bawahan yang mendorong timbulnya kreatifitas, karena para bawahan yang menciptakan anggaran, maka besar kemungkinan tujuan anggaran merupakan tujuan pribadi manajer tersebut, yang menyebabkan semakin tingginya tingkat keselarasan tujuan.
Pendukung partisipasi penyusunan anggaran menyatakan bahwa meningkatnya rasa tanggung jawab serta tantangan merupakan proses pemenuhan intensif non moneter, yang pada akhirnya menjadi tingkat kinerja semakin tinggi. Mereka menyatakan bahwa individu yang terlibat pada penetapan standard mereka sendiri akan bekerja lebih keras untuk mendapati standard itu, selain memberikan keuntungan pada keseluruhan proses perencanaan karena keterlibatan individu yang memiliki pengetahuan tentang kondisi lokal (Hansen dan Mowen, 1997:372).
2.2.1.4. Manfaat Anggaran
1. Adanya Perencanaan Terpadu
Anggaran perusahaan dapat digunakan sebagai alat untuk merumuskan rencana perusahaan dan untuk menjalankan pengendalian terhadap berbagai kegiatan perusahaan secara menyeluruh.
2. Sebagai Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Perusahaan
Anggaran dapat memberikan pedoman yang berguna baik bagi manajemen puncak maupun manajemen menengah. Disamping itu, penyusunan anggaran memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi perusahaan dalam lingkungan dan melakukan penyesuaian sehingga kinerja perusahaan dapat lebih baik.
3. Sebagai Alat Pengkoordinasi Kerja
Anggaran dapat memperbaiki koordinasi kerja intern perusahaan. oleh karenanya, sistem anggaran memungkinkan para manajer divisi untuk melihat hubungan antar bagian (divisi) secara keseluruhan. 4. Sebagai Alat Pengawasan Kerja
Anggaran memerlukan serangkaian standard prestasi/target yang bisa dibandingkan dengan realisasinya sehingga pelaksanaan setiap aktivitas dapat dinilai kinerjanya.
5. Sebagai Alat Evaluasi Kegiatan Perusahaan
ditempuh agar pekerjaan bisa diselesaikan dengan cara baik. Artinya menggunakan sumber-sumber daya perusahaan yang dianggap paling menguntungkan.
Menurut Horngren (1984:186), anggaran mempunyai manfaat antara lain:
1. Secara formal memberikan tanggung jawab kepada manajer atas segala perencanaan, maka penganggaran akan memaksa para manajer itu untuk berpikir jauh kedepan.
2. Penganggaran memberikan harapan yang pasti, yang merupakan kerangka kerja terbaik untuk bisa menilai prestasi kerja.
3. Penganggaran membantu para manajer untuk mengkoordinasikan segala upayanya, agar sasaran perusahaan secara keseluruhannya sejalan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh bagian-bagiannya.
Pendapat Nafarin (2000:12) mengungkapkan bahwa anggaran mempunyai banyak manfaat, antara lain:
1. Segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama.
2. Dapat digunakan sebagai alat menilai kelebihan dan kekurangan pegawai.
3. Dapat memotivasi pegawai.
4. Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada pegawai.
5. Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu.
7. Alat pendidikan bagi para manajer
2.2.1.5. Macam-macam Anggaran
Menurut M. Nafarin (2000:17) anggaran dapat dikelompokkan dari beberapa sudut pandangan, sebagai berikut:
1. Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari:
a. Anggaran variabel, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan interval kapasitas tertentu dan pada intinya merupakan suatu teori merupakan suatu seri anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat-tingkat aktivitas yang berbeda.
b. Anggaran tetap, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu tingkat kapasitas tertentu.
2. Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari:
a. Anggaran periodik, yaitu anggaran yang disusun untuk satu periode tertentu, pada umumnya periodenya satu tahun yang disusun setiap akhir periode anggaran.
b. Anggaran kontinue, yaitu anggaran yang dibuat untuk mengadakan perbaikan anggaran yang pernah dibuat.
3. Menurut jangka waktunya, anggaran terdiri dari:
a. Anggaran jangka pendek, yaitu anggaran yang dibuat dengan jangka waktu paling lama sampai satu tahun.
4. Menurut bidangnya, anggran terdiri dari:
a. Anggaran operasional, yaitu anggaran unutk menyusun anggaran laporan laba rugi.
b. Anggaran keuangan, yaitu anggaran untuk menyusun anggaran neraca.
2.2.1.6. Kelemahan-kelemahan Anggaran
Meskipun banyak manfaat yang diperoleh dengan menyusun anggaran, tetapi masih terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang membatasi anggaran, kelemahan tersebut antara lain menurut Gunawan Adisaputro, (2003:53):
1. Karena disusun berdasarkan estimasi (potensi penjualan, kapasitas produksi dal lain-lain) maka terlaksananya dengan baik kegitan-kegiatan tergantung pada estimasi tersebut.
2. Anggaran hanya merupakan rencana dan rencana tersebut baru berhasil apabila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
3. Anggaran hanya merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk membantu manajer dalam melaksanakan tugasnya, bukan menggantikannya.
Menurut M. Nafarin (2000:13) anggaran mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1. Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan anggapan, sehingga mengandung unsure ketidakpastian.
2. Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga tidak semua perusahaan mampu menyusun anggaran secara lengkap dan akurat.
3. Bagi pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat mengakibatkan mereka menggerutu dan menentang, sehingga anggaran tidak akan efektif.
2.2.1.7. Keuntungan Pemakaian Anggaran
Menurut R.A Supriyono (1999:344) perencanaan laba atau penganggaran mempunyai beberapa keuntungan:
1. Tersedia suatu pendekatan disiplin untuk menyelesaikan masalah. 2. Membantu manajemen membuat studi awal terhadap
masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu organisasi dan membiasakan manajemen untuk mempelajari dengan seksama masalah tersebut sebelum diambil keputusan.
5. Mengembangkan iklim “Profitminded” dalam perusahaan, mendorong sikap kesadaran terhadap pentingnya biaya dan memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber perusahaan.
6. Membantu mengkoordinasi dan mengintegrasikan penyusunan rencana operasi berbagai segmen yang ada pada organisasi, sehingga keputusan final dan rencana-rencana tersebut dapat diintegrasi dan komprehenship.
7. Memberikan kesempatan kepada organisasi untuk meninjau kembali secara sistematis terhadap kebijakan dan pedoman dasar yang sudah ditentukan.
8. Mengkoordinasikan, mnghubungkan dan membantu mengarahkan modal dan semua usaha-usaha organisasi kesaluran yang paling menguntungkan.
9. Mendorong suatu standar prestasi yang tinggi dengan membangkitkan semangat bersaing yang sehat, menimbulkan perasaan berguna, dan menyediakan perangsang untuk pelaksanaan yang efektif.
2.2.1.8. Dimensi Perilaku Dari Penganggaran
Menurut Hansen dan Mowen (1999:370) anggran sering kali digunakan untuk menilai kinerja actual pada manajer. Bonus, kenaikan gaji dan promosi ditentukan oleh kemampuan manajer dalam mencapai / melampaui tujuan yang ditentukan karena status keuangan dan karir para manajer dipertaruhkan, maka anggaran dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku mereka. Positif atau negatifnya pengaruh tersebut tergantung dari cara penggunaan anggaran.
Perilaku positif terjadi bila tujuan dari setiap manajer sesuai dengan tujuan organisasi dan manajer memiliki dorongan untuk mencapainya. Kesesuaian tujuan manajer dan tujuan organisasi sering kali disebut keselarasan tujuan (Gool Congruence). Selain keselarasan tujuan para manajer juga perlu memiliki usaha untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2.2. Tingkat Kesulitan Anggaran
Implimentasi sering dijumpai anggaran yang terlalu ketat sehingga sulit dicapai. Menurut Hansen dan Mowen (1997:375) anggaran yang terlalu ketat dapat menyebabkan kegagalan pencapaian standard dan menyebabkan turunnya kinerja.
namun jika melewati batas limitnya, maka pengetatan sasaran anggaran justru akan mengurangi motivasi.
Tujuan anggaran yang ketat pada umumnya mampu mendorong dan meningkatkan usaha manjer yang memiliki kenyakinan tinggi, percaya diri serta menyukai resiko, tetapi sebaliknya manjer yang takut resiko akan lebih menyukai anggaran yang longgar.
Menurut R.A. Supriyono (1999:350) terdapat pemufakatan umum bahwa anggaran yang terlalu ideal adalah sulit dicapai sehingga dapat mengakibatkan para pelaksana tidak termotivasi untuk melaksanakan anggaran dan bahkan mungkin mereka menjadi frustasi karena kemungkinan besar akan timbul penyimpangan yang tidak menguntungkan (unfavorable) dalam jumlah yang tinggi. Akan tetapi anggaran yang akan mudah dicapai mengakibatkan para pelaksana tidak merasa ditantang untuk berprestasi karena tanpa bekerja giat pun kemungkinan akan timbul penyimpangan yang menguntungkan (favorable) dalam jumlah besar, jadi anggaran yang baik adalah anggaran dengan tingkat kesulitan yang masih memungkinkan untuk dicapai sehingga para perencana termotivasi untuk mencapai prestasi tersebut.
untuk mencapai jumlah anggaran. Merchant dan Manzoni, dalam studi laporan atas manjer unit bisnis menyimpulkan dapat dicapainya anggaran unti bisnis dalam bisnis dalam praktik biasanya lebih tinggi dari 50%. Ada beberapa alasan mengapa manajemen senior menyetujui anggaran yang dapat dicapai untuk unit bisnis:
1. Target anggaran terlampau sulit, manajer termotivasi untuk mengambil tindakan-tindakan jangka pendek yang mungkin tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Target laba yang dapat dicapai adalah salah satu cara yang dapat dicapai untuk meminimalkan tindakan yang disfungsional ini.
2. Target anggaran yang dapat dicapai mengurangi motivasi para manajer untuk terlibat dalam manipulasi data.
3. Anggaran laba unit bisnis mencerminkan target yang dapat dicapai, manajemen senior pada akhirnya dapat mengungkapkan target laba ke analisis sekuritas, pemegang saham, dan pihak-pihak eksternal lainnya dengan perkiraan yang wajar bahwa hal tersebut adalah besar.
4. Anggaran laba yang sangat sulit untuk dicapai biasanya mengimplikasikan target penjualan yang optimis. Hal ini dapat mengarah pada komitmen yang berlebihan atas sumber daya guna mempersiapkan diri untuk aktivitas penjualan yang lebih tinggi. 5. Manajer unit bisnis mampu mencapai dan melebihkan targer mereka,
Indikator dari tingkat kesulitan anggaran seperti dikemukakan oleh Kenis (1979:719) adalah:
1. Tidak sulit untuk mencapai tujuan dari anggaran. 2. Tujuan anggaran cukup sulit untuk dicapai.
3. Tujuan anggaran memerlukan cukup usaha untuk mencapainya. 4. Membutuhkan keterampilan yang cukup untuk mencapai secara
penuh tujuan anggaran.
5. Secara umum hasil dari anggaran yang telah ditetapkan.
2.2.3. Evaluasi Anggaran
Menurut Hansen dan Mowen (2001:365) anggaran merupakan alat pengendalian yang bermanfaat. Namun, untuk menggunakan dalam evaluasi anggaran, perlu diperhatikan dua hal penting. Pertama adalah menentukan bagaimana jumlah yang dianggarkan dibandingkan dengan hasil yang aktual. Yang kedua adalah memperhatikan dampak anggaran itu terhadap perilaku manusia.
Indikator dari evaluasi anggaran seperti dikemukakan oleh Kenis (1979:720) adalah:
1. Atasan sering membahas mengenai anggaran ketika bertemu untuk mencapai efisiensi.
2. Perbedaan anggaran pada tiap unit dalam setiap evaluasi kinerja. 3. Perbedaan anggaran dijadikan salah satu faktor pertimbangan dalam
peningkatan gaji / upah.
4. Atasan meminta pertanggung jawaban terhadap terjadinya perbedaan anggaran pada bawahan.
Menurut Hilton (2002:371) “Comparing actual result with budgeted result also helps managers to evaluate the performance of individuals, departement, divisions, or entire companies ”.
Dimana Hilton mengatakan “Dengan membandingkan hasil aktual dengan jumlah anggaran dapat juga membantu manajer untuk evaluasi kinerja di tiap individu, departemen, divisi atau keseluruhan perusahaan”.
Dua masalah pokok dalam menggunakan evaluasi anggaran laba untuk menilai prestasi manajerial adalah:
1. Rentang waktu yang ada sebelum banyak keputusan penting tercermin dalam prestasi keuangan adalah lebih lama daripada rentang waktu yang dicakup dalam anggaran.
Sebagai akibatnya, prestasi aktual yang dibandingkan dengan anggaran laba merupakan ukuran yang kurang tepat bagi prestasi manajerial. Satu teknik untuk mengatasi masalah ini adalah analisis pasca fakta (after-the-fact analysis) terhadap hasil keuangan. Analisis ini didasarkan atas dua prinsip, yaitu:
1. Jangka waktu yang digunakan harus cukup panjang agar evaluasi benar, yang mencakup penggunaan waktu yang sama dengan rentang waktu manajer divisi.
2. Evaluasi harus dilakukan semata-mata atas dasar prestasi yang nyata-nyata dicapai.
Evaluasi akan dilakukan dalam tiga kondisi yaitu:
1. Jangka waktu yang memadai untuk penilaian yang adil harus ditetapkan bagi setiap pusat laba. Evaluasi kemudian dilakukan pada akhir periode tersebut.
2. Bila manajer melepaskan jabatannya, evaluasi akhir biasanya dilakukan.
3. Bilamana manajemen puncak menjadi merasa khawatir mengenai kemajuan suatu pusat laba tertentu.
2.2.4. Kinerja Manajer
2.2.4.1. Pengertian Kinerja Manajerial
Menurut Mahoney, dkk., (1993) dalam Susanti (2004:226), yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial, antara lain: perencanaan, investigasi, koordinasi, supervisi, pengaturan staff (staffing), negosiasi dan representasi.
Kinerja manajerial adalah ukuran seberapa efektif dan efisiensi manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi (Stoner, 1992).
2.2.4.2. Dimensi Kinerja Manajerial
Kinerja manajerial adalah kinerja para individu dalam kegiatan manajerial, yang meliputi delapan dimensi, yaitu:
1. Evaluasi
Menilai dan mengukur proposal, kinerja yang diamati atau dilaporkan, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan, pemeriksaan produk.
2. Investigasi
3. Negosiasi
Pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk produk, menghubungi pemasok, tawar-menawar dengan mewakili penjual, tawar-menawar secara kelompok.
4. Perencanaan
Menentukan tujuan kebijakan dan tindakan/pelaksanaan, penjadwalan kerja, penganggaran, merancang prosedur dan pemrograman.
5. Pengkoordinasian
Tukar menukar informasi dengan orang lain dibagian organisasi yang lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitahukan bagian lain, dan hubungan manajer lini.
6. Pengawasan (Supervisi)
Mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing, melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan, memberikan tugas pekerjaan dan menangani bawahan. 7. Pengaturan staff (Staffing)
Mempertahankan angkatan kerja anda, merekrut, mewawancarai dan memilih pegawai baru, menempatkan, mempromosikan dan mutasi pegawai.
8. Perwakilan (Representatif)
kemasyarakatan, pendekatan kemasyarakatan, mempromosikan tujuan umum perusahaan.
2.2.4.3. Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (2001:434), terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan mengukur kinerja secara kuantitatif, yaitu:
1. Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criteria)
Ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajerialsehingga orang cenderung memusatkan perhatiannya pada criteria tersebut padahal criteria lain juga penting. 2. Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criteria)
Ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya dengan beragam kriteria.
3. Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criteria).
Ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran, dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajer.
2.2.4.4. Manfaat Penilaian Kinerja
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesiensi melalui pemotivasian personil secara maksimal.
2. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personil, seperti: promosi, transfer dan pemberhentian. 3. Mengidentifikasi kebutuhan latihan dan pengembangkan personil
serta menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personil.
2.2.4.5. Kegagalan Kinerja Manajerial
Menurut Mulyadi (1993:163), factor-faktor yang menyebabkan manajer tidak bisa menghasilkan kinerja dari perusahaan antara lain: 1. Kemungkinan manajer tidak memahami kinerja yang diharapkan dari
posisinya sebagai manajer.
2. Kemungkinan manajer tidak skill dan pemahaman peran manajerial yang disandangnya.
3. Kemungkinan manajer tidak memiliki semangat untuk memfokuskan dan mendorong usahanya dalam menghasilkan kinerja manajerial.
2.2.4.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
1. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (112-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka ia akan lebih mudah mencapai keinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan keahliannya.
2. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
2.2.4.7. Tahap Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001:420) penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu:
1. Tahap Persiapan terdiri dari tiga tahap rinci:
a. Penentuan daerah pertanggung jawaban dan manajer yang bertanggung jawab.
2. Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci:
a. Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standart.
c. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
2.2.5. Teori Yang Melandasi Hubungan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Teori Jalur – Tujuan (Path – Goal Theory) yang dikemukakan oleh Martin Evans dan Robert House berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.
Adapun teori Path-Goal versi House, memasukkan empat tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Direktif
2. Kepemimpinan yang Mendukung
Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.
3. Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan berada padanya.
4. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi
Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahan untuk berprestasi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
kemudian membantu mengembangkan anggaran yang dapat memenuhi tujuan tersebut. Dalam partisipasi anggaran, penekanan dilakukan pada pemenuhan tujuan secara umum, bukan pada setiap jenis anggaran.
Untuk memanfaatkan keinginan dan kemampuan kerja bawahan yang merupakan bawaan sejak lahir, para manajer hendaknya memberikan suatu iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi. Dalam hal ini, manajemen partisipatif adalah model yang ideal (Robert, 2005:317).
2.2.6. Teori Yang Melandasi Hubungan Tingkat Kesulitan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Pada tingkat kesulitan anggaran yang terlalu tinggi akan memberikan efek yang merugikan pada kinerja manajerial (Kenis, 1979).
Teori kendala mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya. Kemudian, teori kendala mengembangkan pendekatan yang spesifik untuk mengendalikan kendala, untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan yang terus menerus bagi suatu perusahaan. Menurut teori kendala, jika ingin meningkatkan kinerja, suatu perusahaan harus mengidentifikasi kendala-kendalanya dalam jangka pendek, dan dalam jangka panjang, dan menemukan cara untuk mengatasi kendala-kendala (Hansen dan Mowen, 2001:606).
limitnya, maka pengetatan sasaran anggaran justru akan mengurangi motivasi.
Tujuan anggaran yang ketat pada umumnya mampu mendorong dan meningkatkan usaha manajer yang memiliki kenyakinan tinggi, percaya diri serta menyukai resiko, tetapi sebaliknya manajer yang takut resiko akan lebih menyukai anggaran yang longgar.
Seringkali organisasi membuat kesalahan dengan menggunakan anggaran sebagai satu-satunya pengukur dari kinerja manajemen. Penekanan yang berlebihan pada pengukur ini dapat menyebabkan perilaku disfungsional yang disebut perilaku myopia atau milking the firm. Periaku myopia (myopic behavior) terjadi bila manajer mengambil tindakan yang memperbaiki kinerja anggaran dalam jangka pendek tetapi membahayakan perusahaan dalam jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001:375).
2.2.7. Teori Yang Melandasi Hubungan Evaluasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Teori yang melandasi hubungan evaluasi anggaran dan kinerja manajer adalah teori X dan teori Y yang dikembangkan oleh:
kepemimpinan dipengaruhi anggapan-anggapan seseorang pemimpin tentang sifat dasar manusia. Sebagai hasil pengamatannya menjadi konsultan McGregor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang saling berlawanan yang dibuat oleh para manajer dalam industri.
1. Anggapan-anggapan Teori X:
a. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
b. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai-tujuan-tujuan organisasi.
c. Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi terlalu kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup di atas segalanya.
2. Anggapan-anggapan teori Y:
a. Penggunaan usaha phisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain atau beristirahat.
b. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi.
c. Ketertarikan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
e. Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada karyawan.
f. Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi kehidupan industri modern.
Teori X adalah perangkat asumsi tradisional tentang orang-orang. Teori X berasumsi bahwa orang-orang umumnya tidak suka bekerja dan akan berusaha menghindarinya apabila mungkin. Mereka berusaha melakukan berbagai tindakan pembatasan kerja, kurang berambisi, dan akan menghindari tanggung jawab sedapat mungkin. Mereka relative berorientasi pada diri sendiri, tidak peduli dengan kebutuhan organisasi, dan menolak perubahan.
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan dari teori dan penelitian terdahulu yang telah terlebih dahulu melakukan penelitian, maka dapat ditarik beberapa premis-premis, antara lain:
Premis 1: Participation to have significant influence on bugedtary performance of managers (Kenis, 1979)
Premis 2: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial (Ghozali dan Yusfaningrum, 2005)
Premis 3: Kejelasan tujuan anggaran adalah sejauh mana sasaran anggaran yang ditetapkan secara khusus dan jelas dapat di mengerti oleh mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakan anggaran (Kenis, 1979)
Premis 4: Anggaran yang ideal merupakan hal yang sangat sulit untuk dicapai, meskipun manajer yakin bahwa hal tersebut dapat dicapai (Anthony Dearden and Bedford, 1990)
Premis 5: model dari anggaran tersebut digunakan dalam evaluasi kinerja sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja dari pihak yang berpatisipasi (Kenis, 1979)
Partisipasi Anggaran (X )
Evaluasi Anggaran (X )
Tingkat Kesulitan Anggaran (X )
Kinerja Manajerial (Y)
Uji Statistik Regresi Linier Berganda Gambar 2.1: Kerangka Pikir
Keterangan:
X , X , X : Variabel Bebas Y : Variabel Terikat : Pengaruh
: Uji Statistik Regresi Linier Berganda
2.4. Hipotesis
Sesuai dengan masalah yang dikemukanan dan tujuan yang ingin dicapai, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Bahwa partisipasi anggaran, tingkat kesulitan anggaran dan evaluasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada
suatu variabel dengan cara memberikan arti atau memspesifikasikan
kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang di perlukan untuk
mengukur variabel tersebut (Nazir, 1998:152).
Berdasarkan perumusan masalah dalam Bab I dan teori-teori sebagai
landasan teori dalam Bab II, maka dapat dirumuskan variabel-variabel
sebagai berikut:
1. Dependent Variable (Variabel Terikat), adalah:
Kinerja Manajerial (Y)
Merupakan hasil dari kegiatan manajerial, yang meliputi perencanaan,
investigasi, pengkoordinasian, evaluasi pengawasan, pengaturan staff,
negoisasi dan perwakilan.
2. Independent Variable (Variabel Bebas), adalah: a. Partisipasi Anggaran (X )
Merupakan tingkat seberapa jauh keterlibatan dan berpengaruh
b. Tingkat Kesulitan Anggaran (X )
Merupakan tingkat kesulitan untuk mencapai anggaran yang
berhubungan dengan standart anggaran, semakin tinggi standart
maka semakin sulit tingkat pencapaiannya.
c. Evaluasi Anggaran (X )
Merupakan evaluasi terhadap yang sesungguhnya sesuai dengan
yang diharapkan.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Semua variabel bebas dan variabel terikat, pengukuran variable yang
digunakan adalah tipe skala interval yaitu mengurutkan obyek berdasarkan
suatu atribut dan memberikan informasi tentang jarak antara obyek satu
dengan yang lainnya.
Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner, data yang diambil dari manajer dan supervisor
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Surabaya Selatan. Teknik
pengukuran yang digunakan adalah semantic differential scale, artinya penskalaan yang meminta responden untuk memberikan perincian
terhadap jumlah pertanyaan tentang variabel yang diteliti melalui tujuh
skala sikap yang pada kedua sisinya ditutup dengan kata sifat.
Khususnya menggunakan semantic differential scale karena
dengan kata sifat. Setiap variabel diwakili beberapa pertanyaan untuk
mengetahui keberadaan variabel dalam kuesioner.
Contoh kuesioner:
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 2 3 4 5 6 7
1. Variabel Y : berkaitan dengan pertanyaan mengenai kinerja manajerial
yang terdiri dari 8 pertanyaan, dikembangkan oleh Mahoney et al
(1963). Indikator yang digunakan: perencanaan, pengevaluasian,
pengawasan, investasi, pemilihan staf, perwakilan pertemuan
investigasi.
2. Variabel X : berkaitan dengan pertanyaan mengenai partisipasi
anggaran yang terdiri dari 6 pertanyaan, dikembangkan oleh Milani
(1975). Indikator yang digunakan: partisipasi bertanggung jawab, ide
atau saran, koordinasi departemen.
3. Variabel X : berkaitan dengan pertanyaan mengenai tingkat kesulitan
pencapaian anggaran yang terdiri dari 4 pertanyaan, dikembangkan
oleh Kenis (1979). Indikator yang digunakan: varians anggaran
sebagai alat manajerial, peninjauan terhadap anggaran.
4. Variabel X : berkaitan dengan pertanyaan mengenai evaluasi
anggaran yang terdiri dari 4 pertanyaan, dikembangkan oleh Kenis
(1979). Indikator yang digunakan: prioritas kejelasan dan tujuan target
3.2. Teknik Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan kumpulan dari seluruh elemen/obyek yang
diteliti (Nazir, 2003:271). Populasi dalam penelitian ini adalah manajer
dan supervisor yang bekerja di PT. PLN (Persero) APJ Surabaya
Selatan. Populasinya berjumlah 23 orang yang terdiri dari 1 orang
manajer, 5 orang Asmen dan 17 orang supervisor.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (Nazir, 2003:271). Penelitian
ini adalah penelitian sensus, jadi semua anggota populasi merupakan
sampel. Sensus atau sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel
dengan menggunakan semua anggota popolasi sebagai sampel, hal ini
dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang
(Sugiyono, 2007:78), jadi jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1
orang manajer, 5 orang Asmen, dan 17 orang supervisor yang ada pada
PT. PLN (Persero) APJ Surabaya Selatan.
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis-jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data yang secara langsung diperoleh dari obyek penelitian (Nazir,
3.3.2. Sumber Data
Sumber data diperoleh melalui data primer yaitu melalui pertanyaan
wawancara dengan manajer fungsi dan pihak-pihak yang terkait dengan
badan usaha.
3.3.3. Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian in adalah kuesioner, yaitu
teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yang ditujukan pada masing-masing responden (Nazir,
1988:212-246).
3.4. Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana instrumen
mampu mengukur atribut yang seharusnya diukur (Azwar, 2001). Melalui
uji validitas dapat diketahui sejauh mana instrumen mampu menghasilkan
data yang akurat, sesuai dengan tujuan pengukurannya. Validitas yang diuji
dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu validitas yang
menunjukkan sejauh mana instrumen mampu mengungkap konstruk teoritik
yang hendak diukurnya (Azwar, 2001).
Menurut Azwar (2003 : 157), apabila koefisien validitas itu kurang
daripada 0,30 biasanya dianggap sebagai tidak memuaskan. Angka ini
ditetapkan sebagai konvensi yang didasarkan pada asumsi distribusi skor
disimpulkan bahwa
a. Jika nilai rhitung > 0,30 berarti pernyataan valid
b. Jika nilai rhitung 0,30 berarti pernyataan tidak valid
3.4.2. Uji Realibititas
Uji realibilitas merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Suatu koesioneer dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,
2002:132), criteria pengujian sebagai berikut:
1. Jika nilai alpha > 0,60, berarti pertanyaan reliabel.
2. Jika nilai alpha < 0,60, berarti pertanyaan tidak reliabel.
3.4.3. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2001:74) uji normalitas digunakan untuk
mengetahui apakah tanggapan responden terhadap variabel-variabel bebas
berdistribusinormal atau tidak. Dalam hal ini probabilitas yang nilai
signifikan lebih besar dari 5% (level of significance). Uji yang digunakan adalah metode Kolmogorov Smirnov.
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Uji Asumsi Klasik
boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus
dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar. Tiga asumsi dasar yang tidak
boleh dilanggar oleh regresi linier berganda yaitu:
1. Tidak boleh ada autokorelasi.
2. Tidak boleh ada multikolinieritas.
3. Tidak boleh ada heterokedasitas.
Apabila ada satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka
persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi BLUE, sehingga pengambilan
keputusan melalui uji F uji t menjadi bias.
1. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data
observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati, 1999:201).jadi dalam model regresi linier diasumsikan tidak
terdapat gejala autokorelasi. Artinya nilai residual (Y observasi-Y
prediksi) pada waktu ke- t (et) tidak boleh ada hubungan dengan nilai
residual periode sebelumnya (
e
t-).Penelitian ini data yang digunakan bukan data time series tetapi
data cross-sectional yang timbul berdasarkan kuesioner, sehingga untuk uji autokorelasi tidak dilakukan, karena autokorelasi pada
sebagian besar kasus ditemukan pada regresi yang datanya time series
2. Multikolinieritas
Persamaan regresi linier berganda diatas diasumsikan tidak
terjadi pengaruh antar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh
linier antar variabel bebas, model persamaan regresi yang dilakukan
tidak lagi bersifat BLUE.
Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai VIF.
Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang dipilih yang tidak
dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF 1/tolerance) dan
menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umum
dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas
10 (Ghozali, 2002:57).
3. Heterokedasitas
Pada regresi linier, nilai residual tidak boleh ada hubungan
dengan variabel X. Hal ini diintifikasi dengan cara menghitung
korelasi Rank Spearman antara residual dengan seluruh variable bebas. Diagnosa adanya heterokedasitas dapat dilakukan menggunakan
pengujian korelasi rangking Spearman (rs). Jika nilai signifikan
koefisien korelasi Rank Spearman untuk semua variabel bebas
terhadap nilai mutlak dari nilai residual lebih besar 5%, maka tidak
terdapat gejala heterokedasitas (dikutip dari buku Wahana Komputer,
3.5.2. Teknik Analisis
Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif yaitu dengan menggunakan teknik analisis berupa analisis
regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk
mengetahui adanya hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independenya.
Rumus yang digunakan adalah:
Y = a +β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
Dimana:
Y : Kinerja Manajer
a : Konstanta
X1 : Partisipasi Anggaran
X2 : Tingkat Kesulitan Anggaran
X3 : Evaluasi Anggaran
Β1, β2, β3 : Koefisien Regresi
e : Variabel pengganggu, merupakan wakil dari semua faktor lain
yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial dalam penyusunan
anggaran.
3.5.3. Uji Hipotesis
Penelitian yang digunakan adalah sensus, karena itu seluruh anggota
diterjemahkan kedalam hipotesis statistic, karena pengujian signifikan
seperti halnya uji f dan uji t tidak diperlukan.
Dalam penelitian ini untuk mengetahui korelasi atau hubungan
antara variabel bebas dengan vaeriabel terikat dapat dilakukan dengan cara
melihat nilai R (koefisien korelasi) yang diperoleh. Sedangkan untuk
mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dapat
dilakukan dengan cara melihat nilai R2 atau R square (koefisien determinan)
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Kelistrikan Di Indonesia
Cahaya listrik mulai bersinar di wilayah Indonesia sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada akhir abad ke-19. Pembangunan kelistrikan di Indonesia diawali sekitar tahun 1893 di wilayah kota Batavia, yang dikelolah oleh pemerintah daerah dengan nama Elektricitelt Bedrijf Batavia. Kemudian pada tahun 1903 di wilayah kota Medan dengan nama Electricitelt Bedrjf Deli (Medan), dan pada tahun 1907 di wilayah kota Surabaya dengan nama Elektricitelt Bedrijf Surabaya.
Tahun-tahun berikutnya pembangunan kelistrikan mulai dibangun di Palembang untuk kepentingan usaha pertambangan minyak, serta di Ujung pandang dan Ambon untuk kepentingan militer.
Pembangunan kelistrikan yang di kelolah pemerintah daerah setempat tersebut kemudian dialihkan ke perusahaan-perusahaan listrik swasta, antara lain: NV OGEM, NV ANIEM, NV ELECTRA, NV GEBEO, NV OJEM, NV SEM, NV BMB, dan NV EMB.
2. NV ARIEM mulai tanggal 6 Februari 1914 meliputi daerah kerja: kota Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bukittinggi, Pontianak dan Ambon. 3. NV ELECTRA mulai tanggal 7 Juni 1915, meliputi daerah kerja: kota
Tulungagung.
4. NV GEBEO mulai tanggal 30 Januari 1923, meliputi daerah kerja: kota Bandung dan sekitarnya, Bogor, wilayah keresidenan dan kabupaten seluruh propinsi Jawa Barat, kecuali Cirebon.
5. NV OJES mulai tanggal 24 Februari 1925, meliputi daerah kerja: wilayah Keresidenan Panarukan dan beberapa Kabupaten di sekitarnya.
6. NV SEM mulai tanggal 21 Desember 1925, meliputi daerah kerja: Kesunanan Surakarta dan kabupaten yang termasuk dalam Kesunanan Surakarta.
7. NV BMB mulai tanggal 25 Juni 1927, meliputi daerah kerja: kota Rembang, wilayah kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro.
8. NV EMB mulai tanggal 27 September 1939, meliputi daerah kerja: wilayah Keresidenan Banyumas dan beberapa Kabupaten di sekitarnya. Pada saat meletus perang dunia II, ketika Jepang mulai menduduki
Indonesia, semua perusahaan listrik yang ada di wilayah Indonesia beralih dibawah pengawasan tentara Jepang.
Perusahaan listrik yang ada di Jawa, oleh angkatan darat Jepang dijadikan Perusahaan listrik Jepang dengan nama:
3. Chobu Jawa Denki Sha untuk wilayah Jawa Tengah. 4. Tobu Jawa Denki Sha untuk wilayah Jawa Timur.
Sedangkan cabang-cabang Perusahaan listrik lainnya tetap seperti semula. Pimpinan perusahaan listrik diseluruh wilayah Indonesia dipegang oleh seluruh pengusaha Jepang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia pimpinan perusahaan listrik diambil alih oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga (Departemen PUT).
Pengambilalihan perusahaan listrik dari pengusaha Jepang ke Indonesia pertama kali terjadi pada tanggal 21 September 1945 dan secara keseluruhan baru dapat diselesaikan pada tanggal 3 Oktober 1945.
Setelah penyerahan kedaulatan dari tangan penjajahan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) yang kemudian menjadi negara kesatuan Republik Indonesia, pengelolahan perusahaan listrik dikembalikan kepada pemilik semula yaitu perusahaan listrik swasta : NV OGEM, NV ANIEM, NV GEBEO, dan sebagainya, kecuali Pembangkit Tenaga Listrik yang semula bernama LWB tetap dikuasai oleh pemerintah republik Indonesia dengan nama PLN Penupetel/Direksi Pembangkit naungan Direktorat Jendral Ketenagaan Departemen PUT.
Perkembangan selanjutnya timbul tuntutan nasionalisasi dari organisasi Buruh Perusahaan Listrik Swasta. Pelaksanaan nasionalisasi terhadap perusahaan listrik NV OGEM terjadi pada tanggal 1 Januari 1954 dan terhadap NV ANIEM, terjadi pada tanggal 1 November 1954.
sebagai direksi pembangkitan, yang keduanya dibawah naungan Direktora Jendral Ketenagaan Departemen PUT.
Pada tahun 1957, karena tuntutan kembalinya Irian Barat menjadi sengketa dan menimbulkan bentrokan bersenjata, maka semua perusahaan listrik yang masih dikelola oleh perusahaan listrik swasta diambil alih oleh Organisasi Buruh dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Repubik Indonesia.
Pada tahun 1960, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang No. 19 Prp 1960 tentang Perusahaan negara dan pada tahun 1961 dibentuklah Badan Pimpinan Umum PLN (BPUPLN). Mulai itu, Perusahaan Listrik diseluruh wilayah Indonesia dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Listrik Negara.
Perusahaan listrik negara yang megelola masalah pembangkitan dan pengusahaan diberi nama PLN Exploitasi, dan Perusahaan Listrik negara yang mengelola masalah pembangunan diberi nama PLN Pembangunan. Pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
peraturan Pemerintah no. 19 tahun 1972 yang maknanya antara lain: menegaskan status PLN dari Perusahaan Listrik Negara menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara.
Pada bulan April 1974 nama PLN Exploitasi dirubah menjadi PLN Distribusi/Pembangkitan, dan PLN Pembangunan dirubah menjadi PLN Proyek Induk.
yang mengelola masalah Pembangunan diberi nama PLN Proyek Induk Jaringan & Pembangkitan Termis Jawa Timur.
Pada bulan September 1976, PLN Distribusi I/Pembangkitan I dirubah namanya menjadi PLN Wilayah XII Jawa Timur, sedangkan PLN Proyek Induk Jaringan & Pembangkitan Termis Jawa Timur dipecah menjadi 2, yaitu PLN Proyek Induk Jaringan Jawa Timur PLN Proyek Induk Termis Jawa Timur.
Pada tanggal 3 Juli 1982, PLN wilayah XII Jawa Timur dipecah menjadi dua, yaitu PLN Distribusi Jawa Timur dan PLN Pembangkitan & Penyaluran Jawa Bagian Timur, sedangkan PLN Proyek Induk dan Jaringan Jawa Timur dan PLN Proyek Induk Pembangkit Termal Jawa Timur tidak berubah. Susunan Organisasi dan Tugas Pokok PLN Distribusi Jawa Timur yang terbaru tertuang dalam Surat Keputusan Direksi PLN No.: 091/DIR/87 tanggal 29 Juli 1987.
Pada tahun 1994 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan pemerintah No. 23 tahun 1994 yang maknanya antara lain menegaskan : Status dari Perusahaan Umum Listrik Negara menjadi PT. PLN (Persero).
4.1.2. Uraian Tugas Pokok Unit Organisasi Area di Lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur
Uraian Tugas Pokok Unit Organisasi Area di Lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur.