Abstrak - Kebutuhan untuk aplikasi pengamatan multimedia bawah air dengan trafik yang heterogen membutuhkan bandwith dan keandalan end-to-end yang memadai. Untuk menunjang kebutuhan tersebut, diusulkan UMIMO-MAC sebagai Medium Access Control protokol yang baru. Untuk menunjang kebutuhan tersebut, diusulkan UMIMO-MAC sebagai Medium Access Control untuk protokol bawah air. Salah satu lapis (layer) penting pada UWAN (Underwater Accoustic Network) adalah MAC (Medium Access Control) yang memiliki karakteristik berbeda dengan jaringan nirkabel radio. UMIMO-MAC merupakan sebuah protokol baru MAC, merupakan pengembangan dari teknologi MIMO (Multiple Output Multiple Input) sebelumnya yang berdasarkan pada two-way handshake protokol. UMIMO-MAC didesain untuk mengurangi efek dari delay propagasi pada efisiensi penggunaan kanal serta untuk mengefisienkan distribusi, pengiriman, dan pengelompokan data. Pada tugas akhir ini, dilakukan penelitian mengenai kinerja dari sistem UMIMO-MAC yang diaplikasikan pada kanal Rayleigh underwater. Hasil simulasi yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem UMIMO-MAC memiliki delay transmisi yang relatif kecil. Besar kecil delay tersebut disebabkan pengaruh dari kanal yang digunakan.
Kata Kunci - Medium Access Control, Multiple Output Multiple Input, two-way handshake protokol, Underwater Accoustic Network.
I. PENDAHULUAN
NDONESIA merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan. Hal ini memungkinkan adanya pengembangan teknologi di bidang pelayaran, perikanan, militer, dan hal-hal lain yamg berhubungan dengan potensi Indonesia di bidang maritim. Salah satu pengembangan teknologi untuk dapat mengoptimalkan potensi Indonesia di bidang maritim adalah komunikasi bawah air. Komunikasi bawah air, khususnya komunikasi nirkabel, memiliki karakteristik yang berbeda dengan komunikasi nirkabel menggunakan medium udara pada umumnya. Hal ini dikarenakan sistem kanal yang berbeda, yaitu air, menyebabkan gelombang radio dan elektromagnet tidak dapat digunakan secara optimal. Hal ini dikarenakan gelombang radio dan elektromagnet tidak dapat mencapai jarak yang jauh pada medium air. Oleh karena itu, sebagai gantinya akan digunakan gelombang akustik pada medium bawah air.
Kebutuhan untuk aplikasi pengamatan bawah air dengan trafik yang heterogen membutuhkan bandwith dan reabilitas end-to-end yang memadai. Untuk menunjang kebutuhan tersebut, diusulkan UMIMO-MAC sebagai Medium Access Control untuk protokol bawah air. Salah satu lapis (layer) penting pada UWAN (Underwater Accoustic Network)
adalah MAC (Medium Access Control) yang memiliki karakteristik berbeda dengan jaringan nirkabel radio.
UMIMO-MAC adalah sebuah protokol baru MAC [8], merupakan pengembangan dari teknologi MIMO sebelumnya yang berdasarkan pada two-way handshake protokol. UMIMO-MAC didesain untuk mengurangi efek dari delay propagasi pada efisiensi penggunaan kanal serta untuk mengefisienkan distribusi, pengiriman, dan pengelompokan data.
II. TEORIPENUNJANG A. Pemodelan Kanal
Propagasi akustik di laut dijelaskan menggunakan persamaan gelombang. Metode Ray Theory merupakan suatu metode yang efektif untuk penerapan propagasi pada medium non-homogen pada lautan. Dalam ray model, energi suara dikonsepkan merambat sepanjang jalur ray, dimana jalur tersebut adalah sebuah garis lurus jika kanal yang dilewati mempunyai kecepatan perambatan yang sama di semua kedalaman. Shallow Water Channel (SWA) ini akan dimodelkan sesuai dengan Pekeris Waveguide seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Skema untuk model propagasi Shallow Water Channel yang digunakan dalam Ray Theory [7]
Pada Gambar di atas, R adalah jarak transmisi (m), d1 adalah kedalaman sumber (m), d2 adalah kedalaman penerima (m), dan h adalah kedalaman perairan (m). Jarak yang ditempuh melalui eigenray lurus dapat dinotasikan sebagai D00, dimana [7]:
(1) Sedangkan jarak eigenray yang mengalami pantulan [7]:
(2)
Geoda Eka Garneta, Wirawan
Lab. Komunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail:
[email protected]
,
[email protected]
Medium Access Control untuk Jaringan Sensor Akustik
Bawah Air dengan Menggunakan Hubungan MIMO
(3) dimana Dsb adalah eigenray yang mengalami pantulan dari
permukaan (surface) dan Dbs adalah eigenray yang mengalami
pantulan dari dasar laut (bottom) terlebih dahulu.
Selain model ray, kondisi fisik lautan yang beragam menimbulkan banyak fenomena yang dapat mempengaruhi propagasi sinyal. Beberapa parameter yang dapat mempengaruhi kondisi kanal yaitu:
a. Spreading loss
Spreading Loss adalah loss yang terjadi ketika sebuah gelombang suara tersebar dari sebuah sumber sehingga menyebabkan gelombang suara tersebut semakin melemah. Ada dua macam bentuk spreading loss yaitu cylindrical dan spherical. Pada cylindrical spreading loss, medium memiliki bidang atas dan bawah yang parallel sehingga penyebaran tidak berbentuk bola lagi karena suara tidak dapat menembus bidang batas. Rumus Transmission Loss untuk cylindrical spreading loss adalah sebagai berikut [7]:
(4) b. Redaman oleh penyerapan dan penyebaran
Saat suara berpropagasi di dalam lautan, beberapa bagian dari energi akustik terserap secara kontinyu, dalam hal ini misalnya berubah menjadi energi panas. Formula untuk menghitung koefisien redaman di air laut pada frekuensi 100 Hz-3kHz adalah [7]:
(5) Penyerapan energi pada jarak adalah [7]:
(6) c. Pantulan oleh permukaan
Impedance mismatch antara laut dan udara menyebabkan permukaan laut menjadi bersifat reflektor. Jika permukaan laut relatif tenang, pantulannya akan mendekati sempurna, sehingga sebagai asumsi bahwa koefisien refleksi adalah -1. Jika permukaan kasar (disebabkan oleh gelombang), akan terjadi loss pada setiap interaksi dengan permukaan. Rugi-rugi ini dimodelkan sebagai konstanta Lsr di setiap interaksi dengan permukaan.
d. Pantulan oleh dasar laut
Seperti halnya pada permukaan, impedansi yang tidak cocok antara laut dan dasar laut menyebabkan seabed dapat memantulkan beberapa suara yang datang. Jika ρ dan c adalah kerapatan dan kecepatan suara pada perairan laut, ρ1 dan c1 adalah kerapatan dan kecepatan suara pada dasar laut, maka untuk dasar laut yang lembut, pantulan adalah sudut dependen dan dijelaskan oleh koefisien refleksi Rayleigh [7]:
(7)
dimana:
(8) Sudut kedatangan dapat dikomputasikan berdasarkan geometri dari gelombang Pekeris. Jika sudut berhubungan dengan eigenray dan sudut berhubungan dengan eigenray maka [7]:
(9) (10) Untuk dasar laut yang kasar dan menyerap, tambahan loss pantulan dapat diberikan. Pemodelan loss ini dilakukan dengan membiarkan beberapa tambahan faktor loss konstan dari LBR per interaksi dasar laut.
e. Waktu delay
Karena setiap eigenray yang mengalami pantulan mempunyai panjang jarak transmisi yang bereda-beda, maka waktu delay terhadap eigenray yang mempunyai lintasan lurus dinyatakan sebagai [7]:
(11) (12) Jika x(t) adalah sinyal yang ditransmisikan melewati kanal dan y(t) adalah sinyal diterima, maka dengan mengabaikan delay absolut waktu antara transmisi dan penerima, dapat dituliskan y(t) dan x(t) sebagai [7]:
(13) B. Multiple Input Multiple Output (MIMO)
MIMO adalah singkatan dari Multiple Input Multiple Output. Teknologi ini kali pertama diperkenalkan oleh seorang ahli dari Bell Laboratories pada tahun 1984. Dengan teknologi MIMO, sebuah receiver atau transmitter menggunakan lebih dari satu antena. Tujuannya adalah untuk menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan.
Dalam bidang komunikasi nirkabel atau radio, MIMO menggunakan multiple antena pada transmitter (Tx) dan receiver (Rx) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi. MIMO merupakan salah satu bentuk dari Smart Antenna (SA)
dan merupakan seni dari teknologi SA. Berikut adalah ilustrasi jenis skema input-output antena pada komunikasi nirkabel:
Gambar 2 SISO-SIMO-MISO-MIMO [2]
Teknologi MIMO menarik perhatian riset internasional karena secara signifikan mampu meningkatkan troughput data dan range (jangkauan) komunikasi tanpa bandwidth frekuensi dan daya pancar tambahan. Peningkatan itu dicapai dengan efisiensi spektral yang lebih tinggi (bits/detik/Hz) dan reliabilitas link dengan diversitas. Kenaikan diversitas tersebut mengurangi efek fading kanal. C. Medium Access Control
Medium Access Control adalah sebuah metode untuk mentransmisikan sinyal yang dimiliki oleh node-node yang terhubung ke jaringan tanpa terjadi konflik. Ketika dua komputer meletakkan sinyal di atas media jaringan (sebagai contoh: kabel jaringan) secara simultan (bersamaan), maka kondisi yang disebut sebagai "collision" (tabrakan) akan terjadi yang akan mengakibatkan data yang ditransmisikan akan hilang atau rusak. Solusi untuk masalah ini adalah dengan menyediakan metode akses media jaringan, yang bertindak sebagai "lampu lalu lintas" yang mengizinkan aliran data dalam jaringan atau mencegah adanya aliran data untuk mencegah adanya kondisi collision.
D. UMIMO-MAC Protokol
UMIMO-MAC didesain untuk mengurangi efek dari long propagation delays pada efisiensi penggunaan kanal. Untuk menjelaskan bagaimana proses receiver dalam memilih transmission mode, akan dijelaskan pada gambar 3. Gambar 3 menjelaskan keseluruhan proses saat transmitter berkomunikasi dengan receiver .
Definisi 1. adalah daya transmit maksimum pada saat transmitter mengirim paket inialisasi pada node tujuan. Definisi 2. adalah daya transmit yang dipilih untuk mengirim paket, daya transmit ini diperoleh setelah receiver menerima paket inialisasi dari transmitter .
Definisi 3. adalah maksimum interferensi selama komunikasi yang berlangsung pada receiver .
Definisi 4. adalah waktu ketika receiver telah selesai menerima seluruh paket pada mode transmisi yang telah ditentukan.
Pada UMIMO-MAC setiap transmitter diasumsikan telah mengetahui jarak dari transmitter ke receiver . Setiap node transmitter diasumsikan dapat mengestimasi transmission loss . Selain itu, setiap node receiver dapat mengestimasi multiple access interference (MAI) , noise , jarak , dan transmission loss antara transmitter dan receiver .
Gambar 3 UMIMO-MAC protokol [8]
Intent to Send (ITS) berisikan informasi sebagai berikut : i) parameter yang akan digunakan transmitter untuk membangkitkan spreading code, ii) daya transmit maksimum, iii) jumlah paket yang akan dikirimkan.
Mode to Send (MTS) berisikan informasi sebagai berikut : i) transmission mode yang akan dipakai, ii) daya transmit yang akan dipakai , iii) toleransi interferensi receiver , dan iv) waktu terima terakhir .
Mode transmisi dan daya transmit yang telah dipilih akan digunakan oleh transmitter untuk membangkitkan sinyal. Selebihnya, DATA dan ACK ditransmisikan menggunakan spreading code yang telah ditentukan. ITS, MTS, dan ACK ditransmisikan menggunakan diversity gain tertinggi, dalam arti minimum-rate transmission mode, untuk memaksimalkan probabilitas paket diterima adalah benar.
Jika transmitter dan receiver saling berdekatan, dalam arti mendekati nol. Transmitter akan langsung mengirim paket data setelah menerima MTS jika terdapat dua atau lebih paket data. Jika hanya terdapat satu paket saja, transmitter langsung mengirim paket tersebut tanpa harus menunggu MTS.
III. METODOLOGIPENELITIAN
Berikut akan dijelaskan mengenai tahap-tahap penelitian mulai dari pemodelan sistem hingga simulasi. Gambar 4 adalah diagram alir dari proses pemodelan dan simulasi:
Gambar 4 Diagram alir proses penelitian A. Metode Pemodelan Kanal
Sebelum dilakukan pembuatan sistem MIMO untuk kanal bawah air, terlebih dahulu dilakukan pemodelan kanal bawah air. Kanal yang digunakan pada tugas akhir ini adalah kanal bawah air pada perairan dangkal. Pada perairan dangkal, digunakan kedalaman 100 m. Tabel 1 merupakan parameter yang digunakan dalam pemodelan kanal:
Tabel 1 Parameter kanal
Parameter Symbol Nilai
Jarak pemancar penerima R 50 m
Kedalaman air H 100 m
Frekuensi f 1 KHz
Frekuensi sampling Fs 2 KHz
Kerapatan air ρ 1023 kg/m3
Kerapatan dasar laut ρ1 1900 kg/m3 Kecepatan suara di dasar c1 1750 m/s Kecepatan suara di permukaan c 1520 m/s B. Rancang Bangun Sistem MIMO
Setelah kanal berhasil dimodelkan, langkah berikutnya adalah merancang bangun sistem MIMO. Sistem
MIMO yang dipakai adalah sistem MIMO 2x2, terdapat dua node transmitter dan dua node receiver. Jarak transmisi sebesar 50 m dengan kedalaman laut 100 m, jarak node adalah 10 m dari permukaan laut dan jarak adalah 30 m dari permukaan laut, begitu juga dengan jarak node pada receiver. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Konfigurasi sistem MIMO C. UMIMO-MAC Protokol
Protokol yang akan digunakan adalah protokol UMIMO-MAC. Protokol ini bekerja berdasarkan prinsip two-way handshake protokol. Diagram alir di bawah akan menjelaskan algoritma protokol ini lebih detail :
Gambar 6 Diagram alir UMIMO-MAC protokol Transmitter mengirimkan ITS
Receiver mengirimkan MTS
Receiver mengirimkan ACK Transmitter mengirimkan paket
data
End Diterima receiver ?
Melakukan perhitungan delay dan daya transmit
Menganalisa hasil Menarik kesimpulan Y N Start Start Studi Literatur
Rancang bangun modulasi 16-QAM Rancang bangun kanal UWA Rancang bangun sistem MIMO Mengaplikasikan UMIMO-MAC protokol pada
sistem MIMO End
IV. ANALISISHASILSIMULASI A. Analisis Kanal
Analisis kanal dilakukan guna mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh kanal terhadap sinyal input. Gambar 6 akan menjelaskan bagaimana pengaruh kanal terhadap sinyal input-an.
Gambar 7 Perbandingan sinyal input dan sinyal hasil kanal Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa kanal memberikan dua jenis pengaruh pada sinyal input. Pengaruh pertama yaitu redaman. Terlihat dari amplitudo sinyal hasil kanal yang mengalami penurunan dari sinyal input yaitu dari 3 V menjadi 0,05 V. Pengaruh kedua yaitu delay, terlihat dari waktu kedatangan paket.
B. Analisis Delay
Pada analisis ini, dilakukan pengukuran terhadap delay paket akibat pengaruh dari kanal yang diaplikasikan pada jarak transmisi 50 m, 30 m, dan 10m. Langkah pertama adalah mencari waktu tiba paket dengan sistem yang menggunakan kanal ideal, didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 2 Waktu tiba paket sistem kanal ideal pada jarak 50 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 5,1195 detik 5,2448 detik Transmitter 2 5,4760 detik 5,3506 detik Tabel 3 Waktu tiba paket sistem kanal ideal pada jarak 30 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 4,2956 detik 4,3355 detik Transmitter 2 4,5669 detik 4,4270 detik Tabel 4 Waktu tiba paket sistem kanal ideal pada jarak 10 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 2,6679 detik 2,7493 detik Transmitter 2 2,9808 detik 2,8995 detik
Tahap selanjutnya adalah mencari waktu tiba paket dengan menggunakan sistem yang mengaplikasikan kanal Rayleigh, didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 5 Waktu tiba paket sistem kanal Rayleigh pada jarak 50 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 5,6576 detik 5,7855 detik Transmitter 2 6,0169 detik 5,8888 detik Tabel 6 Waktu tiba paket sistem kanal Rayleigh pada jarak 30 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 4,8214 detik 4,8653 detik Transmitter 2 5,0970 detik 4,9529 detik Tabel 7 Waktu tiba paket sistem kanal Rayleigh pada jarak 10 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 3,1810 detik 3,2705 detik Transmiter 2 3,5021 detik 3,4127 detik
Setelah didapat kedua macam data waktu tiba paket, dilakukan perhitungan terhadap delay dengan cara mencari selisih waktu tiba paket sistem kanal Rayleigh dengan waktu tiba paket sistem kanal ideal. Berikut adalah hasil perhitungan delay paket tersebut:
Tabel 8 Delay transmisi pada jarak 50 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 0,5381 detik 0,5407 detik Transmitter 2 0.5409 detik 0,5382 detik
Tabel 9 Delay transmisi pada jarak 30 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 0,5258 detik 0,5298 detik Transmitter 2 0,5301 detik 0,5259 detik
Tabel 10 Delay transmisi pada jarak 10 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 0,5131 detik 0,5212 detik Transmitter 2 0,5213 detik 0,5132 detik
Jarak transmisi memberikan pengaruh terhadap perubahan delay. Didapat pada jarak transmisi 50 m terdapat delay 0,5381 ~ 0,5409 detik; jarak transmisi 30 m terdapat delay 0,5258 ~ 0,5301 detik; dan untuk jarak transmisi 10 m terdapat delay 0,5131 ~ 0,5213 detik.
C. Analisis Daya
Analisis daya dilakukan untuk mengetahui besarnya daya yang hilang karena pengaruh dari sistem kanal Rayleigh. Digunakan daya sebesar 5 watt sebagai daya referensi (daya untuk mengirim paket). Digunakan variabel jarak transmisi sebagai pembanding, yaitu sejauh 50 m, 30 m, dan 10 m. Setelah paket tiba di receiver, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 11 Daya yang diterima pengaruh dari kanal Rayleigh pada jarak 50 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 3,4245 watt 3,3335 watt Transmitter 2 3,1567 watt 3,2351 watt Tabel 12 Daya yang diterima pengaruh dari kanal Rayleigh
pada jarak 30 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 3,9185 watt 3,8452 watt Transmitter 2 3,6357 watt 3,7349 watt Tabel 13 Daya yang diterima pengaruh dari kanal Rayleigh
pada jarak 10 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 4,4144 watt 4,3171 watt Transmitter 2 4,1336 watt 4,2314 watt
Setelah didapatkan data mengenai daya terima pengaruh dari kanal Rayleigh, lalu dilakukan perhitungan terhadap besarnya daya yang hilang karena pengaruh dari kanal Rayleigh. Untuk mencari besarnya daya yang hilang, dilakukan perhitungan terhadap selisih dari daya referensi, sebesar 5 watt, dengan daya terima pengaruh dari kanal Rayleigh. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 14 Daya yang hilang pengaruh dari kanal Rayleigh pada jarak 50 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 1,5755 watt 1,6665 watt Transmitter 2 1,8433 watt 1,7649 watt Tabel 15 Daya yang hilang pengaruh dari kanal Rayleigh pada
jarak 30 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 1,0815 watt 1,1548 watt Transmitter 2 1,3643 watt 1,2651 watt Tabel 16 Daya yang hilang pengaruh dari kanal Rayleigh pada
jarak 10 m
Node Receiver 1 Receiver 2
Transmitter 1 0,5856 watt 0,6829 watt Transmitter 2 0,8664 watt 0,7686 watt
Kanal memberikan pengaruh terhadap daya, daya yang semula bernilai 5 watt menjadi 3,1567 ~ 3,4245 watt untuk jarak transmisi 50 m; 3,6357 ~ 3,9185 watt untuk jarak transmisi 30 m; dan 4,1336 ~ 4,4144 watt untuk jarak transmisi 10 m.
D. Analisis Jumlah Node
Pada analisis jumlah node ini, dilakukan simulasi sistem SISO, SIMO, MISO, dan MIMO, setelah itu dilakukan analisis perbandingan dari setiap sistem. Sistem tersebut menggunakan sistem kanal, jenis modulasi, jarak transmisi, dan kedalaman laut yang sama. Dari hasil simulasi didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 17 Perbandingan delay SISO, SIMO, MISO, dan MIMO Sistem Transmitter 1 Transmitter 2 SISO (1x1) 0,5432 detik -
SIMO (1x2) 0,5418 detik -
MISO (2x1) 0,5376 detik 0,5405 detik MIMO (2x2) 0,5381 detik 0,5407 detik
Dari hasil simulasi, diperoleh sistem SISO memiliki delay 0,5432 detik; sistem SIMO memiliki delay 0,5418 detik; sistem MISO memiliki delay 0,5376 detik dan 0,5405 detik; serta sistem MIMO memiliki delay 0,5381 detik dan 0,5407 detik.
V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah:
1. Kanal memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap paket data yang dikirim, pengaruh tersebut antara lain redaman amplitudo dan delay.
2. Jarak transmisi memberikan pengaruh terhadap perubahan delay. Semakin jauh jarak transmisinya, maka semakin besar delay yang didapat.
3. Kanal memberikan pengaruh terhadap perubahan daya. Perubahan daya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jarak transmisi, redaman permukaan laut, redaman dasar laut, dan multipath. 4. Sistem SISO, SIMO, MISO, dan MIMO memiliki
delay yang hampir sama. Jadi yang membedakan sistem-sistem tersebut adalah jumlah node-nya. Semakin banyak jumlah node, maka semakin kecil pula kemungkinan terjadinya paket data hilang.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Akyildiz, Ian F., Mehmet C. Vuran, and Ozgur B, “Wireless sensor
network”, United kingdom. 2010.
[2] Anonim, “MIMO”, http://en.wikipedia.org/wiki/MIMO, April 2012. [3] L. M. Brekhovskikh and Y. P. Lysanov, "Fundamental of Ocean
Acoustics", 2nd ed., Springer, New York, 1990.
[4] Lukmanul, H., “Analisis Kinerja Sistem MIMO-OFDM pada Kanal Rayleigh dan AWGN dengan Modulasi QPSK”, Tugas Akhir S-1, Universitas Diponegoro, 2010.
[5] Etter, Paull C. 2003. “Underwater Acoustic Modelling and Simulation
third edition”. Spon Press.
[6] R. J. Urick, “Principles of Underwater Sound”. McGraw-Hill, 1983. [7] M. A. Chitre, “Underwater Acoustic Communications in Warm
Shallow Water Channels”. PhD thesis, National University of
Singapore, 2006.
[8] L. Kuo, T. Melodia, "Medium Access Control for Underwater
Acoustic Sensor Networks with MIMO links," in Proc. of ACM Intl.
Conf. on Modeling, Analysis and Simulation of Wireless and Mobile Systems (MSWiM), Tenerife, Canary Islands, Spain, October 2009. [9] I. F. Akyildiz, D. Pompili, and T. Melodia, “Underwater acoustic
sensor networks: research challenges". Ad Hoc Netw. (Elsevier), vol.