• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total Leukosit dan Diferensial Leukosit Babi Landrace yang diberi Pakan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dari Perairan tercemar Timbal (Pb).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Total Leukosit dan Diferensial Leukosit Babi Landrace yang diberi Pakan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dari Perairan tercemar Timbal (Pb)."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TOTAL DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT BABI LANDRACE YANG DIBERI PAKAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) DARI

PERAIRAN TERCEMAR TIMBAL (Pb)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas–Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

Komang Suciani Paramita NIM. 1109005102

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TOTAL DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT BABI LANDRACE YANG DIBERI PAKAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) DARI

PERAIRAN TERCEMAR TIMBAL (Pb)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas–Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

Komang Suciani Paramita NIM. 1109005102

Menyetujui/Mengesahkan:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS NIP. 19581005 198403 1 002 NIP. 19600318 198503 1 001

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP NIP. 19600305 198403 1 001

(3)

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh–sungguh kami berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Ditetapkan di Denpasar, tanggal...

Panitia Penguji

Prof. Dr. drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS drh. A.A. Sagung Kendran, M.Kes Sekretaris Anggota

drh. I Nyoman Sulabda, M.Kes Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS

(4)

RIWAYAT HIDUP

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb dalam ransum terhadap total dan diferensial leukosit babi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sampel yang digunakan adalah sampel darah dari 8 ekor babi Landrace yang digunakan sebagai perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah: A = babi yang mendapat ransum tanpa eceng gondok, B = babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan eceng gondok 2,5%, C = babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan eceng gondok 5%, dan D = babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan eceng gondok 7,5%.

Sampel darah diambil melalui vena auricularis superficialis. Total dan diferensial leukosit diperiksa di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Total leukosit diperiksa dengan menggunakan alat otomatis auto analyzer Scil Vet ABC (ABC Vet 16p) dan diferensial leukosit diperiksa lewat preparat apus darah dengan pewarnaan Giemsa. Penghitungan diferensial leukosit dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa 100 kali, menggunakan straight-edge method hingga ditemukan 100 sel leukosit. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb pada pakan tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap total dan diferensial leukosit babi.

(6)

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the effect of water hyacinth (Eichhornia crassipes) collected from Lead (Pb) polluted water in feed total and differential leukocyte counts of pigs. This study was an experimental study and done using a completely randomized design. The sample that been used was blood from a total of eight Landrace pigs, consisted of four groups: pigs were fed without hyacinth (A), pigs were fed with 2,5% hyacinth (B), pigs were fed with 5% hyacinth (C), and pigs were fed with 7,5% hyacinth (D).

Blood were then collected from auricularis superficialis vein. The total and differential leukocytes were checked in the Clinical Pathology Laboratory, Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University. Total leukocytes count were measured by auto analyzer Scil Vet ABC (ABC Vet 16p). The blood were also processed for blood smear preparation by Giemsa staining before performing examination by using 100x magnificence under a microscope using straight edge method. Data were then analyzed by one-way ANOVA. The results showed that the administration of water hyacinth (Eichhornia crassipes) collected from Lead (Pb) polluted water was not influence the total and differential leukocyte counts in pig (P>0.05).

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Total dan Diferensial Leukosit Babi Landrace yang Diberi Pakan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dari Perairan Tercemar Timbal (Pb)” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana beserta para Pembantu Dekan. 2. Bapak Prof. Dr. drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS dan Bapak Prof. Dr.

Ir. I Gede Mahardika, MS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu drh. A.A Sagung Kendran, M.Kes., Bapak drh. I Nyoman Sulabda, M.Kes., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS yang telah menguji dan memberikan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. 4. Bapak drh. A.A Gde Jaya Wardhita, M.Kes selaku Pembimbing Akademik

yang telah membimbing dengan sabar memberikan motivasi, nasihat serta dukungan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

5. Ibu drh. Luh Dewi Anggreni yang telah membantu dalam penyediaan alat dan bahan untuk penelitian ini serta Bapak dan Ibu dosen, staff pimpinan dan pegawai pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas segala bimbingan dan bantuannya selama mengikuti masa perkuliahan sehingga penulis dapat meraih gelar sarjana kedokteran hewan.

(8)

7. Untuk Bli Oka terima kasih atas dorongannya selama ini, selalu memberikan semangat dan menjadi pendengar yang baik untuk semua keluh kesah penulis selama penyelesaian skripsi ini.

8. Untuk P. Vindhy Chempaka Putri, Ni Kadek Nining Laksmi Dewi, Ni Kadek Melinda Maya Dika, Ferbian Milas Siswanto, Dewa Gede Agung Widyadnyana, I Wayan Nova Ardinata dan rekan-rekan seperjuangan 2011B lainnya. Terima kasih atas saran dan bantuan yang telah diberikan. 9. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu yang telah

memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulis skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Hewan.

Denpasar, 14 Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Rum usan Masalah ... 3

1.3 ... Tujua n Penelitian ... 3

1.4 ... Manf aat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ... Babi ... 4

2.2 Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) ... 6

2.2.1... Morf ologi ... 7

2.2.2 Kandungan Eceng Gondok ... 7

2.3 Logam Timbal (Pb)... 8

2.4 Sel Darah Putih pada Babi ... 9

2.4.1 Leukosit Granulosit ... 10

2.4.2 Leukosit Agranulosit ... 14

2.5 Leukositosis ... 17

2.6 Kerangka Konsep... 18

2.7 Hipotesis ... 18

BAB III MATERI DAN METODE 3.1 ... Mate ri Penelitian ... 19

3.1.1 Babi... 19

3.1.2 Bahan ... 19

3.1.3 Alat ... 19

3.2 ... Ranc angan Percobaan ... 19

(10)

3.4 ... Meto

de Penelitian ... 20

3.4.1 Perlakuan Sampel ... 20

3.4.2 Pengambilan Sampel Darah ... 20

3.4.3 Menghitung Total Leukosit ... 21

3.4.4 Pembuatan Sampel Apusan Darah ... 21

3.4.5 Pewarnaan Giemsa ... 21

3.4.6 Penghitungan dan Identifikasi Jenis Leukosit ... 22

3.5 ... Anali sis Data ... 22

3.6 ... Loka si dan Waktu Penelitian ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Total Leukosit ... 23

4.2 Diferensial Leukosit ... 24

4.3 Pengujian Hipotesis ... 26

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 ... Simp ulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 American Landrace (Kitsteiner, 2014) ... ..5 2.2 Eceng Gondok (Eichornia crassipes) (Dbenbenn, 2006) ... ..6 2.3 Gambaran Sel Darah Putih Normal pada Babi (Karalyan et al. 2012) ... 16 4.1 Perbedaan Rerata Total Leukosit Babi Landrace Sebelum dan 4 Bulan

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Babi merupakan ternak yang dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang Indonesia khususnya masyarakat Bali. Pada umumnya peternakan babi di Indonesia masih dilakukan secara sederhana. Selain sebagai usaha utama, peternakan babi dapat pula dijadikan sebagai usaha sampingan ataupun komplementer bagi masyarakat (Aritonang, 1998).

Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak babi adalah masalah pakan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ternak babi sangat tergantung pada pakan yang diberikan dan biaya untuk penyediaan pakan pada usaha beternak babi dapat mencapai 80% dari total biaya yang dibutuhkan (Sihombing, 1997).

Pakan merupakan kebutuhan pokok dalam pertumbuhan dan perkembangan ternak babi. Salah satu unsur penting dalam ransum ternak babi adalah besarnya kandungan protein yang terdapat dalam ransum tersebut. Sumber protein dalam ransum ternak dapat berasal dari protein asal hewani maupun protein nabati. Sumber protein nabati berasal dari bungkil kacang kedelai dan bungkil kacang tanah, sedangkan protein hewani berasal dari tepung ikan atau fish meal (Laot, 2014).

Ketersediaan kedua bahan tersebut terbatas sehingga masih tergantung pada impor. Cara yang bisa ditempuh dengan mensubstitusi penggunaan sebagian bahan-bahan tersebut dengan bahan lain yang berkualitas dan selalu tersedia sepanjang musim adalah dengan memanfaatkan hasil limbah pertanian, salah satunya dengan menggunakan eceng gondok.

(14)

2

menunjukkan bahwa eceng gondok mengandung bahan organik yang kaya akan vitamin dan mineral, juga mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat sehingga perlu dilakukan upaya untuk menanganinya agar tidak mengganggu dan merusak lingkungan. Salah satu alternatifnya adalah dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.

Pada beberapa daerah, eceng gondok telah dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, salah satunya ternak babi. Penelitian mengenai pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan penyusun ransum babi belum ada. Suharsono (1979) telah melakukan percobaan terhadap ayam petelur jenis Hyline berumur 12 bulan yang diberi ransum basal dari PT. Cargill dengan penambahan daun eceng gondok sampai 10%. Hasil percobaannya menunjukkan bahwa penambahan eceng gondok sampai 10% tidak merugikan baik terhadap produksi telur maupun kualitas telurnya.

Tanaman eceng gondok berpotensi dalam menyerap logam berat salah satunya adalah Timbal (Pb), karena merupakan tanaman dengan toleransi tinggi yang dapat tumbuh baik dalam limbah, pertumbuhannya cepat serta menyerap dan mengakumulasi logam dengan baik dalam waktu yang singkat. Timbal (Pb) sendiri merupakan logam yang bersifat neurotoksin yang dapat masuk dan terakumulasi dalam tubuh manusia ataupun hewan, sehingga bahayanya terhadap tubuh semakin meningkat (Lu, 1995 dan Kusnoputranto, 2006).

(15)

3

meningkatkan leukosit, karena racun merupakan senyawa yang berbahaya bagi tubuh sehingga tubuh meresponnya dengan meningkatkan sel-sel pertahanan tubuh salah satunya adalah leukosit.

Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengaitkan dampak pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb terhadap gambaran darah babi. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb sebagai ransum babi dapat mempengaruhi total leukosit dan diferensial leukosit babi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb dalam ransum dapat meningkatkan total dan diferensial leukosit babi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb dalam ransum terhadap total

leukosit dan diferensial leukosit babi.

1.4. Manfaat Penelitian

(16)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Babi

Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).

Menurut Sihombing (1997), klasifikasi zoologis ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Chordata,

Klass : Mamalia (menyusui),

Ordo : Artiodactyla (berkuku genap), Famili : Suidae (non ruminansia), Genus : Sus,

Spesies : Sus scrofa, Sus vittatus, Sus celebensis, Sus barbatus, Sus leucomystax, Sus verrucosus, Sus cristatus.

(17)

5 yaitu cara pemberian pakan, aroma pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang, ketersedian air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).

Babi Landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark, termasuk babi bacon yang berkualitas tingi. Babi Landrace sangat populer sehingga dikembangkan juga di Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia, yakni American Landrace dan Australian Landarce. Babi ini berwarna putih, terkenal babi bertubuh panjang seperti busur, besar, lebar, bulu halus, dan juga kakinya panjang. Babi ini terkenal sangat profilik hingga kini babi ini juga yang terbukti paling banyak per kelahiran, serta presentase dagingnya tinggi. Tulang rusuknya 16-17 pasang dan sampai kini puting susu babi inilah yang terbanyak diantara bangsa babi unggul. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320-410 kg dan induk berbobot 250-340 kg. Kelemahan babi ini adalah kaki belakang yang lemah terutama saat induk bunting, dan hasil daging yang pucat (Sihombing, 2006).

Gambar 2.1 American Landrace (Kitsteiner, 2014)

(18)

6 2.2 Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Eceng gondok merupakan tumbuhan rawa atau air, yang mengapung di atas permukaan air. Di ekosistem air, enceng gondok ini merupakan tanaman pengganggu atau gulma yang dapat tumbuh dengan cepat (3% per hari). Pesatnya pertumbuhan enceng gondok ini mengakibatkan berbagai kesulitan seperti terganggunya transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lain karena penyebarannya yang menutupi permukaan sungai/ perairan (O’Sullivan, 2010).

Menurut Mukti (2008), klasifikasi dari tanaman eceng gondok adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichornia

Spesies : Eichornia crassipes

Gambar 2.2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes) (Dbenbenn, 2006)

(19)

7 tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Widianto dan Suselo, 1977).

2.2.1 Morfologi

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru.

Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan. Hal ini membuat eceng gondok dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40- 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm.

Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Mukti, 2008).

2.2.2 Kandungan Eceng Gondok

(20)

8 2.3 Logam Timbal (Pb)

Logam berasal dari bumi yang bisa berupa bahan organik dan bahan anorganik. Diantara sekian banyak logam, ada yang keberadaannya di dalam tubuh mahluk hidup baik pada tanaman, hewan atau ternak dan manusia merugikan bahkan beracun. Logam yang dimaksud umumnya digolongkan pada logam berat. Menurut Saeni (1989) bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah unsur yang mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm3 yang biasanya terletak di bagian kanan bawah sistem periodik.

Contoh-contoh logam berat yang dinyatakan oleh Saeni (1989) diantaranya: Fe, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn dan As. Dari logam-logam berat tersebut, menurut Anggorodi (1979) Fe, Cr, Zn, Cu dan Mn termasuk dalam kelompok logam berat dan merupakan mineral yang esensial dan tergolong mineral mikro bagi ternak, maka logam berat yang tergolong nonesensial dan bersifat racun bagi ternak adalah kelompok logam: Pb, Cd, Hg, dan As.

Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serat mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328 °C; titik didih 1740 °C; dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Widowati et al., 2008).

Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah timbal (Pb). Tercemarnya air sungai oleh limbah pabrik yang mengandung Pb menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar oleh Pb (Kohar et al., 2004). Timbal (Pb) merupakan salah satu pencemar yang dipermasalahkan karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan berbahaya (Purnomo dan Muchyiddin, 2007).

(21)

9 akumulatif dan akumulasinya tergantung levelnya. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pada ternak jika terdapat pada jumlah di atas batas ambang.

Konsentrasi logam berat yang dikonsumsi oleh hewan bervariasi. Badan penelitian nasional Kanada (National Researh Council, NRC) menentukan jumlah maksimum kandungan logam yang diperbolehkan untuk konsumsi hewan disebut Maximum Tolerable Level (MTL). Adapun MTL merupakan kandungan logam yang aman bagi hewan dan manusia yang mengkonsumsi produk hewan tersebut. Batas toleransi logam berat Pb dalam pakan menurut NRC untuk sapi adalah 30 mg/kg (Sutjiwardhayani, 2006). Underwood dan Suttle (1999) mencantumkan batas ambang untuk ternak unggas dalam pakannya, yaitu 3-5 mg/kg. Disisi lain Darmono (1995) mencantumkan dosis keracunan Pb pada beberapa ternak, seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak

Jenis Ternak Toksik dalam Pakan (mg/kg)

Babi 1.000

Pedet 200 – 400

Domba ` 200 – 400

Sumber: Darmono (1995)

2.4 Sel Darah Putih pada Babi

Sel darah putih (leukosit) berasal dari bahasa Yunani dari kata leuco yang berarti putih dan cyte yang berarti sel. Leukosit merupakan benda darah yang memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel dapat bergerak pada keadaan tertentu. Leukosit mampu bergerak keluar dari pembuluh darah untuk menjalankan fungsinya. Pembuluh darah merupakan tempat transportasi bagi leukosit. Jumlah leukosit pada setiap spesies bervariasi dan dipengaruhi juga oleh keadaan tubuh individu tersebut (Dharmawan, 2002 ; Gartner and Hiatt, 2014).

(22)

10 menyatakan bahwa, dalam aktivitasnya sebagai sistem peratahanan, leukosit mampu keluar dari pembuluh darah dan akan menuju ke jaringan-jaringan yang membutuhkan. Jumlah leukosit pada setiap spesies hewan berbeda–beda. Jumlah leukosit tertinggi ternyata pada babi yaitu 16 x 103/mm3, sedangkan pada sapi berkisar 8 x 103/mm3. Neutrofil dan limfosit merupakan leukosit yang paling banyak terdapat pada hewan dengan keadaan normal. Jumlah monosit, eosinofil dan basofil yang rendah merupakan normal pada mamalia (Harvey, 2012).

Leukosit digolongkan menjadi dua kelompok, yakni: 1) granulosit: leukosit yang memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasmanya dan terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil; 2) agranulosit: leukosit yang tidak memiliki butir khas dalam sitoplasmanya, terdiri atas monosit dan limfosit. Dari penghitungan jenis leukosit dapat ditentukan presentase normal dari tiap jenis hewan yang ternyata cukup berbeda. Pada anjing, kucing, dan kuda, presentase leukosit neutrofil lebih besar daripada limfosit, sedangkan pada ruminansia, limfosit bersifat dominan. Darah babi diantara kedua kelompok tersebut di atas, hanya limfositnya sedikit lebih banyak daripada leukosit neutrofilnya (Dharmawan, 2002).

2.4.1 Leukosit Granulosit

Granulosit digolongkan menjadi tiga tipe sel berdasarkan sifatnya terhadap zat warna tertentu. Basofil granulnya bersifat basofil (ungu), eosinofil granulnya bersifat asidofil (berwarna merah dengan eosin), sedangkan neutrofil granulnya tidak bersifat asidofil ataupun basofil. Neutrofil sering disebut juga sebagai heterofil. Neutrofil merupakan leukosit polimorfonukleus (polymorphonuclear leucocytes / PMN) karena intinya berlobus – lobus, yang terdiri atas satu sampai lima lobus (Dharmawan, 2002).

2.4.1.1 Neutrofil

(23)

11 beberapa hari kemudian akan diapoptosis oleh makrofag dalam limpa dan hati (Harvey, 2012). Neutrofil dewasa berdiameter 10 – 12 µm. Neutrofil memiliki granul halus dalam sitoplasma dan intinya bergelambir. Inti kromatinya terlihat pekat dan mengelompok. Benang kromatin antar gelambir jelas terdapat pada ruminansia dan terkadang tampak pada babi. Neutrofil tua memiliki gelambir lebih banyak dan lebih jelas dari pada neutrofil muda. Bentuk dari neutrofil muda (band cell) berbentuk huruf U, V atau S (Dharmawan, 2002).

Menurut Hoffbrand (2006), neutrofil memiliki cara sendiri dalam memasuki jaringan yakni dengan bermigrasi sebagai akibat respon kemotatik. Permukaan sel neutrofil memiliki pseudopodia kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Pseudopodia ini berguna untuk meningkatkan luas permukaan neutrofil dalam rangka proses fagositosis (Weiss dan Wardrop, 2010). Dengan mikroskop elektron kadang diamati adanya mitokondria yang jelas, sedikit poliribosom dan granul oksigen (Dharmawan, 2002). Ada tiga jenis granul (butir) yang dimiliki oleh neutrofil dan memiliki fungsi tertentu, yaitu granul spesifik, granul azurofilik dan granul tersier. Granul spesifik mengandung agen fagositosis. Granul azurofilik merupakan lisosom. Sedangkan granul tersier mengandung glikoprotein yang dimasukan ke membran sel (Weiss dan Wardrop, 2010 ; Gartner dan Hiatt, 2014).

(24)

12 neutrofil (neutrofilia) karena dipengaruhi oleh invasi dari virus, bakteri, parasit, dan partikel lainnya yang terjadi di dalam suatu jaringan, sehingga mengakibatkan sel neutrofil bergerak secara amoboid ke daerah yang terinfeksi. Jumlah neutrofil normal pada babi sekitar 28 – 47% dari jumlah keseluruhan leukosit (Dharmawan, 2002).

2.4.1.2 Eosinofil

Jumlah leukosit eosinofil dalam aliran darah berkisar antara 0 sampai 15% dari jumlah leukosit, berdiameter 10 – 15 µm. Inti bergelambir dua, dikelilingi oleh butir-butir asidofil yang cukup besar dan berukuran 0,5 sampai 1,0 mm. Jangka hidup sel ini 3 sampai 5 hari. Hubungan antar dua gelambir sering tertutup oleh butir sekreta sehingga tidak jelas (Dharmawan, 2002). Eosinofil diberi nama demikian karena keterkaitannya dengan eosin (pewarna merah pada pemeriksaan darah rutin). Ukuran bentuk dan jumlah granul eosinofil berbeda tiap spesienya. Pada sapi dan babi eosinofil ukurannya sangat kecil. Leukosit eosinofil babi butirnya bulat, warnanya oranye kotor, dan mengisi penuh sel. Intinya berbentuk lonjong atau seperti ginjal dan memiliki dua gelambir. Eosinofil muda (band eosinophil) sering terlihat pada hewan dan dalam penghitungan diferensial juga dihitung. Tahap pematangan eosinofil dapat dibedakan dengan jelas apabila terjadi eosinofilia ekstrim (Dharmawan, 2002 ; Harvey, 2012).

(25)

13 protein asing yang masuk ke dalam tubuh, baik itu melalui paru-paru maupun saluran cerna. Selain respon terhadap protein asing, eosinofil juga merespon terhadap racun yang dihasilkan oleh bakteri maupun parasit. Sel ini juga mengandung histaminase yang mengaktifkan histamin dan melepaskan serotonin dari sel tertentu, juga melepaskan zinc yang menghalangi agregasi trombosit dan migrasi makrofag. Pada babi nilai normal eosinofil berkisar antara 0,5 – 11% (Dharmawan, 2002). Nilai tersebut akan mengalami peningkatan (eosinofilia) akibat terjadi reaksi hipersensitivitas dan infeksi bakteri maupun parasit, sedangkan eosinofil akan mengalami penurunan (eosinopenia) akibat terjadi infeksi sekunder.

2.4.1.3 Basofil

Basofil merupakan leukosit polimorfonuklear yang terdapat pada darah berkisar 0,2% saja. Dengan diameter 10 – 12 µm dan ukuran ini terlihat lebih kecil dari sel eosinofil. Intinya terdiri atas dua gelambir atau bentuknya tidak beraturan. Granul yang ada di sitoplasmanya berwarna biru tua atau ungu yang agak cerah dan menutupi inti dengan ukuran (0,5 sampai 1,5µm). Leukosit basofil sulit ditemukan dalam darah anjing dan kucing. Dengan mikroskop elektron, penampakan leukosit basofil pada babi agak berbeda karena butirnya berbentuk panjang seperti halter (Dharmawan, 2002).

Basofil memiliki fungsi langsung pada akhir fase dari respon hipersensitivitas tipe I serta pada fase awal dari respon hipersensitivitas delayed (tertunda). Leukosit basofil juga beredar ke jaringan radang membantu IgE pada fase akhir, sel ini memiliki fungsi merusak seperti sel mast. Basofil juga berperan dalam proses fagositosis cacing. Dalam menghasilkan respon sel T helper 2, basofi berperan sebagai stimulusnya (Weiss dan Wardrop, 2010).

(26)

14 diduga aktivitas dari basofil ini merupakan prekursir dari sel mast. Seperti yang dikatakan oleh Ganong (1995), bahwa sel basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di sisi luar kapiler dalam tubuh (Dharmawan, 2002). Basopenia atau penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah dapat terjadi karena reaksi stres dan terapi steroid dalam jangka panjang. Peningkatan jumlah basofil atau basofilia dalam sirkulasi darah mengindikasi bahwa, telah terjadi peradangan akut yang menyebabkan hipersensitivitas (Melvin dan William, 1993). Dharmawan (2002) menambahkan, basofilia pada hewan jarang terjadi, kalaupun ada, biasanya disertai oleh eosinofilia atau leukemia granulosit basofilik.

2.4.2 Leukosit Agranulosit

Sel darah putih yang digolongkan ke dalam agranulosit tidak memiliki granul sitoplasma spesifik, namun kadang mengandung granul azurofil yang tidak begitu spesifik. Lebih jauh lagi agranulosit ditandai oleh adanya memiliki inti lonjong, bulat dengan lekukan pada intinya yang khas (Dharmawan, 2002).

2.4.2.1 Limfosit

Proporsi limfosit pada babi berkisar antara 39 – 62% dari total leukosit. Limfosit kecil berukuran 6 – 9 µm, sedangkan yang besar berdiameter 12 – 15 µm. Limfosit besar merupakan bentuk yang belum dewasa (prolymphocytes). Limfosit kecil pada babi intinya memenuhi sel dengan sitoplasma tipis dan dapat mengandung butir azurofil. Sedangkan limfosit besar intinya agak cerah dan dan menunjukkan adanya bercak kromatin (Dharmawan, 2002).

(27)

15 memproduksi antibody sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang terikat pada makrofag.

Sifat limfosit cenderung lentur dan mampu mengubah bentuk dan ukurannya sehingga dengan mudah dapat menerobos jaringan. Limfosit di aliran darah ada tiga tipe, yaitu sel T, sel B dan sel null. Pada ketiga jenis sel tersebut ada perbedaan (surface marker) yang dapat dibedakan dengan teknik sitokimia. Sel T berperan dalam imunitas seluler dengan proporsi 70 – 75%. Sel B berperan dalam imunitas humoral dengan proporsi sedikit hanya 10 – 20%, beberapa diantaranya tumbuh menjadi sel plasma. Sedangkan limfosit null hanya mencapai 10 - 15% (Dharmawan, 2002).

Menurut Guyton (1997), Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan–bulan atau bahkan bertahun-tahun, namun hal ini akan bergantung pada kebutuhan sel ini dalam tubuh. Kondisi yang stress dan pengaruh setelah vaksinasi dapat meningkatkan jumlah limfosit (limfositosis), selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi penyembuhan infeksi akut. Penurunan persentase limfosit (limfositopenia) terjadi akibat infeksi viral.

2.4.2.2 Monosit

Leukosit terbesar adalah monosit dengan diameter 15 – 20 µm dan berjumlah 2 – 10% dari seluruh jumlah leukosit (Dharmawan, 2002). Monosit dapat dibedakan dari limfosit dari segi bentuk yang bervariasi, selain itu jumlah sitoplasma monosit lebih sedikit dari limfosit serta sitoplasma limfosit lebih basofilik daripada monosit. Inti monosit dapat berbentuk bundar, berbentuk ginjal, band-shape atau berbelit – belit (ameboid) dengan kromatin yang longgar atau sedikit mengelompok. Inti memiliki satu sampai tiga inti, tetapi tidak tampak pada sediaan ulas darah. Sitoplasma berwarna biru abu – abu dan sering berisi vakuola dengan variasi ukuran. Kadang ditemukan debu merah muda atau butiran ungu kemerahan pada sitoplasma (Harvey, 2010).

(28)

16 jaringan limfoid. Dalam sel darah putih, jumlah monosit mencapai 0 – 10% dari total keseluruhan komponen (Dharmawan, 2002).

Fungsi utama dari monosit adalah untuk mengeliminasi mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Peran lainnya adalah sebagai proses dan mengatur respon imun melalui presentasi antigen pada sistem kekebalan tubuh dan sekresi sitokin, mengubah faktor pertumbuhan, modulasi respon radang melalui faktor pertumbuhan hematopoietik, inisiasi peradangan, produksi sitokin dan kemokin, pengaturan metabolisme besi, menghilangkan jaringan rusak dan mati, serta interaksi dengan sel – sel tumor (Weiss dan Wardrop, 2010).

(29)

17 Gambar 2.3. Gambaran sel darah putih normal pada babi. A: eosinofil, B: basofil,

C: limfosit menengah, D: limfosit kecil dan besar, E: monosit, F: neutrofil 2.5 Leukositosis

Leukositosis adalah suatu gambaran darah berupa peningkatan jumlah absolute dari sel-sel leukosit, neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit di atas nilai normal. Secara berurutan gambaran darah yang demikian itu dikenal sebagai leukositosis, neutrofilia, eosinofilia, basofilia, monositosis, dan limfositosis.

Penyebab terjadinya leukositosis, yaitu infeksi umum: septicemia, pasteurelosis, salmonelosis, infeksi lokal: oleh bakteri streptokokus, stapfilokokus, korine bacterium, dan bakteri nanah lainnya. Pada prinsipnya, bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan memproduksi toksin yang dapat masuk ke dalam jaringan maupun sel leukosit itu sendiri. Sebagai responnya, akan terjadi kenaikan jumlah leukosit (Dharmawan, 2002).

Selanjutnya, Dharmawan (2002) menjelaskan penyebab lain terjadinya leukositosis, yaitu tumor, trauma, leukimia dan keracunan Pb, Hg, serta racun ular yang menyebabkan terjadinya kenaikan leukosit. Tingkatan leukositosis dapat dipengaruhi oleh spesies, berat tidaknya infeksi, virulensi agen penyakit, kepekaan inang.

(30)

18 2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Babi Landrace

Pemeliharaan secara intensif

Biaya ransum komersial mahal

Pemberian eceng gondok dari perairan tercemar Pb dalam ransum dapat meningkatkan total dan

diferensial leukosit Ransum ditambahkan eceng gondok dari perairan tercemar

timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan logam berat yang bersifat

(31)

Gambar

Gambar 2.1 American Landrace (Kitsteiner, 2014)
Gambar 2.2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)
Tabel 2.1 Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak
Gambar 2.3.

Referensi

Dokumen terkait

Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

; anak u-ia 1" bulan imuni-a-i dak lengka*< menda*atkan ASI ek-klu-id< dak teratur ke *o-yandu ; -emua anggota keluarga menggunakan air ber-ih dan 5amban -ehat

Artinya tinggi rendahnya bidang- bidang kompetensi wirausaha petani ditentukan pula oleh peningkatan karakteristik individu mereka (5) Beberapa karakteristik individu

Jika produk ini mengandung komposisi bahan dengan batas paparan; pemantauan personal area kerja atau biologi mungkin diperlukan untuk menentukan efektifitas ventilasi atau

Berdirinya Majelis Ta’lim ditengah kompleks lokalisasi ini menjadikan ketertarikan peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang peran bimbingan keagamaan Islam yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2008 tentang

Dari Tabel 1 terdapat 5 model dengan proses differencing 1 kali yang akan digunakan untuk mempridiksi Jumlah Penumpang Pesawat Domestik pada Bandara