• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA GURU IPA DALAM MELAKSANAKAN PROSES PENELITIAN TINDAKAN KELAS (Survey pada Sekolah Menengah Pertama di Surakarta).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KINERJA GURU IPA DALAM MELAKSANAKAN PROSES PENELITIAN TINDAKAN KELAS (Survey pada Sekolah Menengah Pertama di Surakarta)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi (JRR) Tahun 20, Nomor 1, Juni 2011. ISSN 0854-0020. Pusat Penelitian Rehabilitasi dan Remediasi (PPRR) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UNS. Jl. Ir. Sutami 36A Kampus Kentingan Surakarta, 57126,

Telp./Fax. (0271) 632916

ARTIKEL UTAMA

KINERJA GURU IPA DALAM MELAKSANAKAN PROSES

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(Survey pada Sekolah Menengah Pertama di Surakarta)

Sri Yamtinah, Sulistyo Saputro, dan M. Masykuri Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP UNS

ABSTRACT

This study aims to describe the ability of science teachers of junior high schools in the region of Surakarta in conducting the classroom action research process.

This research is a qualitative descriptive study. The subjects were science teachers of public and private junior high schools in the area of Surakarta in the academic year of 2009/2010. While the object of this research is the level of mastery and understanding of teachers in conducting classroom action research process includes the ability to identify problems, analyze problems, formulate problem, the ability in conducting research in the classroom, and the ability to prepare reports on classroom action research.

Based on the results of this study, it is concluded that 1) the ability of science teachers of junior high schools in the city of Surakarta in identifying, analyzing and formulating research problems of the classroom action research is still not good, 2) the ability of science teachers of junior high schools in the city of Surakarta in conducting the classroom action research process is still not good. 3) the ability of science teachers of junior high schools in the city of Surakarta in preparing the report of classroom action research is generally sufficient.

Keywords: the ability of teachers, classroom action research, junior high school

PENDAHULUAN

Problematika di dalam dunia pendidikan tidak pernah habis dan selalu menarik untuk dicermati, dan hal ini menjadi tugas utama para pelaksana tugas kependidikan seperti dosen dan guru. Program pemerintah untuk memberikan tunjangan sertifikasi bagi para guru, juga berarti meningkatnya tuntutan kualitas

(2)

Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa pada tahun 2006, penilaian terhadap 700 orang guru yang mengajukan usul naik pangkat ke IV-b hanya lolos/berhasil 22% (BKD Jateng, 2006).

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan maka salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kesempatan kepada dosen dan guru untuk menyelesaikan masalah-masalah pembela-jaran dan non pembelajaran secara profesional dan kolaboratif melalui penelitian tindakan kelas secara terkendali. Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial.

Peningkatan keempat kompetensi tersebut merupakan permasalahan serius yang harus segera ditangani, karena berimbas langsung pada kualitas pendidikan. Persoalan empat kompetensi tersebut tidak lain adalah merupakan persoalan profesionalisme guru. Peningkatan profesio-nalisme guru dapat dicapai salah satunya dengan cara melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) secara berkesinambungan. Praktik pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan profesionalisme guru (Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005; Mc. Neiff, 1992). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Prendergast bahwa PTK dapat membantu (1) pengembangan kompe-tensi guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa, (2) peningkatan kemampuan pembelajaran akan berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru (Prendergast, 2002). Sementara itu Lewin (dalam Prendergast, 2002: 2) secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara guru untuk

mengorganisasikan pembelajaran berdasar-kan pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain. Di samping itu, Prendergast (2002: 3) juga menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan tindakan secara sistematis dalam pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Cole dan Knowles (Prendergast (2002: 3-4) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas dapat mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar, tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan-hubungan personal. Pernyataan Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast (2002: 5), bahwa penelitian tindakan kelas dapat mendorong para guru melakukan refleksi terhadap praktik pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam dan mengembangkan hubungan-hubungan personal dan sosial antar guru.

Sejalan dengan upaya tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam hal ini Direktorat Ketenagaan juga telah meluncurkan suatu program untuk dosen yang diharapkan mengintegrasikan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yakni Peningkatan Inovasi Pembelajaran di Sekolah (PIPS). Program ini merupakan penelitian kolaboratif dosen dan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembela-jaran yang dihadapi di kelas. Di samping itu, mulai Juni 2007 Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik juga telah meluncurkan program karya tulis ilmiah (KTI) online namun baru dapat memfasilitasi 10.000 orang guru di seluruh Indonesia.

(3)

berbagai kendala untuk memahami hal tersebut, misalnya guru belum terbiasa mencari dan mengindentifikasi masalah di kelasnya, dan belum mengetahui strategi pembelajaran apa yang cocok sebagai

“tindakan” untuk mengatasi masalah itu.

Dengan keadaan tersebut, guru belum mampu mengembangkan perencanaan tindakan, apalagi melaksanakan tindakan. Akibatnya guru belum terbiasa untuk

melaksanakan “refleksi diri” dan sering kali “sakit hati” bila guru-guru yang menjadi observer atau pengamat memberi komentar mengenai keterlaksanaan pembelajaran yang difokuskan pada apa yang dilakukan oleh guru.

Sebenarnya mencari atau menginden-tifikasi masalah tersebut tidaklah terlalu susah, karena tidak mungkin guru mengajar tanpa ada masalah, yang perlu hanya perenungan (refleksi) dan dengan membandingkan kesenjangan atau ketidak-cocokan antara teori yang dibaca dengan penerapannya di lapangan. Hal ini terjadi juga karena masih banyak guru yang merasa sudah cukup dengan ilmu yang diterima di bangku kuliah dulu.

Melalui PTK diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas praktik pembelaja-ran, pemahaman terhadap praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas (Grundy & Kemmis, 1981: 84). Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran guru, perilaku murid-murid di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan ketrampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas. PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang

didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam jabatan, membekali guru dengan ketrampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas.

Mengingat nilai pentingnya PTK bagi upaya perbaikan dan peningkatan kualitas praktik pembelajaran di sekolah, perlu kiranya diungkap seberapa besar kemampuan guru-guru IPA di SMP/MTs dalam melaksanakannya di kelas masing-masing. Untuk dapat melakukan PTK dengan baik maka guru harus memiliki sikap: 1) mempunyai semangat “mengkritik

diri sendiri”, yaitu melakukan refleksi atau

perenungan secara jujur untuk memperbaiki kekurangan diri sendiri. Pada setiap akhir jam pelajaran atau akhir jam sekolah, akhir minggu, akhir semester dilakukan refleksi diri. 2) keterbukaan terhadap masukan yang diberikan oleh orang lain. 3) mengedepankan sikap mau mengakui kesalahan. Jadi guru dapat belajar dari pembelajaran yang kurang sempurna setelah mereka merancang, melaksanakan, dan mendiskusikan pembelajaran tersebut. 4) guru mau memberikan masukan kepada guru lain secara jujur dan penuh respek. Karena PTK dilakukan secara kolaboratif sehingga dapat dihasilkan pembelajaran yang efektif dengan hasil yang maksimal.

(4)

nyata di tempat yang bersangkutan. Ini berarti bahwa rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di lokasi penelitian, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran, pemaknaan, perolehan temuan dan penerapan temuan itu dilakukan di tempat penelitian, (2) metode penelitian tindakan kelas diterapkan secara kontekstual, dalam arti bahwa variabel-variabel atau faktor-faktor yang ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana di tempat penelitian dan tidak dapat digeneralisasi di tempat lain, (3) penelitian tindakan kelas di sekolah terarah kepada perbaikan atau peningkatan mutu kerja guru, dalam arti bahwa karena hasil atau temuan penelitian tindakanlah pada diri guru tersebut terdapat perubahan, perbaikan atau peningkatan sikap dan perbuatannya, (4) penelitian tindakan kelas bersifat luwes (flexible) dan dapat disesuaikan dengan keadaan (adaptable). Dengan sifat yang sedemikian itu, maka penelitian tindakan merupakan prosedur yang sangat cocok untuk tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu kerja guru di kelas, dan untuk mencoba melaksanakan suatu pembaharuan (innovation) dalam kegiatan kelas, (5) penelitian tindakan kelas banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi perilaku peneliti. Pada waktu penelitian berlangsung, peneliti sendiri melakukan pengumpulan, menata, membahas, mencatatnya, menilainya, dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan secara bertahap terhadap informasi yang diperoleh. Setiap tahap itu merupakan tindak lanjut dari tahap sebelumnya, (6) penelitian tindakan kelas di satu pihak menyerupai

“penelitian eksperimental”, dalam arti adanya percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah kembali efektivitas-nya. Di pihak lain, penelitian tindakan tidak secara ketat mempedulikan pengendalian variabel yang mungkin mempengaruhi

hasil penelaahan, (7) penelitian tindakan kelas bersifat situasional dan spesifik, yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus. Sampel penelitian sangat terbatas, tidak representatif untuk membuat suatu perumuman atau generalisasi. Penggunaan metode statistik terbatas pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan riset evaluasi dengan model analisis deskriptif untuk menilai kemampuan guru dalam melaksanakan proses penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah guru-guru IPA SMP/MTs negeri dan swasta di wilayah kota Surakarta tahun ajaran 2009/2010, sedangkan objek penelitian ini adalah tingkat penguasaan dan pemahaman guru di dalam melaksanakan proses penelitian tindakan kelas ditinjau dari aspek proposal (identifikasi permasalahan, analisis masalah, dan perumusan masalah), aspek pelaksanaan penelitian di kelas, dan aspek penyusunan laporan penelitian.

Pengumpulan data dilakukan meng-gunakan teknik dokumentasi, yang meliputi penilaian kemampuan guru dalam menyusun proposal penelitian (identifikasi, analisis dan perumusan permasalahan) dan laporan penelitian. Di samping itu juga observasi (pengamatan terhadap guru saat melaksanakan proses penelitian tindakan kelas di sekolah). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penilaian terhadap Proposal Penelitian Tindakan Kelas

(5)

terhadap masing-masing komponen dapat disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penilaian terhadap Proposal Penelitian Tindakan Kelas

Aspek yang Dinilai Nilai

dalam

Memperhatikan hasil penilaian pada Tabel 1 tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan guru-guru IPA SMP di wilayah Surakarta dalam menyusun proposal penelitian tindakan kelas masih rendah. Rendahnya kemampuan dalam mengidenti-fikasi masalah ini dapat ditelaah dari guru kurang terbiasa memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada pembelajaran yang dilakukannya sehingga ketika diminta untuk merefleksi kelemahan pembela-jarannya akan mengalami kesulitan. Umumnya identifikasi masalah yang muncul dalam proposal hanya rendahnya prestasi siswa, motivasi belajar siswa rendah, siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Hampir tidak ada guru yang mengidentifikasi kelemahan pembelajaran dari sisi guru.

Menganalisis masalah merupakan kelemahan guru yang paling mendasar, karena setelah mengidentifikasi masalah, guru tidak dapat menganalisis permasalahan, hal apa dan mengapa masalah tersebut muncul. Sedangkan dari sisi merumuskan masalah, guru masih rancu dengan permasalahan penelitian non PTK terutama guru lebih banyak menggunakan rumusan

masalah penelitian korelasional dan eksperimen. Misalnya: adakah pengaruh metode tanya jawab terhadap peningkatan prestasi siswa?, adakah perbedaan prestasi siswa dengan penerapan metode tanya jawab?

B. Deskripsi Hasil Penilaian terhadap Proses Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Kemampuan dalam melaksanakan proses penelitian tindakan kelas dinilai melalui observasi yang dilaksanakan ketika penelitian sedang berlangsung. Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai untuk proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas ada pada kategori cukup. Kelemahan yang muncul pada proses pelaksanaan ini terutama adalah tidak cocoknya kegiatan pembelajaran yang ada pada perencanaan/ RPP yang disusun dengan kegiatan yang dilaksanakan di kelas. Misalnya: jika pada RPP tertulis bahwa menggunakan pembelajaran interaktif, tetapi pada pelaksanaannya tidak ada interaksi yang muncul, yang ada hanyalah sekedar tanya jawab dua arah antara guru dengan siswa yang bertanya. Contoh lain misalnya: pada RPP tertulis metode kooperatif namun pada pelaksanaan hanya sekedar pemberian tugas kelompok saja.

Kelemahan lain yang muncul adalah bahwa pada seluruh guru peneliti kegiatan observasi tidak diawali dengan pertemuan antara guru peneliti dengan observer. Pertemuan yang semestinya digunakan untuk mendiskusikan dan penyamaan persepsi hal yang akan diobservasi tidak dilaksanakan, begitu pula dengan pertemuan setelah pembelajaran juga tidak dilakukan. Pertemuan setelah pelaksanaan tindakan ini sangat penting untuk dilakukan untuk mendiskusikan kekurangan dan kelebihan dari pelaksanaan tindakan.

(6)

untuk melanjutkan ke siklus berikutnya hanyalah nilai siswa hasil tes. Artinya hasil observasi dari rekan sejawat tidak dianalisis dan dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan. Sebagai contoh, seorang guru yang pada pelaksanaan menggunakan metode diskusi dan kemudian memberikan tes akhir, ketika masuk pada pada siklus ke 2 ternyata tidak ada sama sekali perbaikan dalam strategi diskusinya, padahal catatan dari rekan sejawat selaku observer menyatakan dalam catatan bahwa diskusi kurang berhasil dan hanya didominasi oleh siswa yang pandai. Catatan dari observer ini semestinya menjadi bahan acuan untuk memperbaiki metode diskusi yang dilaksanakan pada siklus ke 2.

C. Deskripsi Hasil Penilaian terhadap Laporan Penelitian Tindakan Kelas

Kemampuan guru dalam menyusun laporan penelitian tindakan kelas dapat disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Penilaian Kemampuan Guru dalam Menyusun Laporan.

Aspek yang Dinilai Nilai

dalam

3. Kajian teori, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan

70,2

4. Metodologi Penelitian 55,4

5. Hasil dan pembahasan 69,3

6. Kesimpulan dan saran 75,2

Jika diperhatikan dari hasil penilaian laporan yang disusun oleh guru tersebut, nampak pada judul pun nilai masih belum baik. Kesalahan yang muncul dalam penulisan judul ini adalah masih menyerupai judul penelitian non PTK. Misalnya Pengaruh Metode Diskusi pada Prestasi Siswa.

Pada latar belakang masalah dan perumusan masalah masih rendah, ini disebabkan karena guru mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah.

Sehingga penulisan latar belakang masalah dan perumusan masalah juga masih banyak terjadi kesalahan.

Pada kerangka teori, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan sudah cukup baik, kalaupun terdapat kelemahan di sini umumnya karena guru kurang memanfaat-kan media internet untuk mencari bahan kajian pustaka. Sumber pustaka hanya dari buku, itupun dengan cetakan yang lama dan bukan buku-buku baru. Kelemahan pada metodologi penelitian ini disebabkan karena guru masih rancu dengan penelitian non PTK misalnya pada penggunaan istilah populasi dan sampel. Guru masih beranggapan bahwa kelas yang dipakai untuk pelaksanaan PTK adalah merupakan sampel dalam penelitian. Kelemahan yang lain misalnya penyebutan penelitian eksperimen dan menuliskan desain eksperimen yang digunakan. Kelemahan kedua ini cukup bisa dipahami, karena memang terdapat beberapa persamaan antara PTK dengan penelitian eksperimen, namun secara prinsip seharusnya guru dapat membedakannya. Penyampaian hasil dan pembahasan serta simpulan dan saran sudah cukup baik

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:

1) Kemampuan guru-guru IPA SMP/MTs di kota Surakarta dalam mengidentifi-kasi, menganalisis, dan merumuskan permasalahan penelitian tindakan kelas masih kurang baik,

(7)

3) Kemampuan guru-guru IPA SMP/MTs di kota Surakarta dalam menyusun laporan penelitian tindakan kelas secara umum cukup.

Upaya perbaikan dapat dilakukan secara terus menerus menyangkut segala aspek yang terkait dengan penelitian tindakan kelas melalui pelatihan dan pendampingan oleh dosen LPTK.

DAFTAR PUSTAKA

BKD Jateng. 2006. Data Rekapitulasi Hasil Penilaian PTK Guru. Semarang: BKD.

Bodne, George.M. 1986. Constructivism A Theory of Knowledge. Purdue University. Journal of Chemical Education Vol. 63 No. 10.

Cohen, L & Manion, L. (1980) Research Methods in Education. London & Canberra: Croom Helm.

Grundy,S. & Kemmis, S. (1982) Educational Action Research in Australia: the State of the Art (an overview). Dalam The Action Research Reader. Geelong, Victoria,Australia: Deakin University.

Jones, P., & Song, L. 2005. Action research fellows at Towson University. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V832E.pdf

Kirkey, T. L. 2005. Differentiated Instruction and Enrichment Opportunities: An Action Research Report. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V833E.pdf

Mc. Niff, J. 1992. Action Research: Principles and Practice. London: Routledge

McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature of professional learning communities. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf

Prendergast, M. 2002. Action Research: The improvement of student and teacher learning. http://educ.queensu.ca/~ar/reports/MP2002.htm

Semiawan, Conny. R. 2001. Kontribusi Perguruan Tinggi di Indonesia dalam Transformasi Pendidikan Menengah Menghadapi Era Global. Stadium General IKIP Singaraja.

Sri Yamtinah, Sulistyo Saputro, dan M. Masykuri. 2009. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kimia Siswa SMP dengan Pendekatan Kontekstual Berbasis SETS (Science, Environment, Technology and Society). Laporan Penelitian. Surakarta: UNS.

(8)

Strommen, E.F. Constructivism, Technology, and the Future of Classroom Learning. Online. http://www.ilt.columbia.edu/publications/papers/ construct.html diakses tanggal 3 Pebruari 2003.

Gambar

Tabel 1. Penilaian terhadap Proposal Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 2. Penilaian Kemampuan Guru dalam Menyusun Laporan.

Referensi

Dokumen terkait

Suplimen kepada scenario ini juga lebih didorong oleh peningkatkan taraf hidup rakyat kita di kawasan urban yang membolehkan mereka berkeupayaan untuk mencari

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan

Pemohon mengambil nomor antrian, mangajukan permohonan Pencatatan Perubahan Akta Kelahiran Anak dan Perubahan Kartu Keluarga kepada Petugas Pelayanan4.  F2-011, F1-01 (formulir

DFD (Data Flow Diagram) merupakan suatu model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan dari mana asal data dan ke mana tujuan data yang keluar dari

Banyak masalah yang timbul akibat perilaku adiksi pada mahasiswa seperti mengalami penurunan prestasi, antisocial, membolos, bahkan banyak menghabiskan uang demi kepuasannya

Form input terima dan ubah terima realisasi purchase order ini akan muncul apabila diklik tombol input terima dan tombol ubah terima pada form input realisasi purchase

Adanya kelemahan dari yurisdiksi dari Mahkamah pidana Internasional ini dikarenakan tidak memiliki yuridiksi atas suatu kasus kecuali bila negara di mana kejahatan