• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN SISTEM E-TILANG DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS DI KOTA MAKASSAR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN SISTEM E-TILANG DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS DI KOTA MAKASSAR)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SISTEM E-TILANG DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR

(STUDI KASUS DI KOTA MAKASSAR)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Universitas Bosowa

Oleh:

TRI WONO 4513060 011

FAKULTAS HUKUM/ILMU-ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

DAFTAR ISI... iii

KATA PENGANTAR……… iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan KegunaanPenelitian ... 7

1.4 Metode Penelitian ... 8

1.5 Lokasi Penelitian ... 8

1.6 Jenis Dan sumber data... 9

1.7 Teknik Pengumpulan data ... 9

1.8 Analisis Data ... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pidana dan Denda (fine) ... 11

2.2. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas ... 12

2.2.1. Pengertian Pelanggaran ... 12

2.2.2. Pengertian Lalu lintas ... 14

2.3. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas ... 15

2.4. Pengertian E-tilang dalam Pelanggaran Lalu LintasDalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektornik ... 18

2.5. Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Keberlakuan Undang- undang No. Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ... 27

2.5.1. Asas penyelenggaraan Lalu Lintas ... 27

2.5.2. Tujuan Penyelenggaraan Lalu Lintas... 28 2.5.3 Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang No. 22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.29

(6)

2.6. Prosedur E-Tilang ... 33

BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1.Penerapan E-Tilang Dalam penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Makassar ... 45 a. Realisasi Sistem E-Tilang di Kota

Makassar………..50 b. Data E-Tilang di Kota Makassar………...52 3.2.Kelebihan Dan Kelemahan Penerapan Sistem E-Tilang Dalam

penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Makassar…55 BAB 4 PENUTUP

4.1. Kesimpulan ... 59 4.2. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia, dan limpahan rahmat-Nya yang telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Penerapan Sistem E-Tilang Dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Mkassar” yang merupakan salah satu persyaratan dalam penyelesaian

pendidikan Strata Satu (S1) di Universitas Bosowa Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini berbagai hambatan dan keterbatasan dihadapi oleh penulis mulai dari tahap persiapan sampai dengan penyelesaian tulisan namun berkat bantuan, bimbingan, dan kerja sama berbagai pihak, hambatan, dan kesulitan tersebut dapat teratasi.

Kasih sayang mendalam untuk kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Yohanis Malino dan Ibunda Alm.Siti Nuriyati atas segala cinta, dan kasih sayang yang telah engkau berikan sejak kecil sampai saat ini, doa semangat serta kerja kerasmu yang membuat penulis bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Terima kasih atas kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis baik berupa moral maupun berupa moril. Dengan rasa bangga dan saya ucapkan terima kasih kepada kakak-kakakku Sulastri Malino,Apt dan Agung Wijaya atas segala dukungan, baik kepada penulis selama melakukan studi dan keluarga besar yang telah banyak memberikan dorongan semangat

(8)

sehingga selesainya skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, dan Keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis menghanturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.

Ruslan Renggong, SH., MH. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Baso Madiong, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang telah memberikan semangat, kritik dan saran bimbingan maupun arahan yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini. Serta ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. HM. Saleh Pallu, M. Eng. selaku Rektor Universitas Bosowa Makassar,

2. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar,

3. Ibu Dr. Yulia A. Hasan, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar,

4. Ibu Hj. Siti Zubaidah, S.H., M.H. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Bosowa Makassar,

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam skripsi ini dan semoga kedepannya dapat penulis amalkan,

(9)

6. Bapak Patta Haji, S.H. selaku Kepala Tata Usaha dan Bapak Sumarlin, S.H., M.H.

7. Bapak AIPTU. Kasman, SH. selaku staf Polrestabes Makassar yang telah berkenan memberikan data/informaasi yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Angkatan 2013 yang berbagi suka duka, canda tawa, keluh kesah serta selalu memberikan motivasi agar tepat waktu menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu dengan penuh keterbukaan dan rasa rendah hati, segala kritikan dan saran yang bersifat konstruktif amat diharapkan semoga tulisan ini bermanfaat adanya. Aamiin.

Makassar, 20 Agustus 2018

Penulis

(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berpenduduk padat, memiliki wilayah yang luas dan beraneka ragam kebudayaan, selain itu Indonesia juga adalah negara hukum. Hukum di Indonesia diciptakan dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan menciptakan kepastian hukum, sehingga tercipta suatu ketentraman dan ketenangan.Salah satu sumber Hukum adalah aturan perundangan-undangan. Selain Hukum, di dalam masyarakat juga berlaku norma, adat istiadat dan sopan santun, semua itu adalah peraturanyang tidak tertulis tetapi melekat dengan sendirinya dalam jiwa masyarakat.

Perkembangan penduduk yang cepat berpengaruh juga terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (selanjutnya disingkat IPTEK), Kemajuan zaman dalam bidang ilmu IPTEK tersebut memberikan fasilitas yang dapat memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Mulai dari kebutuhan yang berisat primersampai dengan kebutuhan tersier dapat diperoleh dengan mudah.Hal ini berpengaruh terhadap pergerseran kebutuhan manusia. Misalnya saja, dahulu kebutuhan akan kendaraan termasuk kebutuhan barang mewah, namun sekarang kendaraan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.

Perubahan tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya angka kenaikan

(11)

kepemilikan kendaraan bermotor, yang menjadi alat transportasi darat.Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi komoditi perdagangan dan industri diberbagai wilayah.

Transportasi semakin diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, antar perkotaan dan antar perdesaan serta untuk mempercepat pembangunan.

Fungsi jaringan jalan sebagai salah satu komponen prasarana transportasi sudah saatnya diletakkan pada posisi yang setara dalam perencanaan transportasi secara global.

Tujuan pembangunan transportasi darat adalah meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman, dengan harga terjangkau yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi dalam masyarakat Kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat berbanding terbalik dengan sarana dan prasarana yang ada, peningkatan yang signifikan dari jumlah kendaraan bermotor yang ada tidak diimbangi dengan penambahan fasilitas, sarana, dan prasana jalan. Tidak seimbangnya pertambahan jaringan jalan serta fasilitas lalulintas dan angkutan bila dibandingkan dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan, berakibat pada meningkatnya volume lalu lintas sehingga menyebabkan kurang disiplinnya pengguna jalan dan masalah lalu lintas

(12)

lainnya. Masalah lalu lintas merupakan hal yang sangat rumit. Keadaan jalan yang semakin padat dengan jumlah lalu lintas yang semakin meningkat tersebut merupakan salah satu penyebabnya. Misalnya saja pelanggara rambu-rambu lalu lintas, kemacetan, kecelakaan, polusi udara, dan lain sebagainya.

Berbicara tentang masalah lalu lintas memang sedikit menimbulkan pro dan kontra bukan saja karna permasalahan remeh dan klasik sehinggga timbul satu sikap apatis (ketidak pedulian). Namun hal itu sebenarnya kurang beralasan karena kenyataan tidak sedikit kejahatan yang kemudian berimplikasi dan berakumulasi menjadi suatu tindak pidana yang cukup menyita perhatian publik yang berawal dari permasalahan (pelanggaran) lalu lintas.

Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sudah tak asing lagi dikalangan masyarat khususnya di kota Makassar, pelanggaran lalu lintas sudah membudaya dikalangan masyarat, sehingga setiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas oleh Polantas, pasti banyak terjaring kasus pelanggaran lalu lintas.

Pelanggaran lalu lintas yang banyak dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor antara lain mengemudi kendaraan bermotor tanpa dilengkapi surat tanda nomor kendaraan bermotor, atau pun tidak memiliki surat izin mengemudi, melanggar ketentuan rambu-rambu lalu lintas, tidak menggunakan helm standar bagi pengendara sepeda motor, mengemudikan kendaraaan bermotor dengan kecepatan yang melampaui

(13)

batas dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat kita masih kurang kasadaran hukumnya, padahal aturan-aturan tersebut dibuat demi keamanan dan kenyamanan dan keselamatan masyarakat pada umumnya dan khususnya pengendara kendaraan bermotor.

Masalah lalu lintas seakan menjadi masalah yang tidak dapat terselesaikan secara menyeluruh meskipun telah dilakuakn berbagai macam cara untuk mengatasi namun hal tersebut belum juga memberikan kontribusi hasil yang memuaskan.

Persoalan penanganan perkara lalu lintas pada tahun 2016 menjadi perhatian khusus bagi Mahkamah Agung (MA) karna pelanggarannya memiliki jumlah tertinggi dibandingkan perkara lainnya. Bahkan MA mencatat setiap tahunnya ada sekitar tiga sampai empat juta perkara pelanggaran lalu lintas atau sekitar sembilan puluh enam persen dari jumlah seluruh perkara yang ada di pengadilan.

Pusat penelitian dan pengembangan Mahkamah Agung RI (Puslitbang MA) dan penelitian pusat study hukum dan kebijakan Indonesia (PSHK) kemudian menemukan bahwa setidak-tidaknya ada lima permasalahan utama dalam perkara tersebut. Lembaga tersebut menilai bahwa lima masalah itu adalah penerapan slip (blanko) yang rancu. Tingginya beban administrasi. Misalnya pemanfaatan teknologi informasi. Lemahnya kordinasi antar institusi.

Merespon penelitian dan situasi sosial masyarakat, ketua MA membentuk kelompok kerja Penyusunan Peraturan Mahkamah Agung

(14)

Tentang pengelolaan Perkara pelanggar Lalu Lintas Pengadilan Negeri melalui surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung yang di bentuk pada 9 Agustus 2016.

Setelah empat bulan berjalan, kelompok kerja telah berhasil menyelesaikan Rancangan Peraturan Mahkamah Agung yang telah di sahkan menjadi Peraturan Mahkama Agung (Perma) Nomor 12 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Dalam hal ini Penerapan Sistem E-Tilang.

Indonesia sebelumnya juga sudah mempunyai dua payung hukum untuk memanfaatkan teknologi mutakhir untuk mewujudkan lalu lintas yang aman, nyaman dan selamat.

Payung itu mencakup Undang-Undang (UU) No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) .Dalam ayat 1 pasal 5 UU ITE disebutkan bahwa info elektronik dan atau dokumentasi elektronik dan hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Sementara itu, UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan (LLAJ) dalam ayat 1 pasal 272 UU tersebut di tegaskan bahwa untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran bidang LLAJ dapat digunakan peralatan Elektronik. Sedangkan ayat (2) nya mengatakan, hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Lebih lanjut lagi akar dari permasalahan di bidang lalu lintas disebabkan oleh masyarakat yang kurang peduli terhadap terciptanya

(15)

ketertiban berlalu lintas dan kurang paham mekanisme penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas yang secara sadar maupun tidak sadar kurang melakukan pengawasan kepada setiap kendaraan bemotor yang menyalahi aturan dan tidak mempunyai dokumen yang lengkap sehingga layak untuk beredar di jalan raya.

Mengingat pentinganya ketertiban lalu lintas serta besarnya peran transportasi darat dalam mendukung setiap kegiatan manusia serta kelangsungan hidup manusia maka suasana tertib berlalu lintas sangat diperlukan untuk menciptakan suasana berkendara yang aman, nyaman, dan tertib. Untuk mewudkan hal tersebut tidak hanya dibutuhkan perangakat aturan lalu lintas yang memadai tapi juga dibutuhkan sikap propesional dari aparat penegak hukum serta semangat untuk menjaga ketertiban dan menghormati hak orang lain dalam berlalu lintas. Dengan demikan dapat diharapkan dapat memberikan suasana tertib berlalu lintas.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan penulis diatas, maka penulis tertarik mengambil judul: “Penerapan Sistem E-Tilang dalam Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Makassar ”

(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan E-Tilang dalam tidak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota Makassar?

2. Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan penerapan Sistem E- Tilang di Kota Makassar?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk memperoleh gambaran tentang penerapan sistem E- tilang dalam penyelesaian pelanggaran lalu lintas di Kota Makassar

2) Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan sistem E-Tilang dalam tindak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota Makassar

2. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan penelitian yaitu:

1. Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana pada umumnya dapat menjadi dasar bagi penelitin selanjutnya dan bahan rujukan dan referensi bagi mahasiswa untuk

(17)

menyelesaikan tugas-tugas kampus yang berhubungan dengan hasil penelitian ini.

2. Praktis

Sebagai bahan masukan kepada masyarakat umum untuk senantiasa taat pada peraturan perundang-undangan khususnya dibidang penerapan sistem E-Tilang dalam tidak pidana pelanggaranlalu lintas dan angkutan jalan sehingga tercipta tertib berlalu lintas, serta kepada aparat penegak hukum untuk konsisten dalam menegakkan aturan-aturan hukum dan dapat mengambil langkah- langkah dalam upaya menciptakan suasana tertib berlalu lintas.

1.4 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh data agar dapat memenuhi atau mendekati kebenaran dengan jalan mempelajari, menganalisa dan memahami keadaan lingkungan di tempat dilaksanakannya suatu penelitian. Untuk memecahkan permasalahan diatas, maka penelitian yang digunakan meliputi:

1.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis bertempat di Polrestabes Makassar. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa di Kota Makasaar tepatnya pada Polrestabes Makassar tersebut merupakan tempat dilakukannya penerapan perkara tindak pidana pelanggaran lalu

(18)

lintas yang terjadi dalam lingkup kekuasaan hukum PolresTabes Makassar yang merupakan objek sasaran dalam penelitian yang dilakukan penulis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Penerapan Sistem E-Tilang dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Makassar.

1.6 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam proses penyusunan ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan para pakar, narasumber, kepolisian, masyarakat yang sedang mengalami sistem E-tilang atau pihak-pihak terkait dengan penulisan ini.

2. Data sekunder

Yaitu data atau dokumen yang diperoleh dari instansi terkait di lokasi penelitian penulis.

1.7 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder tersebut penulis menggunakan teknik pengumpulan data yaitu:

1. Telaah dokumen

Telaah dokumen, yaitu dilakukan dengan menelusuri beberapa dokumen atau data yang berkaitan dengan objek penelitian

(19)

guna mendapatkan data sekunder, yang berhubungan dengan teori-teori hukum, berbagai macam peraturan undang-undang, buku-buku dan dokumen tentang lalu lintas, kemudian mengkaji dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan.

2. Observasi

Yaitu pengamatan secara langsung di lokasi penelitian guna memperoleh keterangan data yang lebih akurat mengenai hal- hal yang diteliti terkait dengan sistem E-tilang pelanggaran lalu lintas oleh pengemudi kendaraan bermotor umum angkutan orang di Kota Makassar.

3. Wawancara

Yaitu suatu cara untuk mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog secara langsung atau diskusi dengan informan yang dianggap mengetahui banyak tentang obyek dan masalah penelitian.

1.8 Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh baik dari data primer maupun sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskriptif guna memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pidana dan Pengertian Denda (fine) Menurut Andi Hamzah (2004:27) berpendapat bahwa:

Sarjana hukum indonesia membedakan istilah hukuman dan pidana yang dalam bahasa Belanda hanya dikenal satu istilah untuk keduanya, yaitu straf. Istilah hukuman adalah istilah umum untuk segala macam sanksi baik perdata,administrasi, disiplin dan pidana.

Sedangkan istilah pidana diartikan sempit yang dengan hukum pidana.Lanjut menurut Andi Hamzah bahwa pidana merupakan karakteristik hukum pidana yang membedakannya dengan hukum perdata. Dalam gugatan perdata pada umumnya, pertanyaan timbul mengenai berapa besar jika ada, tergugat telah merugikan penggugat dan kemudian pemulihan apa jika ada yang sepadan untuk mengganti kerugian penggugat. Dala perkara pidana, sebaliknya seberapa jauh terdakwa telah merugikan masyarakat dan pidana apa yang perlu dujatuhkan kepada terdakwa karena telah melanggar hukum (pidana).

Sedangakan menurut M. Marwan dan Jimmy P. (2009:510) Pidana diartikan sebagai “hukum publik yang mengancam perbuatan yang melanggar hukum dengan pidana atau hukuman”.

Hukuman denda selain dicantumkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan pada pelaku kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif atau kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum dua puluh lima sen, sedangakan jumlah maksimum, tidak ada ketentuan.

Mengenai hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUH Pidana yang berbunyi sebagai berikut:

(21)

1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh .lima sen.

2) Jika dijatuhkan denda dan denda itu tidak dibayar maka denda itu diganti dengan hukuman kurungan.

3) Lamanya hukuman kurungan pengganti denda sekurang- kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan.

4) Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwa harga setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat harga yang lebih tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih dari satu hari, akhitnya sisanya yang tidak cukup gantinya setengah rupiah juga.

5) Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan dalam hal-hal jumlah yg tertinggi denda itu ditambah karena ada gabungan kejahatan atau karena ketentuan pada pasal 52 dan 52a KUHPidana.

6) Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.

Sedangkan dalam Kamus Hukum (2009:160), pidana denda diartikan sebagai “pidana pokok yang harus dijalani dengan cara membayar sejumlah uang”.

Berdasarkan urain di atas maka sanksi pidana denda dapat diartikan sebagai ancaman hukuman, sebagai suatu alat pemaksa ditaatinya suatu aturan atau kaidah, undang-undang atau norma hukum publik yang mengancam perbuatan yang melanggar hukum dengan cara membayar sejumlah uang sebagai hukuman atas suatu perbuatan yang melanggar peraturan tersebut.

2.2. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas 2.2.1. Pengertian Pelanggaran

Menurut M.marwan dan Jimmy P. (2009:439) mengatakan bahwa:

Pelanggaran adalah tindak pidana yang ancaman hukumannya lebih ringan dari pada kejahatan, tindak pidana yang dilakukan karena kealpaaan artinya bahwa tindak pidana itu dilakukan dengan tidak

(22)

sengaja, melainkan terjadi karena pelakunya alpa, kurang memperhatikan keadaaan atau khilaf.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) pelanggaran diartikan sebagai:

Pelanggaran berasal dari kata “langgar” mengandung makna tempat ibadah,tubruk, laga, landa, “melanggar” artinya menubruk, menyalahi ,melawan, menyerang, menabrak, atau melanda.“pelanggaran”

artinya perbuatan melanggar, atau tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan.

Di dalam KUHPidana tidak dijelaskan mengenai arti pelanggaran.

Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui reaksi yang diberikan. Sanksi yang diberikan bagi pelaku pelanggaran umumnya lebih ringan dari pada pelaku kejahatan.

Rusdi Effendy dan Ny. Poppy Andi Lolo (Harry Waeharima, 2011) berpendapat bahwa: “Pelanggran adalah delik undang-undang (wetsdelicten) yaitu perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah adanya Undang-undang yang mengaturnya”.

Maka suatu tindakan dinyatakan telah melanggar apabila hakikat dari perbuatan itu menimbulkan adanya sifat melawan hukum dan telah ada aturan atau telah ada uu yang mengaturnya. Walaupun perbuatan itu telah menimbulkan suatu sifat melawan hukum namun belum dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk pelanggaran sebelum diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(23)

2.2.2. Pengertian Lalu Lintas

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkitan Jalan, lalu lintas diartikan sebagai gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan.

Menurut M. Marwan dan Jimmy P. (2009:396) istilah lalu lintas diartikan sebagai pergerakan kendaraan, orang, dan hewan di jalan sedangkan pelanggaran lalu lintas diartikan sebagai pelanggaran- pelanggaran yang khususnya dilakukan oleh pengemudi kendaraan bermotor dijalan raya.

Pelanggaran lalu lintas dapat diartikan sebagai pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh penendara kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor yang berkaitan dengan tata tertib berlalu lintas di jalan raya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 22/2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Menurut RuslanRenggong, (2016:210) mengatakan, bahwa:

Tindak pidana pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan di atur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan , sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan. Ada pun pertimbangan dibentuknya Undang-Undang ini di antaranya, bahwa lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertipan, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan

(24)

dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pembangunan wilayah. Dipertimbangkan juga, bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini sehinggah perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru.

2.3. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas.

Ketentuan mengenai sanksi pidana denda dalam UU No. 22/2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan antara lain sebagai berikut:

Pasal 285

(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 288

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor

(25)

Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan /atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh riburupiah).

(3) Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 291

(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 293

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(26)

Pasal 294

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 308

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang:

a. Tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a;

b. Tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b;

c. Tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus danalat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c; atau

d. Menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.

Pasal 309

Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian kerugian yang diderita oleh Penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rpl.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Pasal 310

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yangkarena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000,00 (satu jutarupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban

(27)

luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak RplO.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl2.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

2.4. Pengertian E-Tilang dalam Pelanggaran Lalu Lintas Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektornik

Dalam pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, mangatakan bahwa: “Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Elektronik adalah proses peradilan perkara pelanggaran lalu lintas yang diselenggarakan secara terpadu berbasis elektronik melalui dukungan sistem informasi dan teknologi”.

Ketentuan mengenai sebagaimana di atur dalam pasal 2 yang mengatur tentang Kewenangan mengadili dan ruang lingkup dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, menjelaskan bahwa:

Pasal 2

Perkara pelanggaran lalu lintas yang diputus oleh Pengadilan menurut Peraturan Mahkamah Agung ini adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 316 ayat (1), tidak termasuk di

(28)

dalamnya pelanggaran dalam Pasal 274 ayat (1)dan (2), Pasal 275 ayat (1), Pasal 309, dan Pasal 313 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 3

(1) Pengadilan menyelenggarakan sidang perkara pelanggaran lalu lintas paling sedikit 1 (satu) kali dalam1 (satu) minggu.

(2) Pengadilan memutus perkara pelanggaran lalu lintas pada hari sidang itu juga.

Pasal 4

Perkara pelanggaran lalu lintas yang diputus oleh pengadilan dapat dilakukan tanpa hadirnya pelanggar.

Lebih lanjut ketentuai mengenai tahapan persidangan sebagaimana di atur pada pasal 7 dan pasal 8 dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, mengatakan bahwa:

Pasal 7

(1) Hakim yang ditunjuk membuka sidang dan memutus semua perkara tanpa hadirnya pelanggar.

(2) Hakim mengeluarkan penetapan/putusan berisi besaran denda yang diucapkan pada hari sidang yang ditentukan pada pukul 08:00 waktu setempat.

(3) Penetapan/putusan denda diumumkan melalui laman resmi dan papan pengumuman Pengadilan pada hari itu juga.

(4) Bagi yang keberatan dengan adanya penetapan/putusan perampasan kemerdekaan dapat mengajukan perlawanan pada hari itu juga.

Pasal 8

Panitera Muda Pidana menugaskan Petugas mempublikasikan daftar nama pelanggar, sangkaan pelanggaran, penetapan denda pelanggaran, dan nama Hakim serta Panitera Pengganti dengan mengunggah pada laman resmi Pengadilan dan papan pengumuman pada hari itu juga.

(29)

Ketentuan mengenai tahapan setelah persidangan di atur dalam Pasal 9 dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas menjelaskan bahwa: “Pelaksanaan putusan dalam perkara pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh jaksa”.

Ketentuan mengenai Pembayaran Denda dan Pengambilan Barang Bukti di atur pada pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dan pasal 11 ayat (1) (2) (3) dan (4) dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, mengatakan bahwa:

Pasal 10

(1) Pelanggar membayar denda secara tunai atau elektronikke rekening Kejaksaan.

(2) Pelanggar mengambil barang bukti kepada Jaksa selakueksekutor di kantor Kejaksaan dengan menunjukkan bukti pembayaran denda.

Pasal 11

(1) Panitera Pengganti memasukkan data pelanggaran yang telah diputus Hakim ke dalam SIPP dan setelah itu menyerahkan berkas kepada Petugas Register.

(2) Data pelanggaran yang telah diputus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nama pelanggar, pasal pelanggaran, tanggal putusan, besaran denda yang dijatuhkan, barang bukti, biaya perkara,catatan pelanggaran, dan status kehadiran pelanggar.

(3) Petugas mengunggah data pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke laman resmi Pengadilan padahari yang sama dengan persidangan.

(4) Panitera menyerahkan berkas pelanggaran yang telah diputus kepada Jaksa pada hari yang sama dengan persidangan.

(30)

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata duakarena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam artiluas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau system komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Dalam pasal 1 angkat 1 dan 2 undang-undang republic indonesianomor 11 tahun 2008tentang informasi dan transaksi elektronik.

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan dataelektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic datainterchange (EDI), surat elektronik (electronic

(31)

mail),telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolahyang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Selanjutnya dalam angka 5 dan 6 undang-undang republic Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

Dalam pasal 5 ayat (1), (2), (3) dan (4) 6 undang-undang republic Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik, bahwa:

Informasi, Dokumen, Dan Tanda Tangan Elektronik Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

(32)

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atauakta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum danakibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saatproses penanda tanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penanda tanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penanda tanganan dapat diketahui;

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penanda tangannya; dan f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa

Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pasal 15 dan pasal 16 Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam undang-undang republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, bahwa:

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal danaman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

(33)

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;

b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur ataupetunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;dan

e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggung jawaban prosedur atau petunjuk.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pasal 17, 18, 19, 20, 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Transaksi Elektronik mengatakan bahwa:

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.

(34)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.

(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hokum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Dalam pasal 40 dan pasal 41 undang-undang republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, mengatakan bahwa:

Peran pemerintah dan peran masyarakat Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasidan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalah gunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.

(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang

(35)

elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3)membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.

(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

Dalam pasal 45 undang-undang republic Indonesia nomor 11 tahun 2008tentang informasi dan transaksi elektronik, menentukan bahwa:

Ketentuan Pidana Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidanadengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahundan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjarapaling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46

(36)

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

2.5. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2.5.1.Asas Penyelenggaraan Lalu Lintas

Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan,diselenggarakan dengan memperhatikan:

a) Asas transparan adalah keterbukaan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada masyarakat luas dalam memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b) Asas akuntabilitas adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat dipertanggung jawabkan.

c) Asas berkelanjutan adalah penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui pengaturan persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana umum pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(37)

d) Asas partisipatif adalah pengaturan peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan 1 pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, penanganan kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

e) Asas bermanfaat adalah semua kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

f) Asas efisien dan efektif adalah pelayanan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina pada jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.

g) Asas seimbang adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa dan penyelenggara.

h) Asas terpadu adalah penyelenggaraan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan kesaling bergantungan kewenangan dan tanggung jawab antar instansi pembina.

(38)

i) Asas mandiri adalah upaya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.

2.5.2. Tujuan Penyelenggaraaan Lalu Lintas

Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan,di selenggarakan dengan tujuan:

a) Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu, dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b) Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c) Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi

masyarakat. Di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2009 , diatur bahwa pembina Lalu Lintas dan angkutan jalan meliputi multi stakeolder yang terdiri dari (5) lima intitusi yaitu : kementrian Pekerjaan Umum, kementrian Perhubungan, kementrian Perindustrian , kementrian Negara Riset dan Teknologi , kementrian hukum dan HAM.

(39)

2.5.3. Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,berlaku untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,selamat, tertib,dan lancar melalui:

a) Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan;

b) Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan; dan

c) Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.

Menurut Ruslan Renggong, (2016:210) bahwa:

Sebagai undang-undang di luar kodifikasi, Undang-Undang No- mor 22 Tahun 2009 juga mengatur tentang prosedur beracara dalam penanganan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. Pengaturan tersebut, antara lain tentang penyidikan. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh:

1. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

(40)

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khu-sus menurut undang-undang ini.

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas tersebut terdiri atas:

1. Penyidik; dan

2. Penyidik Pembantu.

Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:

1. Memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga me- langgar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau ha- sil kejahatan;

2. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan de- ngan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

3. Meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermo- tor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;

4. Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor,

(41)

Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;

5. Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang- undangan;

6. Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;

7. Menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;

8. Melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana keja- hatan Lalu Lintas; dan/atau

9. Melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung ja- wab.

Adapun wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu:

1. Melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus;

2. Melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum;

3. Melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/atau di- mensi Kendaraan Bermotor di tempat penimbangan yang dipasang secara tetap;

4. Melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;

(42)

5. Meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau

6. Melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin pe- nyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran sebagaimana di- maksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan.

2.6. Prosedur E-Tilang

E-tilang memberikan suatu kesempatan kepada pelanggar untuk menitipkan denda langsung ke bank dengan fasilitas yang dia miliki, mungkin dengan e-banking, ATM, atau datang sendiri ke teller. Pengendara diwajibkan untuk membayar denda maksimal sesuai pasal yang dilanggar.

Setelah menyelesaikan pembayaran, petugas yang menilang akan menerima notifikasi pada ponselnya. Pelanggar bisa menebus surat yang disitanya langsung dengan cukup menyerahkan tanda bukti bayar, maupun mengambilnya di tempat yang disebut dalam notifikasi. Untuk tilang yang menggunakan proses manual atau masih menggunakan slip merah namun pelanggarnya menghendaki untuk mengikuti sidang maka yang dilakukan prosesnya sama. Aplikasi E-tilang terintegrasi dengan pengadilan dan kejaksaan. Hakim akan memberi putusan, dan jaksa akan mengeksekusi putusan tersebut, biasanya proses ini akan membutuhkan waktu seminggu hingga dua minggu.

(43)

Para pengendara yang melintas di area yang telah terpasang CCTV ini jika terindikasi melakukan pelanggaran maka secara otomatis CCTV akan menangkap gambar pelanggar lengkap dengan plat nomor kendaraan yang digunakan saat melakukan pelanggaran sehingga mudah untuk dilacak.

Setelah tertanggap oleh CCTV, gambar hasil tangkapan akan diproses oleh pihak terkait dan kemudian surat tilang akan dikirimkan ke alamat pemilik kendaraan sesuai plat nomornya. Karena kepemilikan Kendaraan juga melekat tanggung jawab dan segala hal yang terjadi oleh unit kendaraan tersebut maka surat tilang akan diarahkan kepada pemilik kendaraan.

Sesuai dengan UU ITE, rekaman CCTV merupakan alat bukti yang sah, sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti. Apabila pemilik kendaraan telah menerima surat tilang, maka pemilik kendaraan dapat membayar dendanya melalui bank dan kemudian bukti pembayaran dapat dibawa ke Kejaksaan Negeri setempat. Jumlah denda yang akan dikenakan adalah sebesar denda maksimal sesuai dengan pelanggaranya sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009.

Proses yang sama dilakukan pada saat pelaksanaan Operasi Ketertiban Lalu Lintas, dimana jika terjadi pelanggaran maka petugas mencatat pelanggaran melalui aplikasi yang sudah tersedia pada smartphonenya. Sistem aplikasi yang dinamakan sistem aplikasi E-tilang

(44)

ini lalu mengeluarkan pasal pelanggaran dan denda maksimal yang harus dibayarkan oleh pelanggar. Setelah angka keluar, si pengendara dapat langsung membayar melalui teller, ATM BRI, ATM Bersama, ataupun SMS/Internet Banking. Setelah pembayaran selesai dilakukan, pengendara dapat menunjukkan bukti bayar kepada polisi lalu mengambil kembali SIM atau STNK yang disita oleh petugas.

Berikut tahapan e-tilang:

1. Polisi memasukan data pelanggar dan jenis pelanggaran menggunakan aplikasi e-tilang.

2. Setelah pengisian data selesai, polisi akan memberitahu nomor pembayaran tilang yang muncul pada aplikasi.

3. Pengendara juga akan menerima SMS berupa nominal denda yang harus dibayarkan. Besaran denda berupa denda maksimal.

4. Pelanggar bisa langsung melakukan pembayaran melalui teller bank BRI, mesin ATM, atau mobile banking. Tenang, walau nominalnya besar, pelanggar akan mendapatkan sisa pembayaran atau “kembalian” setelah prosedur sidang dilakukan.

5. Setelah melakukan pembayaran denda tilang, pelanggar dapat mengambil dokumen yang disita polisi yang bertugas dengan menunjukan bukti pembayaran.

6. Jadwal sidang bisa dilihat di website pengadilan negeri wilayah pelanggaran. Misalnya, untuk wilayah Jakarta Barat bisa dicek di

(45)

sini. Pelanggar boleh tidak hadir dalam persidangan dan diwakilkan petugas terkait.

7. Dalam persidangan, hakim akan memutuskan besaran denda yang perlu dibayar pelanggar.

8. Pelanggar akan kembali menerima notifikasi SMS berupa keputusan pengadilan mengenai tilang dan sisa denda yang bisa diterima oleh pelanggar. Sisa dana bisa diambil langsung saat sidang atau melalui layanan transfer bank.

(46)

BAB 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Penerapan E-Tilang dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Makassar.

Tilang elektronik yang biasa disebut e-tilang ini adalah digitalisasi proses tilang, dengan memanfaatkan teknologi diharapkan seluruh proses tilang akan lebih efisien dan juga efektif juga membantu pihak kepolisian dalam manajemen administrasi. E-tilang ini merupakan aplikasi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dimana bisa tahu biaya yang harus dibayar secara langsung. setelah tercatat di aplikasi, pelanggar bisa memilih pakai e- tilang di aplikasi atau manual.

Aplikasi dikategorikan kedalam dua user, yang pertama yaitu pihak kepolisian dan yang kedua adalah pihak kejaksaaan. Pada sisi kepolisian, sistem akan berjalan pada komputer tablet dengan sistem operasi android sedangkan pada pihak kejaksaan sistem akan berjalan dalam bentuk website, sebagai eksekutor seperti proses sidang manual. aplikasi e-tilang tidak menerapkan fungsi sebagai pengantar untuk membayar denda ke bank / panitera karena mekanisme melibatkan form atau kertas tilang, pada e-tilang form atau kertas bukti pelanggar tidak digunakan, aplikasi ini hanya mengirim reminder berupa id tilang yang menyimpan seluruh data atau catatan polisi mengenai kronologis tilang yang akan diberikan kepada

(47)

pengadilan atau kejaksaan yang memiliki website dengan integrasi database yang sama.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan bersama tujuh polda lainnya mulai memberlakukan program elektronik tindakan langsung (e-tilang) pada para pelanggar aturan berlalu lintas.

Sejauh ini, sejumlah fasilitas pendukung penerapan sistem tilang melalui CCTV di kota makassar, sulawesi selatan, sudah terpasang.

CCTV tersebut terpasang di beberapa ruas jalan protokol dan adanya command center atau layanan CCTV yang terintegarasi ke sejumlah instansi pemerintahan.

Ince Arifin selaku kepala subdit pembinaan dan penegakan hukum ditlantas Polda Sulsel (wawancara Tanggal 11 Juni 2016 ) menyatakan, bahwa:

"kita akan mulai memberlakukan program tilang online (e-tilang) ini dan kita sudah menggelar rapat koordinasi bersama dengan kejaksaan dan perbankan bri, program e-tilang ini sudah diluncurkan sejak pertengahan desember 2016 di jakarta oleh korps lalu lintas (korlantas) bersama kejaksaan agung (kejagung), mahkamah agung (ma) dan pt bri. setelah peluncuran itu, beberapa provinsi dan kabupaten/kota juga sudah mulai menerapkan program tersebut melalui polda masing-masing daerah seperti di sulsel. ince menyebut, peluncuran program tilang elektronik ini adalah bagian dari reformasi birokrasi polri dan tentunya meminimalisir adanya tindakan-tindakan suap menyuap antara oknum polisi dan warga sebagai pelanggar. jadi nanti itu, semua yang melanggar akan diberikan surat tilang lengkap dengan pelanggarannya serta jumlah dendanya. dendanya sendiri itu harus disetor langsung ke bri kemudian menunggu putusan.

menurut Ince, dengan hadirnya sistem tilang online ini akan menggantikan sistem tilang manual yang selama ini terlalu banyak proses

(48)

dan memakan waktu yang lama hingga menunggu jadwal persidangan.

adapun sistem kerja tilang elektronik ini nantinya, setiap petugas kepolisian yang memiliki ponsel berbasis android akan mendownload aplikasi e-tilang terlebih dahulu. Setelah itu, petugas nantinya dapat secara langsung mengisi data pelanggar lalu lintas melalui ponselnya.

"sebagai contohnya, si A kena tilang. kemudian, petugas akan mengisi data-data pelanggar lalu lintas. nanti besaran denda langsung muncul di dalam aplikasi itu," jelasnya. lebih lanjut Ince menjelaskan, pelanggar lalu lintas yang kena tilang nantinya akan langsung melakukan pembayaran denda tilang secara langsung ke bank, sesuai dengan jumlah nominal yang tertera di dalam aplikasi tilang tersebut”.

Pilihan untuk menerapkan e-tilang sangat efektif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. dari segi efisiensi, e-tilang sangatlah efisien. tanpa menggunakan kertas semua tindak pelanggaran lalu lintas dicatat oleh sistem digital sehingga mengurangi biaya kertas sebagai tanda bukti pelanggaran. pelanggar peraturan lalu lintas pun tidak perlu bolak-balik dan antre ke persidangan untuk menyelesaikan masalahnya. karena mereka akan dikirimi notifikasi digital oleh sistem kapan kasusnya akan disidangkan. dengan memanfaatkan teknologi seluruh proses tilang akan lebih efisien dan juga efektif juga membantu pihak kepolisian dalam manajemen administrasi.

aplikasi dikategorikan kedalam dua user, yang pertama yaitu pihak kepolisian dan yang kedua adalah pihak kejaksaaan. melalui e-tilang ini

(49)

masyarakat akan mengetahui segala informasi mengenai tindakan yang dapat dikategorikan pelanggaran lalu lintas serta hukuman akibat tindakan tersebut. Sehingga diharapkan masyarakat sadar hukum dan tidak melakukan pelanggaran lagi. manfaat lainnya adalah transparansi dan akuntabilitas yang terwujudnyatakan dalam sikap dan tindakan aparat kepolisian dalam menjalankan tugas dan wewenang sehari-hari khususnya dalam penertiban pelanggaran lalu lintas.

E-Tilang memberikan suatu kesempatan kepada pelanggar untuk menitipkan denda langsung ke bank dengan fasilitas yang dia miliki, mungkin dengan e-banking, atm, atau datang sendiri ke teller. pengendara diwajibkan untuk membayar denda maksimal sesuai pasal yang dilanggar.

setelah menyelesaikan pembayaran, petugas yang menilang akan menerima notifikasi pada ponselnya. Pelanggar bisa menebus surat yang disitanya langsung dengan cukup menyerahkan tanda bukti bayar, maupun mengambilnya di tempat yang disebut dalam notifikasi. Untuk tilang yang menggunakan proses manual atau masih menggunakan slip merah namun pelanggarnya menghendaki untuk mengikuti sidang maka yang dilakukan prosesnya sama. aplikasi e-tilang terintegrasi dengan pengadilan dan kejaksaan. Hakim akan memberi putusan, dan jaksa akan mengeksekusi putusan tersebut.

Menurut Andi Husnaeni selaku kepala seksi (Kasi) Pelanggaran Ditlantas Polda Sulsel (wawancara tanggal 11 juni 2018) menyatakan bahwa:

(50)

“Saat ini polda sulsel termasuk 15 polda yang ada di indonesia yang akan menjadi pilot utama dalam proses berlakunya e-tilang, mantan kabag humas polrestabes makassar ini mengungkapkan, penerapan e-tilang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada sejumlah pelanggar lalu lintas jika mereka (pelanggar lalu lintas) ditilang atau melanggar lalu lintas, mereka tidak perlu membayar di tempat atau mengikuti sidang untuk membayar, para pelanggar hanya membayar denda pelanggaran melalui atm terdekat. hal tersebut, menurutnya akan mencegah terjadinya kasus pungli atau korupsi di kalangan polisi lalu lintas. jika biasanya oknum polisi menerima pungli di jalan, tetapi dengan sistem ini, mereka tidak akan bertatap muka lagi. itu sangat membantu apalagi kan era ini sekarang era modern, dan e-tilang ini juga untuk menghindari tindakan dari pungli”

Proses yang dilakukan pada saat pelaksanaan operasi ketertiban lalu lintas, dimana jika terjadi pelanggaran maka petugas mencatat pelanggaran melalui aplikasi yang sudah tersedia pada smartphonenya. Sistem aplikasi yang dinamakan sistem aplikasi e-tilang ini lalu mengeluarkan pasal pelanggaran dan denda maksimal yang harus dibayarkan oleh pelanggar.

setelah angka keluar, si pengendara dapat langsung membayar melalui teller, ATM BRI, ATM bersama, ataupun SMS/internet Banking. Setelah pembayaran selesai dilakukan, pengendara dapat menunjukkan bukti bayar kepada polisi lalu mengambil kembali sim atau stnk yang disita oleh petugas.

Sama halnya yang di katakana Kasman selaku Staff tilang di Polrestabes Makassar dalam (wawancara tanggal 11 juni 2018) bahwa:

“Dengan diberlakukannya system e- tilang ini, pelanggar lalu lintas tidak perlu lagi mengikuti sidang di pengadilan, karna diketahui sangat banyak memakan waktu, harus antri dan ruang sidang yang kadang penuh sesak. pelanggar lalu lintas yang di berikan surat tilang kemudian disuruh membayar denda titipan ke bri setelah itu pelanggar lalu lintas kembali ke porlrestabes atau ke penindaknya untuk mengambil barang

Referensi

Dokumen terkait

(1) Sistem manajemen lalu lintas tingkat lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a merupakan sistem pengelolaan lalu lintas yang digunakan untuk

Kecamatan Basidondo dan Kecamatan Lampasio hingga saat ini, kedua kecamatan tersebut belum memperlihatkan kondisi ideal sebagai penghasil tanaman pangan dan perkebunan,

di atas terlihat bahwa filter pasif telah bekerja dalam meredam harmonisa ke-5 dengan frekuensi 250 Hz dan harmonisa ke-7 dengan frekuensi 350 Hz, dan juga dari hasil pengukuran

Jika saya menentang ayah saya, maka hakim agama akan bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak mengijinkan anak-anak gadismu untuk menikah?” Maka kemungkinkan jawaban

• Penggunaan senjata moden seperti meriam besar. • kumpulan infantri yang kuat. • Kumpulan Janissari iaitu kumpulan elit yang terlatih dalam selok belok peperangan. •

Dalam PLTU terjadi perubahan dari energi kimia dari bahan bakar menjadi energi panas untuk memanaskan air yang kemudian berubah menjadi energi mekanik yang menggerakkan turbin

Ibu hamil sebagai responden dalam kegiatan pengabidan masyarakat ini memiliki pengetahuan tentang persiapan untuk laktasi setelah diberikan penyuluhan dan termotivasi

Bagi Kim, apa yang dilakukan oleh para kontributor bunga rampai Perspectives on the Sikh Tradition tersebut, selain tidak menampik peran penting kajian Barat,