PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA
BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS
UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN
PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS
CONDONGCATUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Dedy Anggit Harjanto NIM : 131134216
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA
BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS
UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN
PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS
CONDONGCATUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Dedy Anggit Harjanto NIM : 131134216
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dalam berbagai
cara, perhatian yang tak pernah henti, dan didikannya sehingga penulis mampu
menyandang gelar sarjana pendidikan.
2. Kakak dan adikku yang selalu memberi dukungan dan mendoakan penulis.
3. Teman-teman satu payung penelitian yang selalu membantuku dalam menyusun
karya ini.
4. Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS
UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS CONDONGCATUR
Dedy Anggit Harjanto Universitas Sanata Dharma
2017
Pengajaran lingkungan sehat pada usia dini sangatlah penting, guna menanamkan sikap peduli lingkungan pada anak. Permasalahannya pengajaran lingkungan sehat di kelas IIIB SDN Perumnas Condongcatur masih sangat minim dilakukan, bahkan jika adapun hanya sebatas pelajaran biasa. Pendidikan emansipatoris adalah salah satu solusi untuk pengajaran lingkungan sehat pada anak karena pendidikan ini dapat memberdayakan siswa dan mampu memenuhi kebutuhan perkembangan siswa. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengembangka bahan pembelajaran yang berbasis pendidikan emansipatoris, yaitu modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (reseach and development). Penelitian ini menggunakan 5 langkah pengembangan bahan menurut Tomlinson yang diadaptasi dan telah dimodifikasi, yaitu meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) desain produk, (3) validasi, (4) revisi, (5) implementasi, dan (6) evaluasi.
Pada modul yang dikembangkan oleh peneliti merupakan salah satu bahan ajar yang dikemas secara utuh dan didalamnya memuat tujuan pembelajaran, materi belajar, dan evaluasi. Modul ini disusun dan disesuaikan dengan sembilan prinsip pengembangan bahan menurut tomlinson, yaitu (1) Materials should achieve impact, (2) Materials should help learners to develop confidence, (3) What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful, (4) Materials should require and facilitate learner self-investment,
(5) Materials should take into account that learners differ in learning styles, (6) Materials should take into account that learners differ in affective attitudes, (7) Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left brain activities, (8) Materials should not rely too much on controlled practice, dan (9) Materials should provide opportunities for outcome feedback.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas produk berupa modul berdasarkan hasil validasi dari siswa diperoleh skor 4,3. Skor tersebut dikategorikan “sangat baik”, sehingga modul ini layak untuk digunakan. Serta dampak penggunaan produk berupa modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris ini dapat membuat siswa menjadi berani bertukar pendapat dengan guru maupun teman sekelas (mempertanyakan sistem), membuat siswa tertarik dan memacu rasa ingin tahu siswa dalam kegiatan pembelajaran (kesadaran kritis), membuat siswa belajar secara mandiri dan terlibat aktif dalam pembelajaran , dan dapat menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur (humanisasi).
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF EMANCIPATORY EDUCATION-BASED NATURAL SCIENCES LEARNING MODULE TO CULTIVATE
ENVIRONMENTAL CONCERN
IN STUDENTS OF CLASS IIIB IN SDN PERUMNAS CONDONGCATUR
Dedy Anggit Harjanto Sanata Dharma University
2017
It’s important to teach healthy environment to young children to cultivate environmental care in them. The problem was healthy environment lesson in class IIIB of SDN Perumnas Condongcatur was lacking, only existing as normal lesson. Emancipatory education is one of the solutions to teach healthy environment to children because it empower students and can meet student’s developmental needs. Therefore, the researcher was motivated to develop emancipatory education-based lesson material, which was emancipatory education-based natural sciences learning module to developt environmental concern in students of class IIIB in SDN Perumnas Condongcatur.
The research type was research and development. This study used adapted and modified five material development steps of Tomlinson, i.e.: (1) requirement analysis, (2) product design, (3) validation, (4) revision, (5) implementation, and (6) evaluation.
The module developed by the researcher was one of the learning materials packaged comprehensively, containing learning purpose, learning material, and evaluation. This module was formulated and adjusted with nine principles of material development by Tomlinson, i.e. (1) Materials should achieve impact, (2) Materials should help learners to develop confidence, (3) What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful, (4) Materials should require and facilitate learner self-investment, (5) Materials should take into account that learners differ in learning styles, (6) Materials should take into account that learners differ in affective attitudes, (7) Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left brain activities, (8) Materials should not rely too much on controlled practice, and (9) Materials should provide opportunities for outcome feedback.
The research result showed that the quality of the module product based on the students’ validation was a score of 4,3. The score was categorized as “very good”, so the module could be applied. The impact of using the emancipatory education-based natural sciences learning module was encouraging the students to discuss with teacher and classmates (asking about system), making the students interested and encouraging student’s curiosity in learning activity (critical awareness), making students study independently and be actively involved in lesson, and cultivating environmental concern in the students of class IIIB in SDN Perumnas Condongcatur (humanization).
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan dan karunianya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS CONDONGCATUR
,
skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan berbagai pihak melalui berbagai cara. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Kaprodi PGSD
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd.selaku Wakaprodi PGSD. 4. Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini. 5. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech. selaku dosen pembimbingan II yang
telah membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 6. Mukija, S.Pd.SD. selaku kepala SDN Perumnas Condongcatur yang telah
memberikan ijin penelitian di SD tersebut.
7. Ferry Setiawan, S.Pd. selaku guru kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur yang membantu serta membimbing peneliti selama proses penelitian berlangsung.
8. Para dosen selaku ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... . 9
2.1.1 Sekolah Dasar Negeri Perumnas Condongcatur ... 9
2.1.1.2 Karakteristik Siswa Kelas IIIB ... 10
2.1.2 Pendidikan Emansipatoris ... 11
2.1.2.1 Humanisasi ... 11
2.1.2.2 Kesadaran Kritis ... 11
2.1.2.3 Mempertanyakan Sistem ... 12
2.1.4 Modul ... 13
2.1.4.1 Pengertian Modul ... 13
2.1.4.2 Karakteristik Modul ... 13
2.1.4.3 Prinsip Modul ... 17
2.1.6 Pembelajaran IPA ... 19
2.1.7 IPA ... 20
2.1.7.1 Hakikat IPA ... 20
2.1.7.2 Materi IPA tentang Lingkungan Sehat dan Lingkungan Tidak Sehat ... 21
2.1.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 22
2.1.9 Sikap Peduli Lingkungan ... 23
2.1.10 Indikator Sikap Peduli Lingkungan ... 24
2.1.11 Wawancara Penggiat PSL ... 25
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 28
2.2.1 Penelitian yang Relevan tentang Modul ... 28
2.2.2 Penelitian yang Relevan tentang Sikap Peduli Lingkungan ... 29
2.3 Kerangka Berpikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Setting Penelitian ... 32
3.2.1 Tempat Penelitian ... 32
3.2.2 Subjek Penelitian ... 33
3.2.3 Objek Penelitian ... 33
3.2.4 Waktu Penelitian ... 33
3.3 Prosedur Pengembangan ... 34
3.5 Instrumen Penelitian ... 37
3.5.1 Instrumen Analisis Kebutuhan ... 37
3.5.2 Instrumen Validasi Produk oleh Ahli ... 38
3.5.3 Instrumen Implementasi ... 39
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.7 Teknik Analisis Data ... 40
3.7.1 Kuesioner Validasi Ahli Modul ... 40
3.7.2 Observasi ... 41
3.7.3 Kuesioner (Angket) Validasi Siswa ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kebutuhan ... 43
4.1.1 Hasil Observasi Dokumen Kurikulum dan Pembahasan ... 43
4.1.2 Hasil Wawancara Siswa Kelas IIIB dan Pembahasan ... 45
4.2 Desain Modul Pembelajaran IPA Berbasis Pendidikan Emansipatoris ... 46
4.3 Data Hasil Validasi Modul dan Revisi Produk ... 52
4.4 Revisi Modul ... 54
4.5 Implementasi ... 55
4.6 Evaluasi ... 55
4.6.1 Data Hasil Observasi ... 55
4.6.2 Pembagian Kuesioner ... 56
4.7 Pembahasan ... 57
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 65
5.3 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
DAFTAR BAGAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Siswa ... 34
Tabel 3.2 Pedoman Observasi ... 34
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Validasi Modul ... 35
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Kuesioner Modul ... 36
Tabel 3.5 Klasifikasi Skor ... 37
Tabel 3.6 Klasifikasi Skor ... 38
Tabel 4.3 Skor Penilaian Instrumen Modul oleh Dosen Ahli ... 39
Tabel 4.4 Komentar Terhadap modul oleh Ahli ... 53
Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai Siswa ... 54
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Siswa terhadap Kualitas Modul ... 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Sampul Modul ... 46
Gambar 4.2 Petunjuk Penggunaan Modul ... 47
Gambar 4.3 Materi ... 48
Gambar 4.4 Eksperimen ... 48
Gambar 4.5 Aksi Lingkungan Sehat ... 48
Gambar 4.6 Panduan berksperimen ... 49
Gambar 4.7 Kegiatan bereksperimen ... 49
Gambar 4.8 Evaluasi ... 49
Gambar 4.8 Konten Modul ... 50
Gambar 4.9 Kegiatan Pengamatan ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 73
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian ... 74
Lampiran 3. Silabus ... 75
Lampiran 4. RPP ... 78
Lampiran 5. Validasi Produk dari Ahli IPA... 104
Lampiran 6. Validasi Produk dari Ahli Bahasa ... 110
Lampiran 7. Lembar Instrumen Validasi Siswa ... 113
Lampiran 8. Presensi Kehadiran Siswa saat Uji Coba Produk ... 117
Lampiran 9. Lembar Dokumentasi Uji Coba Produk ... 118
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,
(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk, dan (6) definisi
operasional.
1.1 Latar Belakang
Lingkungan adalah tempat dimana unsur biotik dan unsur abiotik berada
(Devi dan Anggraeni, 2008: 74-75). Unsur biotik merupakan makhluk hidup seperti
manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Unsur abiotik merupakan benda
tak hidup seperti air, udara, dan tanah. Kedua unsur tersebut saling berkaitan satu
sama lain. Keterkaitan keduanya menimbulkan hubungan timbal balik yang
menciptakan sebuah ekosistem, dimana masing-masing unsur berperan penting
dalam menjaga keseimbangannya. Contohnya ekosistem di danau, ikan
memerlukan air dan gas oksigen untuk bernapas. Oksigen dapat diperoleh dari
tumbuhan. Tumbuhan memerlukan air dan sinar matahari untuk hidup (Devi dan
Anggraeni, 2008). Sehingga keseimbangan ekosistem dipengaruhi masing-masing
unsur tersebut.
Setiap unsur yang ada di lingkungan memiliki peran dan fungsinya
masing-masing. Apabila salah satu unsur tersebut hilang atau salah satunya meningkat
pesat, maka keseimbangan ekosistem akan hilang, dan berlanjut pada kerusakan
bagi unsur lainnya, mereka tidak dapat menciptakan makanan tanpa adanya unsur
yang lain. Manusia hanya memanfaatkan makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan
sebagai pemenuh kebutuhan dan populasinya sangat banyak, sehingga mereka
dapat mengurangi jumlah populasi makhluk yang lain.
Saat ini kerusakan lingkungan banyak terjadi di berbagai daerah. Sebagian
besar kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh ulah manusia. Mereka sangat rakus
dan sering memanfaatkan komponen lain di alam secara berlebihan. Teknologi
canggih dan pebangunan yang dilakukan manusia juga ikut andil dalam perusakan
lingkungan. Menurut Sudjoko, dkk (2013:6.22), kerusakan lingkungan dapat
disebabkan oleh banyak faktor, secara umum kerusakan lingkungan disebabkan
oleh, (1)Jumlah penduduk, (2)Konsumsi perkapita, (3)Dampak kerusakan per unit
penggunaan sumber daya alam, yang berwujud sebagai jenis bahan sumber daya
yang digunakan (dipilih) oleh manusia. Sedangkan menurut hasil wawancara
dengan Pak Gatot selaku aktivis di PSL, kerusakan lingkungan sendiri terjadi
karena campur tangan manusia. Hal itu karena pemikiran seseorang sejak kecil.
Pola pikir yang terbentuk sejak kecil seperti membuang sampah sembarangan lama
kelamaan akan tumbuh membesar, dan dari situlah manusia mulai merusak
lingkungan. Selain itu kerusakan lingkungan juga dapat terjadi karena banyaknya
kebutuhan pada manusia yang diperlukan maka akan semakin banyak pula hasil
alam yang diambil sehingga lingkungan menjadi tidak seimbang dan rusak.
Beberapa contoh kejadian yang masih hangat atau masih segar dalam ingatan kita
adalah kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera Selatan dan Kalimantan yang
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menanamkan sikap peduli lingkungan pada anak sejak dini. Sikap peduli
lingkungan dapat diartikan sebagai upaya-upaya untuk melestarikan, mencegah dan
memperbaiki lingkungan alam (Handayani, 2013). Sikap ini dapat diajarkan
melalui pendidikan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan hendaknya menanamkan sikap peduli
lingkungan sejak dini, dan cara penanamannya hendaknya sesuai dengan
pemahaman siswa dan latar belakang siswa. Namun kondisi tersebut tidak sesuai
dengan fakta yang ada di SD N Perumnas Condongcatur. Hal itu dapat dilihat pada
pengajaran sikap peduli lingkungan yang diajarkan melalui materi IPA secara
umum. Selain itu poster-poster mengenai cinta lingkungan juga tidak tersedia,
sehingga pegajaran sikap peduli lingkungan masih minim dilakukan. Untuk kelas
IIIB khususnya, kebanyakan mereka adalah siswa masih kurang dalam hal
kebersihan terutama kebersihan di kelas. Kadang-kadang setiap pagi, orang tua
siswa yang mengantar ikut membantu membersihkan kelas, kalau tidak guru harus
marah-marah agar siswa membersihkan kelas. Di sisi lain, berdasarkan wawancara
yang saya lakukan, semua siswa kelas IIIB sudah tahu cara menjaga lingkungan
yang benar dan cara merawat tanaman, misalnya seperti menyiram bunga dan
membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi, praktik kegiatan tersebut masih
kurang dilakukan. Hal itu disebabkan karena mereka belum tahu secara nyata
pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Sehingga perlu diajarkan pada siswa
Mengajarkan pentingnya lingkungan sehat pada siswa kelas IIIB ini sangat
perlu untuk menumbuhkan sikap peduli lingkungan pada siswa, karena sikap
tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan perusakan lingkungan. Selain itu, cara
yang digunakan dalam mengajarkannya juga bagian terpenting. Untuk itu perlu
digunakan sebuah pendidikan yang mampu mempengaruhi cara berpikir siswa
sekaligus dapat menarik perhatian siswa dan memenuhi kebutuhan perkembangan
siswa.
Pendididikan emansipatoris merupakan pendidikan yang dapat
memberdayakan siswa dan mampu memenuhi kebutuhan perkembangan siswa,
sehingga pendidikan ini akan menjadikan manusia secara utuh. Utuh yang
dimaksudkan adalah memuat 3C berikut: competence, conscience, dan compassion
(Suparjo, 2015:18-19). Competence berarti menguasai ilmu
pengetahuan/keterampilan sesuai bidangnya, conscience berarti mempunyai
hatinurani yang dapat membedakan baik dan tidak baik, dan compassion berarti
siswa mempunyai kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang membutuhkan,
punya kepedulian pada orang lain terutama yang miskin dan kecil.
Pendidikan ini juga dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum atau
dipadukan dengan berbagai model pembelajara, karena pendidikan emansipatoris
ini adalah sebuah gaya belajar. Untuk itu peneliti menyusun sebuah modul
pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap
peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur.
Materinya dibatasi pada Standar Kompetensi “2. Memahami kondisi lingkungan
khususnya pada Kompetensi Dasar “2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana proses pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis
pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada
siswa kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017?
1.2.2 Bagaimana kualitas modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan
emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa
kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017?
1.2.3 Bagaimana dampak penggunaan modul pembelajaran IPA berbasis
pendidikan emansipatoris terhadap proses belajar siswa pada
implementasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengembangkan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan
emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa
kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017.
1.3.2 Mengembangkan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan
emansipatoris yang berkualitas sebagai alat belajar pentingnya lingkungan
sehat di kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017.
1.3.3 Mengetahui dampak modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi sekolah
Sebagai pengetahuan baru mengenai cara mengajarkan pentingnya
lingkungan sehat pada siswa.
1.4.2 Bagi guru
Sebagai pengalaman atas keterlibatannya dalam mengembangkan dan
menguji modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris.
1.4.3 Bagi Siswa
Siswa dapat mempelajari pentingnya lingkungan sehat melalui modul ayo
cintai lingkungan berbasis pendidikan emansipatoris, dan siswa juga dapat
belajar secara mandiri.
1.4.4 Bagi peneliti
Penelitian ini mampu memberikan pengalaman langsung kepada peneliti
tentang tahap pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan
emansipatoris untuk siswa kelas III SD. Selanjutnya, peneliti juga
memperoleh wawasan mengenai pembelajaran berbasis pendidikan
emansipatoris.
1.5 Spesifik Produk
Produk yang dikembangkan memiliki spesifikasi sebagai berkut.
1. Produk yang dikembangkan berupa modul pembelajaran IPA berbasis
2. Modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris diterapkan
pada SD yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
3. Unsur-unsur modul disusun lengkap yang terdiri dari:
a) Kata pengantar
b) Daftar isi
c) Petunjuk penggunaan modul
d) Pendahuluan yang terdiri dari:
1) Latar belakang
2) Standar kompetensi
3) Kompetensi dasar
4) Indikator
5) Tujuan pembelajaran
e) Kegiatan belajar I yang terdiri dari:
1) Tujuan
2) Materi tentang lingkungan sehat dan tidak sehat
f) Kegiatan belajar II yang terdiri dari:
1) Tujuan
2) Materi tentang dampak lingkungan tidak sehat bagi kesehatan
g) Kegiatan belajar III yang terdiri dari:
1) Tujuan
2) Kegiatan aksi lingkungan sehat
i) Kunci jawaban
j) Daftar pustaka
4. Modul disusun untuk menanamkan pada siswa kelas IIIB pentingnya
lingkungan sehat.
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Modul merupakan bahan pembelajaran yang digunakan sebagai panduan
belajar di mana di dalamnya memuat materi dan latihan soal.
1.6.2 Pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa dengan
mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar.
1.6.3 IPA merupaka ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam.
1.6.4 Pendidikan emansipatoris adalah pendidikan demokratis yang mampu
memberdayakan pemahaman siswa dimana di dalam pembelajarannya
terdapat unsur humanis, kesadaran kritis, dan mempertanyakan sistem.
1.6.5 Sikap peduli lingkungan merupakan sikap yang diwujudkan dalam
tindakan sehari-hari untuk melestarikan, memperbaiki, dan mencegah
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab dua ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka, (2) Kerangka Berpikir,
dan (3) Hipotesis Penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Sekolah Dasar Negeri Perumnas Condongcatur
2.1.1.1 Latar Belakang Sekolah Dasar Negeri Perumnas Condongcatur
SD Perumnas Condongcatur merupakan SD Negeri yang beralamat di Jalan
Flamboyan No. 11 Perumnas Condongcatur. SD dengan luas tanah 4235 m2 ini
berdiri pada tahun 1978. SD Negeri ini merupakan gabungan dari tiga SD, yaitu
SD N Perumnas I, SD N Perumnas II, dan SD N Perumnas IV. Tiap kelasnya terdiri
dari tiga ruang, yaitu A, B, dan C atau biasa disebut paralel. Jumlah siswa
seluruhnya sebanyak 449 anak, dan jumlah guru sebanyak 18 orang.
Visi SDN Perumnas CC adalah “Terwujudnya Insan yang Berkualitas,
Berbudaya, dan Bertaqwa”. Misinya adalah 1) Melaksanakan bimbingan secara
efektif dalam proses pembelajaran agar siswa mampu mengembangkan potensi diri
sendiri secara optimal. 2) Menumbuhkembangkan semangat keunggulan secara
intensif kepada seluruh warga sekolah. 3) Menumbuhkembangkan penghayatan
budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun
masyarakat. 4) Menumbuhkembangkan sikap apresiatif terhadap budaya bangsa.
5) Menumbuhkembangkan penghayatan ajaran agama yang dianut siswa dalam
2.1.1.2 Karakteristik Siswa Kelas IIIB
Siswa kelas IIIB berjumlah 23 siswa dengan 11 siswa laki-laki dan 12 siswa
perempuan. Kebanyakan siswa kelas IIIB ini adalah siswa yang aktif, mereka
sangat antusias ketika belajar dengan menggunakan sebuah media, apalagi jika
menggunakan reward. Mereka juga suka bekerja secara kelompok, akan tetapi
mereka masih kurang dalam hal kebersihan terutama kebersihan di kelas.
Kadang-kadang setiap pagi, orang tua siswa yang mengantar ikut membantu membersihkan
kelas, kalau tidak guru harus marah-marah agar siswa membersihkan kelas. Di sisi
lain, berdasarkan wawancara yang saya lakukan, semua siswa kelas IIIB sudah tahu
cara menjaga lingkungan yang benar dan cara merawat tanaman, misalnya seperti
menyiram bunga dan membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi, praktiknya
masih kurang.
Siswa kelas IIIB di SD N Perumnas rata-rata adalah anak orang mampu,
yaitu kalangan menengah ke atas, dan mereka kebanyakan bertempat tinggal di
perumahan. Jenis perumahan yang mereka tempati berbeda-beda. Ada yang tinggal
di perumahan homogen (rata-rata penduduknya adalah orang kaya) dan ada yang
tinggal di perumahan heterogen (penduduknya bervariasi, yaitu ada yang kaya dan
ada yang pas-pasan). Selain itu, dari 26 siswa kelas IIIB, ada 6 siswa yang tinggal
di pedesaan. Akan tetapi desa yang mereka tempati sudah mirip seperti perumahan.
Sehingga, siswa di kelas ini rata-rata hanya mau berbaur dengan siswa yang sesuai
2.1.2 Pendidikan Emansipatoris
Pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang mampu
memberdayakan dan memberi pencerahan pada siswa (Mangunsong, 2005:15).
Menurut Giroux (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015:53) pendidikan
emansipatoris dipandang sebagai pendidikan yang pergerakannya menekankan
perwujudan masyarakat yang adil dan demokratis. Tiga kata kunci untuk model
pendidikan emansipatoris, yaitu humanisasi, kesadaran kritis, dan mempertanyakan
sistem (Winarti dan Anggadewi, 2015).
1.2.1.1 Humanisasi
Humanisasi dalam KBBI diartikan sebagai penumbuhan rasa peri
kemanusiaan. Menurut Nouri, Sajjadi, dan Freire (dalam Winarti dan Anggadewi
,2015) humanisasi dipahami sebagai memberdayakan pemahaman kritis antara
kedua belah pihak guru dan murid, dan mengembangkan kesadaran kritis (critical
awarness) relasi pribadi dengan dunia. Berdasarkan dua pernyataan di atas peneliti
berpendapat bahwa humanisasi adalah penumbuhan rasa kemanusiaan melalui
pemberdayaan pemahaman kritis antara guru dan siswa.
1.2.1.2 Kesadaran Kritis
Kesadaran kritis memiliki makna belajar menerima keadaan sosial,
ekonomi, dan politik yang bertolak belakang, dan kemudian melawan arus dan
penindasan realitas (Winarti dan Anggadewi, 2015). Menurut Browne dan Keeley
(2012:16) sebagai seorang pemikir kritis, anda akan mencari kesimpulan yang lebih
baik, keyakinan yang lebih baik, dan keputusan yang lebih baik. Oleh karena hal
kemandirian dalam membentuk kesimpulan, keingintahuan terhadap apa yang
dijumpai, kerendahan hati bahwa pendapat pribadi belum tentu benar, dan
menghargai pendapat orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesadaran kritis
adalah pemahaman terhadap berbagai kondisi dan kemudian melawan arus
penindasan.
1.2.1.3 Mempertanyakan Sistem
Winarti dan Anggadewi (2015:53-54) menyatakan bahwa untuk menjadi
pemikir kritis, perlu ada dialog dalam bentuk mempertanyakan sistem untuk
menentukan realitas. Dari pernyataan tersebut, mempertanyakan sistem
difungsikan untuk menentukan sebuah realitas.
Salah satu cara yang dilakukan untuk mempertanyakan sistem yaitu dengan
berdialog. Dialog dilakukan oleh guru dan siswa terhadap sistem pembelajaran
yang dilakukan. Seperti pernyataan Winarty dan Anggadewi bahwa ketika terjadi
dialog diantara keduanya, maka pemahaman dan pengalaman akan realitas dari
kedua belah pihak pun berkembang.
Sehingga ketika seorang guru mempertanyakan sistem kepada siswa
mengenai sistem pembelajaran yang dianut, maka guru akan memperoleh timbal
balik dari siswa. Hasil timbal balik tersebut akan digunakan untuk evaluasi sistem
pembelajaran selanjutnya, sehingga sistem pembelajarannya akan berkembang dan
pengalaman belajar siswa serta pemahamannya pun turut berkembang.
Jadi pendidikan emansipatoris adalah pendidikan demokratis yang mampu
memberdayakan pemahaman siswa dimana di dalam pembelajarannya terdapat
2.1.4 Modul
2.1.4.1 Pengertian Modul
Pendidikan emansipatoris menuntut siswa agar belajar secara mandiri dan
berkembang sesuai kemampuannya. Salah satu bahan pembelajaran yang dapat
digunakan sebagai sarana belajar secara mandiri adalah modul. Modul merupakan
salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya
memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk
membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013:9).
Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan
evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga
peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan masing-masing.
Penulisan modul bertujuan :
a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbal.
b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau peserta
diklat maupun guru/instruktur.
c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti :
d. Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau peserta diklat;
e. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi langsung dengan
lingkungan dan sumber belajar lainnya,
2.1.4.2 Karakteristik Modul
Modul yang baik menurut Daryanto (2013:9) adalah modul yang mampu
memperhatikan karakteristik yang diperlukan, yaitu: a) Self instructional, b) Self
Contained, c) Stand alone (berdiri sendiri), d) Adaptif dan e) User friendly.
a. Self Instruction
Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut
memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak
lain.
Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus:
1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang
kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas;
3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi
pembelajaran;
4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk
mengukur penguasaan peserta didik;
5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau
konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik;
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif,
7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;
8) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan
penilaian mandiri (self assessment);
9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
10)Terdapat informasi tentang rujukan/ pengayaan/referensi yang mendukung
materi pembelajaran dimaksud.
b. Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan
termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan
kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena
materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan
pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi/kompetensi dasar,
harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar
kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik.
c. Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak
tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak
perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada
modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan
ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan
sebagai modul yang berdiri sendiri.
d. Adaptif
Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu
dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di
berbagai perangkat keras (hardware).
Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai
dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang
sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan,
merupakan salah satu bentuk user friendly.
Jadi dalam modul yang dikembangkan dalam penelitian ini mengandung
unsur-unsur, yaitu:
a) Self Instruction
Pada modul ini dapat digunakan siswa untuk kegiatan pembelajaran secara
mandiri karena modul ini memuat tujuan pembelajaran yang jelas, memuat
materi pembelajaran, tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung, terdapat
soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya, kontekstual, menggunakan bahasa yang
sederhana dan komunikatif, dan terdapat umpan balik atas penilaian peserta
didik.
b) Self Contained
Pada modul pembelajaran IPA ini termuat seluruh materi pembelajaran yang
dibutuhkan.
c) Adaptif
Modul pembelajaran IPA ini dapat disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
d) Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Pada modul pembelajaran IPA ini disusun menggunakan bahasa yang
pada modul. Selain itu, modul ini juga dilengkapi dengan panduan penggunaan
modul serta petunjuk kerja, sehinggan siswa kemungkinan besar tidak
mengalami kebingungan saat menggunakannya.
2.1.4.3 Prinsip Modul
Ada enam belas prinsip milik Tomlinson (1998: 7-21) untuk
mengembangkan bahan pembelajaran yaitu:
1. Materials should achieve impact
2. Materials should help learners to feel at ease
3. Materials should help learners to develop confidence
4. What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful
5. Materials should require and facilitate learner self-investment
6. Learners must be ready to acquire the points being taught
7. Materials should expose the learners to language in authentic
8. The learners attention should be drawn to linguistic features of the input
9. Materials should provide the learners with opportunities to use the target language to achieve communicative purposes
10. Materials should take into account that the positive effects of instruction are
usually delayed
11. Materials should take into account that learners differ in learning styles
12. Materials should take into account that learners differ in affective attitudes
13. Materials should permit a silent period at the beginning of instruction
14. Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual,
aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left
15. Materials should not rely too much on controlled practice
16. Materials should provide opportunities for outcome feedback
Berdasarkan keenam belas prinsip pengembangan bahan milik Tomlinson,
peneliti hanya menggunakan 9 prinsip untuk mengembangkan bahan berupa modul
pembelajaran IPA. Berikut ini adalah kesembilan prinsip yang digunakan peneliti
untuk mengembangkan modul:
1. Materials should achieve impact
Bahan harus mencapai dampak. Dampak dicapai ketika bahan memiliki efek
yang nyata pada peserta didik, yaitu ketika rasa ingin tahu peserta didik,
minat, dan perhatian tertarik. Lebih lanjut, dikatakan bahwa bahan dapat
mencapai dampak ketika bahan yang dikembangkan itu baru, bervariasi,
disajikan menarik, dan konten menarik.
2. Materials should help learners to develop confidence
Bahan harus membantu siswa untuk mengembangkan kepercayaan diri.
Banyak peserta didik cepat merasa tenang dan percaya diri jika mereka
berpikir bahwa bahan-bahan yang mereka pelajari tidak terlalu sulit tapi
hanya satu langkah lebih jauh atau lebih sulit daripada yang mereka kuasai.
3. What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful
Bahan yang diajarkan harus dirasa sebagai yang relevan dan berguna bagi
siswa.
4. Materials should require and facilitate learner self-investment
Bahan semestinya diperlukan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar.
Bahan harus memperhitungkan bahwa peserta didik berbeda dalam gaya
belajar. Tidak semua peserta didik memiliki gaya belajar yang sama.
6. Materials should take into account that learners differ in affective attitudes
Bahan harus memperhitungkan bahwa peserta didik berbeda dalam sikap
afektif. Sikap peserta didik bervariasi. Idealnya siswa akan membutuhkan
motivasi yang kuat dan konsisten, agar tumbuh perasaan positif terhadap guru
mereka, sesama peserta didik mereka, dan bahan-bahan yang mereka pelajari.
Untuk mencapai kenyataan ini, bahan harus menyediakan pilihan dari
berbagai jenis kegiatan.
7. Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual,
aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left
brain activities
Bahan harus memaksimalkan potensi belajar dengan melibatkan kecerdasan,
estetika (kepekaan terhadap seni dan keindahan) dan emosional yang dapat
merangsang kegiatan otak kanan dan kiri.
8. Materials should not rely too much on controlled practice
Bahan sebaiknya tidak bergantung terlalu banyak pada kebiasaan
dikendalikan.
9. Materials should provide opportunities for outcome feedback
Bahan harus memberikan kesempatan untuk umpan balik hasil.
2.1.6 Pembelajaran
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang
dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan
pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari
seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan
sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Disisi
lai Sagala (61: 2009) berpendapat bahwa pembelajaran adalah membelajarkan
siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu
utama keberhasilan pendidikan. Berdasarkan kedua pendapat ahli tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa
dengan mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar.
2.1.7 IPA
2.1.7.1 Hakikat IPA
IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris Natural
Science secara singkat sering disebut Science (Iskandar, 2001:2). Natural artinya
alamiah, berhubungan, dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science
artinya ilmu pengetahuan. Jadi menurut Iskandar, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini.
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1), IPA termasuk kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ini
dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007, mata
pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di SD.
Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI menurut BSNP (2006:162) adalah agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.7.2Materi IPA tentang Lingkungan Sehat dan Lingkungan Tidak Sehat Penelitian ini ditujukan pada siswa kelas IIIB semester gasal dengan Standar
kesehatan, dan upaya menjaga kesehatan lingkungan, dan dengan Kompetensi
Dasar (KD) 2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap
kesehatan. Serta dibatasi pada materi lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat.
2.1.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum merupakan salah satu elemen penting dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Oliva (dalam Sanjaya, 2010:8) menyatakan bahwa kurikulum pada
dasarnya adalah suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan
sekolah. Dilain pihak dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dari dua pendapat diatas
dapat diartikan bahwa kurikulum memiliki peran yang begitu penting dalam sebuah
pembelajaran.
Salah satu kurikulum yang dijadikan pedoman dalam kegiatan belajar di
SDN Perumnas Condongcatur adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (Sanjaya, 2010: 128). Konsep
kurikulum operasional menurut Sanjaya yakni, (1) Sebagai kurikulum yang bersifat
operasional maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari
ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional, (2) Sebagai kurikulum
operasional, para pengembang KTSP, dituntut dan harus memperhatikan ciri khas
kedaerahan, sesuai dengan bunyiUndang-Undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni
prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik, (3) Sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah
memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit
pelajaran, misalnya dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran,
dalam menentukan media pembelajaran, dalam menentukan evaluasi yang
dilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu
topik materi harus dipelajari siswa agar kompetensi dasar yang telah ditentukan
dapat tercapai. Jadi dengan digunakannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
ini mampu mengembangkan potensi siswa, kecerdasan dan minat sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan peserta siswa, serta karakteristik daerah dan
lingkungan tempat tinggal siswa.
2.1.9 Sikap Peduli Lingkungan
Sikap peduli terdiri dari kata sikap dan peduli. Kata sikap diartikan
perbuatan yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan, kata peduli diartikan
mengindahkan, memperhatikan atau menghiraukan, dan kata lingkungan diartikan
daerah atau kawasan yang termasuk di dalamnya (KBBI, 2009). Berdasarkan tiga
arti kata tersebut, sikap peduli dapat diartikan sebagai perbuatan yang berdasarkan
pada pendirian atau keyakinan untuk memperhatikan keadaan sekeliling.
Narwanti (dalam Handayani, 2013:26) mengungkapkan bahwa sikap peduli
lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi. Sedangkan menurut Handayani sendiri, sikap
untuk melestarikan, memperbaiki dan mencegah kerusakan dan pencemaran
lingkungan. Kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap peduli
lingkungan merupakan sikap yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari untuk
melestarikan, memperbaiki, dan mencegah kerusakan lingkungan.
2.1.10 Indikator Sikap Peduli Lingkungan
Emil Salim (dalam Handayani, 2013:30-31), menyebutkan hal-hal yang
dapat dilakukan untuk melestarikan lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan kesehatan lingkungan yang menyangkut usaha kebersihan
selokan, tempat mandi-cuci-kakus, terpeliharanya sumur air minum.
2. Kebersihan dalam rumah, termasuk jendela yang bisa memasukkan sinar
matahari, kebersihan dapur.
3. Usaha hemat energi, seperti:
a. Menghemat pemakaian aliran listrik dengan memadamkan lampu- lampu
yang tidak diperlukan pada waktu tidur, serta segera memadamkan lampu
pada pagi hari
b. Mengehmat pemakaian air, jangan sampai ada kran ataupun tempat air
(bak) yang bocor, ataupun dibiarkan mengalir/menetes terus.
4. Pemanfaatan kebun atau pekarangan dengan tumbuh-tumbuhan yang berguna,
penanaman bibit tumbuh-tumbuhan untuk penghijauan, rumah dan halaman
diusahakan sebersih dan seindah mungkin sehingga merupakan lingkungan
5. Penanggulangan sampah, memanfaatkan kembali sampah organis, dan
mendaur ulang (recycling) sampah anorganis (botol, kaleng, plastik, dan
lain-lainnya) melalui tukang loak atau yang serupa.
6. Mengembangkan teknik biogas, memanfaatkan sampah hewan, manusia dan
kotoran dapur, untuk dibiogaskan sebagai sumber energi untuk dimasak
7. Meningkatkan keterampilan sehingga dapat memanfaatkan bahan tersedia, sisa
bahan, atau bahan bekas, lalu turut mendaur-ulang berbagai bahan berkali-kali,
seperti merangkai bunga dari bahan sisa, dan sebagainya.
Berdasarkan tujuh indikator yang dipaparkan diatas, peneliti mengambil satu
indikator yaitu peningkatan kesehatan lingkungan yang menyangkut usaha
kebersihan selokan, tempat mandi-cuci-kakus, terpeliharanya sumur air minum.
2.1.11 Hasil Wawancara Penggiat PSL
Pak Gatot adalah salah satu penggiat PSL, beliau mulai menekuni kegiatan
pelestarian lingkungan sejak tahun 2004. Alasan pak Gatot menekuni kegiatan ini
karena dari dulu sejak belum tegabung dalam PSL sudah dekat dengan lingkungan,
dan motivasinya adalah menjaga lingkungan seperti menjaga dirinya sendiri.
Kegiatan yang dilakukan pak Gatot di PSL ini sangat beragam, mulai dari menanam
bibit pohon, ikut menangkarkan burung kakak tua, pasar legawa, kafe, dan yoga
ketawa. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan di PSL ini, ada keuntungan
tersendiri bagi pak Gatot, yaitu menambah relasi sosial.
Pak Gatot memandang bahwa kondisi lingkungan yang terjadi pada saat ini
pandang setiap orang terhadap keadaan lingkungan berbeda-beda. Kerusakan
lingkungan sendiri terjadi karena campur tangan manusia. Hal itu karena pemikiran
seseorang sejak kecil. Pola pikir yang terbentuk sejak kecil seperti membuang
sampah sembarangan lama kelamaan akan tumbuh membesar, dan dari situlah
manusia mulai merusak lingkungan. Selain itu kerusakan lingkungan juga dapat
terjadi karena banyaknya kebutuhan pada manusia, karena semakin banyak
kebutuhan manusia yang diperlukan maka akan semakin banyak pula hasil alam
yang diambil sehingga lingkungan menjadi tidak seimbang dan rusak. Bentuk
keprihatinan pak Gatot untuk mengurangi perusakan lingkungan sendiri adalah
dengan mencoba untuk menanam tanaman.
Sebagai makhluk yang hidup di bumi sudah selayaknya manusia menjaga
lingkungan, hal ini sesuai dengan perintah Tuhan. Pak Gatot berpendapat bahwa
manusia sudah menjaga lingkungan dengan baik, karena jika tidak ada yang
menjaga lingkungan maka manusia tidak akan hidup sampai saat ini. Memang di
dunia ini tidak sepenuhnya manusia menjaga lingkungan. Sebagian ada yang
merusak lingkungan dan sebagian lagi ada yang menjaga lingkungan.
Perumpamaan semua manusia yang hidup di bumi merusak lingkungan maka
keadaan lingkungan pasti akan berubah.
Berkembangnya teknologi yang saat ini semakin maju dan meningkat pesat
memberi juga dampak positif dan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak positif
teknologi bagi lingkungan misalnya media sosial seperti facebook. Facebook dapat
digunakan untuk menginformasikan berita-berita tentang kerusakan lingkungan.
tempat akan cepat tersebar luas dan berita tersebut akan mudah direspon oleh
banyak pihak. Sementara dampak negatifnya facebook digunakan untuk hal-hal
tidak berguna seperti curhat.
Pak Gatot melihat bahwa segala tindakan manusia selalu berhubungan
dengan lingkungan, karena manusia merupakan bagian dari lingkungan. Cara
menjaga lingkungan agar tetap lestari menurut pak Gatot melalui PSL ini adalah
dengan mengajarkan pada orang lain mengenai lingkungan. Misalnya seperti
kegiatan yang pernah dilakukan beliau, yaitu menanam pohon, mengadakan
pelatihan cara merawat tanaman, menyediakan lahan untuk berkebun, mengadakan
pasar legawa yang bertujuan untuk mengundang masyarakat sekitar untuk datang
ke PSL, dan melakukan penelitian pada kerusakan lingkungan. Selain itu, cara agar
lingkungan tetap terjaga dan tidak dirusak oleh manusia maka pihak negara juga
ikut andil dalam menjaga lingkungan, yaitu melalui peraturan
perundang-undangan. Sehingga melalui kegiatan tersebut secara sederhana dapat mengajak
masyarakat untuk cinta terhadap lingkungan, karena di dalamnya dikenalkan
tentang tumbuhan dan bagaimana cara merawatnya. Sehingga diibaratkan jika
seseorang semasa kecilnya sudah mengenal lingkungan yang asri dan sejuk, maka
ketika dewasa ia merasa bahwa lingkungan tidak seperti yang dulu lagi (asri dan
sejuk), maka ia akan mencoba untuk menjaganya agar bisa merasakan seperti yang
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
2.2.1 Penelitian yang Relevan tentang Modul
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Theresia Dwi Kurniawati (2016).
Tujuan utama penelitian tersebut adalah menghasilkan suatu produk berupa modul
praktikum IPA sebagai suplemen kurikulum 2013 untuk mendorong berpikir kritis
siswa kelas IV Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini adalah research and development
(R&D) yang menggunakan prosedur pengembangan Borg & Gall dalam Sanjaya
tetapi hanya sampai pada langkah 7. Hasil penelitian berdasarkan validasi produk
oleh Guru kelas IV SD Kanisisus Ganjuran, 4 siswa kelas IV SDN 1 Bareng Lor
Klaten, 19 siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran dari keseluruhan hasil validasi
tersebut, diperoleh rata-rata skor 3,3 dengan kategori layak. Dengan demikian,
produk yang dikembangkan dapat dikatakan layak untuk digunakan sebagai bahan
ajar untuk siswa kelas IV Sekolah Dasar pada mata pelajaran IPA.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rismawati Halawa (2016). Tujuan
utama pada penelitian ini adalah mengembangkan produk berupa modul tanaman
obat “Daun Ajaib” untuk kelas V sekolah dasar agar mereka dapat mengetahui
pentingnya melestarikan tanaman obat. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian ini menggunakan enam langkah
dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3)
desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Hasil
Lolofitu Kabupaten Nias Barat, kualitas modul yang dikembangkan mendapat skor
rata-rata 4,55 yang berarti sangat baik dan sangat layak digunakan.
Berdasarkan kedua penelitian relevan diatas dapat dilihat bahwa modul
yang dikembanga berupa modul praktikum IPA dan modul tanaman obat. Maka
dari itu, peneliti mengembangkan modul Ayo Cintai Lingkungan berbasis
pendidikan emansipatoris untuk siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur.
2.2.2 Penelitian yang Relevan tentang Sikap Peduli Lingkungan
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2013). Tujuan
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui langkah-langkah implementasi
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA yang
dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa kelas IV.1 di SD N Keputran
“A”. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas IV yang berjumlah 28 siswa.
Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus tindakan. Instrumen-instrumen yang
digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi sikap peduli lingkungan siswa,
lembar observasi aktivitas guru dalam menerapkan pendekatan STM, lembar
observasi peran guru dalam menanamkan sikap peduli lingkungan, dan angket sikap
peduli lingkungan siswa. Hasil penelitian pada siklus I belum mencapai kriteria
keberhasilan, karena berdasarkan lembar observasi siklus I menunjukkan bahwa
sikap peduli lingkungan sebesar 75% siswa pada kategori sedang dan hasil angket
menunjukkan sebesar 25% siswa berada pada kategori tinggi. Kemudian hasil
penelitian pada siklus II sebanyak 27 siswa (96,43%) berada pada kategori tinggi
dan sebanyak 1 siswa (3,57%) berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil
sebanyak 1 orang siswa (3,57%) berada pada kategori sedang. Hasil yang diperoleh
pada siklus II telah mencapai kriteria keberhasilan sehingga tindakan dihentikan
pada siklus tersebut.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Kresnawati (2013). Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui: (1) korelasi kualitas pembelajaran Georafi dengan
sikap peduli lingkungan, (2) korelasi hasil belajar dengan sikap peduli lingkungan,
(3) korelasi kualitas pembelajaran Geografi dengan hasil belajar, (4) korelasi secara
serempak kualitas pembelajaran Georafi dan hasil belajar dengan sikap peduli
lingkungan. Data dikumpulkan melalui angket dan tes dari 72 siswa kelas XII IPS
SMA Negeri 1 Ponorogo, dianalisis dengan regresi. Hasil penelitian adalah (1)
adanya korelasi positif kualitas pembelajaran Geografi terhadap sikap peduli
lingkungan, (2) terdapat korelasi positif hasil belajar dengan sikap peduli
lingkungan, (3) tidak ada korelasi yang signifikan kualitas pembelajaran Geografi
dengan hasil belajar, (4) terdapat korelasi secara serempak kualitas pembelajaran
Geografi dan hasil belajar terhadap sikap peduli lingkungan.
Berdasarkan kedua penelitian relevan di atas dapat dilihat bahwa
penanaman sikap peduli lingkungan dilakukan dengan pendekatan STM dan
korelasi kualitas pembelajaran, sehingga belum ada penanaman sikap peduli
lingkungan dengan modul ayo cintai lingkungan berbasis pendidikan
emansipatoris. Maka dari itu, peneliti mengembangkan modul Ayo Cintai
Lingkungan berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli
2.3 Kerangka Berpikir
Kerusakan lingkungan kini banyak terjadi di berbagai daerah, terutama
diperkotaan. Sebagian besar kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh ulah
manusia. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya
lingkungan sehat.
Salah satu cara untuk mengatasi kerusakan lingkungan adalah dengan
menanamkan sikap peduli lingkungan pada anak sejak dini. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan hendaknya menanamkan sikap peduli lingkungan sejak dini
yaitu dengan mengajarkan pentingnya lingkungan sehat. Mengajarkan pentingnya
lingkungan sehat pada siswa sangat perlu untuk menumbuhkan sikap peduli
lingkungan pada siswa, karena sikap tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan
perusakan lingkungan. Selain itu, cara yang digunakan dalam mengajarkannya juga
bagian terpenting. Untuk itu perlu digunakan sebuah pendidikan yang mampu
mempengaruhi cara berpikir siswa sekaligus dapat menarik perhatian siswa dan
memenuhi kebutuhan perkembangan siswa.
Pendididikan emansipatoris merupakan pendidikan yang dapat
memberdayakan siswa dan mampu memenuhi kebutuhan perkembangan siswa,
sehingga pendidikan ini akan menjadikan manusia secara utuh. Selain itu,
pendidikan ini juga dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum atau dipadukan
dengan berbagai model pembelajara, karena pendidikan emansipatoris ini adalah
sebuah gaya belajar. Untuk itu peneliti menyusun sebuah modul pembelajaran IPA
berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3)
prosedur pengembangan, (3) validasi, (4) instrumen penelitian, (5) teknik
pengumpulan data, dan (6) teknik analisis data
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan
pengembangan (Reseach and Development). Penelitian dan pengembangan dapat
diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi dan
menguji validitas produk yang telah dihasilkan (Sugiyono, 2016:30). Produk yang
dihasilkan berupa modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris pada
materi Lingkungan Sehat dan Lingkungan Tidak Sehat kelas IIIB Sekolah Dasar.
Untuk menghasilkan produk yang baik perlu digunakan prosedur yang baik pula,
yaitu mulai dari analisis kebutuhan hingga implementasi dan evaluasi, sehingga
produk yang dihasilkan dapat berguna sesuai dengan kebutuhan.
3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Perumnas Condongcatur yang beralamat
di Jalan Flamboyan No. 11 Perumnas, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta.
kepala sekolah yang bernama Mukija, S.Pd.SD, dan jumlah murid keseluruhannya
adalah 449 siswa. Alasan peneliti melakukan penelitian di SD N Perumnas 3,
karena di sini masih kurang diajarkan mengenai sikap peduli lingkungan. Selain itu,
pengajaran mengenai materi IPA masih minim menggunakan cara belajar yang
menarik. Sehingga keadaan tersebut sangat cocok untuk kegiatan penelitian.
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas III SD. Akan tetapi, kelas III
SD yang digunakan sebagai penelitian terdapat 3 kelas, yaitu A, B, dan C sehingga
peneliti memilih salah satu kelas yaitu III B. Siswa kelas III B total keseluruhan
berjumlah 23 siswa dengan 11 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Peneliti
memilih kelas III B karena kelas ini kurang suka dengan kegiatan pembelajaran
yang hanya menggunakan LKS/buku paket dan tidak menggunakan media
pembelajaran. Jadi peneliti merekomendasikan kelas ini sebagai subjek penelitian.
3.2.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pengembangan modul pembelajaran IPA
berbasis pendidikan emansipatoris untuk siswa kelas IIIB di SDN Perumnas
Condongcatur.
3.2.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2016 hingga Januari
2017. Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan melalui 15 tahap, antara lain: (1)
observasi dokumen kurikulum, (2) wawancara dengan siswa kelas IIIB, (3)
mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, (4) membuat woorksheet
membuat RPP, (8) Membuat modul, (9) validasi modul, (10) revisi modul, (11)
implementasi modul di SD, (12) mengolah data hasil penelitian, (13) penyusunan
bab IV dan bab V, (14) persiapan ujian, (15) ujian skripsi.
3.3 Prosedur Pengembangan
Penelitian ini menghasilkan sebuah produk berupa modul Pembelajaran
IPA. Produk dihasilkan dengan mengunakan prosedur pengembangan menurut
Tomlinson yang sudah diadaptasi dan dimodifikasi. Langkah prosedurnya dimulai
Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Pendidikan Emansipatoris
Analisis Kebutuhan Dokumen
kurikulum
Latar belakang siswa
Analisis Kebutuhan SK & KD
Revisi
Implementasi Desain
Indikator Menyusun RPP Menyusun Modul
Validasi Modul
dari analisis kebutuhan, desain, revisi, implementasi, dan evaluasi. Berikut ini
peneliti akan menjelaskan bagan prosedur pengembangan dari langkah kesatu
hingga langkah kelima.
Langkah 1, peneliti melakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan
dilakukan sebagai acuan dalam pembuatan modul. Pertama peneliti melakukan
pengumpulan data yaitu berupa latar belakang siswa kelas IIIB di SDN Perumnas
CC, visi dan misi sekolah, dan kurikulum yang digunakan disekolah, serta gaya
belajar yang digunakan. Latar belakang siswa diperoleh melalui observasi dan
wawancara tertulis. Visi dan misi sekolah serta kurikulum yang digunakan
diperoleh dengan observasi, dan gaya belajar yang digunakan guru diperoleh
dengan wawancara.
Setelah melakukan pengumpulan data, peneliti menganalisis data yang
diperoleh, kemudian memilih Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD). Standar Kompetensi yang peneliti pilih yaitu SK. 2. Memahami kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan, dan upaya menjaga kesehatan
lingkungan dengan Kompetensi Dasar 2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Langkah 2, peneliti melakukan desain. Proses desain diawali dengan membuat sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan desain dari modul. RPP ini digunakan sebagai dasar pembuatan modul pembelajaran IPA, dan modul ini dikembangkan dengan mangadaptasi sembilan dari enambelas prinsip
pengembangan bahan milik tomlinson, yaitu 1) Materials should achieve impact,
should be perceived by learners as relevant and usefu, 4) Materials should require
and facilitate learner self-investment, 5) Materials should take into account that
learners differ in learning styles, 6) Materials should take into account that learners
differ in affective attitudes, 7) Materials should maximize learning potential by
encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement which stimulates
both right and left brain activities, 8) Materials should not rely too much on
controlled practice, 9) Materials should provide opportunities for outcome
feedback. Kemudian modul tersebut divalidasikan kepada dua ahli modul untuk
memperoleh kritik dan saran serta penilaian modul yang dikernbangkan oleh
peneliti.
Langkah 3,peneliti melakukan revisi. Revisi diakukan pada bagian modul yang dikritik dan diberikan saran oleh dua validator.
Langkah 4, peneliti melakukan implementasi. Setelah modul direvisi, modul diimplementasikan pada seluruh siswa kelas IIIB di SDN Perumnas CC.
Modul tersebut digunakan sebagai acuan kegiatan belajar selama 2 kali pertemuan,
dan setelahnya pembagian kuesioner.
Langkah 5, peneliti melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan pada kegiatan belajar dan pembagian kuesioner. Hasil evaluasi kegiatan pembelajaran digunakan
sebagai acuan untuk merevisi modul, dan hasil kuesioner digunakan sebagai
penilaian terhadap kualitas modul.
3.4 Validasi