• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA

BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS

UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN

PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS

CONDONGCATUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Dedy Anggit Harjanto NIM : 131134216

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA

BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS

UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN

PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS

CONDONGCATUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Dedy Anggit Harjanto NIM : 131134216

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dalam berbagai

cara, perhatian yang tak pernah henti, dan didikannya sehingga penulis mampu

menyandang gelar sarjana pendidikan.

2. Kakak dan adikku yang selalu memberi dukungan dan mendoakan penulis.

3. Teman-teman satu payung penelitian yang selalu membantuku dalam menyusun

karya ini.

4. Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku Universitas Sanata Dharma

(6)
(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS

UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS CONDONGCATUR

Dedy Anggit Harjanto Universitas Sanata Dharma

2017

Pengajaran lingkungan sehat pada usia dini sangatlah penting, guna menanamkan sikap peduli lingkungan pada anak. Permasalahannya pengajaran lingkungan sehat di kelas IIIB SDN Perumnas Condongcatur masih sangat minim dilakukan, bahkan jika adapun hanya sebatas pelajaran biasa. Pendidikan emansipatoris adalah salah satu solusi untuk pengajaran lingkungan sehat pada anak karena pendidikan ini dapat memberdayakan siswa dan mampu memenuhi kebutuhan perkembangan siswa. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengembangka bahan pembelajaran yang berbasis pendidikan emansipatoris, yaitu modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (reseach and development). Penelitian ini menggunakan 5 langkah pengembangan bahan menurut Tomlinson yang diadaptasi dan telah dimodifikasi, yaitu meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) desain produk, (3) validasi, (4) revisi, (5) implementasi, dan (6) evaluasi.

Pada modul yang dikembangkan oleh peneliti merupakan salah satu bahan ajar yang dikemas secara utuh dan didalamnya memuat tujuan pembelajaran, materi belajar, dan evaluasi. Modul ini disusun dan disesuaikan dengan sembilan prinsip pengembangan bahan menurut tomlinson, yaitu (1) Materials should achieve impact, (2) Materials should help learners to develop confidence, (3) What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful, (4) Materials should require and facilitate learner self-investment,

(5) Materials should take into account that learners differ in learning styles, (6) Materials should take into account that learners differ in affective attitudes, (7) Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left brain activities, (8) Materials should not rely too much on controlled practice, dan (9) Materials should provide opportunities for outcome feedback.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas produk berupa modul berdasarkan hasil validasi dari siswa diperoleh skor 4,3. Skor tersebut dikategorikan “sangat baik”, sehingga modul ini layak untuk digunakan. Serta dampak penggunaan produk berupa modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris ini dapat membuat siswa menjadi berani bertukar pendapat dengan guru maupun teman sekelas (mempertanyakan sistem), membuat siswa tertarik dan memacu rasa ingin tahu siswa dalam kegiatan pembelajaran (kesadaran kritis), membuat siswa belajar secara mandiri dan terlibat aktif dalam pembelajaran , dan dapat menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur (humanisasi).

(10)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF EMANCIPATORY EDUCATION-BASED NATURAL SCIENCES LEARNING MODULE TO CULTIVATE

ENVIRONMENTAL CONCERN

IN STUDENTS OF CLASS IIIB IN SDN PERUMNAS CONDONGCATUR

Dedy Anggit Harjanto Sanata Dharma University

2017

It’s important to teach healthy environment to young children to cultivate environmental care in them. The problem was healthy environment lesson in class IIIB of SDN Perumnas Condongcatur was lacking, only existing as normal lesson. Emancipatory education is one of the solutions to teach healthy environment to children because it empower students and can meet student’s developmental needs. Therefore, the researcher was motivated to develop emancipatory education-based lesson material, which was emancipatory education-based natural sciences learning module to developt environmental concern in students of class IIIB in SDN Perumnas Condongcatur.

The research type was research and development. This study used adapted and modified five material development steps of Tomlinson, i.e.: (1) requirement analysis, (2) product design, (3) validation, (4) revision, (5) implementation, and (6) evaluation.

The module developed by the researcher was one of the learning materials packaged comprehensively, containing learning purpose, learning material, and evaluation. This module was formulated and adjusted with nine principles of material development by Tomlinson, i.e. (1) Materials should achieve impact, (2) Materials should help learners to develop confidence, (3) What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful, (4) Materials should require and facilitate learner self-investment, (5) Materials should take into account that learners differ in learning styles, (6) Materials should take into account that learners differ in affective attitudes, (7) Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left brain activities, (8) Materials should not rely too much on controlled practice, and (9) Materials should provide opportunities for outcome feedback.

The research result showed that the quality of the module product based on the students’ validation was a score of 4,3. The score was categorized as “very good”, so the module could be applied. The impact of using the emancipatory education-based natural sciences learning module was encouraging the students to discuss with teacher and classmates (asking about system), making the students interested and encouraging student’s curiosity in learning activity (critical awareness), making students study independently and be actively involved in lesson, and cultivating environmental concern in the students of class IIIB in SDN Perumnas Condongcatur (humanization).

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan dan karunianya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS PENDIDIKAN EMANSIPATORIS UNTUK MENANAMKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS IIIB DI SDN PERUMNAS CONDONGCATUR

,

skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan berbagai pihak melalui berbagai cara. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Kaprodi PGSD

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd.selaku Wakaprodi PGSD. 4. Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini. 5. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech. selaku dosen pembimbingan II yang

telah membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 6. Mukija, S.Pd.SD. selaku kepala SDN Perumnas Condongcatur yang telah

memberikan ijin penelitian di SD tersebut.

7. Ferry Setiawan, S.Pd. selaku guru kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur yang membantu serta membimbing peneliti selama proses penelitian berlangsung.

8. Para dosen selaku ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... . 9

2.1.1 Sekolah Dasar Negeri Perumnas Condongcatur ... 9

(14)

2.1.1.2 Karakteristik Siswa Kelas IIIB ... 10

2.1.2 Pendidikan Emansipatoris ... 11

2.1.2.1 Humanisasi ... 11

2.1.2.2 Kesadaran Kritis ... 11

2.1.2.3 Mempertanyakan Sistem ... 12

2.1.4 Modul ... 13

2.1.4.1 Pengertian Modul ... 13

2.1.4.2 Karakteristik Modul ... 13

2.1.4.3 Prinsip Modul ... 17

2.1.6 Pembelajaran IPA ... 19

2.1.7 IPA ... 20

2.1.7.1 Hakikat IPA ... 20

2.1.7.2 Materi IPA tentang Lingkungan Sehat dan Lingkungan Tidak Sehat ... 21

2.1.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 22

2.1.9 Sikap Peduli Lingkungan ... 23

2.1.10 Indikator Sikap Peduli Lingkungan ... 24

2.1.11 Wawancara Penggiat PSL ... 25

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

2.2.1 Penelitian yang Relevan tentang Modul ... 28

2.2.2 Penelitian yang Relevan tentang Sikap Peduli Lingkungan ... 29

2.3 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 32

3.2.1 Tempat Penelitian ... 32

3.2.2 Subjek Penelitian ... 33

3.2.3 Objek Penelitian ... 33

3.2.4 Waktu Penelitian ... 33

3.3 Prosedur Pengembangan ... 34

(15)

3.5 Instrumen Penelitian ... 37

3.5.1 Instrumen Analisis Kebutuhan ... 37

3.5.2 Instrumen Validasi Produk oleh Ahli ... 38

3.5.3 Instrumen Implementasi ... 39

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.7 Teknik Analisis Data ... 40

3.7.1 Kuesioner Validasi Ahli Modul ... 40

3.7.2 Observasi ... 41

3.7.3 Kuesioner (Angket) Validasi Siswa ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kebutuhan ... 43

4.1.1 Hasil Observasi Dokumen Kurikulum dan Pembahasan ... 43

4.1.2 Hasil Wawancara Siswa Kelas IIIB dan Pembahasan ... 45

4.2 Desain Modul Pembelajaran IPA Berbasis Pendidikan Emansipatoris ... 46

4.3 Data Hasil Validasi Modul dan Revisi Produk ... 52

4.4 Revisi Modul ... 54

4.5 Implementasi ... 55

4.6 Evaluasi ... 55

4.6.1 Data Hasil Observasi ... 55

4.6.2 Pembagian Kuesioner ... 56

4.7 Pembahasan ... 57

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 65

5.3 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(16)

DAFTAR BAGAN

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Siswa ... 34

Tabel 3.2 Pedoman Observasi ... 34

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Validasi Modul ... 35

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Kuesioner Modul ... 36

Tabel 3.5 Klasifikasi Skor ... 37

Tabel 3.6 Klasifikasi Skor ... 38

Tabel 4.3 Skor Penilaian Instrumen Modul oleh Dosen Ahli ... 39

Tabel 4.4 Komentar Terhadap modul oleh Ahli ... 53

Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai Siswa ... 54

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Siswa terhadap Kualitas Modul ... 56

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Sampul Modul ... 46

Gambar 4.2 Petunjuk Penggunaan Modul ... 47

Gambar 4.3 Materi ... 48

Gambar 4.4 Eksperimen ... 48

Gambar 4.5 Aksi Lingkungan Sehat ... 48

Gambar 4.6 Panduan berksperimen ... 49

Gambar 4.7 Kegiatan bereksperimen ... 49

Gambar 4.8 Evaluasi ... 49

Gambar 4.8 Konten Modul ... 50

Gambar 4.9 Kegiatan Pengamatan ... 51

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 73

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian ... 74

Lampiran 3. Silabus ... 75

Lampiran 4. RPP ... 78

Lampiran 5. Validasi Produk dari Ahli IPA... 104

Lampiran 6. Validasi Produk dari Ahli Bahasa ... 110

Lampiran 7. Lembar Instrumen Validasi Siswa ... 113

Lampiran 8. Presensi Kehadiran Siswa saat Uji Coba Produk ... 117

Lampiran 9. Lembar Dokumentasi Uji Coba Produk ... 118

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,

(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk, dan (6) definisi

operasional.

1.1 Latar Belakang

Lingkungan adalah tempat dimana unsur biotik dan unsur abiotik berada

(Devi dan Anggraeni, 2008: 74-75). Unsur biotik merupakan makhluk hidup seperti

manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Unsur abiotik merupakan benda

tak hidup seperti air, udara, dan tanah. Kedua unsur tersebut saling berkaitan satu

sama lain. Keterkaitan keduanya menimbulkan hubungan timbal balik yang

menciptakan sebuah ekosistem, dimana masing-masing unsur berperan penting

dalam menjaga keseimbangannya. Contohnya ekosistem di danau, ikan

memerlukan air dan gas oksigen untuk bernapas. Oksigen dapat diperoleh dari

tumbuhan. Tumbuhan memerlukan air dan sinar matahari untuk hidup (Devi dan

Anggraeni, 2008). Sehingga keseimbangan ekosistem dipengaruhi masing-masing

unsur tersebut.

Setiap unsur yang ada di lingkungan memiliki peran dan fungsinya

masing-masing. Apabila salah satu unsur tersebut hilang atau salah satunya meningkat

pesat, maka keseimbangan ekosistem akan hilang, dan berlanjut pada kerusakan

(21)

bagi unsur lainnya, mereka tidak dapat menciptakan makanan tanpa adanya unsur

yang lain. Manusia hanya memanfaatkan makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan

sebagai pemenuh kebutuhan dan populasinya sangat banyak, sehingga mereka

dapat mengurangi jumlah populasi makhluk yang lain.

Saat ini kerusakan lingkungan banyak terjadi di berbagai daerah. Sebagian

besar kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh ulah manusia. Mereka sangat rakus

dan sering memanfaatkan komponen lain di alam secara berlebihan. Teknologi

canggih dan pebangunan yang dilakukan manusia juga ikut andil dalam perusakan

lingkungan. Menurut Sudjoko, dkk (2013:6.22), kerusakan lingkungan dapat

disebabkan oleh banyak faktor, secara umum kerusakan lingkungan disebabkan

oleh, (1)Jumlah penduduk, (2)Konsumsi perkapita, (3)Dampak kerusakan per unit

penggunaan sumber daya alam, yang berwujud sebagai jenis bahan sumber daya

yang digunakan (dipilih) oleh manusia. Sedangkan menurut hasil wawancara

dengan Pak Gatot selaku aktivis di PSL, kerusakan lingkungan sendiri terjadi

karena campur tangan manusia. Hal itu karena pemikiran seseorang sejak kecil.

Pola pikir yang terbentuk sejak kecil seperti membuang sampah sembarangan lama

kelamaan akan tumbuh membesar, dan dari situlah manusia mulai merusak

lingkungan. Selain itu kerusakan lingkungan juga dapat terjadi karena banyaknya

kebutuhan pada manusia yang diperlukan maka akan semakin banyak pula hasil

alam yang diambil sehingga lingkungan menjadi tidak seimbang dan rusak.

Beberapa contoh kejadian yang masih hangat atau masih segar dalam ingatan kita

adalah kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera Selatan dan Kalimantan yang

(22)

Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

menanamkan sikap peduli lingkungan pada anak sejak dini. Sikap peduli

lingkungan dapat diartikan sebagai upaya-upaya untuk melestarikan, mencegah dan

memperbaiki lingkungan alam (Handayani, 2013). Sikap ini dapat diajarkan

melalui pendidikan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan hendaknya menanamkan sikap peduli

lingkungan sejak dini, dan cara penanamannya hendaknya sesuai dengan

pemahaman siswa dan latar belakang siswa. Namun kondisi tersebut tidak sesuai

dengan fakta yang ada di SD N Perumnas Condongcatur. Hal itu dapat dilihat pada

pengajaran sikap peduli lingkungan yang diajarkan melalui materi IPA secara

umum. Selain itu poster-poster mengenai cinta lingkungan juga tidak tersedia,

sehingga pegajaran sikap peduli lingkungan masih minim dilakukan. Untuk kelas

IIIB khususnya, kebanyakan mereka adalah siswa masih kurang dalam hal

kebersihan terutama kebersihan di kelas. Kadang-kadang setiap pagi, orang tua

siswa yang mengantar ikut membantu membersihkan kelas, kalau tidak guru harus

marah-marah agar siswa membersihkan kelas. Di sisi lain, berdasarkan wawancara

yang saya lakukan, semua siswa kelas IIIB sudah tahu cara menjaga lingkungan

yang benar dan cara merawat tanaman, misalnya seperti menyiram bunga dan

membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi, praktik kegiatan tersebut masih

kurang dilakukan. Hal itu disebabkan karena mereka belum tahu secara nyata

pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Sehingga perlu diajarkan pada siswa

(23)

Mengajarkan pentingnya lingkungan sehat pada siswa kelas IIIB ini sangat

perlu untuk menumbuhkan sikap peduli lingkungan pada siswa, karena sikap

tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan perusakan lingkungan. Selain itu, cara

yang digunakan dalam mengajarkannya juga bagian terpenting. Untuk itu perlu

digunakan sebuah pendidikan yang mampu mempengaruhi cara berpikir siswa

sekaligus dapat menarik perhatian siswa dan memenuhi kebutuhan perkembangan

siswa.

Pendididikan emansipatoris merupakan pendidikan yang dapat

memberdayakan siswa dan mampu memenuhi kebutuhan perkembangan siswa,

sehingga pendidikan ini akan menjadikan manusia secara utuh. Utuh yang

dimaksudkan adalah memuat 3C berikut: competence, conscience, dan compassion

(Suparjo, 2015:18-19). Competence berarti menguasai ilmu

pengetahuan/keterampilan sesuai bidangnya, conscience berarti mempunyai

hatinurani yang dapat membedakan baik dan tidak baik, dan compassion berarti

siswa mempunyai kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang membutuhkan,

punya kepedulian pada orang lain terutama yang miskin dan kecil.

Pendidikan ini juga dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum atau

dipadukan dengan berbagai model pembelajara, karena pendidikan emansipatoris

ini adalah sebuah gaya belajar. Untuk itu peneliti menyusun sebuah modul

pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap

peduli lingkungan pada siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur.

Materinya dibatasi pada Standar Kompetensi “2. Memahami kondisi lingkungan

(24)

khususnya pada Kompetensi Dasar “2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan yang

berpengaruh terhadap kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana proses pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis

pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada

siswa kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017?

1.2.2 Bagaimana kualitas modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan

emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa

kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017?

1.2.3 Bagaimana dampak penggunaan modul pembelajaran IPA berbasis

pendidikan emansipatoris terhadap proses belajar siswa pada

implementasi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan

emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan pada siswa

kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017.

1.3.2 Mengembangkan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan

emansipatoris yang berkualitas sebagai alat belajar pentingnya lingkungan

sehat di kelas IIIB tahun ajaran 2016/2017.

1.3.3 Mengetahui dampak modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan

(25)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi sekolah

Sebagai pengetahuan baru mengenai cara mengajarkan pentingnya

lingkungan sehat pada siswa.

1.4.2 Bagi guru

Sebagai pengalaman atas keterlibatannya dalam mengembangkan dan

menguji modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris.

1.4.3 Bagi Siswa

Siswa dapat mempelajari pentingnya lingkungan sehat melalui modul ayo

cintai lingkungan berbasis pendidikan emansipatoris, dan siswa juga dapat

belajar secara mandiri.

1.4.4 Bagi peneliti

Penelitian ini mampu memberikan pengalaman langsung kepada peneliti

tentang tahap pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan

emansipatoris untuk siswa kelas III SD. Selanjutnya, peneliti juga

memperoleh wawasan mengenai pembelajaran berbasis pendidikan

emansipatoris.

1.5 Spesifik Produk

Produk yang dikembangkan memiliki spesifikasi sebagai berkut.

1. Produk yang dikembangkan berupa modul pembelajaran IPA berbasis

(26)

2. Modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris diterapkan

pada SD yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).

3. Unsur-unsur modul disusun lengkap yang terdiri dari:

a) Kata pengantar

b) Daftar isi

c) Petunjuk penggunaan modul

d) Pendahuluan yang terdiri dari:

1) Latar belakang

2) Standar kompetensi

3) Kompetensi dasar

4) Indikator

5) Tujuan pembelajaran

e) Kegiatan belajar I yang terdiri dari:

1) Tujuan

2) Materi tentang lingkungan sehat dan tidak sehat

f) Kegiatan belajar II yang terdiri dari:

1) Tujuan

2) Materi tentang dampak lingkungan tidak sehat bagi kesehatan

g) Kegiatan belajar III yang terdiri dari:

1) Tujuan

2) Kegiatan aksi lingkungan sehat

(27)

i) Kunci jawaban

j) Daftar pustaka

4. Modul disusun untuk menanamkan pada siswa kelas IIIB pentingnya

lingkungan sehat.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Modul merupakan bahan pembelajaran yang digunakan sebagai panduan

belajar di mana di dalamnya memuat materi dan latihan soal.

1.6.2 Pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa dengan

mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar.

1.6.3 IPA merupaka ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam.

1.6.4 Pendidikan emansipatoris adalah pendidikan demokratis yang mampu

memberdayakan pemahaman siswa dimana di dalam pembelajarannya

terdapat unsur humanis, kesadaran kritis, dan mempertanyakan sistem.

1.6.5 Sikap peduli lingkungan merupakan sikap yang diwujudkan dalam

tindakan sehari-hari untuk melestarikan, memperbaiki, dan mencegah

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab dua ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka, (2) Kerangka Berpikir,

dan (3) Hipotesis Penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Sekolah Dasar Negeri Perumnas Condongcatur

2.1.1.1 Latar Belakang Sekolah Dasar Negeri Perumnas Condongcatur

SD Perumnas Condongcatur merupakan SD Negeri yang beralamat di Jalan

Flamboyan No. 11 Perumnas Condongcatur. SD dengan luas tanah 4235 m2 ini

berdiri pada tahun 1978. SD Negeri ini merupakan gabungan dari tiga SD, yaitu

SD N Perumnas I, SD N Perumnas II, dan SD N Perumnas IV. Tiap kelasnya terdiri

dari tiga ruang, yaitu A, B, dan C atau biasa disebut paralel. Jumlah siswa

seluruhnya sebanyak 449 anak, dan jumlah guru sebanyak 18 orang.

Visi SDN Perumnas CC adalah “Terwujudnya Insan yang Berkualitas,

Berbudaya, dan Bertaqwa”. Misinya adalah 1) Melaksanakan bimbingan secara

efektif dalam proses pembelajaran agar siswa mampu mengembangkan potensi diri

sendiri secara optimal. 2) Menumbuhkembangkan semangat keunggulan secara

intensif kepada seluruh warga sekolah. 3) Menumbuhkembangkan penghayatan

budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun

masyarakat. 4) Menumbuhkembangkan sikap apresiatif terhadap budaya bangsa.

5) Menumbuhkembangkan penghayatan ajaran agama yang dianut siswa dalam

(29)

2.1.1.2 Karakteristik Siswa Kelas IIIB

Siswa kelas IIIB berjumlah 23 siswa dengan 11 siswa laki-laki dan 12 siswa

perempuan. Kebanyakan siswa kelas IIIB ini adalah siswa yang aktif, mereka

sangat antusias ketika belajar dengan menggunakan sebuah media, apalagi jika

menggunakan reward. Mereka juga suka bekerja secara kelompok, akan tetapi

mereka masih kurang dalam hal kebersihan terutama kebersihan di kelas.

Kadang-kadang setiap pagi, orang tua siswa yang mengantar ikut membantu membersihkan

kelas, kalau tidak guru harus marah-marah agar siswa membersihkan kelas. Di sisi

lain, berdasarkan wawancara yang saya lakukan, semua siswa kelas IIIB sudah tahu

cara menjaga lingkungan yang benar dan cara merawat tanaman, misalnya seperti

menyiram bunga dan membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi, praktiknya

masih kurang.

Siswa kelas IIIB di SD N Perumnas rata-rata adalah anak orang mampu,

yaitu kalangan menengah ke atas, dan mereka kebanyakan bertempat tinggal di

perumahan. Jenis perumahan yang mereka tempati berbeda-beda. Ada yang tinggal

di perumahan homogen (rata-rata penduduknya adalah orang kaya) dan ada yang

tinggal di perumahan heterogen (penduduknya bervariasi, yaitu ada yang kaya dan

ada yang pas-pasan). Selain itu, dari 26 siswa kelas IIIB, ada 6 siswa yang tinggal

di pedesaan. Akan tetapi desa yang mereka tempati sudah mirip seperti perumahan.

Sehingga, siswa di kelas ini rata-rata hanya mau berbaur dengan siswa yang sesuai

(30)

2.1.2 Pendidikan Emansipatoris

Pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang mampu

memberdayakan dan memberi pencerahan pada siswa (Mangunsong, 2005:15).

Menurut Giroux (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015:53) pendidikan

emansipatoris dipandang sebagai pendidikan yang pergerakannya menekankan

perwujudan masyarakat yang adil dan demokratis. Tiga kata kunci untuk model

pendidikan emansipatoris, yaitu humanisasi, kesadaran kritis, dan mempertanyakan

sistem (Winarti dan Anggadewi, 2015).

1.2.1.1 Humanisasi

Humanisasi dalam KBBI diartikan sebagai penumbuhan rasa peri

kemanusiaan. Menurut Nouri, Sajjadi, dan Freire (dalam Winarti dan Anggadewi

,2015) humanisasi dipahami sebagai memberdayakan pemahaman kritis antara

kedua belah pihak guru dan murid, dan mengembangkan kesadaran kritis (critical

awarness) relasi pribadi dengan dunia. Berdasarkan dua pernyataan di atas peneliti

berpendapat bahwa humanisasi adalah penumbuhan rasa kemanusiaan melalui

pemberdayaan pemahaman kritis antara guru dan siswa.

1.2.1.2 Kesadaran Kritis

Kesadaran kritis memiliki makna belajar menerima keadaan sosial,

ekonomi, dan politik yang bertolak belakang, dan kemudian melawan arus dan

penindasan realitas (Winarti dan Anggadewi, 2015). Menurut Browne dan Keeley

(2012:16) sebagai seorang pemikir kritis, anda akan mencari kesimpulan yang lebih

baik, keyakinan yang lebih baik, dan keputusan yang lebih baik. Oleh karena hal

(31)

kemandirian dalam membentuk kesimpulan, keingintahuan terhadap apa yang

dijumpai, kerendahan hati bahwa pendapat pribadi belum tentu benar, dan

menghargai pendapat orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesadaran kritis

adalah pemahaman terhadap berbagai kondisi dan kemudian melawan arus

penindasan.

1.2.1.3 Mempertanyakan Sistem

Winarti dan Anggadewi (2015:53-54) menyatakan bahwa untuk menjadi

pemikir kritis, perlu ada dialog dalam bentuk mempertanyakan sistem untuk

menentukan realitas. Dari pernyataan tersebut, mempertanyakan sistem

difungsikan untuk menentukan sebuah realitas.

Salah satu cara yang dilakukan untuk mempertanyakan sistem yaitu dengan

berdialog. Dialog dilakukan oleh guru dan siswa terhadap sistem pembelajaran

yang dilakukan. Seperti pernyataan Winarty dan Anggadewi bahwa ketika terjadi

dialog diantara keduanya, maka pemahaman dan pengalaman akan realitas dari

kedua belah pihak pun berkembang.

Sehingga ketika seorang guru mempertanyakan sistem kepada siswa

mengenai sistem pembelajaran yang dianut, maka guru akan memperoleh timbal

balik dari siswa. Hasil timbal balik tersebut akan digunakan untuk evaluasi sistem

pembelajaran selanjutnya, sehingga sistem pembelajarannya akan berkembang dan

pengalaman belajar siswa serta pemahamannya pun turut berkembang.

Jadi pendidikan emansipatoris adalah pendidikan demokratis yang mampu

memberdayakan pemahaman siswa dimana di dalam pembelajarannya terdapat

(32)

2.1.4 Modul

2.1.4.1 Pengertian Modul

Pendidikan emansipatoris menuntut siswa agar belajar secara mandiri dan

berkembang sesuai kemampuannya. Salah satu bahan pembelajaran yang dapat

digunakan sebagai sarana belajar secara mandiri adalah modul. Modul merupakan

salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya

memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk

membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013:9).

Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan

evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga

peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan masing-masing.

Penulisan modul bertujuan :

a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat

verbal.

b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau peserta

diklat maupun guru/instruktur.

c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti :

d. Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau peserta diklat;

e. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi langsung dengan

lingkungan dan sumber belajar lainnya,

2.1.4.2 Karakteristik Modul

Modul yang baik menurut Daryanto (2013:9) adalah modul yang mampu

(33)

memperhatikan karakteristik yang diperlukan, yaitu: a) Self instructional, b) Self

Contained, c) Stand alone (berdiri sendiri), d) Adaptif dan e) User friendly.

a. Self Instruction

Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut

memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak

lain.

Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus:

1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

2) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang

kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas;

3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi

pembelajaran;

4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk

mengukur penguasaan peserta didik;

5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau

konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik;

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif,

7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;

8) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan

penilaian mandiri (self assessment);

9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik

(34)

10)Terdapat informasi tentang rujukan/ pengayaan/referensi yang mendukung

materi pembelajaran dimaksud.

b. Self Contained

Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan

termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan

kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena

materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan

pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi/kompetensi dasar,

harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar

kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik.

c. Berdiri Sendiri (Stand Alone)

Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak

tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama

dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak

perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada

modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan

ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan

sebagai modul yang berdiri sendiri.

d. Adaptif

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu

dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di

berbagai perangkat keras (hardware).

(35)

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab

dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat

membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai

dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang

sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan,

merupakan salah satu bentuk user friendly.

Jadi dalam modul yang dikembangkan dalam penelitian ini mengandung

unsur-unsur, yaitu:

a) Self Instruction

Pada modul ini dapat digunakan siswa untuk kegiatan pembelajaran secara

mandiri karena modul ini memuat tujuan pembelajaran yang jelas, memuat

materi pembelajaran, tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung, terdapat

soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya, kontekstual, menggunakan bahasa yang

sederhana dan komunikatif, dan terdapat umpan balik atas penilaian peserta

didik.

b) Self Contained

Pada modul pembelajaran IPA ini termuat seluruh materi pembelajaran yang

dibutuhkan.

c) Adaptif

Modul pembelajaran IPA ini dapat disesuaikan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan.

d) Bersahabat/Akrab (User Friendly)

Pada modul pembelajaran IPA ini disusun menggunakan bahasa yang

(36)

pada modul. Selain itu, modul ini juga dilengkapi dengan panduan penggunaan

modul serta petunjuk kerja, sehinggan siswa kemungkinan besar tidak

mengalami kebingungan saat menggunakannya.

2.1.4.3 Prinsip Modul

Ada enam belas prinsip milik Tomlinson (1998: 7-21) untuk

mengembangkan bahan pembelajaran yaitu:

1. Materials should achieve impact

2. Materials should help learners to feel at ease

3. Materials should help learners to develop confidence

4. What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful

5. Materials should require and facilitate learner self-investment

6. Learners must be ready to acquire the points being taught

7. Materials should expose the learners to language in authentic

8. The learners attention should be drawn to linguistic features of the input

9. Materials should provide the learners with opportunities to use the target language to achieve communicative purposes

10. Materials should take into account that the positive effects of instruction are

usually delayed

11. Materials should take into account that learners differ in learning styles

12. Materials should take into account that learners differ in affective attitudes

13. Materials should permit a silent period at the beginning of instruction

14. Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual,

aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left

(37)

15. Materials should not rely too much on controlled practice

16. Materials should provide opportunities for outcome feedback

Berdasarkan keenam belas prinsip pengembangan bahan milik Tomlinson,

peneliti hanya menggunakan 9 prinsip untuk mengembangkan bahan berupa modul

pembelajaran IPA. Berikut ini adalah kesembilan prinsip yang digunakan peneliti

untuk mengembangkan modul:

1. Materials should achieve impact

Bahan harus mencapai dampak. Dampak dicapai ketika bahan memiliki efek

yang nyata pada peserta didik, yaitu ketika rasa ingin tahu peserta didik,

minat, dan perhatian tertarik. Lebih lanjut, dikatakan bahwa bahan dapat

mencapai dampak ketika bahan yang dikembangkan itu baru, bervariasi,

disajikan menarik, dan konten menarik.

2. Materials should help learners to develop confidence

Bahan harus membantu siswa untuk mengembangkan kepercayaan diri.

Banyak peserta didik cepat merasa tenang dan percaya diri jika mereka

berpikir bahwa bahan-bahan yang mereka pelajari tidak terlalu sulit tapi

hanya satu langkah lebih jauh atau lebih sulit daripada yang mereka kuasai.

3. What is being taught should be perceived by learners as relevant and useful

Bahan yang diajarkan harus dirasa sebagai yang relevan dan berguna bagi

siswa.

4. Materials should require and facilitate learner self-investment

Bahan semestinya diperlukan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar.

(38)

Bahan harus memperhitungkan bahwa peserta didik berbeda dalam gaya

belajar. Tidak semua peserta didik memiliki gaya belajar yang sama.

6. Materials should take into account that learners differ in affective attitudes

Bahan harus memperhitungkan bahwa peserta didik berbeda dalam sikap

afektif. Sikap peserta didik bervariasi. Idealnya siswa akan membutuhkan

motivasi yang kuat dan konsisten, agar tumbuh perasaan positif terhadap guru

mereka, sesama peserta didik mereka, dan bahan-bahan yang mereka pelajari.

Untuk mencapai kenyataan ini, bahan harus menyediakan pilihan dari

berbagai jenis kegiatan.

7. Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual,

aesthetic and emotional involvement which stimulates both right and left

brain activities

Bahan harus memaksimalkan potensi belajar dengan melibatkan kecerdasan,

estetika (kepekaan terhadap seni dan keindahan) dan emosional yang dapat

merangsang kegiatan otak kanan dan kiri.

8. Materials should not rely too much on controlled practice

Bahan sebaiknya tidak bergantung terlalu banyak pada kebiasaan

dikendalikan.

9. Materials should provide opportunities for outcome feedback

Bahan harus memberikan kesempatan untuk umpan balik hasil.

2.1.6 Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

(39)

dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan

pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari

seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan

sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Disisi

lai Sagala (61: 2009) berpendapat bahwa pembelajaran adalah membelajarkan

siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu

utama keberhasilan pendidikan. Berdasarkan kedua pendapat ahli tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa

dengan mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar.

2.1.7 IPA

2.1.7.1 Hakikat IPA

IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata Ilmu

Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris Natural

Science secara singkat sering disebut Science (Iskandar, 2001:2). Natural artinya

alamiah, berhubungan, dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science

artinya ilmu pengetahuan. Jadi menurut Iskandar, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini.

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1), IPA termasuk kelompok mata

pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ini

dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan

dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang

(40)

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007, mata

pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di SD.

Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI menurut BSNP (2006:162) adalah agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.7.2Materi IPA tentang Lingkungan Sehat dan Lingkungan Tidak Sehat Penelitian ini ditujukan pada siswa kelas IIIB semester gasal dengan Standar

(41)

kesehatan, dan upaya menjaga kesehatan lingkungan, dan dengan Kompetensi

Dasar (KD) 2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap

kesehatan. Serta dibatasi pada materi lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat.

2.1.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum merupakan salah satu elemen penting dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Oliva (dalam Sanjaya, 2010:8) menyatakan bahwa kurikulum pada

dasarnya adalah suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan

sekolah. Dilain pihak dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan

peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dari dua pendapat diatas

dapat diartikan bahwa kurikulum memiliki peran yang begitu penting dalam sebuah

pembelajaran.

Salah satu kurikulum yang dijadikan pedoman dalam kegiatan belajar di

SDN Perumnas Condongcatur adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan

dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (Sanjaya, 2010: 128). Konsep

kurikulum operasional menurut Sanjaya yakni, (1) Sebagai kurikulum yang bersifat

operasional maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari

ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional, (2) Sebagai kurikulum

operasional, para pengembang KTSP, dituntut dan harus memperhatikan ciri khas

kedaerahan, sesuai dengan bunyiUndang-Undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni

(42)

prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta

didik, (3) Sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah

memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit

pelajaran, misalnya dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran,

dalam menentukan media pembelajaran, dalam menentukan evaluasi yang

dilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu

topik materi harus dipelajari siswa agar kompetensi dasar yang telah ditentukan

dapat tercapai. Jadi dengan digunakannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

ini mampu mengembangkan potensi siswa, kecerdasan dan minat sesuai dengan

perkembangan dan kemampuan peserta siswa, serta karakteristik daerah dan

lingkungan tempat tinggal siswa.

2.1.9 Sikap Peduli Lingkungan

Sikap peduli terdiri dari kata sikap dan peduli. Kata sikap diartikan

perbuatan yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan, kata peduli diartikan

mengindahkan, memperhatikan atau menghiraukan, dan kata lingkungan diartikan

daerah atau kawasan yang termasuk di dalamnya (KBBI, 2009). Berdasarkan tiga

arti kata tersebut, sikap peduli dapat diartikan sebagai perbuatan yang berdasarkan

pada pendirian atau keyakinan untuk memperhatikan keadaan sekeliling.

Narwanti (dalam Handayani, 2013:26) mengungkapkan bahwa sikap peduli

lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi. Sedangkan menurut Handayani sendiri, sikap

(43)

untuk melestarikan, memperbaiki dan mencegah kerusakan dan pencemaran

lingkungan. Kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap peduli

lingkungan merupakan sikap yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari untuk

melestarikan, memperbaiki, dan mencegah kerusakan lingkungan.

2.1.10 Indikator Sikap Peduli Lingkungan

Emil Salim (dalam Handayani, 2013:30-31), menyebutkan hal-hal yang

dapat dilakukan untuk melestarikan lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari

adalah sebagai berikut.

1. Peningkatan kesehatan lingkungan yang menyangkut usaha kebersihan

selokan, tempat mandi-cuci-kakus, terpeliharanya sumur air minum.

2. Kebersihan dalam rumah, termasuk jendela yang bisa memasukkan sinar

matahari, kebersihan dapur.

3. Usaha hemat energi, seperti:

a. Menghemat pemakaian aliran listrik dengan memadamkan lampu- lampu

yang tidak diperlukan pada waktu tidur, serta segera memadamkan lampu

pada pagi hari

b. Mengehmat pemakaian air, jangan sampai ada kran ataupun tempat air

(bak) yang bocor, ataupun dibiarkan mengalir/menetes terus.

4. Pemanfaatan kebun atau pekarangan dengan tumbuh-tumbuhan yang berguna,

penanaman bibit tumbuh-tumbuhan untuk penghijauan, rumah dan halaman

diusahakan sebersih dan seindah mungkin sehingga merupakan lingkungan

(44)

5. Penanggulangan sampah, memanfaatkan kembali sampah organis, dan

mendaur ulang (recycling) sampah anorganis (botol, kaleng, plastik, dan

lain-lainnya) melalui tukang loak atau yang serupa.

6. Mengembangkan teknik biogas, memanfaatkan sampah hewan, manusia dan

kotoran dapur, untuk dibiogaskan sebagai sumber energi untuk dimasak

7. Meningkatkan keterampilan sehingga dapat memanfaatkan bahan tersedia, sisa

bahan, atau bahan bekas, lalu turut mendaur-ulang berbagai bahan berkali-kali,

seperti merangkai bunga dari bahan sisa, dan sebagainya.

Berdasarkan tujuh indikator yang dipaparkan diatas, peneliti mengambil satu

indikator yaitu peningkatan kesehatan lingkungan yang menyangkut usaha

kebersihan selokan, tempat mandi-cuci-kakus, terpeliharanya sumur air minum.

2.1.11 Hasil Wawancara Penggiat PSL

Pak Gatot adalah salah satu penggiat PSL, beliau mulai menekuni kegiatan

pelestarian lingkungan sejak tahun 2004. Alasan pak Gatot menekuni kegiatan ini

karena dari dulu sejak belum tegabung dalam PSL sudah dekat dengan lingkungan,

dan motivasinya adalah menjaga lingkungan seperti menjaga dirinya sendiri.

Kegiatan yang dilakukan pak Gatot di PSL ini sangat beragam, mulai dari menanam

bibit pohon, ikut menangkarkan burung kakak tua, pasar legawa, kafe, dan yoga

ketawa. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan di PSL ini, ada keuntungan

tersendiri bagi pak Gatot, yaitu menambah relasi sosial.

Pak Gatot memandang bahwa kondisi lingkungan yang terjadi pada saat ini

(45)

pandang setiap orang terhadap keadaan lingkungan berbeda-beda. Kerusakan

lingkungan sendiri terjadi karena campur tangan manusia. Hal itu karena pemikiran

seseorang sejak kecil. Pola pikir yang terbentuk sejak kecil seperti membuang

sampah sembarangan lama kelamaan akan tumbuh membesar, dan dari situlah

manusia mulai merusak lingkungan. Selain itu kerusakan lingkungan juga dapat

terjadi karena banyaknya kebutuhan pada manusia, karena semakin banyak

kebutuhan manusia yang diperlukan maka akan semakin banyak pula hasil alam

yang diambil sehingga lingkungan menjadi tidak seimbang dan rusak. Bentuk

keprihatinan pak Gatot untuk mengurangi perusakan lingkungan sendiri adalah

dengan mencoba untuk menanam tanaman.

Sebagai makhluk yang hidup di bumi sudah selayaknya manusia menjaga

lingkungan, hal ini sesuai dengan perintah Tuhan. Pak Gatot berpendapat bahwa

manusia sudah menjaga lingkungan dengan baik, karena jika tidak ada yang

menjaga lingkungan maka manusia tidak akan hidup sampai saat ini. Memang di

dunia ini tidak sepenuhnya manusia menjaga lingkungan. Sebagian ada yang

merusak lingkungan dan sebagian lagi ada yang menjaga lingkungan.

Perumpamaan semua manusia yang hidup di bumi merusak lingkungan maka

keadaan lingkungan pasti akan berubah.

Berkembangnya teknologi yang saat ini semakin maju dan meningkat pesat

memberi juga dampak positif dan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak positif

teknologi bagi lingkungan misalnya media sosial seperti facebook. Facebook dapat

digunakan untuk menginformasikan berita-berita tentang kerusakan lingkungan.

(46)

tempat akan cepat tersebar luas dan berita tersebut akan mudah direspon oleh

banyak pihak. Sementara dampak negatifnya facebook digunakan untuk hal-hal

tidak berguna seperti curhat.

Pak Gatot melihat bahwa segala tindakan manusia selalu berhubungan

dengan lingkungan, karena manusia merupakan bagian dari lingkungan. Cara

menjaga lingkungan agar tetap lestari menurut pak Gatot melalui PSL ini adalah

dengan mengajarkan pada orang lain mengenai lingkungan. Misalnya seperti

kegiatan yang pernah dilakukan beliau, yaitu menanam pohon, mengadakan

pelatihan cara merawat tanaman, menyediakan lahan untuk berkebun, mengadakan

pasar legawa yang bertujuan untuk mengundang masyarakat sekitar untuk datang

ke PSL, dan melakukan penelitian pada kerusakan lingkungan. Selain itu, cara agar

lingkungan tetap terjaga dan tidak dirusak oleh manusia maka pihak negara juga

ikut andil dalam menjaga lingkungan, yaitu melalui peraturan

perundang-undangan. Sehingga melalui kegiatan tersebut secara sederhana dapat mengajak

masyarakat untuk cinta terhadap lingkungan, karena di dalamnya dikenalkan

tentang tumbuhan dan bagaimana cara merawatnya. Sehingga diibaratkan jika

seseorang semasa kecilnya sudah mengenal lingkungan yang asri dan sejuk, maka

ketika dewasa ia merasa bahwa lingkungan tidak seperti yang dulu lagi (asri dan

sejuk), maka ia akan mencoba untuk menjaganya agar bisa merasakan seperti yang

(47)

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

2.2.1 Penelitian yang Relevan tentang Modul

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Theresia Dwi Kurniawati (2016).

Tujuan utama penelitian tersebut adalah menghasilkan suatu produk berupa modul

praktikum IPA sebagai suplemen kurikulum 2013 untuk mendorong berpikir kritis

siswa kelas IV Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini adalah research and development

(R&D) yang menggunakan prosedur pengembangan Borg & Gall dalam Sanjaya

tetapi hanya sampai pada langkah 7. Hasil penelitian berdasarkan validasi produk

oleh Guru kelas IV SD Kanisisus Ganjuran, 4 siswa kelas IV SDN 1 Bareng Lor

Klaten, 19 siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran dari keseluruhan hasil validasi

tersebut, diperoleh rata-rata skor 3,3 dengan kategori layak. Dengan demikian,

produk yang dikembangkan dapat dikatakan layak untuk digunakan sebagai bahan

ajar untuk siswa kelas IV Sekolah Dasar pada mata pelajaran IPA.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rismawati Halawa (2016). Tujuan

utama pada penelitian ini adalah mengembangkan produk berupa modul tanaman

obat “Daun Ajaib” untuk kelas V sekolah dasar agar mereka dapat mengetahui

pentingnya melestarikan tanaman obat. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian ini menggunakan enam langkah

dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3)

desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Hasil

(48)

Lolofitu Kabupaten Nias Barat, kualitas modul yang dikembangkan mendapat skor

rata-rata 4,55 yang berarti sangat baik dan sangat layak digunakan.

Berdasarkan kedua penelitian relevan diatas dapat dilihat bahwa modul

yang dikembanga berupa modul praktikum IPA dan modul tanaman obat. Maka

dari itu, peneliti mengembangkan modul Ayo Cintai Lingkungan berbasis

pendidikan emansipatoris untuk siswa kelas IIIB di SDN Perumnas Condongcatur.

2.2.2 Penelitian yang Relevan tentang Sikap Peduli Lingkungan

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2013). Tujuan

penelitian tersebut adalah untuk mengetahui langkah-langkah implementasi

pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA yang

dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa kelas IV.1 di SD N Keputran

“A”. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas IV yang berjumlah 28 siswa.

Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus tindakan. Instrumen-instrumen yang

digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi sikap peduli lingkungan siswa,

lembar observasi aktivitas guru dalam menerapkan pendekatan STM, lembar

observasi peran guru dalam menanamkan sikap peduli lingkungan, dan angket sikap

peduli lingkungan siswa. Hasil penelitian pada siklus I belum mencapai kriteria

keberhasilan, karena berdasarkan lembar observasi siklus I menunjukkan bahwa

sikap peduli lingkungan sebesar 75% siswa pada kategori sedang dan hasil angket

menunjukkan sebesar 25% siswa berada pada kategori tinggi. Kemudian hasil

penelitian pada siklus II sebanyak 27 siswa (96,43%) berada pada kategori tinggi

dan sebanyak 1 siswa (3,57%) berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil

(49)

sebanyak 1 orang siswa (3,57%) berada pada kategori sedang. Hasil yang diperoleh

pada siklus II telah mencapai kriteria keberhasilan sehingga tindakan dihentikan

pada siklus tersebut.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Kresnawati (2013). Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui: (1) korelasi kualitas pembelajaran Georafi dengan

sikap peduli lingkungan, (2) korelasi hasil belajar dengan sikap peduli lingkungan,

(3) korelasi kualitas pembelajaran Geografi dengan hasil belajar, (4) korelasi secara

serempak kualitas pembelajaran Georafi dan hasil belajar dengan sikap peduli

lingkungan. Data dikumpulkan melalui angket dan tes dari 72 siswa kelas XII IPS

SMA Negeri 1 Ponorogo, dianalisis dengan regresi. Hasil penelitian adalah (1)

adanya korelasi positif kualitas pembelajaran Geografi terhadap sikap peduli

lingkungan, (2) terdapat korelasi positif hasil belajar dengan sikap peduli

lingkungan, (3) tidak ada korelasi yang signifikan kualitas pembelajaran Geografi

dengan hasil belajar, (4) terdapat korelasi secara serempak kualitas pembelajaran

Geografi dan hasil belajar terhadap sikap peduli lingkungan.

Berdasarkan kedua penelitian relevan di atas dapat dilihat bahwa

penanaman sikap peduli lingkungan dilakukan dengan pendekatan STM dan

korelasi kualitas pembelajaran, sehingga belum ada penanaman sikap peduli

lingkungan dengan modul ayo cintai lingkungan berbasis pendidikan

emansipatoris. Maka dari itu, peneliti mengembangkan modul Ayo Cintai

Lingkungan berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli

(50)

2.3 Kerangka Berpikir

Kerusakan lingkungan kini banyak terjadi di berbagai daerah, terutama

diperkotaan. Sebagian besar kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh ulah

manusia. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya

lingkungan sehat.

Salah satu cara untuk mengatasi kerusakan lingkungan adalah dengan

menanamkan sikap peduli lingkungan pada anak sejak dini. Sekolah sebagai

lembaga pendidikan hendaknya menanamkan sikap peduli lingkungan sejak dini

yaitu dengan mengajarkan pentingnya lingkungan sehat. Mengajarkan pentingnya

lingkungan sehat pada siswa sangat perlu untuk menumbuhkan sikap peduli

lingkungan pada siswa, karena sikap tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan

perusakan lingkungan. Selain itu, cara yang digunakan dalam mengajarkannya juga

bagian terpenting. Untuk itu perlu digunakan sebuah pendidikan yang mampu

mempengaruhi cara berpikir siswa sekaligus dapat menarik perhatian siswa dan

memenuhi kebutuhan perkembangan siswa.

Pendididikan emansipatoris merupakan pendidikan yang dapat

memberdayakan siswa dan mampu memenuhi kebutuhan perkembangan siswa,

sehingga pendidikan ini akan menjadikan manusia secara utuh. Selain itu,

pendidikan ini juga dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum atau dipadukan

dengan berbagai model pembelajara, karena pendidikan emansipatoris ini adalah

sebuah gaya belajar. Untuk itu peneliti menyusun sebuah modul pembelajaran IPA

berbasis pendidikan emansipatoris untuk menanamkan sikap peduli lingkungan

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3)

prosedur pengembangan, (3) validasi, (4) instrumen penelitian, (5) teknik

pengumpulan data, dan (6) teknik analisis data

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan

pengembangan (Reseach and Development). Penelitian dan pengembangan dapat

diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi dan

menguji validitas produk yang telah dihasilkan (Sugiyono, 2016:30). Produk yang

dihasilkan berupa modul pembelajaran IPA berbasis pendidikan emansipatoris pada

materi Lingkungan Sehat dan Lingkungan Tidak Sehat kelas IIIB Sekolah Dasar.

Untuk menghasilkan produk yang baik perlu digunakan prosedur yang baik pula,

yaitu mulai dari analisis kebutuhan hingga implementasi dan evaluasi, sehingga

produk yang dihasilkan dapat berguna sesuai dengan kebutuhan.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Perumnas Condongcatur yang beralamat

di Jalan Flamboyan No. 11 Perumnas, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta.

(52)

kepala sekolah yang bernama Mukija, S.Pd.SD, dan jumlah murid keseluruhannya

adalah 449 siswa. Alasan peneliti melakukan penelitian di SD N Perumnas 3,

karena di sini masih kurang diajarkan mengenai sikap peduli lingkungan. Selain itu,

pengajaran mengenai materi IPA masih minim menggunakan cara belajar yang

menarik. Sehingga keadaan tersebut sangat cocok untuk kegiatan penelitian.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas III SD. Akan tetapi, kelas III

SD yang digunakan sebagai penelitian terdapat 3 kelas, yaitu A, B, dan C sehingga

peneliti memilih salah satu kelas yaitu III B. Siswa kelas III B total keseluruhan

berjumlah 23 siswa dengan 11 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Peneliti

memilih kelas III B karena kelas ini kurang suka dengan kegiatan pembelajaran

yang hanya menggunakan LKS/buku paket dan tidak menggunakan media

pembelajaran. Jadi peneliti merekomendasikan kelas ini sebagai subjek penelitian.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan modul pembelajaran IPA

berbasis pendidikan emansipatoris untuk siswa kelas IIIB di SDN Perumnas

Condongcatur.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2016 hingga Januari

2017. Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan melalui 15 tahap, antara lain: (1)

observasi dokumen kurikulum, (2) wawancara dengan siswa kelas IIIB, (3)

mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, (4) membuat woorksheet

(53)

membuat RPP, (8) Membuat modul, (9) validasi modul, (10) revisi modul, (11)

implementasi modul di SD, (12) mengolah data hasil penelitian, (13) penyusunan

bab IV dan bab V, (14) persiapan ujian, (15) ujian skripsi.

3.3 Prosedur Pengembangan

Penelitian ini menghasilkan sebuah produk berupa modul Pembelajaran

IPA. Produk dihasilkan dengan mengunakan prosedur pengembangan menurut

Tomlinson yang sudah diadaptasi dan dimodifikasi. Langkah prosedurnya dimulai

Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Pendidikan Emansipatoris

Analisis Kebutuhan Dokumen

kurikulum

Latar belakang siswa

Analisis Kebutuhan SK & KD

Revisi

Implementasi Desain

Indikator Menyusun RPP Menyusun Modul

Validasi Modul

(54)

dari analisis kebutuhan, desain, revisi, implementasi, dan evaluasi. Berikut ini

peneliti akan menjelaskan bagan prosedur pengembangan dari langkah kesatu

hingga langkah kelima.

Langkah 1, peneliti melakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan

dilakukan sebagai acuan dalam pembuatan modul. Pertama peneliti melakukan

pengumpulan data yaitu berupa latar belakang siswa kelas IIIB di SDN Perumnas

CC, visi dan misi sekolah, dan kurikulum yang digunakan disekolah, serta gaya

belajar yang digunakan. Latar belakang siswa diperoleh melalui observasi dan

wawancara tertulis. Visi dan misi sekolah serta kurikulum yang digunakan

diperoleh dengan observasi, dan gaya belajar yang digunakan guru diperoleh

dengan wawancara.

Setelah melakukan pengumpulan data, peneliti menganalisis data yang

diperoleh, kemudian memilih Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD). Standar Kompetensi yang peneliti pilih yaitu SK. 2. Memahami kondisi

lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan, dan upaya menjaga kesehatan

lingkungan dengan Kompetensi Dasar 2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan

yang berpengaruh terhadap kesehatan.

Langkah 2, peneliti melakukan desain. Proses desain diawali dengan membuat sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan desain dari modul. RPP ini digunakan sebagai dasar pembuatan modul pembelajaran IPA, dan modul ini dikembangkan dengan mangadaptasi sembilan dari enambelas prinsip

pengembangan bahan milik tomlinson, yaitu 1) Materials should achieve impact,

(55)

should be perceived by learners as relevant and usefu, 4) Materials should require

and facilitate learner self-investment, 5) Materials should take into account that

learners differ in learning styles, 6) Materials should take into account that learners

differ in affective attitudes, 7) Materials should maximize learning potential by

encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement which stimulates

both right and left brain activities, 8) Materials should not rely too much on

controlled practice, 9) Materials should provide opportunities for outcome

feedback. Kemudian modul tersebut divalidasikan kepada dua ahli modul untuk

memperoleh kritik dan saran serta penilaian modul yang dikernbangkan oleh

peneliti.

Langkah 3,peneliti melakukan revisi. Revisi diakukan pada bagian modul yang dikritik dan diberikan saran oleh dua validator.

Langkah 4, peneliti melakukan implementasi. Setelah modul direvisi, modul diimplementasikan pada seluruh siswa kelas IIIB di SDN Perumnas CC.

Modul tersebut digunakan sebagai acuan kegiatan belajar selama 2 kali pertemuan,

dan setelahnya pembagian kuesioner.

Langkah 5, peneliti melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan pada kegiatan belajar dan pembagian kuesioner. Hasil evaluasi kegiatan pembelajaran digunakan

sebagai acuan untuk merevisi modul, dan hasil kuesioner digunakan sebagai

penilaian terhadap kualitas modul.

3.4 Validasi

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Siswa
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Validasi Modul
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Kuesioner Modul
Tabel 3.5 Klasifikasi Skor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, jumlah sampel antara kedua kelas, yaitu kelas kontrol dan. kelas eksperimen sama

Tanggapan mahasiswa terhadap kualitas modul pembelajaran genetika berbasis hasil penelitian potensi lokal yang digunakan dilihat dari aspek materi, penyajian

Oleh karena fraksi energi partikel beta yang dapat diubah menjadi foton dalam proses b r e hm s t ra hlun g berbanding lurus dengan nomor atom materi yang dilewati, maka digunakan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Konselor bahwa kesulitan belajar siswa kelas VII di SMPN 2 Wlingi Kabupaten Blitar adalah tidak dapat

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : (a)Ketidak konsistenan dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang

Dari hasil observasi diketahui bahwa 90% Guru (9 orang) menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi saat belajar adalah tidak adanya penerapan atau penggunaan bahasa

Jadi penelitian selanjutnya dapat dikembangkan lagi dengan menambahkan atribut lain dan menggunakan algoritma yang lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik

e). Analisis Aktivitas Belajar Fisika dengan Menggunakan Media Pembelajaran Berbasis Camtasia untuk Learning Cycle 5E pada setiap pertemuan. Adapun rekapitulasi kriteria