ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MINGGIR SLEMAN TAHUN 2015
Lukas Restu Setyawan (121134142) Universitas Sanata Dharma
2016
Latar belakang penelitian ini adalah adanya miskonsepsi pada siswa kelas V semester 2 SDN se Kecamatan Minggir. Miskonsepsi adalah terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan yang lain dalam mempelajari suatu konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif survei dengan populasi 207 siswa dan sampel 132 siswa. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Data penelitian ini dikumpulkan dari soal tes pilihan ganda berjumlah 20 soal dan soal uraian 5 soal. Pada soal pilihan ganda siswa dinyatakan miskonsepsi apabila menjawab pilihan jawaban salah tetapi yakin benar. Sedangkan, pada soal uraian dinyatakan miskonsepsi jika jawaban siswa tidak sesuai dengan konsep atau jawaban yang sudah ditetapkan.
Hasil penelitian soal pilihan ganda menunjukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase tertinggi pada konsep sifat cahaya yaitu 49,98% dan terendah pada konsep pesawat sederhana yaitu 2,27%. Pada soal uraian siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase tertinggi pada konsep sifat cahaya yaitu 87,12% dan terendah pada konsep menggolongkan jenis batuan yaitu 62,88%.
ABSTRACT
SCIENCE MISCONCEPTIONS OF PHISYCAL FIFTH CLASS SECOND SEMESTERS IN STATE ELEMENTARY SCHOOL SUBDISTRICT MINGGIR
SLEMAN 2015
Lukas Restu Setyawan (121134142) Sanata Dharma University
2016
This research background is the misconception for student class V second semesters subdistrict Minggir Sleman. This research aims to determine misconceptions science in Physics Elementary School class V students of the second semesters Minggir subdistrict of Sleman 2015.
This research used quantitative research survey with a population of 207 students and research sample 132 students. The instrument used by the researcher are test instrument and non-test instrument. The research data was collected from a multiple-choice test questions totaling 20 questions and descriptions about 5 questions. In the multiple choice questions the students expressed misconceptions if answered wrong answer choices but sure is true. Meanwhile, in the description stated misconceptions about the student if the answer does not correspond to the concept or the answers that have been defined.
The research result shows that the multiple choice questions students had misconceptions with the highest percentage on the concept of the nature of highest that is 49.98% and the lowest in the best concept is simple, namely 2.27%. In the description of students had misconceptions about the highest percentage on the concept of the nature of light that is 87.12% and the lowest on the concept of classifying the type of rock that is 62.88%.
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2
SD NEGERI SE-KECAMATAN MINGGIR SLEMAN TAHUN
2015
SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Lukas Restu Setyawan NIM: 121134142
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2
SD NEGERI SE-KECAMATAN MINGGIR SLEMAN TAHUN
2015
SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Lukas Restu Setyawan
NIM: 121134142
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Untuk semua yang telah Kau limpahkan kepadaku
Bunda Maria
Untuk semua pertolongan, kekuatan, dan kemudahan yang selalu Engkau berikan
Kedua orang tua
Bapak Petrus Mujiran dan Ibu Maria Sayem
Yang senantiasa memberikan dukungan, doa, dan cinta kasih yang luar biasa
Kedua kakak tercinta
Heribertus Setyanto dan Ana Setya Rahayu Dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan
Almamater
v
MOTTO
Berani memilih berani tanggung jawab (Lukas Restu Setyawan)
“Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”
(1 Petrus 5: 7)
Jika mampu, tolong dan bantulah orang lain. Jika tidak, setidaknya jangan mencelakakan orang lain.
viii
ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MINGGIR SLEMAN TAHUN 2015
Lukas Restu Setyawan (121134142) Universitas Sanata Dharma
2016
Latar belakang penelitian ini adalah adanya miskonsepsi pada siswa kelas V semester 2 SDN se Kecamatan Minggir. Miskonsepsi adalah terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan yang lain dalam mempelajari suatu konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif survei dengan populasi 207 siswa dan sampel 132 siswa. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Data penelitian ini dikumpulkan dari soal tes pilihan ganda berjumlah 20 soal dan soal uraian 5 soal. Pada soal pilihan ganda siswa dinyatakan miskonsepsi apabila menjawab pilihan jawaban salah tetapi yakin benar. Sedangkan, pada soal uraian dinyatakan miskonsepsi jika jawaban siswa tidak sesuai dengan konsep atau jawaban yang sudah ditetapkan.
Hasil penelitian soal pilihan ganda menunjukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase tertinggi pada konsep sifat cahaya yaitu 49,98% dan terendah pada konsep pesawat sederhana yaitu 2,27%. Pada soal uraian siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase tertinggi pada konsep sifat cahaya yaitu 87,12% dan terendah pada konsep menggolongkan jenis batuan yaitu 62,88%.
ix
ABSTRACT
SCIENCE MISCONCEPTIONS OF PHISYCAL FIFTH CLASS SECOND SEMESTERS IN STATE ELEMENTARY SCHOOL SUBDISTRICT MINGGIR
SLEMAN 2015
Lukas Restu Setyawan (121134142) Sanata Dharma University
2016
This research background is the misconception for student class V second semesters subdistrict Minggir Sleman. This research aims to determine misconceptions science in Physics Elementary School class V students of the second semesters Minggir subdistrict of Sleman 2015.
This research used quantitative research survey with a population of 207 students and research sample 132 students. The instrument used by the researcher are test instrument and non-test instrument. The research data was collected from a multiple-choice test questions totaling 20 questions and descriptions about 5 questions. In the multiple choice questions the students expressed misconceptions if answered wrong answer choices but sure is true. Meanwhile, in the description stated misconceptions about the student if the answer does not correspond to the concept or the answers that have been defined.
The research result shows that the multiple choice questions students had misconceptions with the highest percentage on the concept of the nature of highest that is 49.98% and the lowest in the best concept is simple, namely 2.27%. In the description of students had misconceptions about the highest percentage on the concept of the nature of light that is 87.12% and the lowest on the concept of classifying the type of rock that is 62.88%.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Minggir Sleman Tahun 2015 dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak lepas dari bantuan, dukungan, bimbingan, nasihat, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. selaku selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan saran dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh keluarga besar dosen dan staf PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman dan Kepala UPT Kecamatan Minggir yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksankan penelitian ini.
xi
9. Siswa-siswi SDN Se-Kecamatan Minggir Sleman Yogyakarta yang telah menyambut dengan baik dan dapat bekerja sama.
10.Sahabat payung “Menuju Cita” yang selalu memberikan doa, masukan dan dorongan, serta semangat.
11.Orang tuaku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan, cinta kasih, dan menunjang segala kebutuhan.
12.Keluarga Michael Juardi dan Bulik Mujiatmini, terima kasih atas semua dukungan dan doa.
13.Sahabat Dewi, Siska, Cornel yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan bantuan selama penyusunan skripsi ini.
14.Sahabat “Kandang” Adit, Apin, Wawan, Vero, Boni, Moay, Mbak Era, Fira dan Ardian terima kasih semua.
15.Semua teman-teman CagurFam kelas C PGSD angkatan 2012.
16.Teman-teman angkatan 2012 PGSD yang selalu mengiringi langkah peneliti selama menjalani perkuliahan.
17.Seluruh pihak yang telah membantu baik secara moral maupun material, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
Peneliti sangat bersyukur karena bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti mendapat balasan yang terbaik dan berlimpah dari Tuhan Yesus Kristus. Demikian ucapan terima kasih yang penulis sampaikan kepada semua pihak yang menjadi bagian dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
HALAMAN MOTTO ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ...ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR TABEL ...xv
DAFTAR GAMBAR ...xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...xvii
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Identifikasi Masalah ...4
C. Batasan Masalah ...5
D. Rumusan Masalah ...6
E. Tujuan Penelitian ...6
F. Manfaat Penelitian ...6
G. Definisi Operasional ...7
BAB II LANDASAN TEORI ...9
A. Kajian Pustaka ...9
1. Konsep ...9
2. Konsepsi ...11
3. Miskonsepsi ...12
4. Hakikat Pembelajaran IPA ...19
5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ...21
a. Gaya ...21
b. Pesawat Sederhana ...23
c. Sifat-sifat Cahaya ...26
d. Periskop ...26
e. Proses Terbentuknya Tanah ...26
f. Susunan Bumi ...27
B. Hasil Penelitian yang Relevan ...29
xiii
D. Hipotesis ...34
BAB III METODE PENELITIAN ...35
A. Jenis Penelitian ...35
B. Waktu dan Tempat Penelitian ...36
1. Waktu Penelitian ...36
2. Tempat Penelitian ...37
C. Populasi dan Sampel ...37
1. Populasi ...37
2. Sampel ...39
D. Teknik Pengumpulan Data ...42
E. Instrumen Penelitian ...43
1. Instrumen Tes ...44
2. Instrumen Non Tes ...45
F. Teknik Pengujian Instrumen ...46
1. Validitas Isi ...46
2. Validitas Muka ...49
3. Validitas Konstruk ...50
4. Reliabilitas ...53
G. Teknik Analisis Data ...54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...57
A. Hasil Penelitian ...57
1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ...57
2. Deskripsi Responden Penelitian ...59
3. Deskripsi Data Miskonsepsi Kecamatan Minggir ...60
a. Deskripsi Soal Pilihan Ganda ...60
1) Kompetensi Dasar 5.1 ...63
2) Kompetensi Dasar 5.2 ...66
3) Kompetensi Dasar 6.1 ...73
4) Kompetensi Dasar 6.2 ...78
5) Kompetensi Dasar 7.1 ...80
6) Kompetensi Dasar 7.3 ...84
b. Deskripsi Soal Essai ...85
1) Kompetensi Dasar 5.2 Soal Aitem 1 ...87
2) Kompetensi Dasar 5.1 Soal Aitem 2 ...89
3) Kompetensi Dasar 6.1 Soal Aitem 3 dan 4 ...90
4) Kompetensi Dasar 7.1 Soal Aitem 5 ...94
xiv
BAB V PENUTUP ...102
A. Kesimpulan ...102
B. Keterbatasan Penelitian ...103
C. Saran ...103
DAFTAR REFERENSI ...104
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian...36
Tabel 3.2 Data Jumlah Siswa SD kelas V di Kecamatan Minggir...38
Tabel 3.3 Tabel Krejcie dan Morgan ...39
Tabel 3.4 Tabel Perhitungan Sampel Penelitian Setiap Sekolah ...40
Tabel 3.5 Kisi-kisi Soal Tes ...43
Tabel 3.6 Pedoman Wawancara ...46
Tabel 3.7 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ...48
Tabel 3.8 Hasil Validitas Muka ...49
Tabel 3.9 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda ...50
Tabel 3.10 Hasil Validitas Soal Essai ...52
Tabel 3.11 Koefisien Reliabilitas ...53
Tabel 3.12 Hasil Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ...54
Tabel 3.13 Hasil Reliabilitas Soal Essai ...54
Tabel 4.1 Daftar SD yang Diteliti ...57
Tabel 4.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda ...61
Tabel 4.3 Kisi-kisi Instrumen Soal Essai ...85
Tabel 4.4 Kompetensi Dasar 5.2 Aitem 1 ...87
Tabel 4.5 Kompetensi Dasar 5.1 Aitem 2 ...89
Tabel 4.6 Kompetensi Dasar 6.1 Aitem 3 dan 4 ...91
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Magnet ...22
Gambar 2.2 Katrol ...25
Gambar 2.3 Sepeda Beroda ...25
Gambar 4.1 Grafik Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda ...62
Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 1 ...63
Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 2 ...64
Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 3 ...65
Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 4 ...67
Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 5 ...68
Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 6 ...69
Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 7 ...70
Gambar 4.9 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 8 ...71
Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 9 ...72
Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 10 ...73
Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 11 ...74
Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 12 ...75
Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 13 ...76
Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 14 ...77
Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 15 ...78
Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 16 ...79
Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 17 ...81
Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 18 ...82
Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 19 ...83
Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi Soal Pilihan Ganda Aitem 20 ...84
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-surat ...107
Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma...108
Lampiran 1.2 Surat Rekomendasi Izin Kesatuan Bangsa ...109
Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian BAPEDA Kabupaten Sleman ...110
Lampiran 1.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian UPTD Kecamatan Minggir ...111
Lampiran 2 Data Penelitian ...112
Lampiran 2.1 Rangkuman Data SD Negeri Kecamatan Minggir ...113
Lampiran 2.2 Data Sekolah dan Jenis Kelamin Siswa ...114
Lampiran 2.3 Hasil Validitas isi Instrumen Pilihan Ganda dan Essai ...119
Lampiran 2.4 Rekap Data Miskonsepsi Instrumen Pilihan Ganda ...127
Lampiran 2.5 Rekap Data Miskonsepsi Instrumen Essai...139
Lampiran 3 Instrumen Penelitian ...145
Lampiran 3.1 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda Untuk Expert Judgment ...146
Lampiran 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Essai untuk Expert Judgment ...169
Lampiran 3.3 Petunjuk Pengisian Soal dan Identitas Responden ...180
Lampiran 3.4 Prosedur Pengerjaan Soal ...181
Lampiran 3.5 Soal Pilihan Ganda Penelitian ...181
Lampiran 3.6 Soal Essai Penelitian ...188
Lampiran 4 Hasil Validasi Ahli ...190
Lampiran 4.1 Permohonan Izin Validasi Ahli ...191
Lampiran 4.2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Pilihan Ganda...192
Lampiran 4.3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Soal Essai ...203
Lampiran 5 Hasil Validitas dan Reliabilitas ...206
Lampiran 5.1 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ...207
Lampiran 5.2 Hasil Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ...210
Lampiran 5.3 Hasil Validitas Soal Essai Uji Empiris ...211
Lampiran 5.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Essai ...212
Lampiran 5.4 Dokumentasi Penelitian ...213
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab I ini akan diuraikan mengenai pendahuluan. Hal-hal yang berkaitan dengan pendahuluan meliputi mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pada era global saat ini setiap negara berusaha untuk mengembangkan negaranya menjadi negara yang maju, hal pertama yang berpengaruh adalah
pendidikan dalam negara tersebut. Pendidikan akan menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang mampu bersaing di era global dan mampu
mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada termasuk kualitas sumber daya manusia. Definisi pendidikan menurut Mudyahardjo (dalam
Ahmadi, 2014: 36-37) adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup yang akan mempengaruhi pertumbuhan individu.
Karena pentingnya pendidikan maka di Indonesia peraturan mengenai pendidikan juga tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31
Pemerintah telah melakukan sistem pendidikan nasional yang telah diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (Siswoyo, dkk, 2012 : 25). Saat ini ada 2 kurikulum yang berlaku di Indonesia, yakni kurikulum 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013. Seluruh SDN di Kecamatan Minggir yang diteliti oleh peneliti semua
menggunakan Kurikulum KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai berlaku sejak tahun 2006. Dalam Undang-Undang
Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah meliputi; Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya,
Pendidikan Jasmani dan Olah Raga, Keterampilan/ Kejujuran, dan Muatan Lokal.
Salah satu mata pelajaran yang tertulis dalam isi kurikulum pendidikan dasar di Indonesia yaitu Ilmu Pengetahuan Alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ini sifatnya lebih pasti karena gejala yang diamati relatif nyata dan
terukur, (Wonorahardjo, 2010: 11). Sedangkan menurut Fisher seperti dikutip oleh Amien (1990: 4) IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh
Ilmu Pengetahuan Alam bersifat pasti sehingga di dalam IPA memuat banyak konsep sehingga tidak boleh terjadi miskonsepsi karena konsep yang
salah berbahaya untuk ke depannya. Anak yang belajar IPA menemui kesulitan sehingga membuat anak menjadi bingung, karena faktor dari anak
tersebut yang tidak berani bertanya atau guru yang kurang peka sehingga anak dapat salah menangkap konsep (miskonsepsi) yang disampaikan oleh guru. Hal ini membuat prestasi pembelajaran IPA di Indonesia masih rendah.
Faktanya prestasi pembelajaran IPA di Indonesia masih rendah dapat dilihat berdasarkan studi Programme for International Student Assesment (PISA)
yaitu sebuah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi PISA tahun 2003 menempatkan Indonesia berada di urutan 39 dari 41 negara untuk Matematika
dan IPA (Kompas, 28 Oktober 2009).
Penelitian ini dilaksanakan di seluruh SD Negeri se-Kecamatan Minggir. Peneliti memilih Kecamatan Minggir karena belum ada penelitian kuantitatif survei mengenai miskonsepsi IPA Fisika SD yang dilakukan di Kecamatan Minggir. Berdasarkan observasi dan wawancara lisan dengan dua orang guru kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Minggir bahwa disana masih banyak ditemui siswa yang sulit memahami konsep-konsep yang ada
Miskonsepsi sangat dihindari karena apabila sejak awal masa sekolah dasar telah salah konsep maka ditingkat selanjutnya juga akan salah. Menurut
Suparno (2005: 55) secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah: 1) mencari atau mengungkap
miskonsepsi yang dilakukan siswa 2) mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut 3) mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasinya. Beberapa sarana untuk menyelesaikan miskonsepsi tidak sesuai atau tidak
berhasil karena pendidik tidak tahu persis penyebab miskonsepsi tersebut, sehingga cara yang ditempuh tidak tepat.
Berdasarkan fakta yang peneliti dapatkan maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas
V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Minggir Sleman Tahun 2015”.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang mendasari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Rendahnya pembelajaran IPA berdasarkan studi Programme for International Student Assesment (PISA).
2. Prestasi belajar IPA siswa di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Minggir yang masih rendah.
3. Penguasaan konsep IPA Fisika di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan
C. Batasan Masalah
Agar penelitian lebih tidak terlalu luas maka masalah yang diteliti akan
dibatasi sebagai berikut:
1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V semester 2 SD Negeri
se-Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. 2. Fokus penelitian pada miskonsepsi IPA Fisika.
3. Supaya materi tidak terlalu luas maka peneliti menggunakan SK dan KD
sebagai berikut : Standar Kompetensi:
5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber.
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman tahun 2015 ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman tahun 2015.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi siswa
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
dalammengerjakan soal IPA Fisika mengenai materi gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, periskop, proses terbentuknya tanah, proses pembentukan tanah karena pelapukan batuan dan susunan bumi.
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi guru mengenai
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk lebih
meningkatkan kualitas pembelajaran. Sehingga anak menjadi generasi muda yang dapat diandalkan bagi negara.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan sarana untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan peneliti yang telah berproses dalam penelitian. Penelitian ini
juga untuk mengetahui konsep mana saja yang banyak mengalami miskonsepsi pada siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri di kecamatan
Minggir.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Miskonsepsi atau yang disebut juga salah konsep adalah pengertian ilmiah yang tidak dapat diterima oleh pakar bidang itu. Miskonsepsi siswa dapat
dilihat dari jawaban siswa yang menjawab salah tetapi siswa meyakini bahwa jawaban itu benar pada suatu soal.
3. Siswa Kelas V SD adalah sejumlah siswa yang berada pada tingkat kelas V Sekolah Dasar dengan rata-rata umur 10-11 tahun.
4. Kecamatan Minggir adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini terletak di ujung
barat dari Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini akan disajikan mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan,
kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan uraian hasil pengkajian peneliti terhadap berbagai
referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian. Kajian pustaka misalnya dapat mengkaji beberapa hal sebagai berikut.
1. Konsep
Konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia yang memungkinkan manusia untuk berpikir
(Berg, 1991: 8). Sedangkan menurut Dahar (2006: 62) berpendapat bahwa belum ada definisi yang tepat mengenai konsep, karena konsep merupakan
penyajian internal sekelompok stimulus, konsep tidak dapat diamati, konsep harus disimpulkan dari perilaku. Kemudian Roser (dalam Dahar, 2006:63) mengungkapkan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu
kelas obyek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Karena orang mengalami stimulus yang berbeda-beda, maka orang
akan membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara tertentu.
Pendapat di atas kemudian dapat disimpulkan bahwa konsep adalah
a. Dimensi Konsep
Flavell dalam Dahar (2006: 62-63) menyarankan bahwa konsep-konsep dapat
berbeda dalam tujuh dimensi. Tujuh dimensi tersebut meliputi :
1) Atribut. Setiap konsep harus mempunyai atribut yang relevan dan juga atribut
yang tidak relevan. Contohnya konsep meja harus memiliki permukaan yang datar.
2) Struktur. Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya
atribut-atribut itu. Berikut tiga macam struktur yang dikenal:
a) Konsep konjungtif, yaitu konsep yang didalamnya terdapat dua atau
lebih sifat sehingga dapat memenuhi syarat sebagai konsep.
b) Konsep konjungtif, yaitu konsep yang didalamnya satu atau dari dua atau lebih sifat harus ada.
c) Konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut konsep. Kelas sosial adalah salah satu konsep relasional.
3) Keabstrakan. Konsep-konsep yang dapat dilihat dan konkret atau konsep itu terdiri atas konsep-konsep lain.
4) Keinklusifan. Ini ditunjukkan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep
itu.
5) Generalitas atau keumuman. Dicontohkan dengan sebuah konsep wortel
adalah subordinat dari konsep sayuran, selanjutnya konsep sayuran subordinat dari konsp tanaman yang dapat dimakan. Makin umum suatu konsep makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep lain.
7) Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.
2. Konsepsi
Kehidupan sehari-hari sudah banyak memberikan siswa konsep, baik
didapat di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya. Berg dalam Ramadhani (2015: 32) menyatakan konsepsi adalah tafsiran perorangan atau individu terhadap suatu konsep. Sementara hal yang sama disampaikan oleh Budi
(1992: 114-115) menyatakan bahwa konsepsi adalah sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh dari indera maupun kondisi
lingkungan.
Jika beberapa potong es batu dimasukkan ke dalam sebuah gelas yang kering maka setelah beberapa saat kemudian akan ditemukan titik-titik air yang
menempel di permukaan luar gelas. Ilmuwan mempunyai pemikiran bahwa munculnya titik-titik air yang menempel di permukaan gelas tersebut berasal
dari uap air berada di udara sekitar gelas. Ketika udara yang mengandung air tersebut menyentuh permukaan gelas yang dingin, maka uap air akan mengembun dan menempel pada permukaan gelas. Peristiwa tersebut tentu
akan dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan mempunyai pemahaman yang berbeda dengan siswa lain tentang satu sama lain tentang
konsep yang disebut dengan konsepsi (Van dan Breg, 1991).
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah kemampuan suatu individu untuk menafsirkan atau memahami suatu konsep yang diperoleh dari
3. Miskonsepsi
Budi (1992: 114-115) mengungkapkan bahwa kesalahan konsep atau
miskonsepsi adalah terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan yang lain dalam mempelajari konsep untuk menangkap makna konsep melalui
proses persepsi melalui tahap-tahap perekaman informasi. Brown (dalam Suparno, 2005: 4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
diterima para ahli.
Senada dengan pendapat di atas, Suparno (2005: 4) mengatakan bahwa
miskonsepsi adalah konsep awal yang dibawa siswa kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan dengan konsep yang diterima para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut
miskonsepsi atau salah konsep. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang
diterima pakar dalam bidang itu.
Secara garis besar, miskonsepsi adalah ketidaksesuaian pemahaman siswa dengan pengertian ilmiah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah ketidaksesuaian atau bahkan bertentangan dengan pemahaman konsep-konsep awal dengan konsep yang
diterima oleh para ahli atau pakar dalam bidang itu.
a. Penyebab Miskonsepsi
Suparno (2005: 29) menyatakan bahwa penyebab miskonsepsi adalah
1) Siswa
Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal,
antara lain:
a) Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa
Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung miskonsepsi.
Salah konsep awal ini jelas akan menyebabkan miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran fisika berikutnya, sampai kesalahan itu diperbaki.
Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa. Jelas sekali bahwa orang tua mempengaruhi prakonsepi siswa. Suparno (2005: 35) juga menegaskan
bahwa miskonsepsi akan lebih banyak lagi, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada anak tersebut mempunyai banyak miskonsepsi,
seperti orang tua, tetangga, dan lain-lain. b) Pemikiran Asosiatif Siswa
Marshall dan Gilmour (dalam Suparno, 2005: 36) menjelaskan bahwa
pengertian yang berbeda dari kata-kata antar siswa dan guru juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata atau istilah yang digunalan oleh guru
dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa, karena pada kehidupan sehari-hari mereka menggunakan istilah lain
c) Pemikiran humanistik
proses pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup sehingga tidak cocok.
d) Reasoning (penalaran) yang tidak lengkap /salah
Miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa
yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap disebabkan karena informasi yang didapatkan juga tiak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah dan ini yang menyebakan miskonsepsi
siswa.
e) Intuisi yang salah
Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu
sebelum secara obyektif dan rasional diteliti. Contoh siswa kadang-kadang mempunyai intuisi bahwa benda yang besar akan jatuh bebas lebih cepat
daripada benda yang kecil. Pemikiran intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi.
f) Tahap perkembangan kognitif siswa
Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Secara umum,
g) Kemampuan siswa
Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa.
Siswa yang kurang berbakat fisika atau kurang mampu dalam mempelajari fisika, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam
proses belajar. h) Minat belajar siswa
Berbagai studi menunjukkan bahwa minat siswa terhadap fisika juga
berpengaruh pada miskonsepsi. Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah
daripada siswa yang tidak berminat pada fisika.
2) Guru
Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa
oleh guru fisika. Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi
(Suparno, 2005: 42).
3) Buku
Buku terdiri dari beberapa jenis. Jenis-jenis buku menurut Suparno (2005:
44-47) dijelaskan sebagai berikut : a) Buku Teks
Buku teks juga menyebabkan miskonsepsi. Entah karena bahasanya sulit dimengerti atau karena penjelasannya tidak benar, miskonsepsi tetap diteruskan. Para peneliti menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang
b) Buku Fiksi Sains (Science Fiction)
Seringkali pengarang membuat gagasan fisika kurang berdasarkan kaidah
ilmu yang sesungguhnya. Misalnya gerak-gerakan tokoh fiksi di udara bebas yang kadang-kadang tidak mengindahkan hukum fisika. Akibatnya,
dalam diri anak tertanam nilai dan pengertian yang tidak benar. c) Kartun (Cartoon)
Gambar-gambar kartun dalam majalah sains sering kali dapat
memunculkan dan menyebabkan miskonsepsi pada siswa bila tidak mengindahkan hukum dan teori fisika yang berlaku.
4) Konteks
Konteks terdiri dari lima jenis. Kelima jenis tersebut yaitu pengalaman, bahasa sehari-hari, teman lain, keyakinan dan ajaran agama, dan metode
mengajar. Peneliti menjabarkan kelima jenis konteks menurut Suparno (2005: 29) yang dijelaskan sebagai berikut.
a) Pengalaman
Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Kita dapat melihatnya dalam kasus kekekalan energi. Dalam kehidupan sehari-hari,
siswa mengalami, bahwa mereka akan merasa lelah setelah bekerja keras. Motor akan kehabisan bahan bakar bila dipakai terlalu lama dan bahan
bakarnya tidak diisi kembali. Tampak bahwa energi hilang dan tidak kekal. Di sini siswa berpikir tentang kekekalan energi dalam pengertian yang terbatas dan tidak dalam pengertian luas (Stavy dalam Suparno,
b) Bahasa Sehari-hari
Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti
lain dengan fisika (Gilbert dalam Suparno, 2005: 48). Misalnya, dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dan kg.
Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan unitnya adalah Newton. c) Teman Lain
Orang muda sangat senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman
kelompoknya. Kelompok sering didominasi oleh beberapa orang yang suaranya vokal. Bila siswa yang dominan atau vokal itu mempunyai
miskonsepsi, maka jelas mereka dapat mempengaruhi siswa lain dalam hal miskonsepsi.
d) Keyakinan dan Ajaran Agama
Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi dalam bidang fisika (Commins dalam Suparno, 2005: 49). Keyakinan
ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan.
e) Metode Mengajar
Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun
membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek yaitu memunculkan miskonsepsi siswa.
b. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi
1) Peta Konsep
Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa dalam
bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun
hirarkis, dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa digambarkan dalam peta konsep tersebut. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan lengkap antar konsep
(Nova dalam Suparno, : 121).
2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Beberapa peneliti menggunakan pertanyaan pilihan ganda digabungkan dengan alasan yang sudah tertentu. Jadi alasan-alasannya sudah dipilihkan. Model ini dipilih, biasanya dengan alasan untuk lebih memudahkan
menganalisis. Kelemahan model ini adalah alasan siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.
3) Tes Esai Tertulis
Tes tersebut dapat digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yang dibawa siswa pada suatu bidang. Setelah ditemukan miskonsepsinya, peneliti dapat
melakukan wawancarai pada beberapa siswa untuk lebih mendalami gagasan mereka.
4) Wawancara Diagnosis
Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Dalam wawancara bebas, guru atau peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan siswa
pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya.
5) Diskusi dalam Kelas
Siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang
sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Berdasarkan kegiatan diskusi di kelas tersebut dapat diketahui tepat atau tidak gagasan yang disampaikan oleh siswa tersebut.
6) Praktikum dengan Tanya Jawab
Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang
melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan
bagaimana siswa menjelaskan persoalan-persoalan dalam praktikum tersebut.
4. Hakikat Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar
yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan. Sedangkan mata
pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmih pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Depdikbud,
Kemudian Samatowa (2011: 3) dalam bukunya menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu natural
science, artinya ilmu pengetahuan alam. IPA ini membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan
pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran IPA adalah ilmu yamg membahas mengenai gejala-gejala alam yang
terjadi di sekitar manusia yang kemudian disusun secara sistematis dari hasil percobaan dan pengamatan.
a. Fungsi mata pelajaran IPA
Depdikbud (1994: 97) menjabarkan ada 5 fungsi dari mata pelajaran IPA. Ketujuh fungsi mata pelajaran IPA tersebut meliputi :
1) Memberikan pengetahuan tentang pelbagai jenis dan perangai lingkugan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi
kehidupan sehari-hari.
2) Mengembangkan keterampilan proses.
3) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk
meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari
4) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling
mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
5) Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan
(IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
b. Tujuan pengajaran IPA
Depdikbud (1994: 81) menyatakan 6 tujuan pengajaran siswa. Tujuan
pengajaran IPA tersebut meliputi :
1) Memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar
3) Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar.
4) Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab,
bekerja sama, dan mandiri.
5) Mampu menerapkan berbagai konsep IPA unuk menjelaskan gejala-gejala
alam dan memecahkan dalam kehidupan sehari-hari.
6) Mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pembelajaran IPA di SD kelas V Semester 2
Penelitian ini membahas mengenai materi gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat
cahaya, periskop, proses terbentuknya tanah, dan susunan dalam bumi.
a. Gaya
Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda bergerak disebut
berubah bentuk, dan berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89). Secara sadar atau tidak kita sering melakukan aktivitas yang memerlukan gaya. Tetapi jenis
gaya tidak hanya yang kita keluarkan. Winarti, dkk (2009: 61) menjelaskan berikut ini adalah jenis-jenis gaya:
1) Gaya magnet
Gaya magnet adalah kekuatan yang menarik jarum, paku, atau benda logam lainnya yang ada di sekitarnya. Magnet memiliki 2 kutub yaitu
kutub utara dan selatan. Bentuk magnet beragam ada yang berbentuk jarum, ada yang berbentuk huruf “U”, berbentuk silinder, berbentuk
[image:42.595.86.524.204.605.2]lingkaran dan ada yang berbentuk batang.
Gambar 2.1 Bentuk Magnet Sumber: Winarti (2009: 63)
2) Gaya listrik statis
Gaya listrik statis adalah kekuatan yang dimiliki benda yang bermuatan listrik untuk menarik benda-benda disekitarnya. Untuk melihat adanya gaya listrik statis, bisa dicoba dengan mengosok-gosok penggaris pada
rambut kering kita, kemudian dekatkan pada sobekan kertas, maka sobekan kertas tersebut akan menempel pada penggaris. Penggaris bisa
3) Gaya gravitasi bumi
Gaya gravitasi bumi adalah kekuatan bumi untuk menarik benda lain ke
bawah. Bila kita melempar benda ke atas, baik dari kertas, pensil atau benda lain maka semua benda itu akan jatuh ke bawah. Berbeda bila di
luar angkasa para astronot tidak merasakan gaya gravitasi, akibatnya mereka akan melayang-layang bila berada di luar angkasa.
4) Gaya Gesekan
Gaya gesek adalah gaya yang terjadi ketika dua benda yang bergesekan satu sama lain. Gaya gesek bisa menguntungkan dan merugikan. Bila kita
berjalan di jalan yang kering, antara sepatu dan jalan akan muncul gaya gesek. Gaya gesek ini membantu kita untuk bisa berjalan. Bayangkan bila jalanan licin, maka gaya geseknya akan kecil dan kita akan kesulitan untuk
berjalan.
b. Pesawat Sederhana
Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat sederhana (Sulistyanto, 2008:
109). Winarti (2009: 66-77) menjelaskan bahwa pesawat sederhana dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Tuas
Tuas atau pengungkit adalah salah satu pesawat sederhana yang digunakan untuk mengubah hasil dari suatu gaya. Tuas terdapat tiga bagian yaitu titik
a) Tuas kelas pertama
Tuas kelas yang pertama yaitu tuas yang memiliki titik tumpu berada
diantara titik kuasa F dan titik beban B, Contohnya : gunting dan tang. b) Tuas kelas kedua
Tuas kelas kedua yaitu tuas yang memiliki titik beban berada di antara titik kuasa F dan titik tumpu T atau bebannya diletakkan diantara titik tumpu dan titik kuasa. Contoh alat yang bekerja berdasarkan prinsip tuas
kelas kedua antara lain : Gerobak dorong, pembuka botol, dan pemecah biji.
c) Tuas kelas ketiga
Tuas yang titik kuasa F posisinya berada diantara titik tumpu T dan titik beban B contohnya: penjepit, pinset, tangan memegang beban, dsb.
2. Bidang Miring
Bidang miring merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang
digunakan untuk memindahkan benda dengan lintasan yang miring. Dengan menggunakan bidang miring beban yang berat dapat dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dengan lebih mudah, artinya gaya yang kita
keluarkan menjadi lebih kecil bila dibanding tidak menggunakan bidang miring. Semakin landai bidang miring semakin ringan gaya yang harus
3. Katrol
Salah satu jenis katrol adalah kerekan. Kerekan umumnya digunakan
[image:45.595.86.525.184.635.2]untuk mengubah gaya dari gaya angkat menjadi gaya tarik.
Gambar 2.2 Katrol Sumber: Winarti (2009: 75)
Gambar 2.1 di atas adalah contoh dari katrol bebas, katrol ganda, dan juga katrol tetap.
4. Roda Berporos
Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama. Contohnya yaitu roda sepeda, kursi
roda, roda gerobak, dan lain sebagainya.
Gambar 2.3 Sepeda Beroda Sumber: Winarti (2009: 77)
Gambar 2.2 merupakan contoh roda berporos yaitu roda pada sepeda.
c. Sifat-sifat Cahaya
Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya
yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya memiliki
sifat merambat lurus, menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat diuraikan, dan cahaya dapat dibiaskan. (Sulistyanto, 2008: 125)
d. Periskop
Periskop adalah sejenis teropong yang biasanya terdapat pada kapal
selam untuk mengamati keadaan di permukaan laut. Periskop dapat digunakan
untuk melihat benda yang berada di atas batas pandang (Sulistyanto, 2008:
136).
e. Proses terbentuknya tanah
Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini
bertambah banyak dan terbentuklah tanah (Azmiyawati, 2008:124). Azmiyawati (2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi dilihat dari proses terbentuknya yaitu :
1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.
2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)
Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis atau dari
3) Batuan Malihan (Metamorf)
Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen yang mengalami
perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini mengalami perubahan karena mendapat panas dan tekanan dari dalam Bumi. Jika mendapat panas
terus menerus, batuan ini akan berubah menjadi batuan malihan. 4) Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan
Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah.
Batuan menjadi tanah karena pelapukan. Batuan dapat mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di antaranya cuaca dan kegiatan makhluk
hidup. Pelapukan yang disebabkan oleh faktor cuaca ini disebut pelapukan fisika. Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan, misalnya pepohonan dan lumut. Pelapukan yang disebabkan oleh aktivitas makhluk
hidup ini disebut pelapukan biologi.
f. Susunan Bumi
Peneliti akan menjabarkan dua hal mengenai susunan bumi. Hal tersebut mengenai selimut bumi dan lapisan penyusun bumi.
1) Selimut Bumi (atmosfer)
Berbicara tentang Bumi, kita tidak boleh melupakan selubung udara yang menyelimuti Bumi. Selubung udara itu disebut atmosfer.
Azmiyawati (2008:139-140) mengungkapkan bahwa atmosfer terdiri atas lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer.
Lapisan troposfer terbentang sejauh 10 km dari permukaan bumi.
terdapat lapisan stratosfer. Lapisan stratosfer berjarak 10–50 km di atas permukaan bumi. Udara di lapisan stratosfer sangat dingin dan tipis.
Lapisan di atas stratosfer yaitu mesosfer. Lapisan mesosfer berjarak 50-80 km di atas permukaan bumi. Lapisan di atas mesosfer
yaitu lapisan termosfer. Lapisan termosfer terbentang pada ketinggian 80–500 km di atas permukaan bumi. Di lapisan ini terjadi efek cahaya yang disebut aurora. Lapisan yang paling jauh dari permukaan bumi
yaitu lapisan eksosfer. Eksosfer ada di ketinggian 700 km di atas permukaan bumi. Setelah lapisan eksosfer adalah angkasa luar.
(Azmiyawati, 2008:139-140) 2) Lapisan Penyusun Bumi
Azmiyawati (2008: 141) mengungkapkan ada tiga lapisan penyusun bumi
yaitu : a) Kerak
Kerak adalah lapisan terluar permukaan bumi yang berupa batuan keras dan dingin setebal 15–60 km.
b)Selubung atau Mantel
Selubung atau mantel merupakan lapisan di bawah kerak yang tebalnya mencapai 2.900 kilometer. Lapisan mantel merupakan lapisan yang paling
tebal. Lapisan ini terdiri atas magma kental yang bersuhu 1.400°C–2.500°C. c) Inti
Inti terdiri atas dua bagian, yaitu inti luar dan inti dalam. Lapisan inti luar
dalam merupakan bola logam yang padat dan mampat, bersuhu sangat panas sekitar 4.500°C.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Suryanto dan Hewindati (2002) berjudul Pemahaman Murid
Sekolah Dasar (SD) terhadap Konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi dengan menggunakan teknik wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pemahaman murid
sekolah dasar terhadap konsep-konsep IPA berbasis biologi, (2) mengidentifikasi adanya miskonsepsi, dan (3) mencari penyebab miskonsepsi
berdasarkan pola jawaban yang diberikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa miskonsepsi masih banyak terjadi pada konsep-konsep yang diteliti. Jika digunakan kriteria 75% sebagai ambang batas pemahaman konsep yang benar
maka hanya ditemukan suatu konsep yaitu konsep tentang bernapas yang dapat dipahami dengan baik oleh murid.
Penelitian di atas senada dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena mengidentifikasi mengenai masalah miskonsepsi yang terjadi dalam kosep-konsep ilmu pengetahuan alam (IPA). Pembedanya adalah pada
penelitian di atas dilakukan untuk konsep IPA Biologi di sekolah dasar, sedangkan penelitian ini dilakukan untuk konsep IPA Fisika di sekolah dasar.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ramadhani (2015) dengan judul “Miskonsepsi yang Terjadi pada Pembelajaran Matematika Materi Bangun
Ruang Limas Siswa Kelas VI Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk
penelitian deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terjadinya miskonsepsi klasifikasional dan miskonsepsi teoritik. Miskonsepsi
klasifikasional terjadi pada kesalahan siswa mengklasifikasikan contoh limas dan juga jenis-jenis limas. Miskonsepsi teoritik terjadi pada kesalahan siswa
menjelaskan mengenai konsep teori bangun ruang limas.
Penelitian di atas mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa Sekolah Dasar.
Perbedaannya terletak pada pembelajaran yang diambil, pada penelitian di atas menggunakan materi Matematika sedangkan peneliti mengambil materi IPA
Fisika SD.
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Norika (2014) yang berjudul “Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya pada Siswa di Empat SMA Swasta di Yogyakarta”. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan juga
deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa diempat SMA swasta yang ada di Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan siswa diempat SMA swasta di Yogyakarta kurang memahami secara keseluruhan mengenai konsep gaya. Konsep yang paling
dipahami mengenai konsep Hukum Newton II dan konsep yang paling tidak dipahami adalah konsep superposisi. Miskonsepsi yang banyak dijumpai pada
siswa di empat SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah gaya akhir untuk menentukan/ menetapkan penentuan gerak, tidak dapat membedakan antara kecepatan dengan percepatan, dengan menghilangnya dorongan, kehilangan/
menyatakan bahwa terdapat gaya aktif pada benda, ada hambatan, dan gaya dorong oleh pukulan.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena mengidentifikasi miskonsepsi pada materi IPA. Pembedanya adalah penelitian
di atas dilakukan pada IPA Fisika khususnya materi gaya dan hukum Newton II untuk siswa Sekolah Menengah Atas, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada IPA Fisika untuk siswa Sekolah Dasar.
Penelitian yang keempat dilakukan oleh Kusuma (2014) yang berjudul “Miskonsepsi tentang Fotosintesis pada Siswa Kelas V SDN 4 Trebungan
Situbondo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk: pertama, mendeskripsikan tingkat miskonsepsi tentang fotosintesis pada siswa kelas V SDN 4 Trebungan
Situbondo tahun pelajaran 2013/2014. Kedua, mendeskripsikan faktor penyebab miskonsepsi tentang fotosintesis pada siswa kelas V SDN 4 Trebungan
Situbondo tahun pelajaran 2013/2014.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa miskonsepsi pada siswa SDN 4 Trebungan tentang materi fotosintesis terjadi pada setiap soal yang diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi tertinggi terjadi pada konsep hasil fotosintesis dengan persentase 62%, sedangkan persentase miskonsepsi
terendah terdapat pada konsep tempat terjadinya fotosintesis dan penerapan fotosintesis dengan persentase 15%. Persentase miskonsepsi siswa pada konsep pengertian fotosintesis dan reaksi fotosintesis sebesar 46%, konsep peran
pernyataan tentang fotosintesis, percobaan fotosintesis dan waktu terjadinya fotosintesis sebanyak 23%.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ditemukan adanya miskonsepsi pada siswa SDN 4 Trebungan dan penyebab miskonsepsi yang
dialami oleh siswa SDN 4 Trebungan bersumber dari siswa 62%, guru dan siswa 23%, guru 15%, maupun buku 7%.
Penelitian yang dilakukan Kusuma (2014) di atas mendukung penelitian
ini karena dilaksanakan pada siswa sekolah dasar kelas V dan menggunakan materi IPA. Perbedaannya penelitian di atas hanya meneliti miskonsepsi IPA di
satu SD saja menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian yang kelima dilakukan oleh Siwi (2013) yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VII pada Konsep Sistem Pencernaan dan
Pernapasan (Penelitian Deskriptif di MTsN 1 Kota Bekasi)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas VII MTsN 1 Kota
Bekasi pada konsep sistem pencernaan dan pernapasan. Berdasarkan hasil penelitian miskonsepsi secara keseluruhan didapat untuk konsep pencernaan sebesar 16,5% dan konsep pernapasan sebanyak 21,9%. Penelitian ini
menunjukkan bahwa penyebab miskonsepsi pada siswa berasal ddari pemahaman siswa, metode pembelajaran, guru serta buku referensi.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena mengidentifikasi miskonsepsi pada materi IPA. Pembedanya adalah penelitian di atas dilakukan pada siswa kelas VII MTsN, sedangkan penelitian yang
peneliti yang berjudul Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Minggir Sleman Tahun 2015.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam membahas tentang gejala-gejala
alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia sehingga IPA merupakan ilmu yang pasti. Berdasarkan hal tersebut setiap konsep dalam IPA harus dipelajari dengan
tepat, konsep sendiri merupakan abstraksi dari stimulus-stimulus yang diterima, dan itu dapat membentuk konsep yang berbeda karena cara menerima stimulus
yang berbeda. Akibat cara menerima stimulus yang berbeda itu sehingga dapat terjadi miskonsepsi. Miskonsepsi adalah konsep awal yang dibawa siswa kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan dengan konsep yang
diterima para ahli. Miskonsepsi dapat disebabkan oleh siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar.
Miskonsepsi sangat dihindari karena apabila sejak awal masa sekolah dasar telah salah konsep maka ditingkat selanjutnya juga akan salah. Menurut Suparno (2005: 55) secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu
mengatasi miskonsepsi adalah: 1) mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa 2) mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut 3)
mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasinya. Beberapa sarana untuk menyelesaikan miskonsepsi tidak sesuai atau tidak berhasil karena pendidik tidak tahu persis penyebab miskonsepsi tersebut, sehingga cara yang ditempuh
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2
se-Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman tahun 2015 terutama mengenai materi gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, periskop, proses terbentuknya tanah,
proses pembentuan tanah karena pelapukan batuan, dan lapisan susunan bumi. Peneliti melakukan penelitian ini dengan harapan penelitian ini dapat dijadikan sumber pembelajaran di lingkungan pendidikan Indonesia khususnya.
D. Hipotesis
Berdasarkan teori-teori dalam kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Miskonsepsi terjadi pada pembelajaran IPA siswa kelas V semester 2 SD
35
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III ini akan membahas jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian,
populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan yang terakhir teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif survei. Penelitian
kuantitatif merupakan penelitian yang berorientasi pada data-data empiris berupa angka atau suatu fakta yang bisa dihitung (Mahdi dan Mujahidin, 2014: 104). Penelitian survei biasanya dibatasi pada penelitian dengan data yang
dikumpulkan dari sampel untuk mewakili suatu populasi (Effendi, 2012: 3). Sukmadinata (2008: 82) menjelaskan survei digunakan untuk mengumpulkan
data atau informasi tentang populasi yang besar dengan menggunakan sampel kecil. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik populasi .
Penelitian survei ini dapat disimpulkan sebagai penelitian yang berorientasi pada data-data angka atau fakta yang dapat dihitung. Penelitian ini
akan mengambil data atau informasi tentang suatu populasi menggunakan sampel kecil untuk memperoleh gambaran umum dari suatu populasi. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang adanya miskonsepsi IPA
B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 sampai dengan Maret 2016. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam penelitian meliputi wawancara
dengan kepala sekolah dan guru pengampu kelas V SD N se-Kecamatan Minggir. Jadwal penelitan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Jadwal penelitian
N
o Kegiatan
Bulan
2015 2016
Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar
1 Penyusunan Proposal
2 Mengurus Perijinan 3 Penyusunsan
Instrumen Penilaian 4 Validasi
instrumen dan revisi
5 Ujicoba Instrumen 6 Pengumpulan
Data 7 Pengolahan
Data 8 Penyusunan
Laporan 9 Revisi
[image:56.595.81.558.245.622.2]
Tabel 3.1 merupakan jadwal kegiatan peneliti yang dimulai pada bulan Maret 2015 mengenai penyusunan proposal, kemudian pada bulan April dengan kegiatan mengurus perijinan yang dilakukan di instansi-instansi
terkait. Peneliti kemudian meminta ijin pada masing-masing SD se-Kecamatan Minggir, dan kegiatan penyusunan instrumen penilaian. Pada
kepada para ahli dan merevisinya, kegiatan yang kedua adalah menguji coba instrumen tersebut ke seluruh SD Negeri se-Kecamatan.
Pengumpulan seluruh data yang sudah dilakukan uji coba dilaksanakan pada awal bulan Juni. Data yang sudah didapatkan kemudian diolah oleh
peneliti pada bulan Juli sampai Agustus. Pada bulan September sampai dengan bulan Desember peneliti menyusun laporan skripsi. Setelah disusun kemudian laporan direvisi kembali oleh peneliti pada bulan Januari 2016.
2. Tempat Penelitian
Penelitian survei ini dilakukan di seluruh SD Negeri se Kecamatan
Minggir Kabupaten Sleman dengan melihat miskonsepsi IPA yang ada pada materi. Pemilihan tempat di SD Negeri se Kecamatan Minggir karena berdasar wawancara pra survei ditemukan permasalahan mengenai
miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas V di seluruh Kecamatan Minggir. Terdapat 13 Sekolah Dasar Negeri yang ada di seluruh Kecamatan Minggir,
yang semuanya menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Rincian selebihnya dapat dilihat di tabel 3.2.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti. Obyek peneliti dapat berupa makhluk hidup, benda-benda, sistem dan prosedur, dan fenomena (Kountur, 2003: 137).
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se Kecamatan Minggir yang seluruhnya berjumlah 207 siswa.
[image:58.595.87.520.253.657.2]Populasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.2 Data jumlah siswa SD kelas V di Kecamatan Minggir
No Nama SD Alamat Jumlah
siswa
Jumlah kelas
1
SD N Jonggrangan
Jonggrangan, Sendangmulyo, Minggir,
Sleman 7 1
2
SD N Kwayuhan
Kwayuhan, Sedangmulyo, Minggir,
Sleman 12 1
3
SD N Kebonagung
Kreo Pojok, Sendangagung, Minggir,
Sleman 33 1
4
SD N Sendangagung
Nanggulan, Sendangagung, Minggir,
Sleman 16 1
5
SD N Balangan 1
Sidorejo, Sendangrejo, Minggir,
Sleman 28 1
6
SD N Balangan 2
Kebonagung, Sendangrejo, Minggir,
Sleman 24 1
7
SD N Nglengking
Nglengking, Sendangharjo, Minggir,
Sleman 7 1
8
SD N Sendangharjo Padon, Sendangrejo, Minggir,Sleman 16 1
9
SD N Dalangan 1 Parakan, Sendangsari, Minggir, Sleman 15 1
10
SD N Dalangan 2 Senden, Sendangsari, Minggir, Sleman 12 1
11
SD N Daratan
Daratan, Sendangarum, Minggir,
Sleman 15 1
12
SD N Sutan Sutan, Sendangsari, Minggir, Sleman 15 1
13
SD N Jarakan
Jarakan, Sendangrejoo, Minggir,
Sleman 7 1
Jumlah 207 13
Tabel di atas menunjukan data mengenai jumlah siswa dan juga alamat
populasi siswa kelas V sebanyak 207 siswa. Setiap SD Negeri memiliki jumlah siswa yang bervariasi dari yang paling sedikit 7 siswa sampai yang
paling banyak 33 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan sampel karena sampel dapat digeneralisasikan sebagai hasil penelitian dan mengangkat kesimpulan penelitain sebagai wakil suatu yang berlaku bagi
populasi (Sangadji, dkk, 2010: 177). Senada dengan hal tersebut menurut Sugiyono (2011: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan tabel Krejcie dan Morgan dengan taraf kepercayaan 95% dan kesalahan 5%. Menurut Fenandez dalam Sumanto
[image:59.595.88.525.241.757.2](2014: 210) untuk menentukan besar sampel Krejcie dan Morgan, aturan paktis dapat dilihat dalam bentuk tabel 3.3. Tabel Krejcie dan Morgan.
Tabel 3.3 Krejcie dan Morgan
N S N S N S
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317