11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. High Heels 1. Definisi
High heels adalah salah suatu fashion item milik wanita. High heels juga merupakan jenis sepatu yang dimana tinggi bagian tumit sepatu lebih tinggi daripada bagian jari-jari. Sepatu jenis ini sering digunakan untuk memberi kesan tinggi dan memperbaiki postur yang dimiliki oleh seorang wanita. Sepatu ini menjadi salah satu peralatan yang turut berperan dalam menunjang aktivitas kerja. Penggunaan sepatu dalam bekerja memiliki fungsi estetika yang menunjang penampilan, sehingga tekesan lebih menarik. High heels juga mempunyai ketinggian dan jenis yang berbeda. Hak sepatu yang luas memungkinkan gaya yang diterapkan pada hak sepatu untuk berpijak ke tanah merata dan didistribusikan seimbang oleh penggunanya (Isnain, 2013). 2. Sejarah
High heels diketahui telah ada sejak abad ke-16. Sepatu ini pada masa itu digunakan oleh prajurit persia yang mengendarai kuda. High heels ini digunakan untuk mempertahankan kestabilan kaki prajurit ketika menginjak sanggurdi pada kuda saat berperang ataupun bepergian jauh mengendaraikuda. Dengan kaki yang tekunci itu, maka prajurit dapat membidik panah mereka secara lebih jitu. Saat itu high heels sebatas
digunakan untuk prajurit yang berperang dan duduk diatas kuda. Sepatu ini tidak dimasukkan untuk digunakan berjalan sehari-hari. Penggunaan high heels pada prajurit berkuda ini membuat persia menjadi kerajaan yang diperhitungkan dan mampu memenangkan banyak perang dengan pasukan berkuda yang dimilikinya (Amanti, 2018).
High heels baru mulai berkembang sebagai bagian pakaian sehari – hari pada abad ke-17. Ketika itu budaya dari persia melalui kerajaan Ottoman mulai berkembang di Eropa dan menjadi pakaian bagi wanita dan pria dari kalangan sosial yang tinggi. Tetapi pada abad ke-18, Raja Lois dari Prancis menjadikan high heels sebuah simbol yang dekat dengan kekuasaan raja. High heels awal digemari oleh wanita pada akhir abad ke-19. Pada saaat itu high heels baru disadari dapat membuat penambilan wanita jadi lebih indah. Dan sejak pada saat itu hingga sekarang high heels banyak digemari wanita dibandingkan pria (Permana, 2015).
3. Tipe High Heels
a. StilettoHeels, merupakan jenis yang sering diketahui banyak orang. Stiletto memiliki desain yang panjang dan lancip, merupakan jenis yang tertinggi diantara sepatu high heels lainnya. Stiletto memiliki high ukuran 2,5 cm hingga 8 cm (Bestari, 2019).
Gambar 2.1 High Heels Stiletto (Bestari, 2019).
b. Wedge Heels, perbedaan wedges heels dengan high heels dapat di lihat dari bentuk hak wedges yang memiliki bagian hak yang disatukan dengan bagian atas (Bestari, 2019).
Gambar 2.2 Wedges heel (Bestari, 2019).
c. Pumps, sebuah sepatu yang dikatakan pumps karena bagian depan sepatu tertutup. Sepatu ini termasuk ke daftar sepatu high heels sejenis dengan sletto namun jenis ini lebih banyak digunakan oleh pegawai bank, bahkan pejabat (Bestari, 2019)
d. Platform Heels, merupakan jenis sepatu yang memiliki desain alas yang tebal dan bagian hak tidak lancip. Sepatu ini rata-rata memiliki ketebalan alas hingga 8 inci dan ketinggian hak hingga 40 cm yang penggunanya merupakan kalangan modeling (Bestari, 2019).
Gambar 2.4 Platform Heels (Bestari, 2019). 4. Dampak Penggunaan High Heels
Pemakaian high heels memiliki banyak resiko, antara lain strain, sprain atau nyeri pada ligament. Strain dan sprain tersebut muncul akibat posisi tubuh yang tidak ergonomis selama pemakaian high heels. Pengguna high heels juga beresiko terkena varises pada tungkai, osteoarthritis pada knee dan nyeri punggung bawah akibat pemakaian yang terlalu lama dan postur tubuh yang hiperlordosis. Manifestasi dari postur tubuh yang cenderung hiperlordosis dalam waktu yang relatif lama menyebabkan nyeri punggung bawah akibat deviasi dari postur yang salah dalam jangka waktu yang lama (Amanati, 2018).
B. Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu tempat masa kerja diperlukan untuk menilai lamanya pekerja mengalami penyakit akibat kerja. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan lebih merasa betah dalam suatu perusahaan hal ini disebabkan diantaranya karena telah lama beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama. Seorang pekerja memiliki masa kerja yang lama berpengaruh terhadap perembangan dan manifestasi klinisnya (Oliviana, 2009)
Menurut Muayyad (2011) menyatakan bahwa lama kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan dapat meningkatkan nyeri punggung bawah, hal ini karena terjadinya overload pada jaringan otot yang bekerja sehingga terjadi hypoxia yang mengakibatkan disfungsi aktifasi dalam end plate akibat keasamaan PH lokal. Terjadinya disfungsi aktifasi dalam end plateakan meningkatkan konsentrasi achetycholine kenaikan konsentrasi ACH mengakibatkan kenaikan level calcium dalam sacroplasma.
Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi pemicu munculnya gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan, hal ini dapat pemicu terjadinya kelelahan jaringan sehingga menyebabkan overuse dan dapat menimbulkan spasme otot. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi pula risiko mengalami gangguan musculoskeletal. Semakin lama
pekerja menghabiskan waktu bekerja di tempat kerja maka sangat berpengaruh terhadap keluhan nyeri punggung bawah (Riza, 2016).
C. Anatomi Terapan dan Biomekanik
Struktur pada columna vetebralis dan struktur regio lumbal. 1. Columna Vetebra dan Regio Lumbal
a. Vetebrae
Tulang Vetebrae merupakan sekumpulan dari tulang yang tersusun dalam columna vetebralis berfungsi sebagai menjaga tubuh pada posisi berdiri menahan gravitasi. Segmen cervical dan lumbal membentuk kurva lordosis dimana derajat lordotik pada lumbal lebih besar sedangkan pada cervical cenderung lebih kecil. Segmen thorac dan sacrum membentuk kurva kifosis pada bidang sagital. Ruas – ruas diantara tulang vertebrae terdapat penghubung yaitu discus intervetebralis (Neuman, 2002).
b. Lumbal Spine
Lumbal berfungsi sebagai menyangga beban tubuh dari ujung kepala dan badan (ekstermitas superior) karena memiliki bentuk yang lebar dan besar.Lumbal terhubung dengan lower thoracal, upper sacral dan hip pelvic complex. Lumbal terdiri dari lima ruas, prosesus spinosus yang mengarah ke bidang sagital dan prosessus tranversus sepasang prosessus articularis superior dan inferior. Dimana kedua bagian ini saling betemu pada kedua belah sisi dalam dalam bentuk foramen intervetebralis dan sendi facet. Tempat menjalarnya cauda equine lanjutan dari spinal cord dan lumbal mempunyai mobilitas yang tinggi dan besar (Wibowo, 2007).
Gambar 2.6 Lumbal (Ceal, 2010).
Gerakan pada collumna vetebralis pada segmen mobile sendi facet lebih kedalam bidang sagital sehingga gerakan paling banyak merupakan gerakan fleksi-ekstensi. Gerakan fleksi, corpus vertebrae berada di atas dan akan bergerak menekuk ke bagian anterior sehingga terjadi peregangan pada discus intervetebralis posterior. Gerakan ekstensi,
corpus vertebrae bagian atas bergerak menekuk kearah posterior. Ligament longitudinal anterior mengalami penguluran dan pada ligament longitudinal posterior mengalami rileksasi. Gerakan ekstensi dibatasi dengan struktur tulang dari arkus vertebra dan mengalami ketegangan pada ligament longitudinal anterior. Pada gerakan lateral fleksi, corpus vertebrae bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral, discus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena bergeser kearah kontra lateral dan pada bagian rotasi, vertebrae bagian atas mengalami rostasi ke bagian bawah. Discus intervetebralis tidak berperan dalam pergerakan ini karena di halang oleh sendi facet lumbal (Kurniasi, 2011).
c. Discus Intervetebralis
Discus intervetebralis adalah struktur yang disebut penghubung diantara ruas – ruas vertebrae. Fungsi discus yaitu memperluas gerak antar tulang, mengurangi gesekan yang tajam, melindungi permukaan sendi bakan untuk meredam gereakan seperti meloncat sebagai stabilisator tulang vertebrae (Neuman, 2002).
1) Tilting bergerak kedepan – belakang dalam bidang sagital sebagai fleksi - ekstensi, sebagai anterior – posterior glaide.
2) Tilting kesamping kanan dan kiri dalam bidang frontal sebagai lateral fleksi kanan dan kiri, bidang frontal sebagai gerak desek ke kanan dan ke kiri.
3) Rotasi ke kanan – kiri dalam bidang transversal sebagai rotasi kanan – kiri.
2. Ligament
Ligament dapat memperkuat collumna vetebralis sehingga membentuk postur tubuh seseorang. Ligament tersebut antara lain:
a. Ligament Longitudinal Anterior
Jaringan fibrosus yang ada di sepanjang bagian depan collumna vetebralis. Ligamentum ini dimulai dari os – occipital dan berakhir pada os – sacrum, semakin ke bawah ukurannya maka semakin lebar namun daerah pada thoracal menyempit. Berfungsi untuk menyatukan ruas – ruas vertebra dari arah depan (Kurniasi, 2011).
b. Ligament Longitudinal Posterior
Didalam canalis vetebralis terdapat ligament longitudinal posterior yang berawal dari corpus cervicalis kedua dan juga berakhir pada permukaan anterior canalisos sacrum (Wibowo, 2007). Ligament ini melekat pada discus inter vetebralis sehingga berfungsi membatasi gerakan – gerakan fleksi dan ekstensi bahkan beperan menjadi pelindung. Namun di ligament ini tidak melekat secara penuh, maka pada bagian postero lateral dari discus inter vetebralis tidak terlindungi. Ligamen ini sangat sensitive karena memiliki sirkulasi darah yang banyak dan mengandung serabut saraf afferent nyeri (Kurniasi, 2011).
c. Ligament intraversal
Ligament ini melekat pada tuberculum asesori dan prosessus tranversus dan berkembang baik pada region lumbal. Ligament ini mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral (Sudaryanto, 2004).
d. Ligament flavum
Ligament ini sangat elastic dan melekat pada arcus vertebrae tepatnya pada setiap lumina vertebrae. Kearah anterior dan lateral, ligemen ini menutup capsular dan ligament anteriomedial sendi facet. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi lumbal.(Sudaryanto, 2004).
e. Ligament Supraspinatus
Pada ligament ini melekat di setiap ujung processus spinosus. Pada region lumbal, ligament ini kurang terlihat karena menyatu dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Ligament ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.(Sudaryanto, 2004).
3. Otot – Otot Vetebrae Lumbal a. Erector Spine
Erector spine merupakan suatu kelompok otot yang luas dan tertetak di dalam facia lumbo dorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista iliaca dan processus spinosus thoraco lumbal. Kelompok otot ini terbagi atas bebarapa otot yaitu m. longgisimus, m. illiocostalis, m. spinalis. Kelompok otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan sebagai stabilisator saat tubuh dalam posisi tegak (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.8 M. Erector Spine (Ceiliet, 2003). b. Abdominal
M. Abdominalis merupakan kelompok otot eksentrik yang membentuk dan memperkuat dinding abdomen. Macam – macam otot abdomen yaitu m. rectus Abdominalis, m. obliqus external, m. obliqus internal dan m. transversalis. Otot tersebut merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam menetralkan kurva lumbal. Sedangkan m.
obliqus internal dan eksternal berfungsi sebagai rotasi trunk (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.9 M. Abdomenalis (Putz, 2010). 4. Facet
Facet dibentuk oleh processus articularis superior bawah dengan processus articularis inferior dari vertebrae bagian atas. Facet mempunyai cavitas articular yang terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang sering tejadi di sendi facet ini adalah gliding yang cukup kecil. Besarnya gerakan ditentukan oleh arah permukaan facet articular. Pada regio lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularis teletak lebih dekat kedalam bidang sagital.
5. Foramen intervetebralis
Foramen ini terletak disebelah dorsal collumna vetebralis antara vertebrae atas dan bawah. Pada bagian superior dibatasi oleh pedikulus vertebrae bawahnya, pada bagian anterior oleh sisi dorso lateral discus serta bagian corpus, pada bagian dorsal oleh processus articularis dan facet serta tepi ligament flavum. Pada foramen ini terdapat jaringan yang meliputi: radiks, saraf sinuvertebrae, pembuluh darah dan jaringan penyangga lainnya
seperti lemak dan serabut collagen untuk melindungi isi foramen (Sugijanto, 2009).
6. Fungsi Otot Dasar Panggul
Menurut (Sugijanto, 2009) otot dasar panggul mempunyai banyak fungsi yaitu:
a. Mempertahankan tekanan intra abdominal saat otot levator ani,vagina terangkat keatas dan otot tersebut juga membantu menahan gaya yang timbul setiap terjadi peningkatan intra abdominal pada saluran kemih misalnya saat tertawa, batuk, bersin dan melompat.
b. Menyangga organ yang ada di pelvic beserta isi abdomen terutama ketika berdiri tegak, levator ani berperan penting dalam menyokong kandung kemih, rahim dan tiga lumen yaitu uretra, vagina dan rectum. Otot ini harus berkontraksi secara cepat pada suatu waktu untuk mempertahankan tonus saat beristirahat lama.
c. Menyangga beban pada tubuh bagian atas dalam posisi yang benar akan disalurkan pada tulang punggung jika tekanan dalam perut kosong. d. Stabilisasi pelvic untuk membantu menstabilkan sendi sacroiliaca dan
sendi sacrokoksigeus.
e. Fungsi seksual, otot – otot perineal superficial yang di sekitar kaki dan badan klitoris mempengaruhi peredaran darah dari organ tersebut menghambat kembalinya darah dan kemungkinan untuk merespon seksual.
D. Nyeri Punggung Bawah 1. Definisi
Nyeri punggung bawah merupakan nyeri yang dirasakan di punggung bagian bawah, nyeri berupa nyeri lokal, nyeri radikuler, ataupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal sacral, nyeri dapat menjalar hingga kearah tungkai dan kaki. Nyeri Punggung bawah juga dapat diartikan sebagai nyeri akut pada ruas – ruas vertebrae lumbal dan sacral (L5-S1). Nyeri tersebut dirasakan akut hinga kronik (Defriyan, 2011).
2. Prevalensi
Di negara maju seperti Amerika Serikat dalam satu tahun berkisaran antara 15-20%, sedangkan kunjungan pasien ke dokter adalah 14,3% (Meliawan, 2009) dalam satu tahun terdapat lebih dari 500.000 kasus Nyeri Punggung Bawah dan dalam 5 tahun angka insiden naik sebanyak 59%. Pevalensi pertahunmencapai 15-45% dengan titik prevalensi 30%.Sebanyak 80-90% (Eheeler, 2013).
Di Swedia, nyeri punggung bawah adalah penyebab yang sering terjadi dan kronis pada usia kurang dari 65 tahun keatas. Nyeri Punggung Bawah masalah sosial ekonomi utama di Inggris karena 13% alasan seorang tidak masuk kerja disebabkan karena adanya nyeri punggung bawah. Insiden
setiap tahun pada orang dewasa mencapai 45% paling banyak menyerang usia 35-55 tahun (Amroiso, 2006).
Sementara Di Indonesia berdasarkan data dari hasil studi Departemen Kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 20% penyakit yang diderita pekerja sehubungan dengan pekerjaan menyebabkan nyeri punggung bawah dijumpai dikalangan masyarakat dan diperkirakan mengenai 65% dari seluruh populasi (Rahim, 2012).
3. Mekanisme Nyeri Punggung Bawah
Nyeri punggung bawah sering terjadi karena postur yang buruk atau kesalahan biomekanik, oleh karena itu nyeri punggung bawah biasanya terjadi pada individu yang melakukan posisi kerja terlalu lama. Seperti mengangkat benda berat dalam waktu yang lama, berdiri, duduk, terbaring bahkan tidur yang kurang bagus. Posisi postur yang lama menyebabkan overstreech pada ligament dan jaringan lunak yang mempertahankan vertebrae, sehingga dapat menghasilkan nyeri (Mckenzie, 2010).
Annulus fibrosus pada bagian dorsal atau ligament longitudinalposterior mengalami kerusakan. Penyebab terlepasnya zat iritasi seperti bradikini, prostaglandin, histamine sehingga merangsang adelta dan tipe C (bermyelin tipis). Implus tersebut akan dibawa masuk ke dalam medulla spinalis yang kemudian dibawa ke Sistem Saraf Pusat (SSP). (Sudaryanto, 2004).
Adanya nyeri hebat menyebabkan reflex pada otot – otot erectorspine sehingga mengalami peningkatan tonus yang terlokalisir menjadi spasme. Jika spasme otot berlangsung lama maka otot akan timbul tightness yang memperparah nyeri karena terjadi ischemic menyebabkan abnormal pada vetebrae sehingga menimbulkan kompresi yang besar pada discus intervetebralis yang mengalami cidera (Sudaryanto, 2004).
Secara biomekanik, penggunaan penggunaan alas kaki dengan high heels diatas 5 cm mengakibatkan kaki melorot ke depan sehingga mengakibatkan tekanan pada metatarsal kaki. Penggunaan high heels juga secara langsung juga merubah postur tubuh pengguna menjadi berubah beban tubuh nyaris sama pada bagian depan kaki. Sepatu high heels memang mempengaruhi pola postur tubuh seseorang utamanya tungkai bawah dan tulang belakang (Amanati, 2018).
4. Tanda Gejala Nyeri Punggung Bawah
a. Nyeri sepanjang tulang belakang, dari cervical hingga sacral.
b. Nyeri tajam pada punggung bawah terutama setelah mengangkat beban yang berat.
c. Nyeri kronis yang terus menerus pada bagian punggung bawah. d. Lordosis yang menonjol.
e. Nyeri dirasakan pada saat tertentu seperti saat duduk, atau berjalan, namun membaik saat berbaring.
f. Nyeri menjalar hingga ujung kaki.
5. Faktor Resiko a. Faktor Individu
1. Usia
Semakin meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang, dan hal – hal tersebut mulai terjadi pada saat seseorang berusia 30 tahun dengan berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan. Sehingga menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (Pratiwi, 2009).
2. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Seseorang yang mengalami berat badan berlebih atau overweight lebih berisiko menderita nyeri punggung bawah dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Semakin berat badan bertambah makan semakin besar tulang belakang menerima tekanan dan beban terlalu besar sehingga dapat menyebabkan terjadi kerusakan pada struktur tulang belakang.Salah satu tulang belakang yang berisiko akibat dari obesitas adalah vertebrae lumbal (Amanati, 2018).
3. Jenis Kelamin
Secara fisiologis kemampuan otot perempuan lebih rendah dibandingkan lai-laki. Pada perempuan keluhan ini banyak dijumpai saat menstruasi, proses menoupouse yang mempengaruhi kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon esterogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Sedangkan pada laki – laki sering dijumpai akibat faktor pekerjaan yang mengangkat beban terlalu berat dan terlalu lama bekerja (Pratiwi, 2010).
4. Merokok
Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang adalah karena nikotin pada rokok menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Kantana, 2010). 5. Masa Kerja
Semakin lama masa bekerja maka semakin lama pula seseorang terkena faktor resiko untuk mengalami nyeri punggung bawah (NPB) dikarenakan nyeri punggung merupakan suatu penyakit kronis yang di alami anak muda maupun orang dewasa dalam waktu yang lama untuk berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis. b. Faktor Pekerjaan
1. Beban Kerja
Beban kerja merupakan kegiatan yang harus di selesaikan oleh individu maupun kelompok, selam waktu yang sudah di tentukan dan dalam keadaan normal. Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan
iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainnya (Harrianto, 2007).
2. Durasi Kerja
Durasi terdiri dari durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Selama berkontraksi otot memerlukan oksigen, jika gerakan berulang ulang dari otot menjadi terlalu cepat sehingga oksigen belum mencapai ke jaringan maka akan terjadi kelelahan otot atau fatique. 3. Posisi Kerja
Posisi yang janggal dapat menyebabkan transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien. Sehingga mudah menimbulkan kelelahan, spasme dan meningkatkan energi yang dibutuhkan. Termasuk posisi yang janggal merupakan pengulangan waktu yang berkali- kali dalam posisi berputar, menggapai, memiringkan badan, duduk membungkuk, berjongkok. (Andini, 2015)
4. Repetitive
Merupakan pengulangan gerakan yang dilakukan seseorang dengan pola dan frekuensi yang sama. Frekuensi gerakan yang sering berulang ulang akan menyebabkan otot fatique serta ketegangan otot, dan tendon. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban terus menerus tanpa mendapatkan relaksasi (Andini, 2015).
6. Klasifikasi Nyeri Punggng Bawah (NPB)
Menurut Internasional Associal for the Study of Pain membagi NPB menjadi 3 bagian:
a. NPB akut, nyeri yang dirasakan kurang dari 2 bulan. b. NPB kronis, nyeri yag diraskan lebih dari 3 bulan.
c. NPB subakut, nyei yang dirasakan 6 sampai dengan 12 minggu.
Berdasarkan penelitian Amalia (2007), klasifikais NBP dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kriteria yaitu:
a. Nyeri Punggung Bawah berdasarkan jenis nyeri 1. Nyeri punggung lokal
Nyeri Punggung lokal merupakan jenis nyeri yang biasanya terletak digaris tengah dengan radiasi ke kenan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian dibawahnya seperti fasa, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendian ligament. Nyeri biasanya menetap atau hilang timbul, pada saat berubah posisi nyeri dapat berkurang ataupun bertambah dan punggung nyeri apabila dipegang (Maizura, 2015).
2. Iritasi pada radiks
Disebabkan karena ruang yang ada didalam foramen vetebralis mengalami desakan antar ruang dan menyebabkan
kerusakan sehingga menimbulkan iritasi pada radiks dan terjadilah nyeri.
Gambar 2.10 Iritasi pada radiks (Putz, 2010). 3. Nyeri Rujukan Somatik
Disebabkan karena iritasi pada serabut-serabut sensoris dipermukaan yang dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Dan juga sebaliknya, iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan dibagian-bagian lebih superficial.
4. Nyeri Rujukan Viserosomatis
Nyeri rujukan viserosomatis merupakan nyeri yang disebabkan karena adanya gangguan pada alat-alat retroperitoneum, intra abdomen atau dalam ruangan panggul yang dapat dirasakan daerah pinggang.
5. Nyeri Karena Iskemik
Nyeri karena iskemik merupakan nyeri yang disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta maupun percabangan arteri iliaca. Rasa nyeri dirasakan seperti rasa
nyeri pada klaudikasio intermittens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus menjalar ke paha.
6. Nyeri Psikogen
Merupakan nyeriyang memiliki rasa nyeri yang sakitnya sangat berlebihan dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom sehingga menimbulkan reaksi wajah yang sering berlebihan.
b. Nyeri Punggung Bawah Berdasarkan Faktor Penyebab
Faktor penyebabnya ada 4 macam jenis nyeri diantaranya yaitu:
1. Nyeri punggung bawah spondilogenik, merupakan jenis nyeri yang disebabkan kaena adanya kelainan vertebrae, sendi dan jaringan lunak. Contoh; spondilosis, osteoma, dan nyeri punggung miofacial.
2. Nyeri punggung bawah viseronik, merupakan sensasi nyeri yang disebabkan karena adanya kelinan pada organ dalam, contohnya kelainan ginjal, dan tumor retropritoneal.
3. Nyeri punggung bawah Vaskulogenik, merupakan suatu sensasi nyeri karena disebabkan kelainan pembuluh darah seperti aneurisma dan gangguan peredaran darah.
4. Nyeri Punggung bawah psikogenik, merupakan gangguan nyeri yang timbul akibat gangguan psikis seperti neurosis, ansietas dan depresi (Fauzan, 2013).
E. Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ergon dan nomos yang mempunyai arti kerja, hukum. Sehingga dalam bahasa Indonesia ergonomi adalah hukum kerja (Notoatmojo, 2010). Dengan demikian, ergonomic adalah suatu sistem yang berorientasi pada disiplin ilmu yang diterapkan pada apsek pekerjaan atau kegiatan manusia.
Ergonomi merupakan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun beristirahat dengan segala kemampuan, dibebaskan dan keterbatasan manusia baik secara kualitas hidup manusia (Tawaka, 2004).
Tujuan umum dari penerapan ergonomic yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja yang menyebabkan menurunnya kualitas bekerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan meningkatkan jaminan sosial selama kurun waktu usia produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek tehnis, antropologi, ekonomi dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup yang tinggi.
F. Metode Penilaian
1. Numeric Rating Scale (NRS)
Numeric Rating Scale (NRS) adalah alat ukur skala nyeri yang dianggap sederhana dan mudah dimengerti untuk menilai nyeri akut.Namun kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kita untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti. Numeric Rating Scale (NRS) yang berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, 0 menunjukkan tidak nyeri, 1-3 menujukan nyeri ringan, 4-6 menunjukan nyeri sedang, 7-9 menunjukkan nyeri berat dan 10 menunjukan nyeri sangat berat. Pengukuran nyeri dilakukan dengan menganjurkan pasien untuk memberikan tanda pada angka yang ada pada garis lurus yang telah disediakan dan memberikan tanda titik dimana skala nyeri pasien dirasakan (Hawker, 2011).
2. Prosedur Aplikasi
Menggunakan lembar kerja berupa garis horizontal sepanjang 10 cm. Pengukuran nyeri dilakukan dengan menganjurkan pasien untuk memberikan tanda pada angka yang ada pada garis lurus yang telah disediakan dan memberikan tanda titik dimana skala nyeri pasien dirasakan.