BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pemahaman siswa tentang ilmu kimia harus memiliki keterkaitan antar konsep kimia. Jika satu konsep tidak dapat dipahami dengan benar, maka akan menghambat pemahaman konsep berikutnya. Untuk memahami konsep dengan benar maka siswa perlu mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, kritis dan analitis. Keterampilan ini merupakan kemampuan untuk beragumen. Kemampuan berfikir tersebut hanya dapat diperoleh siswa dari sebuah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kemampuan argumentasi (Wiwit, 2017).
Kemampuan argumentasi memainkan peran utama dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis serta pemahaman terhadap permasalahan dan gagasan. Kemampuan argumentasi merupakan salah satu kemampuan berpikir yang paling kompleks dalam proses pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan argumentasi adalah untuk melatihkan siswa dalam berpikir kritis dan berkomunikasi (Ninda, 2018).
Kemampuan argumentasi dapat dilatihkan dengan menggunakan Pola Argumentasi Toulmin (PAT). Komponen utama dalam PAT adalah claim, evidence, warrant, backing, qualifier, dan rebuttal. Menurut McNeill & Krajcik
(2011) dengan kemampuan siswa, yaitu: Claim merupakan kemampuan siswa dalam memberikan pendapat berdasarkan informasi yang diperoleh atau argumentasi siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Evidence merupakan kemampuan siswa untuk menginformasikan apa saja yang mereka
data, kemampuan memberikan pembenaran dimana siswa dapat menghubungkan data dan klaim dengan menuliskan contoh, menuliskan apa saja yang diketahui dalam soal matematis, menuliskan persamaan. Backing merupakan kemampuan siswa dalam memberikan dukungan dimana siswa dapat menjawab semua pertanyaan. Qualifier merupakan kemampuan siswa dalam memberikan jawaban yang akurat sesuai dengan teori. Rebuttal merupakan kemampuan siswa dalam membuat sanggahan terhadap permasalahan dimana siswa harus menolak sebuah pernyataan yang di anggap mereka salah (Robertshaw dan Campbell, 2013), Argumentasi dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat keputusan dan ilmu pengetahuan ilmiah (Dawson, 2017).
Ade (2016) berpendapat bahwa kemampuan argumentasi memainkan peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menambah pemahaman yang mendalam terhadap suatu gagasan maupun ide. Komponen argumentasi dari Toulmin dapat dilihat di gambar 1.1.
Gambar 1.1 Komponen Argumentasi dari Toulmin
QUALIFIER
CLAIM DATA
WARRANT
REBUTTAL BACKING
Komponen argumentasi yang hanya digunakan adalah claim, evidence, dan warrant. Konsep dasar Pola Argumentasi Toulmin digunakan agar siswa mengerti dan memahami 3 hal yaitu : 1. dapat menyebutkan pernyataan permasalahan, 2. dapat memberikan bukti / fakta yang membenarkan pernyataan tersebut, 3. dapat memberikan alasan yang logis untuk menghubungkan pernyataan dengan bukti yang ada. Komponen argumentasi dapat dilihat di gambar 1.2.
Gambar 1.2 Komponen Argumentasi
Kemampuan argumentasi sangat penting untuk dilatihkan di dalam pembelajaran kimia agar siswa memiliki nalar yang logis, pandangan yang jelas dan penjelasan yang rasional dari hal-hal yang dipelajari. Selain itu kemampuan argumentasi memberikan penjelasan terhadap fenomena kimia yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari seperti yang ada pada materi asam basa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia di SMAN 10 Kota Jambi di dapatkan hasil belajar pada materi asam basa nilai siswa masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 72. Dengan persentase ketercapaian siswa
yaitu 65 %. Sedangkan hasil wawancara di SMAN 2 Kota Jambi di dapatkan juga nilai siswa masih berada di bawah KKM, dengan persentase ketercapaian siswa yaitu 68 %. Guru kedua sekolah tersebut masih menggunakan metode ceramah sehingga kemampuan siswa masih tergolong rendah dalam berargumentasi khususnya pada materi asam basa.
Pembelajaran asam basa di sekolah kurang menarik karena materinya sulit dipahami. Guru dalam penyampaian materi terlalu monoton dan bersifat hapalan sehingga siswa kurang berminat dalam belajar dan mengakibatkan nilai ujian rendah. Rendahnya nilai siswa disebabkan oleh komunikasi yang kurang aktif antara siswa dan guru karena model pembelajaran yang digunakan masih bersifat metode ceramah. Menurut Sanjaya (2009) metode ceramah adalah metode dengan cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Teori Belajar yang melandasi metode ceramah adalah teori belajar behavioristik. Menurut teori belajar behavioristik belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Kelemahan dari metode ceramah yaitu pembelajaran menjadi membosankan, siswa menjadi pasif dan kepadatan konsep yang diberikan mengakibatkan siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Taufik (2013), mengatakan bahwa metode ceramah dalam proses pembelajaran guru terlibat aktif sedangkan siswa hanya menerima pembelajaran secara pasif dalam hal beragumentasi di dapatkan hasil belajar bahwa nilai siswa masih tergolong rendah. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan argumentasi siswa.
Model pembelajaran yang dapat melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan berargumentasi adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan argumentasi, seperti model-model pembelajaran cooperatif learning (Matuk, 2015). Sebagai contoh pada penelitian Andriani, Effendi-
Hasibuan & Yusnelti (2018) dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dan Think Pair Share (TPS) untuk mengembangkan
kemampuan berargumentasi siswa. Model TSTS dan TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif ini memiliki tujuan untuk mengajak siswa bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputri, Effendi-Hasibuan & Yusnelti (2018) dengan menggunakan model Guided Discovery Learning dan Direct Intruction untuk membandingkan kemampuan
argumentasi siswa di dapatkan hasil bahwa kedua model dapat meningkatkan kemampuan argumentasi siswa.
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Suryanto (2017) dengan mengembangkan perangkat pembelajaran kimia menggunakan model Argument Driven Inquiry (ADI), menunjukkan bahwa implementasi pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Argument Driven Inquiry (ADI) efektif untuk meningkatkan kemampuan argumentasi dan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata lain, inquiry adalah proses untuk
memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah dengan bertanya dan mencari tahu (Khoirul, 2015).
Model pembelajaran inquiry termasuk dalam salah satu pendekatan saintifik dalam proses pembelajarannya. Model ini banyak keuntungan dalam menerapkannya namun juga memiliki kelemahan dan kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Hal ini meliputi (1) kurangnya waktu, (2) banyaknya siswa, (3) kurangnya peralatan dan fasilitas, (4) kurangnya pengetahuan, keterampilan dan pengalaman (Effendi-hasibuan, et.al, 2019a) dan (5) Keyakinan guru terhadap pentingnya inquiry (Effendi-hasibuan, Ngatijo, Urip ,2019b). Kesulitannya seperti keterbatasan waktu untuk melakukan percobaan di kelas, hal ini disebabkan materi awal yang diajarkan guru sebelum memulai percobaan menyita cukup banyak waktu, siswa tidak memiliki keberanian dalam beragumentasi karena siswa tidak memiliki kesiapan awal sebelum pembelajaran dikelas dan belum memiliki konsep dasar dari materi yang akan diajarkan guru sehingga siswa akan kesulitan membuat pertanyaan dalam beragumentasi, materi yang akan diajarkan tidak dapat sepenuhnya diajarkan karena keterbatasan waktu untuk siswa belajar sehingga materi yang seharusnya diajarkan guru pada jam itu tidak dapat terlaksana, siswa hanya terpaku pada materi dan buku yang diajarkan guru. Kelemahan dari model pembelajaran ini dapat di minimalisir agar meningkat kemampuan argumentasi sebagai tujuan pembelajaran lebih efektif dan dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam beragumentasi saat proses pembelajaran dengan mendesain prosedur model pembelajaran inquiry yang digabungkan dengan blended learning.
Model blended learning adalah model pembelajaran yang terjadi di kelas dan di luar kelas. Keuntungan dari penggunaan blended learning adalah kombinasi pengajaran langsung (face to face) dan pengajaran online (Wasis, 2018). Manfaat dari blended learning menurut Sihkabuden (2011) bahwa blended learning dianggap mampu mengaktifkan atau memancing siswa sesuai dengan
kompetensi yang dicapai, karakteristik materi, karakteristik siswa serta sarana dan prasarana baik web maupun tatap muka agar dapat berinteraksi secara maksimal.
Selain itu, Primasari (2011) menyatakan bahwa dengan blended learning guru dapat meng-upload bahan ajar di internet dan dapat diakses oleh siswa dimana dan kapan saja.
Dalam penerapannya, penggabungan model pembelajaran dapat dilakukan, hal ini sejalan dengan penelitian Agustiningsih (2019) dengan mengembangkan prosedur model pembelajaran argumentasi menggunakan model flipped- classroom (online learning) terintegrasi Toulmin Argumentation Pattern (TAP)
dengan model debat aktif. Dalam penelitian tersebut menunjukkan hasil layak untuk dilakukan uji coba dan mendapatkan respons positif dari guru dan siswa dengan kesimpulan bahwa prosedur model pembelajaran argumentasi berbasis flipped-classroom (online learning) terintegrasi Toulmin Argumentation Pattern
(TAP) baik digunakan sebagai model pembelajaran. Selanjutnya Yultari (2019) berpendapat bahwa penelitian pengembangan sintak model pembelajaran inquiry yang dipadukan dengan model pembelajaran flipped classroom (online learning) menghasilkan inovasi model pembelajaran yang baru untuk meningkatkan kemampuan argumentasi siswa.
Oleh karena itu untuk mengatasi kelemahan yang ada pada model pembelajaran inkuiri terbimbing yang menyita banyak waktu, kurangnya sarana dan prasarana, jumlah siswa di dalam kelas terlalu banyak dan guru kurang dalam menguasai materi, maka blended learning dapat digabungkan dengan inquiry.
Materi yang akan digunakan adalah asam basa. Asam basa merupakan salah satu materi kimia kelas XI SMA yang mempelajari tentang pengertian asam basa, teori asam basa, indikator asam basa, derajat keasaman ( pH ), titrasi asam basa dan larutan penyangga. Karakteristik asam basa mengarah kepada penanaman konsep, perhitungan kimia dan pemberian pengalaman kepada peserta didik secara langsung mengenai identifikasi asam basa. Model argumentatif inquiry blended learning ini dapat dikembangkan dengan menggunakan model pengembangan Lee
& Jang (2014) tipe 4 yaitu F1-O2-S5-A3 dengan desain pembelajaran koseptual karena adanya pendapat praktisi professional (Rusdi, 2018).
Berdasarkan teori dan fakta yang telah di jelaskan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Prosedur Model Pembelajaran Argumentatif Inquiry Blended Learning pada Materi Asam Basa”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tahapan pengembangan prosedur model pembelajaran argumentatif inquiry blended learning pada materi asam basa ?
2. Bagaimana kelayakan prosedur model pembelajaran argumentatif inquiry blended learning pada materi asam basa ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tahapan pengembangan prosedur model pembelajaran argumentatif inquiry blended learning pada materi asam basa.
2. Untuk mengetahui kelayakan prosedur model pembelajaran argumentatif inquiry blended learning pada materi asam basa.
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu dapat dilihat sebagai berikut :
1. Aspek kemampuan argumentasi siswa yang diamati dalam penelitian ini yaitu mampu melakukan tiga aspek meliputi claim, evidence dan warrant.
2. Kegiatan blended learning menggunakan aplikasi online whatshapp
3. Uji kelayakan melalui instrumen penilaian ahli (dosen) dan praktisi professional (guru).
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Guru
Diharapkan dapat menjadi sumber belajar model pembelajaran kimia yang berorientasi pada model inquiry dengan blended learning untuk membantu siswa memahami materi asam basa sehingga kemampuan argumentasi siswa akan menjadi lebih baik.
2. Bagi Siswa
Diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa dan mendorong siswa untuk belajar lebih aktif sehingga siswa diharapkan dapat mengemukakan pendapat, ide, gagasannya.
3. Bagi Sekolah
Diharapkan dapat membantu penciptaan paduan pembelajaran bagi mata pelajaran yang lain dan memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan khususnya materi kimia.
4. Bagi Peneliti
Diharapkan sebagai bahan kajian serta untuk menambah wawasan baru tentang model pembelajaran.
1.6 Spesifik Produk
Spesifik produk hasil pengembangan prosedur model argumentatif inquiry blended learning adalah pengembangan prosedur model
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan model pembelajaran blended learning untuk meningkatkan kemampuan argumentasi materi asam basa.
1.7 Definisi Operasional
1. Model inquiry adalah proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah dengan bertanya dan mencari tahu.
2. Model blended learning adalah model pembelajaran yang tidak hanya terjadi di kelas namun dapat dilakukan di luar kelas.
3. Kemampuan argumentasi adalah kemampuan berpikir yang paling kompleks dalam proses pembelajaran dengan adanya claim, evidence, warrant.