• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit kulit

2.1.1 Definisi Penyakit Kulit

Kulit adalah organ multifungsi terbesar dalam tubuh. Kulit berfungsi sebagai pelindung radiasi UV, mencegah mikroorganisme invasi dan penetrasi kimia dan mengendalikan aliran air dan elektrolit. Kulit memiliki peran utama dalam termogulasi tubuh, selain imunologi, sensorik dan fungsi otonom (Firooz, et al., 2012). Kulit merupakan bagian tubuh terbesar mewakili 10-15 % dari berat badan , dengan luas permukaan rata-rata sekitar 4 meter. Kulit terdiri dari kompartemen yang berbeda: epidermis, dermis dengan struktur adneksa, dan lemak subkutan (Alexopoulus & Chrousos, 2016).

Penyakit kulit adalah suatu penyakit yang menyerang kulit permukaan tubuh seperti kulit, kuku dan rambut, yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab.

Beberapa penyebab penyakit kulit yaitu kebersihan diri yang tidak baik, bahan kimia, sinar matahari, virus, jamur, bakteri, alergi, kutu kulit atau kutu kudis (sarcoptes scabiei) (Djuanda et al, 2013).

2.1.2 Status Dematologis

Dermatologi gambaran klinis penyakit harus mengetahui morfologi (wujud kelainan kulit yang terjadi) atau efloresensi dimana setiap penyakit kulit memiliki gejala tertentu. Efloresensi terdiri dari primer dan sekunder. Efloresensi primer

(2)

timbul pada awal penyakit dan menjadi morfologi yang terutama ada, sedangkan efloresensi sekunder timbul pada perjalanan penyakit, biasanya muncul akibat dari efloresensi primer. Gejala yang mungkin muncul pada penyakit kulit dengan melihat status dermatolgis adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Status Dermatologis

No Nama Gejala Karakteristik gejala Gambar 1. Eritema kemerahan pada kulit

2. Makula

hiperpigmentasi

lesi kulit yang datar yang warnanya kadang kecoklatan

3. Makula

hipopigmentasi

lesi kulit yang datar yang warnanya kadang keputihan

(3)

4. Papula lesi kulit yang menonjol (elevasi) dengan ukuran lebih dari 0,5 cm

5. Vesikula lepuh berisi cairan jernih dengan diameter lebih dari 0,5 cm

6. Pustula tonjolan kulit yang berisi cairan purulen (cairan yang keruh)

7. Urtika tonjolan kulit akibat edema pada dermis

(4)

8. Krusta cairan debris (serum, pus, darah) mengering pada permukaan kulit yan berasal dari vesikel, bula, pustula yang pecah.

9. Skuama penebalan stratum

korneum, yang

umumnya terlihat kering dan berwarna putih

(Abdullah, 2009)

2.1.3 Faktor penyebab penyakit kulit

Faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya penyakit kulit pada individu antara lain :

1. Pola hidup, individu yang memiliki pola hidup yang kurang baik dapat mempengaruhi terjadinya penyakit kulit misalnya tidak mencuci tangan saat selesai melakukan kegiatan atau sebelum makan, pakaian yang kurang bersih di karenakan pasien mencuci pakaian sekadarnya atau bahkan tidak berganti pakaian selama berhari-hari.

2. Nutrisi, kulit merupakan salah satu bagian dari tubuh yang memerlukan nutrisi untuk mempertahankan kesehatan kulit. Jika tidak adekuatnya nutrisi pada kulit maka akan menyebabkan kulit jadi kering dan kasar.

(5)

3. Infeksi, dapat terjadi karena pola hidup individu kurang baik yang menyebabkan jamur, virus, atau bakteri menyerang tubuh individu terutama kulit karena lapisan tubuh terluar sehingga dapat merusak kulit dengan gejala yang ditimbulkan.

4. Daya tahan tubuh ( imunitas), menurunnya imunitas tubuh individu maka akan mudah terserang penyakit. Misalnya penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus yang menyerang bagian tubuh individu yang menimbulkan gejala gatal-gatal, iritasi pada kulit, kulit terasa panas dan lain-lain. Selain itu dapat menyebabkan alergi yang merupakan respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Individu yang memiliki alergi, sistem kekebalan tubuhnya akan bereaksi terhadap suatu zat, sehingga menyebabkan terjadinyan peradangan pada kulit atau dermatitis (Tarwoto & Wartonah, 2015).

2.1.4 Jenis- Jenis Penyakit Kulit 1. Skabies

Source : https://www.verywellhealth.com/scabies-symptoms-4020300

Gambar 2.1. Skabies

Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dengan parasit Sarcoptes scabiei var, hominis. Infestasi terjadi karena kontak fisik kulit ke kulit, melalui kontak kulit dengan formites ( pakaian dan handuk) dan personal higiene

(6)

yang buruk. Parasit ini hidup di kulit manusia, terutama bagian epidermis manusia dimana parasit betina bertelur yang menetas dan berkembang dewasa dalam 2 minggu. Manifestasi klinis skabies adalah gatal terutama pada malam hari, kulit terasa panas, peradangan di papula, dan lesi pada kulit (Salavastru et al, 2017)

2. Kandidiasis

(Source:https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-kandidiasis/13712)

Gambar 2.2 Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh spesies candida biasanya Candida albicans. Didalam mulut kandidiasis dapat terlihat sebagai lesi putih yaitu trush, candidal leukoplakia dan chronic mucocutaneous candidiasis, rhomboid glossitis, kandidiasis eritomasa biasanya tidak terasa sakit kecuali stomatitis antibiotika dan angular cheilitis.

Spesies candida albicans dapat mengenai kulit, mulut, vagina, kuku, dll. Faktor predisposisi yang memicu kandidiasis adalah terganggunya ekologi mulut atau perubahan mikrobiologi mulut. Selain itu karena faktor eksogen antara lain iklim panas dan kelembaban yang menyebabkan kelebihan keringat, kebersihan kulit yang kurang dijaga (Hardjono & Subagyo, 2011)

(7)

3. Herpes Zoster

Source : (Abdullah, 2009)

Gambar 2.3 Herpes zoster

Herpes zoster adalah penyakit virus yang lazim dan melemahkan yang sering menyebabkan komplikasi yang parah. Herpes zoster terjadi akibat penyebaran virus varicella zoster yang menyerang saraf ganglia. Gejala dari herpes zoster antara lain nyeri neuropatik yang disertai ruam vesikuler . Herpes zoster adalah infeksi penyakit kulit akut yang sifatnya localized, menyerang kulit dan mukosa, dengan ciri khas nyeri radikuler, unilateral dan gerombolan vesikelnya tersebar sesuai dermatom, yang di inervasi oleh satu ganglion saraf sensoris. Populasi terbesar yang rentan mengalami herpes zoster yaitu 50 tahun keatas (Chen et al, 2017).

(8)

4. Insect Bites

Source : (Przybilla & Rueff, 2012)

Gambar 2.4 Insect Bites

Insect bites merupakan akibat yang ditimbulkan dari gigitan/sengatan serangga yang mengakibatkan hipersensitivitas atau alergi yang mencakup berbagai reaksi imunologi. Reaksi yang ditimbulkan adalah munculnya pruritus, kemerahan, rasa sakit atau nyeri dan bengkak di area gigitan atau sengatan atau sekitar area yang terkena. Seseorang yang terkena alergi terhadap racun menyengat memiliki reaksi yang serius yaitu anafilaksis (Kausar, 2018).

Kelompok serangga dari filum Atrhropoda, yang ditandai dengan exoskeleton, tubuh menunjukkan segmentasi dan simentri bilateral dan pelengkap bersendi. Jenis serangga yang paling terkenal diseluruh dunia mencakup sejumlah spesies yaitu belalang sembah, lalat, nyamuk, kutu, lebah, tawon, semut,ngengat, dan kumbang.

(Kausar, 2018). Faktor yang mempengaruhi timbulnya insect bites penyakit adalah

(9)

lingkungan yang banyak serangga, seperti di perkebunan, sawah dan sebagainya (Abdullah, 2009).

Gejala- gejala reaksi alergi sistemik yang berat untuk sengatan serangga meliputi : tampak kelemahan (yang disebakan oleh penurunan tekanan darah), pusing, denyut nadi cepat, pembengkakan saluran pernapasan, sehingga terasa sesak atau sulit bernapas, gatal dan bengkak, kram perut dan tampak kesakitan setelah gigitan (Kausar, 2018)

2.1.5 Penatalaksaan Terhadap Penyakit Kulit a. Penatalaksanaan skabies

Penatalaksaan pengobatan penyakit skabies juga harus memerhatikan bagaimana lingkungan sekitar individu penatalaksananya ada secara non farmakologi dan farmakologi.

Non farmakologi :

1) Menjaga higiene individu dan lingkungan

2) Semua pakaian dan alas tidur dicuci dengan air panas suhu mencapai 60 derajat serta di jemur dibawah terik matahari.

3) Dilakukan penyedotann debu pada benda-benda rumah untuk menyedot tungau- tungau yang menempel.

4) Anggota keluarga yang kontak dengan penderita juga ikut diperiksa dan bila menderita skabies juga ikut melakukan pengobatan agar tidak terjadi penularan kembali.

5) Edukasi kepada penderita dan seluruh anggota keluarga yang ada di lingkungan tersebut untuk menjaga higiene dan lingkungan serta edukasi pemakaian obat secara benar kepada penderita (PERDOSKI, 2017).

(10)

Farmakologi :

1) Krim permetrin 5% di oleskan pada kulit (Kepala sampai kaki) dan dibiarkan selama 8-12 jam. Perawatan harus diulang setelah 7-14 hari.

2) Oral ivermectin (diambil dengan makanan) 200 mikrogram / kg sebagai dua dosis 1 minggu.

3) Sulfur 6-33% sebagai krim, salep atau lotion adalah antiscabetic yang sering di gunakan. Sulfur di gunakan

4) Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh.

5) Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal (Salavastru et al, 2017).

b. Penatalaksanaan herpes zooster

Herpes zoster secara khusus pengobatannya dapat diberikan pengobatan : 1) Acyclovir (melalui oral) dosis dewasa 800 mg sehari 5 kali selama 7 hari.

Acyclovir (melalui intravena) dosis 10 mg/kg berat badan sehari 3 kali selama 7 hari.

2) Brivudine (melalui oral) 125 mg 1 kali sehari selama 7 hari.

3) Valasiklovir (melalui oral) 1000 mg 3 kali sehari selama 7 hari.

4) Famsiklovir (melalui oral) 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari.

5) Neuralgi pasca herpetica sehingga diobati dengan aspirin 500 mg sehari 3 kali.

6) Herpes zoster optalmikus perlu konsul ke poli mata atau dapat diberikan acyclovir salep mata 5 kali setiap 4 jam dan juga ofloxacin/ciprofloxacin obat tetes mata, hari pertama dan kedua 1 tetes/2-4 jam, hari ketiga sampai hari ketujuh 1 tetes sehari 4 kali (Wollina & Machetanz, 2016).

(11)

c. Penatalaksanaan kandidiasis

Penatalaksanaan kandidiasis adalah anamnesis yang baik dan benar, pemeriksaan dan pemberiaan anti jamur yang tepat berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pengobatan kandidiasis diberikan secara topikal maupun sistemik.

Suspensi topikal adalah nystatin dan clotrimazole. secara sistemik kentoconazale tablet 200mg dan fluconazole tablet 100mg.

Edukasi yang diberikan pada penderita kandidiasis antara lain adalah menjaga higiene tubuh, menjaga agar kulit area infeksi tidak lembab, menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak ketat, hindari penggunaaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain dan menggunakan sandal atau sepatu yang lebar serta keringkan jari kaki setelah mandi (PERDOSKI, 2017).

d. Penatalaksaan Insect Bites

Penatalaksanaan pada insect bites dapat dilakukan pemberian terapi disesuaikan dengan berat ringannya keadaan penderita. Terapi topikal dapat diberikan jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat 3% atau kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1-2%. Jika reaksi berat menimbulkan gejala sistemik, lakukan pemasangan torniket proksimal dari temapt gigitan dan diberi obat sitemik.

Antibiotik dapat diberikan bila ada infeksi sekunder. Terapi sitemik dapat diberikan injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10mg atau difenhidramin 50 mg, adrenalin 1% 0,3-0,5 ml subkutan. Kortikosteroid sistemik diberikan pada penderita yang tidak tertolong dengan antihistamin atau adrenalin (Abdullah, 2009).

(12)

2.2 Teori Self Care

2.2.1 Definisi Self care

Self care didefinisikan sebagai aktivitas dalam kehidupan sehari - hari yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas hidup dan mencapai kesejahteraan. Beberapa kegiatan perawatan diri direkomendasikan pada klien dengan penyakit kronis meliputi, klien dengan perawatan medis, klien yang membutuhkan pemantauan (misalnya pemantauan tekanan darah untuk hipertensi), minum obat dengan benar, mengikuti diet dan olahraga (White , 2016).

Teori defisit perawatan diri dari Dorothea Orem (2001) berfokus pada pelayanan diri klien. Orem mendefinisikan pelayanan diri sebagai suatu yang dipelajari, kegiatan yang bertujuan membantu diri untuk mengelola kehidupan yang diinginkan, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan. Tujuan dari keperawatan Orem adalah untuk membantu klien merawat dirinya sendiri (Potter & Perry, 2010).

2.2.2 Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)

Teori Orem menyediakan komprehensif dasar untuk praktik keperawatan sehingga sangat berfungsi di berbagai bidang keperawatan . Orem (2001) menjelaskan Teori Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) sebagai teori umum keperawatan berlaku di semua praktik dimana saat orang membutuhan perawatan . Hal ini terdiri dari tiga teori yang saling terkait yaitu perawatan diri (self care), defisit perawatan diri (self care deficit), dan Sistem keperawatan (nursing system) (Hagran & Fakharany, 2015).

Teori perawatan diri menggambarkan individu sebagai otonom dan menunjukkan bahwa perawatan diri dilakukan untuk mengatur fungsi dan menjaga kesehatan serta kesejahteraan (Wazni & Gifford, 2016) . Perilaku self care ini dilakukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan kesejahteraan dalam kehidupan

(13)

seseorang (Ghaneh et al, 2016). Self care Deficit Nursing Theory di bagi menjadi tiga teori yang saling berhubungan :

a. Teori self care (teori perawatan diri) yaitu gambaran individu tentang cara melakukan perawatan dirinya sendiri.

b. Teori Self care deficit (teori defisit perawatan diri) yaitu menjelaskan bahwa seseorang membutuhkan bantuan dalam melakukan perawatan mandiri seperti tenaga kesehatan.

c. Nursing system theory (teori sistem keperawatan) menjelaskan bahwa perawat dengan perawat agar dapat melakukan sesuatu secara produktif (Hartweg &

Pickens, 2016).

2.2.3 Kategori Self Care

Menurut Orem (2001) ada beberapa kategori perawatan diri yaitu : Universal self care, development self care, dan health deviation self care. ( Hagran & Fakharany, 2015).

1) Universal self care

Syarat ini terkait pemeliharaan integritas struktur manusia dan fungsinya. Syarat perawatan diri universal adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari individu yaitu 1) pemeliharaan cukup asupan udara, air dan makanan. 2) penyediaan perawatan terkait eliminasi 3) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat serta interaksi sosial. 4) Menghindari bahaya.

2) Development self care ( terkait proses perkembangan dan kondisi yang terjadi selama berbagai tahan siklus hidup) merupakan kebutuhan perkembangan perawatan diri individu yang di pengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya.

Meliputi : perubahan tempat tinggal, perubahan pola konsumsi makanan,

(14)

mekanisme untuk memepertahankan keamanan akibat adanya perubahan pola kriminalitas, lingkungan yang tidak mendukung/ berbahaya, konflik keluarga, perkembangan perubahan informasi dan sosialisasi yang dibutuhkan oleh anak dan orang dewasa dalam keluarga, perkembangan kepercayaan dan pola perilaku dalam keluarga .

3) health deviation self care yaitu struktural manusia dan penyimpangan fungsional dan dampaknya ) perawatan diri yang dibutuhkan saat individu mengalami penyimpangan dari keadaan sehat. Penyimpangan kesehatan timbul akibat adanya gangguan kesehatan dan penyakit. Kondisi penyimpangan kesehatan yaitu, kedaan sakit, terluka, cacat, memiliki kondisi kelainan patologis, dan berada dalam perawatan medis. Hal ini menyebabkan perubahan kemampuan individu dalam proses perawatan diri (Hagran & Fakharany, 2015).

2.2.4 Kebutuhan Dasar Self-Care menurut Orem

Enam kebutuhan dasar self care menurut Orem : 1) Pemeliharaan pengambilan udara, air, dan makanan dengan cukup. 2) Pemeliharaan proses eliminasi. 3) Pemeliharaan aktivitas dan istirahat. 4) Pemeliharaan interaksi sosial dengan orang lain. 5) Pencegahan resiko penyakit dan meningkatkan kesehatan. 6) Perkembangan dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi, pengetahuan dan keinginan (Merino et al, 2014).

2.2.5 Kategori Bantuan Self Care

a) Wholly Compensatory adalah bantuan yang diberikan secara keseluruhan kepada klien. Klien yang tidak dapat melakukan aktivitas perawatan diri dan bergantung kepada orang lain untuk melakukan perawatan diri (Mubarak & Chayatin, 2009).

(15)

b) Partially Compensatory bantuan sebagian yang dibutuhkan klien. Perawatan yang diberikan kepada klien hanya sebagian dan di berikan kepada klien yang memerlukan bantuan secara minimal. Klien juga ikut berpatisipasi dalam melakukan kegiatan dan perawatan diri (Mubarak & Chayatin, 2009).

c) Supportive Educative adalah dukungan pendidikan kesehatan tindakan keperawatan yang bertujuan memberikan dukungan dan pendidikan yang diberikan kepada klien agar mampu melakukan perawatan secara mandiri. Dalam sistem pendidikan yang mendukung klien memiliki kemampuan diri namun membutuhkan bantuan dalam mengambil keputusan dan pengetahuan. Perawat dan keluarga dapat memberikan dukunngan dan pendidikan agar klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (Hartweg & Pickens, 2016).

2.2.6 Klasifikasi Teori Self Care Deficit

Teori Self care deficit dibagi menjadi 3 teori yaitu teori Selfcare agency, Selfcare Demands, Selfcare Requisites.

a. Selfcare agency yaitu kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri sendiri secara mandiri yang dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, sosial budaya dan lain-lain.

b. Selfcare Demands merupakan tuntutan atau permintaan dalam melakukan perawatan diri secara mandiri diwaktu tertentu dengan menggunakan bantuan metode dan alat untuk tindakan perawatan diri.

c. Selfcare Requisites yaitu tindakan yang ditujukan untuk penyediaan dan perawatan mandiri secara universal dan berhubungan dengan proses kehidupan serta upaya dalam mempertahankan fungsi tubuh (Wazni & Gifford, 2016).

(16)

2.2.7 Faktor yang mempengaruhi self care deficit

Orem (2001) menyatakan bahwa self care individu di pengaruhi oleh berbagai faktor kondisi dasar yang mempengaruhi terjadinya self care deficit . Faktor ini meliputi umur, jenis kelamin, tingkat perkembangan, sistem pelayanan kesehatan, sosial budaya, sistem keluarga dan ketersediaan sumber pendukung (Susanti, 2010).

1) Faktor Usia

Menurut Orem (2001) perawatan diri yang diberikan kepada klien tergantung usia.

Pada dasarnya kebutuhan perawatan diri setiap usia tentu berbeda-beda.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang mudah defisit perawatan diri adalah laki-laki. Pada umumnya laki-laki lebih acuh terhadap penampilan dirinya termasuk dalam perawatan diri terutama mereka yang mengalami gangguan jiwa.

3) Tahap perkembangan

Menurut orem (2001) menjelaskan tahap perkembangan individu dikelompokkan berdasarkan tahapan usia, seperti bayi, anak-anak, dan dewasa. Tahap perkembangan individu dalam fase kehidupan memiliki tugas perkembangan untuk tiap tahapnya dalam hal fisik, psikologis maupun sosial. Namun tahap perkembangan berkaitan dengan faktor umur individu sesuai kebutuhan perawatan diri masing-masing umur. Misalnya pada usia lanjut karena kondisi fisik dan psikologis lansia yang mengalami penurunan tentunya berpengaruh dalam hal perawatan diri pasien yang bisa berakibat self care deficit .

(17)

4) Faktor pendidikan

Pendidikan sangat berpengaruh terhadap perawatan diri individu. Seseorang yang memiliki tingkat pendindikan tinggi akan memiliki pengetahuan termasuk pengetahuan mengenai perawatan diri.

5) Sistem pelayanan kesehatan

Orem (2001) menjelaskan bahwa sistem pelayanan kesehatan meliputi deskrispsi tentang diagnosa medis atau diagnosa keperawatan dan jenis perawatan yang sebelum dan yang sedang di jalani. Dalam hubungan dengan faktor self care deficit individu yang mengalami skizofrenia, jenis atau cara perawatan akan mengembalikan sebagian kemampuan individu tersebut. Terapi farmakologi terbukti efektif untuk klien dengan skizofrenia, yaitu terapi obat-obatan dan terapi psikososial. Terapi psikososial termasuk terapi keluarga untuk mendorong keterlibatan keluarga, terapi perilaku kognitif untuk mengurangi gejala gangguan pola pikir dan persepsi, dan terapi vokasional untuk membantu klien dalam komunitas (Susanti, 2010).

2.3 Gangguan jiwa

2.3.1 Pengertian gangguan jiwa

Gangguan jiwa adalah perubahan pada fungsi manusia baik itu secara fisik maupun mental yang menyebabkan individu mengalami perubahan pola pikir dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Individu yang mengalami gangguan jiwa akan kesulitan dalam mempersepsi tentang kehidupannya dan mengalami kebingungan terhadap dirinya sendiri. Selain itu kesulitan dalam hidup bersosialiasi dengan orang lain (Yusuf et al, 2015).

(18)

2.3.2 Faktor Penyebab Umum Gangguan Jiwa

Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur yang terus menerus saling mempengaruhi, dimana manusia bereaksi secara keseluruhan baik secara somato – psiko -sosial. Ketiga unsur tersebut antara lain:

1) Faktor-faktor somatik (somatogenik) atau organobiologis

Faktor-faktor somatik diantaranya adalah neuroanatomi, neurofisiologi, neurokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organik, serta faktor-faktor pre dan peri-natal.

2) Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif

Faktor-faktor psikologik diantaranya adalah interaksi ibu – anak, peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensi, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat, kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah, konsep diri, ketrampilan, bakat dan kreativitas, pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, dan tingkat perkembangan emosi.

3) Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural

Faktor-faktor sosiokultural diantaranya adalah faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pedesaan), masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai serta pengaruh rasial dan keagamaan (Yusuf et al, 2015).

(19)

2.3.3 Jenis-Jenis Ganguan Jiwa

Gangguan jiwa secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a) Psikotik

Organik : Delirium, epilepsi, demensia

Non-organik : Skizofrenia ( Simplek,hebefrenik, katatonik, paranoid, laten, residual), waham, hausinasi,gangguan mood, psikosa (mania, depresi), dan gaduh gelisah (Kusumawati & Hartono, 2010).

b) Non Psikotik ( Neurotik)

Neurotik yang lazim sring disebut “nervous” merupakan sekumpulan reaksi psikis yang dicirikan secara khas, diekspresikan dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri. Macam-macam gangguan neurotik antara lain ansietas, gangguan psikoseksual, gangguan kepribadian ( Paranoid, pasif- agresif, schizoid, alkoholisme dan menarik diri. (Kusumawati & Hartono, 2010).

2.4 Defisit Perawatan Diri

2.4.1 Definisi Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri karena berhubungan dengan kesehatan atau sakit (Bibit &

Torkeleson, 2012).

Kurangnya perawatan diri klien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari tidak kemampuan merawat

(20)

kebersihan diri antaranya mandi, makan dan minum secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

2.4.2 Penyebab Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri terjadi karena kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.

Menurut Departemen Kesehatan tahun 2002 penyebab defisit perawatan diri yaitu di bagi menjadi faktor prediposisi dan faktor presipitasi. Penjelasan sebagai berikut : a. Faktor prediposisi

1) Perkembangan

Keluarga terlalu sering memanjakan dan klien sehingga perkembangan inisiatifnya terganggu.

2) Biologis

Penyakit kronis yang tidak yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.

3) Kemampuan realitas menurun

Klien dengan gangguan jiwa akan mengalami kemampuan realitas atau pola pikir yang kurang menyebabkan ketidakpedulian terhadap diri sendiri dan lingkungannya termasuk dalam melakukan perawatan diri.

4) Sosial

Klien kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri di lingkungannya. Keadaan di lingkungan sekitar klien sangat berpengaruh untuk latihan klien dalam perawatan diri (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi defisit perawatan diri yaitu antara lain, kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang di alami

(21)

individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu dalam melakukan perawatan diri (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

Menurut Departemen Kesehatan (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan diri individu adalah sebagai berikut :

a) Citra tubuh : Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri. Seperti dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b) Kebiasaan : Individu yang memiliki kebiasaan dalam menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain-lain.

c) Kondisi fisik dan psikis : Individu dengan keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan membutuhkan bantuan untuk melakukannya.

d) Praktik sosial : Individu yang selalu di manja pada masa anak-anak terutama dalam melakukan kebersihan diri makan akan mengakibatkan perubahan pola personal hygiene individu tersebut.

e) Status sosial ekonomi : Individu dalam melakukan perawatan diri terutama dalam kebersihan diri memerlukan uang untuk membeli keperluan seperti sabun, shampo, sikat gigi, pasta gigi dan lain-lain.

f) Pengetahuan : Tingkat pengetahuan individu dalam melakukan kebersihan diri sangat penting karena dapat meningkatkan kesehatan individu tersebut.

g) Budaya : Di lingkungan masyarakat ada budaya dimana jika individu sakit tidak boleh dimandikan. (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

2.4.3 Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri

Menurut Nanda-I (2015), jenis perawatan diri terdiri dari : a) Defisit perawatan diri : mandi

(22)

Hambatan kemampuan individu untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi secara mandiri.

b) Defisit perawatan diri : berpakaian

Hambatan kemampuan individu untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berhias secara mandiri.

c) Defisit perawatan diri : makan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan.

d) Defisit perawatan diri : eliminasi

Hambatan kemampuan individu untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi mandiri (Nanda, 2015).

2.4.4 Tanda Gejala Defisit Perawatan Diri

Tanda gejala defisit perawatan diri adalah sebagai berikut.

a) Mandi

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh sumber air, mengatur aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh dengan handuk, serta masuk dan keluar kamar mandi.

b) Berpakaian /berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil pakaian, melepas pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga tidak mampu mngenakan pakaian dalam, memilih pakaian, mengunakan kaos kaki, hambatan dalam mengenakan sepatu dan melepas sepatu, serta hambatan dalam penampilan yang memuaskan.

(23)

c) Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan atau keterbatasan dalam menelan makan, mengunyah makanan, mempersiapkan makanan, mendapatkan makanan, menggunakan alat tambahan, memanipulasi makanan ke mulut, ketidak mampuan memakan makanan dalam cara yang dapat diterima secara sosial, hambatan dalam mengambil gelas atau cangkir, serta mencerna cukup makanan dengan aman.

d) Eliminasi

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil (WC), duduk dan bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah Buang Air Kecil atau Buang Air Besar dengan tepat, dan hambatan dalam menyiram toilet atau kamar kecil. (Damaiyanti

& Iskandar, 2012).

Menurut Depkes (2000), tanda gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :

a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor 2) Rambut dan kulit kotor 3) Kuku panjang dan kotor 4) Gigi kotor disertai mulut bau 5) Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif 2) Menarik diri isolasi sosial

3) Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina c. Sosial

(24)

1) Interaksi kurang

2) Aktivitas kegiatan kurang

3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma

4) Cara makan yang tidak teratur, BAK/BAB sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

2.4.5 Dampak Masalah Defisit Perawatan diri a. Dampak Fisik

Klien dengan gangguan kesehatan yang diderita individu karena tidak terpeliharanya kebersihan diri dengan baik, gangguan fisik yang terjadi akibat defisit perawatan diri yaitu gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak Psikososial

Dampak psikososial masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

2.4.6 Penatalaksaan Defisit Perawatan Diri

Penatalaksaan defisit perawatan diri dilakukan memliki tujuan dalam keperawtatan dimana pasien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri, pasien mampu berhias secara baik dan benar, pasien mampu melakukan makan dengan baik, dan pasien mampu melakukakan eliminasi secara mandiri. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawatan adalah sebagai berikut :

1. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :

(25)

1) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri

2) Menjelaskan alat-alat apa saja yang diperlukan untuk menjaga kebersihan diri 3) Menjelaskan cara-cara melakukan kerbersihan diri

4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri 2. Membantu pasien latihan berhias

Latihan berhias pada laki-laki harus dibedakan dengan perempuan. Pada pasien laki-laki, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur, sedangkan pada perempuan latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut, dan berhias/berdandan.

3. Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara:

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan 2) Menjelaskan makan yang tertib

3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan 4) Mempraktikan cara makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAK/BAB dengan cara : 1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK 3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK

(Keliat & Akemat, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, 2009) 5. Tindakan keperawatan pada keluarga

Tujuan keperawatan keluarga yaitu keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit perawatan diri. Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik, perawat harus melakukan tindakan agar keluarga dapat meneruskan melatih dan mendukung pasien sehingga

(26)

kemampuan pasien dalam perawatan diri meningkat. Tindakan yang dilakukan perawat adalah sebagai berikut.

a) Diskusikan denga keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

b) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk megurangi stigma.

c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan. oleh pasien untuk menjaga keperawatan diri pasien.

d) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri ( sesuai jadwal yang telah disepakati).

e) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam merawat diri.

f) Bantu keluarga melatih cara merawat pasien defisit perawatan diri (Keliat &

Akemat, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, 2009)

6. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi kelompok yang dapat diberikan untuk pasien dengan masalah defisit perawatan diri adalah : Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi:

Perawatan Diri

a) Sesi 1 : Manfaat Perawatan Diri b) Sesi 2 : Menjaga kebersihan diri c) Sesi 3 : Tata cara makan dan minum d) Sesi 4 : Tata cara eliminasi

e) Sesi 5 : Tata cara berhias

(Keliat & Akemat, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, 2009)

(27)

2.5 Permasalahan pada pasien jiwa yang berakibat self care deficit

Permasalah yang muncul pada pasien gangguan jiwa yang bisa mengakibatkan self care deficit di lihat dari tanda gejala yang muncul pada pasien gangguan jiwa tersebut. Pada pasien skizofrenia mengalami self care deficit karena munculnya gejala seperti waham dan halusinasi serta isolasi sosial. Pada klien waham yang mengalami gangguan isi pikiran dapat membuat aktivitas menurun salah satunya aktivitas perawatan diri seperti kebersihan diri kurang, nafsu makan berkurang, dan sulit tidur serta klien waham mengalami hubungan interpersonal dengan orang lain akan berkurang ( Yusuf, 2015 ).

Pada klien halusinasi yang mengalami gangguan persepsi, pada saat dilakukkan pengkajian keperawatan untuk ADL mereka didapatkan kebanyakan nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, selain itu mereka juga akan ketakutan maka aktivitas istirahat juga terganggu, kurangnya kebersihan diri biasanya klien malas untuk mandi. Pada klien halusinasi juga sebagian tidak mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang berlebihan (Muhith, 2015).

Sedangkan, pada klien isolasi sosial atau menarik diri dimana klien memiliki gangguan dalam bersosialisasi dengan orang dan sering kali menyendiri. Dilihat dari tanda gejala isolasi sosial klien kurang spontan terhadap sesuatu, bersikap apatis, afek tumpul, tidak merawat dan memerhatikan perawatan diri termasuk kebersihan diri mereka, pemasukan makan dan minum terganggu, aktivitas menurun, retensi BAK atau BAB, kurang energi, dan menolak hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya (Muhith, 2015).

Gambar

Tabel 2.1. Status Dermatologis
Gambar 2.1. Skabies
Gambar 2.2 Kandidiasis
Gambar 2.3  Herpes zoster
+2

Referensi

Dokumen terkait

Masalah semantik dalam komunikasi interpersonal perawat dengan lansia disini disebabkan karena kurangnya pemahaman perawat terhadap keluhan yang disampaikan lansia,

secara berurutan. Peserta didik dapat menjelaskan proses pencernaan makanan. Peserta didik dapat menjelaskan fungsi organ pencernaan!. makanan

2) Pharyngeal dan difteri tonsillar : Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan tonsil. Awal gejala termasuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang tidak

1) Naiknya Fed rate akan menyebabkan kenaikan discount rate yang berpengaruh pada ekspektasi deviden sehingga akan menurunkan tingkat.. harga saham di US. Karena Fed rate

Melalui rencana pengembangan usaha yang dilanjutkan dengan pembuatan gazebo pemancingan serta wisata kuliner sederhana membuat kelompok mitra menjadi lebih semangat

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka semua, karena penulis sangat menyadari bahwa dukungan dan keberadaan mereka sangat berarti bagi perjalanan

Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak) atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular)4. Fisiologik : ketinggian,

Hasil penelitian ini menjukkan bahwa ada pengaruh positif kemandirian belajar terhadap prestasi belajar siswa dapat terjadi karena tingginya kemandirian yang dimiliki siswa